Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum

BAB III FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN

KESETANGKUPAN Pada bab sebelumnya telah diturunkan bentuk perkalian tak komutatif se- bagai manifestasi dari asumsi bahwa ruang Minkowski yang terlibat tidak lagi ko- mutatif. Perkalian yang tidak komutatif tersebut akan digunakan dalam telaah teori medan yang akan dilakukan pada bab-bab selanjutnya, yakni dengan menggantikan perkalian biasa pada rapat Lagrangan suatu medan tertentu dengan perkalian-bintang star-product yang tidak komutatif. Pada persamaan II.39 dan II.40 tampak bah- wa perkalian tak komutatif tersebut akan mengandung turunan suatu fungsi sampai orde tak terhingga, sehingga rapat Lagrangan suatu medan tidak lagi hanya gayut pa- da suatu medan dan turunan orde pertamanya. Untuk itu perlu dilakukan perluasan terhadap teori Lagrangan suatu medan untuk dapat mewadahi pembahasan mengenai teori medan pada ruang Minkowski yang tak komutatif. Hal ini pada akhirnya akan membawa perubahan definisi beberapa kuantitas atau observabel yang dimiliki suatu medan. Dalam bab ini akan dilakukan perumuman teori Lagrangan suatu medan ser- ta perumuman definisi beberapa kuantitas atau observabel yang biasa dibahas dalam teori Lagrangan medan yang biasa.

1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum

Suatu aksi I didefinisikan sebagai berikut: I = Z t 2 t 1 Ldt, t 2 t 1 , III.1 24 25 dengan L = Lq i , ˙q i , t adalah Lagrangan yang mengambarkan suatu sistem fisis tertentu. Dalam Lagrangan L tersebut, q i adalah koordinat umum dan t adalah waktu, yang menjadi parameter Lagrangan tersebut. Dalam Mekanika Klasik suatu sistem yang digambarkan oleh Lagrangan L berevolusi dari saat t 1 sampai t 2 sedemikian sehingga I mencapai nilai ekstrim. Prinsip ini dikenal sebagai prinsip aksi terkecil the principle of least action. Penerapan prinsip ini menghasilkan persamaan Euler- Lagrange ∂L ∂q i − d dt ∂L ∂ ˙q i = 0. III.2 Dalam teori medan, peranan koordinat umum q i dan turunan pertamanya ter- hadap waktu, ˙q i , digantikan oleh medan ψ dan ∂ψ ∂x µ = 1 c ∂ψ ∂t , ∇ψ, di mana ψ gayut pada x = ct, ~r. Dengan demikian x dipandang sebagai parameter pada Lagrangan. Penggantian peran ini dapat digambarkan sebagai berikut: q i t → ψx; ˙q i t → ∂ψ ∂x µ x; t → x µ . Lagrangan suatu sistem merupakan suatu integral dari suatu rapat Lagrangan L meliputi suatu daerah Ω pada ruang konfigurasi R 3 [Goldstein , 1980] L = Z Ω Ld 3 x, III.3 dengan L = Lψ, ∂ψ ∂x µ , x µ . Substitusi persamaan III.3 ke dalam persamaan III.1 menghasilkan I = Z R Ld 4 x, III.4 dengan R adalah suatu daerah integrasi pada ruang berdimensi empat yang dibatasi 26 oleh ∂R. Dengan menerapkan prinsip aksi terkecil, maka diperoleh persamaan Euler-Lagrange untuk suatu medan ψ diberikan oleh ∂L ∂ψ − ∂ ∂x µ ∂L ∂ ∂ψ ∂x µ = 0. III.5 Berbagai persamaan fisika yang merupakan persamaan-persamaan medan dapat di- turunkan dari persamaan III.5 dengan membentuk suatu rapat Lagrangan L tertentu. Rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan orde pertamanya sudah cukup untuk membahas berbagai persamaan medan yang telah dikenal sela- ma ini. Namun demikian secara umum suatu rapat Lagrangan tidak terbatas hanya pada yang tergantung terhadap suatu medan dan turunan orde pertamanya. Rapat Lagrangan L dapat merupakan suatu fungsi dari medan ψ serta turunan-turunannya hingga orde ke- n, L = Lψ, ∂ψ ∂x µ1 , ∂ 2 ψ ∂x µ1 ∂x µ2 , . . . , ∂ n ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µn , x ν . Dengan demikian aksi I dapat dituliskan sebagai I = Z R Lψ, ∂ψ ∂x µ 1 , ∂ 2 ψ ∂x µ 1 ∂x µ 2 , . . . , ∂ n ψ ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ n , x ν d 4 x. III.6 Ketika aksi I mencapai ekstrim maka I tidak berubah jika diadakan variasi infinites- imal x µ → x ′ν = x ν + δx ν III.7 ψx → ψ ′ x = ψx + δψ yang kemudian mengimbas variasi infinitesimal turunan-turunan ψ ∂ j ψ ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j x → 27 ∂ j ψ ′ ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j x = ∂ j ψ ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j x + δ ∂ j ψ ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j , III.8 dengan j = 1, 2, . . . , n, serta dengan menyertakan syarat δx ν = δψ = δ ∂ j ψ ∂x µ1 ···∂x µj = 0 di ∂R, maka variasi aksi adalah δI = Z R Lψ ′ , ∂ψ ′ ∂x µ 1 , . . . , ∂ n ψ ′ ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ n , x ′ν d 4 x ′ − Z R Lψ, ∂ψ ∂x µ 1 , . . . , ∂ n ψ ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ n , x ν d 4 x. III.9 Karena d 4 x ′ = Jx ′ xd 4 x, dengan Jx ′ x adalah Jacobian untuk transformasi x → x ′ , dan ∂x ′ν ∂x λ = δ ν λ + ∂δx ν ∂x λ , III.10 maka [Ryder , 1996] p.83-84 J x ′ x = det ∂x ′ν ∂x λ = 1 + ∂δx ν ∂x ν . III.11 Dengan demikian persamaan III.9 menjadi δI = Z R δL + L ∂δx ν ∂x ν d 4 x = Z R ∂L ∂ψ δψ + n X j =1 ∂L ∂ ∂ j ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj δ ∂ j ψ ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j + ∂L ∂x ν δx ν + L ∂δx ν ∂x ν d 4 x. III.12 Karena δ ∂ j ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj = ∂ j δψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj , maka n X j =1 ∂L ∂ ∂ j ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj ∂ j δψ ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j = 28 n X j =1 j X k =1 −1 k− 1 ∂ ∂x µ k ∂ k− 1 ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ k−1 ∂L ∂ ∂ j ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj × ∂ j−k δψ ∂x µ k+1 · · · ∂x µ j + −1 j ∂ j ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j ∂L ∂ ∂ j ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj δψ , III.13 sehingga δI = Z R ∂L ∂ψ + n X j =1 −1 j ∂ j ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j ∂L ∂ ∂ j ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj δψd 4 x + Z R n X j =1 j X k =1 −1 k− 1 ∂ ∂x µ k ∂ k− 1 ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ k−1 ∂L ∂ ∂ j ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj × δ ∂ j−k ψ ∂x µ k+1 · · · ∂x µ j + ∂ ∂x ν Lδx ν d 4 x. III.14 Integral terakhir pada persamaan III.14 lenyap dengan menggunakan teorema Gauss pada ruang berdimensi empat, sehingga suku yang tersisa adalah δI = Z R ∂L ∂ψ + n X j =1 −1 j ∂ j ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j ∂L ∂ ∂ j ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj δψd 4 x III.15 yang harus lenyap untuk sembarang δψ dan R. Agar hal tersebut tercapai, maka in- tegrand persamaan III.15 harus bernilai nol, sehingga diperoleh persamaan Euler- Lagrange yang diperumum yakni ∂L ∂ψ + n X j =1 −1 j ∂ j ∂x µ 1 ∂x µ 2 · · · ∂x µ j ∂L ∂ ∂ j ψ ∂x µ1 ∂x µ2 ···∂x µj = 0. III.16 Untuk n = 1, yang berarti L = Lψ, ∂ψ ∂x ν , x ν , persamaan III.16 akan kembali ke bentuk persamaan III.5. 29

2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu