PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA ORGANISASI, TERHADAP KEUNGGULAN SUATU SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR KABUPATEN BLORA

(1)

i

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA ORGANISASI, TERHADAP KEUNGGULAN SUATU SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR KABUPATEN BLORA

TESIS

Untuk memperoleh gelar magister manajemen pendidikan pada Universitas Negeri Semarang

OLEH : ISTYARINI NIM. 1103503021

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2008


(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk diujikan dalam

sidang.

Pembimbing I,

Dr. Joko Widodo, M.Pd

NIP.131961218

Semarang, 23 Juli 2008

Pembimbing II,

Dr. Ahmad Sopyan, M.Pd

NIP.131404300


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Tesis ini telah dipertahankan dihadapan Sidang Panitia Ujian Tesis

Program Studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas

Negeri Semarang pada :

Hari

:

Sabtu

Tanggal

: 13 Agustus 2008

Panitia Ujian

Ketua

Prof.Dr.Maman Rahman,M.Sc

NIP.130529514

Sekretaris

Dr.Samsudi,M.Pd

NIP.131658241

Penguji II,

Dr.Ahmad Sopyan,M.Pd

NIP.131404300

Penguji I,

Prof.Dr.DYP Sugiharto,M.Pd.Kons.

NIP.131570049

Penguji III,

Dr.Joko Widodo,M.Pd

NIP.131961218


(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam tesis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 24 September 2008


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

Seorang intelek tidak pernah fanatik atau pendendam. Ia tidak akan mengejar pengukuhan diri oleh orang lain. Ia berani berpendirian dan tidak takut mengaku salah atau keliru kalau memang demikian dan berani meminta maaf akan hal itu. Ia tidak pernah takut kehilangan gengsi dan wibawa (J. Drost).

PERSEMBAHAN Untuk :

Kedua orangtuaku, Suamiku,

Anak-anakku, Guruku, Sahabatku, Anak didikku,

dan semua orang yang selalu mendukung setiap langkahku


(6)

vi PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya serta kekuatan sehingga tesis yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi Terhadap Keunggulan Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kabupeten Blora Tahun 2008”.Kami sadari sepenuhnya bahwa selama penulisan tesis ini tidak sedikit tantangan dan hambatan yang harus dihadapi, tetapi berkat dorongan, bimbingan dan kerjasama dengan berbagai pihak, semua itu dapat diatasi. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada pihak-pihak yang telah memberikan dorongan dan bimbingan, yaitu :

1. Prof. Dr Retno Sriningsih Satmoko, sebagai Pembimbing I yang memberi kesempatan dan motivasi penulis untuk segera menyelesaikan penyusunan tesis.

2. Dr.Ahmad Sofyan M.Pd, selaku pembimbing II yang selalu memotivasi dan membimbing penulis untuk bangkit dan berbuat yang terbaik.

3. Prof. Dr. Maman Rahman M.Sc, Direktur Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti Program Magister di lembaga yang dipimpinnya.

4. Dosen dan Staf Administrasi Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan pelayanan terbaik selama penulis menempuh studi di lembaga ini. 5. Kepala Sekolah, guru Sekolah Dasar Negeri di Kabupeten Blora yang bersedia menjadi

responden penelitian ini.

6. Semua kolega yang banyak memberikan dorongan dan bantuan serta membuka kesempatan untuk berdiskusi tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan tesis ini.

7. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk, namun tidak memungkinkan untuk disebutkan satu persatu dalam lembaran ini.

Semoga segala bantuan, dorongan, bimbingan, simpati dan kerjasama yang telah diberikan semua pihak, diterima oleh Tuhan sebagai amalan shalih. Amin

Semarang, 24 September 2008


(7)

vii SARI

Istyarini 2008. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan Budaya organisasi, Terhadap keunggulan suatu sekolah di Sekolah Dasar Kabupaten Blora

Pembimbing I : Prof. DR. RS. Satmoko. Pembimbing II : DR. Ahmad Sofyan, M.Pd

Kata Kunci : Kepemimpinan,Budaya Organisasi Sekolah, Keunggulan Sekolah

Salah satu alat ukur peningkatan kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga pendidikan adalah terletak pada keunggulan sekolah itu sendiri. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa keunggulan suatu sekolah dapat dilihat dan diukur dari jumlah dan kualitas lulusan, semangat kerja guru, kepemimpinan kepala sekolah. Sedangkan komponen yang mempengaruhi keunggulan suatu sekolah yaitu kepala sekolah dan budaya organisasi sekolah terhadap keunggulan suatu sekolah

Populasi dalam penelitian ini adalah guru SD Negeri di Kabupeten Blora , Kecamatan Banjarejo yaitu dari 49 SD dengan jumlah guru yaitu 254 orang, sampel dalam penelitian ini 150 orang guru yang diambil dengan tabel Krecie. Penentuan sampel menggunakan sampling acak (random sampling) dengan teknik sampling acak sederhana ( simple random sampling ). Selanjutnya data diolah secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 12 for windows 2000 meliputi analisis deskriptif, korelatif dan regresi sederhana.

Dari hasil penelitian didapat bahwa keunggulan sekolah dasar negeri di kabupaten Blora baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor sistem pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan guru sangat baik 62,67%, prestasi siswa sangat baik dengan skor 72,67%, sarana dan pra sarana cukup 70,67%. Jumlah pendaftar sama dengan kapasitas kelas yang ada di sekolah dengan skor 42%.

Melalui analisis regresi sederhana ditemukan bahwa variabel kepenmimpinan kepala sekolah (X1) dan budaya organisasi (X2) berpengaruh sebesar 29,70% terhadap

keunggulan sekolah, dan koefisien determinasinya sebesar 0,297.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa keunggulan sekolah antara lain dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah. Meski demikian, diluar kedua variabel tersebut, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi, Untuk itu disarankan kepala sekolah dasar di kabupaten Blora untuk melakukan peningkatan SDM dengan jalan studi lanjut bagi guru-guru, training-training, diklat kepemimpinan, memberikan motivasi pada siswa dan guru yang berprestasi, revitalisasi nilai-nilai budaya juga menyaring input anak-anak yang potensial.


(8)

viii ABSTRACT

Istyarini 2008. The influence of school headmaster leadership and organization culture, about the superiority of a school in Blora regency elementary school. First counselor : Prof. DR. RS. Satmoko

Second counselor : DR. Ahmad Sofyan, M.Pd

Key word : Leadership, School Organization Culture, School Superiority

One of measuring instrumen of quality raising which hold by an education institution lay on the school superiority itself. From the explanation above, can be found out that school superiority can be seen and be measured from the quantity and the quality of the graduate, teacher working spirit, headmaster leadership. Whereas, component which influence a school superiority is headmaster and school organization culture toward a school superiority.

Population in this research is elementary school teacher in Blora regency, Banjarejo subdistrict from 49 elementary school with total teacher 254 person, sample in this research 150 teacher which is taken by Krecie table. Determination of sample use random sampling by simple random sampling technique. Furthermore data be processed in a quantitative manner by using software SPSS versi 12 for windows 2000 include deskriptive analysis, corelative and simple regression.

From research result be gotten that elementary school superiority in Blora regency is good. This matter be shown by education and learning system score which be done by teacher is very good 62,67%, very good student achievment with 72,67% score, good enough infrastructure 70,67%. Total registrant is equal to class capacity in school with 42% score.

Through simple regression be found out that headmaster leadership (X1) and

organization culture variable (X2) influential as big as 29,70% about school superiority, and

the determinatin coefficient as big as 0,297.

According to research result be concluded that school superiority be influenced by headmaster leadership, school organization culture. Still, out of both variable, many other factor influence. Based on that be suggested that elementary school headmaster in Blora regency do human resource improvement by continued study for teacher, training, leadership training and education program, giving motivation to student and teacher who get achievment, culture value revitalization also filter potential children input.


(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Permasalahan ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sekolah Unggul ... 8

2.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 24

2.3 Budaya Organisasi ... 34

2.4 Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Organisasi Terhadap Keunggulan suatu Sekolah ... 42


(10)

x

2.5 Hasil Hasil Penelitian Yang Relevan ... 47

2.6 Kerangka Pikir ... 49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 52

3.2 Populasi Dan Sampel ... 52

3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 53

3.4 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen ... 57

3.5 Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen ... 61

3.6 Teknik Analisis Data ... 64

3.6.1Statistik Deskriptif ... 64

3.6.2Uji Prasyarat Analisis ... 65

3.6.3Uji Hipotesis ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 69

4.1.1Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 69

4.1.2Budaya Organisasi ... 76

4.1.3Keunggulan Sekolah ... 83

4.2 Uji Prasyarat Analisis ... 89

4.2.1Uji Normalitas Data ... 89

4.2.2Uji Multikoliniearitas ... 91

4.2.3Uji Heterokedastisitas ... 92

4.2.4Uji Autokorelasi ... 93

4.3 Hasil Uji Hipotesis ... 94

4.4 Pembahasan ... 104

4.4.1Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Keunggulan Sekolah Dasar Negri di Kabupaten Blora ... 104

4.4.2Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Keunggulan Sekolah Dasar Negri di Kabupaten Blora ... 108

4.4.3Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan budaya Organisasi terhadap Keunggulan Sekolah Dasar Negri di Kabupaten Blora... 110

BAB V PENUTUP 6.1 Simpulan ... 112

6.2 Saran ... 113


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

Tabel 3.2 Kisi-kisi Angket Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah ... 58

Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket Budaya Organisasi ... 59

Tabel 3.4 Kisi-kisi Angket Kepuasan Kerja ... 59

Tabel 3.5 Gradasi Jawaban Model Skala Likert ... 60

Tabel 3.6 Rincian Jumlah Responden Uji Coba Instrumen Penelitian ... 61

Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen (Angket) Penelitian ... 62

Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen (Angket) Penelitian ... 63

Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 69

Tabel 4.2 Persentase Kriteria Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 69

Tabel 4.3 Deskripsi Statistik Kemampuan Konseptual ... 71

Tabel. 4.4 Pendapat Responden Tentang Keterampilan Konsep ... 71

Tabel 4.5 Deskripsi Statistik Kemampuan Hubungan Manusia ... 72

Tabel. 4.6 Pendapat Responden Tentang Keterampilan Hubungan Manusia ... 73

Tabel 4.7 Deskripsi Statistik Kemampuan Hubungan Manusia ... 74

Tabel. 4.8 Pendapat Responden Tentang Keterampilan Teknis ... 75

Tabel 4.9 Deskripsi Statistik Budaya Organisasi ... 76

Tabel 4.10 Pendapat Responden tentang Budaya Organisasi ... 76

Tabel 4.11 Pendapat Responden Tentang Kemandirian Individu ... 77

Tabel.4.12 Pendapat Responden Tentang Structure ... 78

Tabel. 4.13 Pendapat Responden Tentang Dorongan Untuk Maju ... 79

Tabel. 4.14 Pendapat Responden Tentang Identity ... 80

Tabel. 4.15 Pendapat Responden Tentang Conflict Tolerance ... 81

Tabel. 4.16 Pendapat Responden Tentang Keberanian Mengambil Resiko ... 82

Tabel 4.17 Deskripsi Statistik Keunggulan Sekolah ... 84

Tabel 4.18 Pendapat responden tentang keunggulan sekolah ... 84

Tabel 4.19 Pendapat responden tentang sistem pendidikan ... 86

Tabel 4.20 Pendapat responden tentang prestasi siswa ... 87


(12)

xii

Tabel 4.22 Pendapat responden tentang jumlah pendaftar ...89

Tabel 4.23 Hasil Uji Normalitas Data ... 90

Tabel 4.24 Hasil Uji Multikolinearitas ... 92

Tabel 4.25 Hasil Uji Autokorelasi ... 94

Tabel 4.26 Hasil Uji Pengaruh Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) dengan Variabel Keunggulan Sekolah (Y) ... 95

Tabel 4.27 Hasil Uji Parsial X1 ... 96

Tabel 4.28 Hasil Uji Sumbangan Efektif X1 ... 97

Tabel 4.29 Hasil Uji Pengaruh Variabel Budaya Organisasi (X2)Terhadap Keunggulan Sekolah (Y) ... 98

Tabel 4.30 Hasil Uji Parsial X2 ... 99

Tabel 4.31 Hasil Uji Sumbangan Efektif X2 ... 101

Tabel 4.32 Hasil Uji Pengaruh X1 dan X2 Terhadap Y ... 102

Tabel 4.33 Hasil Uji Linier Berganda ... 103

Tabel 4.34 Output Koefisien Determinasi ... 104

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ... 51

Gambar 4.1 Persentase Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 71

Gambar 4.2 Persentase Kemampuan Konseptual ... 73

Gambar 4.3 Persentase Kemampuan Hubungan Sosial ... 74

Gambar 4.4 Persentase Kemampuan Teknis ... 76

Gambar 4.5 Persentase budaya Organisasi ... 78

Gambar 4.6 Persentase Kesempatan Mandiri ... 79

Gambar 4.7 Persentase Structure ... 79

Gambar 4.8 Persentase Support ... 80

Gambar 4.9 Persentase Identity ... 81

Gambar 4.10 Persentase Conflict Tolerance... 82

Gambar 4.11 Persentase Keberanian Mengambil Resiko ... 83

Gambar 4.12 Persentase Kunggulan Sekolah ... 85

Gambar 4.13 Persentase Sistem Pendidikan ... 86

Gambar 4.14 Persentase Prestasi Siswa ... 87

Gambar 4.15 Persentase Sarana dan Prasarana ... 88

Gambar 4.16 Persentase Sarana dan Prasarana ... 89

Gambar 4.17 Normalitas Data ... 91


(13)

xiii

Gambar 4.19 Tebaran Data Hubungan X1 dengan Y ... 96

Gambar 4.20 Tebaran Data Hubungan X2 dengan Y ...100

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Instrumen penelitian ... 116

Lampiran 2 Deskripsi kepemimpinan kepala sekolah ... 127

Lampiran 3 Deskripsi Budaya organisasi ... 133

Lampiran 4 Deskripsi keunggulan sekolah ... 141

Lampiran 5 Analisis regresi ... 148


(14)

1 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Peningkatan mutu pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengembangan sumber daya manusia. Upaya tersebut harus dilakukan secara terencana, terarah, dan intensif, sehingga mampu menyiapkan bangsa memasuki era globalisasi yang sarat persaingan. Mutu pendidikan diarahkan oleh Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan berkualitas diyakini sebagai cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, pendidikan di Indonesia belum mampu menuju pada peningkatan kualitas, sebaliknya masih berkutat pada kuantitas semata.

Potret tentang rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat pada hasil penelitian PISA (Programme for International Student Assessment, 2003) menunjukkan bahwa siswa-siswa Indonesia lemah dalam tiga kemampuan utama. Dalam hal kemampuan literasi membaca; 69% siswa berada pada level 1 yakni hanya mampu membaca tapi tidak mampu menangkap makna tema bacaan; 31% berada pada level 2 yakni hanya bisa membaca teks tapi tidak mampu menemukan tema inti bacaan, gagal menangkap informasi implisit dalam teks; dan tidak mampu mengaitkan informasi dalam teks dengan pengetahuan yang dimiliki. Hanya 3% siswa mampu mencapai level 3 yakni mampu menemukan gagasan utama, mengintegrasikan dalam pengetahuan yang sudah dimiliki,


(15)

mengkontraskan dan membandingkan. Tidak satupun siswa Indonesia mampu mencapai level 4 dan 5. Dalam hal penguasaan kemampuan matematika, siswa Indonesia berada pada peringkat 2 terbawah (ranking 39 dari 41 negara yang diteliti). Keterampilan matematik yang dimiliki siswa hanya mampu menyelesaikan satu langkah persoalan matematik, menerapkan keterampilan dasar matematik, mengenal informasi yang bersifat diagram atau teks yang mudah dikenal dan tidak kompleks. Dalam bidang sains, kemampuan siswa Indonesia berada pada level paling bawah. Siswa hanya mampu mengingat fakta, terminologi dan hukum sains serta menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum. Data hasil penelitian itu semakin menguatkan betapa buruknya kualitas pendidikan kita. Walaupun di sisi lain, prestasi anak Indonesia cukup membanggakan. Ini dibuktikan diraihnya juara olimpiade fisika tingkat Internasional.

Salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan ditempuh dengan membuka sekolah-sekolah unggulan. Sekolah unggulan dipandang sebagai salah satu alternatif yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kualitas SDM. Sekolah unggulan diharapkan melahirkan manusia-manusia unggul yang amat berguna untuk membangun negeri yang kacau balau ini. Tak dapat dipungkiri setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi manusia unggul. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah-sekolah unggulan. Setiap tahun ajaran baru sekolah-sekolah unggulan dibanjiri calon siswa, karena adanya keyakinan bisa melahirkan manusia-manusia unggul.

Di sekolah-sekolah ini, menuntut biaya pendidikan yang cukup tinggi. Namun demikian, diiringi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang sangat memadai. Dengan pola manajemen sekolah yang matang, sekolah-sekolah unggulan ini mampu menghasilkan produk pendidikan yang berkualitas. Sergiovanni (1995:75) menyebutkan sekolah unggulan


(16)

dengan membandingkan antara sekolah efektif dan sekolah sukses. Kedua pengertian ini sering digunakan secara bergantian, namun membingungkan. Efektivitas mempunyai pengertian yang lazim dan secara teknis. Ini biasanya dipahami untuk mengartikan kemampuan memperoleh akibat yang diinginkan. Kemudian, pada beberapa sekolah yang memperoleh akibat yang diinginkan dengan beberapa kelompok akan mempertimbangkan efektivitas kelompok tersebut. Tetapi, secara teknis, dalam lingkaran pendidikan, sekolah efektif akan diperoleh dari pengertian secara spesifik dan khusus. Sekolah efektif dipahami sebagai sekolah yang kemampuan siswanya pada keterampilan dasar yang diukur dengan tes kemampuan. Dimensi manajemen, pengajaran, dan kepemimpinan termasuk dalam model sekolah efektif. Sedang sekolah sukses mempunyai kesan lebih komprehensif, ekspansif dan lebih konsisten dengan kualitas sekolah yang tinggi dimana kebanyakan orang Amerika, kaya dan miskin, pedesaan dan perkotaan, muda dan tua, menginginkan untuk anak-anak mereka (Goodlad, 1983 dalam Sergiovanni, 1995: 77).

Dengan adanya civitas akademika, pembenahan sistem pengolahan sekolah yang inovatif, disertai disiplin, kreativitas dan kerja keras, telah membuahkan hasil dengan berbagai prestasi yang telah diraih serta peringkat sekolah yang selalu masuk dalam jajaran papan atas.

Kepala sekolah sebagai pemimpin juga harus memiliki sifat tersebut. Kepala sekolah selaku pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi perilaku personel sekolah agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan usaha kepala sekolah untuk mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua siswa dan pribadi lain yang terkait untuk bekerja sama dalam mencapai


(17)

tujuan yang telah ditetapkan. Peran kepala sekolah sebagai pemimpin terutama ditekankan pada bagaimana kepala sekolah mampu untuk membuat orang lain bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan sekolah.

Kepala sekolah yang baik adalah kepala sekolah yang mempunyai sifat dan perilaku kepemimpinan yang baik dan dapat memberikan kompensasi yang berimbang kepada guru sehingga menimbulkan motivasi untuk berprestasi di kalangan mereka. Kepala sekolah hendaknya memiliki visi kelembagaan kemampuan konsepsional yang jelas, serta memiliki ketrampilan dan seni dalam hubungan antara manusia, penguasaan aspek-aspek teknis dan subtantif, memiliki semangat untuk maju serta semangat mengabdi dan karakter yang diterima masyarakat lingkungannya (Mulyasa, 2004: 84).

Pola kepemimpinan kepala sekolah akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu memotivasi bawahannya, karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang dalam mencapai tujuan, sangat bergantung kepada kewibawaan yang dimilikinya. Paradigma baru manajemen pendidikan memberikan kewenangan luas kepada kepala sekolah dalam melakukan perencanaan, pengorgranisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pendidikan di sekolah. Mulyasa (2004: 89) mengatakan bahwa, "Kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak positif dan perubahan yang cukup mendasar dalam pembaharuan sistem pendidikan di sekolah".

Budaya organisasi merupakan faktor penting bagi kinerja organisasi. Gibson, Ivancevich, dan DonneIly (1996: 77) mengatakan bahwa "Budaya organisasi diartikan sebagai perpaduan nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola


(18)

perilaku dalam suatu organisasi". Budaya organisasi muncul dalam dua dimensi, yaitu dimensi yang tidak tampak (intangible) yang filosofi, ideologi, asumsi-asumsi dasar keyakinan, dan nilai-nilai, dan dimensi yang nampak (tangible) yang meliputi manivestasi konseptual, perilaku (behavioral) dan fisik material. Manifestasi konseptual merupakan perwujudan filosofi, keyakinan dan nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi warga sekolah dalam bentuk organisasi , tujuan dan kurikulum, bahasa dan simbol serta kisah dan tokoh yang berjasa terhadap kemajuan sekolah. Manivestasi perilaku meliputi kegiatan belajar mengajar, ritual dan upacara, prosedur, peraturan, tata tertib dan sanksi yang mengatur perilaku warga sekolah. Sedangkan manivestasi fisik material berbentuk fasilitas dan perlengkapan, benda-benda, hiasan, lambang dan pakaian seragam.

Owens (1991: 81) menyatakan bahwa dimensi organisasi soft mencakup nilai-nilai (values), keyakinan (beliefs), budaya , dan norma perilaku. Dimensi hard berupa wujud atau susunan organisasi itu sendiri. Dimensi organisasi yang bersifat soft hakekatnya merupakan landasan segala perwujudan yang berbentuk hard. Kedua dimensi tersebut secara utuh disebut dengan budaya organisasi. Bila budaya organisasi tersebut diterapkan di sekolah maka disebut dengan budaya organisasi sekolah.

Adanya perkembangan masyarakat dan tuntutan terhadap kinerja sekolah agar memiliki keluaran (output) yang baik, maka sekolah perlu mengembangkan budaya organisasi sekolah yang mendukung pencapaian tujuan sekolah. Dengan demikian sekolah harus lebih profesional dan memiliki produktivitas yang tinggi dalam pengelolaan kegiatan-kegiatannya.


(19)

Berdasarkan latar belakang masalah inilah maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh kepemimpinan kepala sekolah,dan budaya organisasi terhadap keunggulan suatu sekolah..

1.2. PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, timbul suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap keunggulan suatu sekolah?

2. Seberapa besar pengaruh budaya organisasi sekolah terhadap keunggulan suatu sekolah? 3. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah,dan budaya organisasi secara

bersama-sama terhadap keunggulan suatu sekolah?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap keungggulan Sekolah Dasar di Kabupaten Blora.

2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap keunggulan Sekolah Dasar di Kabupaten Blora.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah terhadap keunggulan Sekolah Dasar di Kabupaten Blora.

1.4. KEGUNAAN PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut :

1. Memberi gambaran tentang kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah yang baik serta pengaruhnya pada keunggulan suatu sekolah.


(20)

2. Memberi masukan pada Dinas Pendidikan, Yayasan Pendidikan dan Organisasi Keagamaan yang menyelenggarakan persekolahan dalam memajukan lembaga pendidikan dalam kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah yang baik serta pengaruhnya terhadap keunggulan suatu sekolah.

3. Secara konseptual dapat memperkaya teori terutama yang berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah yang baik, serta keunggulan suatu sekolah.

4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti berikutnya/ peneliti lain yang ingin mengkaji lebih mendalam dengan topik dan fokus serta setting yang lain untuk memperoleh perbandingan sehingga memperkaya temuan-temuan penelitian ini.


(21)

8

Sekolah unggul adalah sekolah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (output) pendidikannya (Depdikbud, 1994) untuk mencapai keunggulan tersebut maka masukan (input) proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut. Beberapa faktor yang berhubungan dengan fungsi yang menjamin bahwa organisasi itu dapat mengadakan pembaharuan sendiri, dengan berorientasi pada pemecahan masalah. Pertama, nilai-nilai budaya dan dukungan yang baik. Administrator, supervisor dan guru-guru mempunyai harapan yang tinggi antara satu dengan yang lain dan dengan siswa-siswanya. Orang tua murid dan pemimpin masyarakat sama-sama mempunyai kebanggaan pada sistem persekolahan yang ada. Kedua, sekolah mempunyai misi yang jelas, untuk mengembangkan siswa secara optimal. Ketiga, adanya kebijakan sekolah yang memudahkan pencapaian tujuan. Keempat, adanya keseimbangan yang optimal antara “tight” dan “loose”. Pimpinan mempunyai ketetapan secara sistematis dimana keputusan dibuat sebaik mungkin.

Sedang Sergiovanni (1995:75) menyebutkan sekolah unggulan dengan membandingkan antara sekolah efektif dan sekolah sukses. Kedua pengertian ini sering digunakan secara bergantian, namun membingungkan. Efektivitas mempunyai pengertian yang lazim dan secara teknis. Ini biasanya dipahami untuk mengartikan kemampuan memperoleh akibat yang diinginkan. Kemudian, pada beberapa sekolah yang memperoleh akibat yang diinginkan dengan beberapa kelompok akan mempertimbangkan efektivitas


(22)

kelompok tersebut. Tetapi, secara teknis, dalam lingkaran pendidikan, sekolah efektif akan diperoleh dari pengertian secara spesifik dan khusus. Sekolah efektif dipahami sebagai sekolah yang kemampuan siswanya pada keterampilan dasar yang diukur dengan tes kemampuan. Dimensi manajemen, pengajaran, dan kepemimpinan termasuk dalam model sekolah efektif. Sekolah sukses mempunyai kesan lebih komprehensif, ekspansif dan lebih konsisten dengan kualitas sekolah yang tinggi dimana kebanyakan orang Amerika, kaya dan miskin, pedesaan dan perkotaan, muda dan tua, menginginkan untuk anak-anak mereka (Goodlad, 1983 dalam Sergiovanni, 1995:77). Dengan demikian, sekolah unggulan merupakan sekolah yang efektif dan sukses dalam penyelenggaraannya serta diakui oleh masyarakat.

Menurut Nurkholis (2005, http//www.depdiknas), menyatakan sebutan sekolah unggulan itu sendiri kurang tepat. Kata “unggul” menyiratkan adanya superioritas dibanding dengan yang lain. Kata ini menunjukkan adanya “kesombongan” intelektual yang sengaja ditanamkan di lingkungan sekolah. Di negara-negara maju, untuk menunjukkan sekolah yang baik tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan

effective, develop, accelerate, dan essential.

Dari sisi ukuran muatan keunggulan, sekolah unggulan di Indonesia juga tidak memenuhi syarat. Sekolah unggulan di Indonesia hanya mengukur sebagian kemampuan akademis. Dalam konsep yang sesungguhnya, sekolah unggul adalah sekolah yang secara terus menerus meningkatkan kinerjanya dan menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal untuk menumbuh-kembangkan prestasi siswa secara menyeluruh. Berarti bukan hanya prestasi akademis saja yang ditumbuh-kembangkan, melainkan potensi psikis, fisik, etik, moral, religi, emosi, spirit, adversity dan intelegensi.


(23)

Sekolah unggulan yang sebenarnya dibangun secara bersama-sama oleh seluruh warga sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas pendidikan. Dalam konsep sekolah unggulan yang saat ini diterapkan, untuk menciptakan prestasi siswa yang tinggi maka harus dirancang kurikulum yang baik yang diajarkan oleh guru-guru yang berkualitas tinggi. Padahal sekolah unggulan yang sebenarnya, keunggulan akan dapat dicapai apabila seluruh sumber daya sekolah dimanfaatkan secara optimal. Berati tenaga administrasi, pengembang kurikulum di sekolah, kepala sekolah, dan penjaga sekolah pun harus dilibatkan secara aktif. Karena semua sumber daya tersebut akan menciptakan iklim sekolah yang mempu membentuk keunggulan sekolah.

Keunggulan sekolah terletak pada bagaimana cara sekolah merancang-bangun sekolah sebagai organisasi. Maksudnya adalah bagaimana struktur organisasi pada sekolah itu disusun, bagaimana warga sekolah berpartisipasi, bagaimana setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab yang sesuai dan bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian wewenang yang disertai tangung jawab. Semua itu bermuara kepada kunci utama sekolah unggul adalah keunggulan dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Menurut Profesor Suyanto (Kompas, 29-4-2002, hal.4), program kelas (baca: sekolah) unggulan di Indonesia secara pedagogis menyesatkan, bahkan ada yang telah memasuki wilayah malpraktik dan akan merugikan pendidikan kita dalam jangka panjang. Kelas-kelas unggulan diciptakan dengan cara mengelompokkan siswa menurut kemampuan akademisnya tanpa didasari filosofi yang benar. Pengelompokan siswa ke dalam kelas-kelas menurut kemampuan akademis tidak sesuai dengan hakikat kehidupan di masyarakat. Kehidupan di masyarakat tak ada yang memiliki karakteristik homogen.


(24)

Suyanto (kompas, 29-4-2002, hal 4) menyatakan, pelaksanaan sekolah unggulan di Indonesia memiliki banyak kelemahan. Pertama, sekolah unggulan di sini membutuhkan legitimasi dari pemerintah bukan atas inisiatif masyarakat atau pengakuan masyarakat. Sehingga penetapan sekolah unggulan cenderung bermuatan politis dari pada muatan edukatifnya. Apabila sekolah unggulan didasari atas pengakuan masyarakat maka pemerintah tidak perlu mengucurkan dana lebih kepada sekolah unggulan, karena masyarakat akan menanggung semua biaya atas keunggulan sekolah itu.

Kedua, sekolah unggulan hanya melayani golongan kaya, sementara itu golongan miskin tidak mungkin mampu mengikuti sekolah unggulan walaupun secara akademis memenuhi syarat. Untuk mengikuti kelas unggulan, selain harus memiliki kemampuan akademis tinggi juga harus menyediakan uang jutaan rupiah. Artinya penyelenggaraan sekolah unggulan bertentangan dengan prinsip equity yaitu terbukanya akses dan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menikmati pendidikan yang baik. Keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan ini amat penting agar kelak melahirkan manusia-manusia unggul yang memiliki hati nurani yang berkeadilan.

Ketiga, profil sekolah unggulan kita hanya dilihat dari karakteristik prestasi yang tinggi berupa NEM, input siswa yang memiliki NEM tinggi, ketenagaan berkualitas, sarana prasarana yang lengkap, dana sekolah yang besar, kegiatan belajar mengajar dan pengelolaan sekolah yang kesemuanya sudah unggul. Wajar saja bila bahan masukannya bagus, diproses di tempat yang baik dan dengan cara yang baik pula maka keluarannya otomatis bagus. Yang seharusnya disebut unggul adalah apabila masukan biasa-biasa saja atau kurang baik tetapi diproses ditempat yang baik dengan cara yang baik pula sehingga keluarannya bagus.


(25)

Oleh karena itu penyelenggaraan sekolah unggulan harus segera direstrukturisasi agar benar-benar bisa melahirkan manusia unggul yang bermanfaat bagi negeri ini. Bibit-bibit manusia unggul di Indonesia cukup besar karena prefalensi anak berbakat sekitar 2 %, artinya setiap 1.000 orang terdapat 20 anak berbakat. Berdasarkan prakiraan Lembaga Demografi UI (1991) penduduk usia sekolah di Indonesia tahun 2000 diperkirakan sebesar 76.478.249, maka kita akan memiliki anak berbakat (baca: unggul) sebanyak 1.529.565 orang. Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan pimpinan dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan (Nurkholis, 2005, http//www.depdiknas.or.id).

Maka konsep sekolah unggulan yang tidak unggul ini harus segera direstrukturisasi. Restrukrutisasi sekolah unggulan yang ditawarkan adalah sebagai berikut : pertama, program sekolah unggulan tidak perlu memisahkan antara anak yang memiliki bakat keunggulan dengan anak yang tidak memiliki bakat keunggulan. Kelas harus dibuat heterogen sehingga anak yang memiliki bakat keunggulan bisa bergaul dan bersosialisasi dengan semua orang dari tingkatan dan latar berlakang yang beraneka ragam. Pelaksanaan pembelajaran harus menyatu dengan kelas biasa, hanya saja siswa yang memiliki bakat keunggulan tertentu disalurkan dan dikembangkan bersama-sama dengan anak yang memiliki bakat keunggulan serupa. Misalnya anak yang memiliki bakat keunggulan seni tetap masuk dalam kelas reguler, namun diberi pengayaan pelajaran seni.

Kedua, dasar pemilihan keunggulan tidak hanya didasarkan pada kemampuan inteligensi dalam lingkup sempit yang berupa kemampuan logika-matematika seperti yang diwujudkan dalam test IQ. Keunggulan seseorang dapat dijaring melalui berbagai keberbakatan seperti yang hingga kini dikenal adanya 8 macam kecerdasan.


(26)

Ketiga, sekolah unggulan jangan hanya menjaring anak yang kaya saja tetapi menjaring semua anak yang memiliki bakat keunggulan dari semua kalangan. Berbagai sekolah unggulan yang dikembangkan di Amerika justru untuk membela kalangan miskin. Misalnya Effectif School yang dikembangkan awal 1980-an oleh Ronald Edmonds di Harvard University adalah untuk membela anak dari kalangan miskin karena prestasinya tak kalah dengan anak kaya. Demikian pula dengan School Development Program yang dikembangkan oleh James Comer ditujukan untuk meningkatkan pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Accellerated School yang diciptakan oleh Henry Levin dari Standford University juga memfokuskan untuk memacu prestasi yang tinggi pada siswa kurang beruntung atau siswa beresiko. Essential school yang diciptakan oleh Theodore Sizer dari Brown University, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan siswa kurang mampu.

Keempat, sekolah unggulan harus memiliki model manajemen sekolah yang unggul yaitu yang melibatkan partisipasi semua stakeholder sekolah, memiliki kepemimpinan yang kuat, memiliki budaya sekolah yang kuat, mengutamakan pelayanan pada siswa, menghargasi prestasi setiap siswa berdasar kondisinya masing-masing, terpenuhinya harapan siswa dan berbagai pihak terkait dengan memuaskan.

Itu semua akan tercapai apabila pengelolaan sekolah telah mandiri di atas pundak sekolah sendiri bukan ditentukan oleh birokrasi yang lebih tinggi. Saat ini amat tepat untuk mengembangkan sekolah unggulan karena terdapat dua suprastruktur yang mendukung. Pertama, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dimana pendidikan termasuk salah satu bidang yang didesentralisasikan. Dengan adanya kedekatan birokrasi antara


(27)

sekolah dengan Kabupaten/Kota diharapkan perhatian pemerintah daerah terhadap pengembangan sekolah unggulan semakin serius.

Kedua, adanya UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 yang didalamnya memuat bahwa salah satu program pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat/sekolah. Melalui pendidikan berbasis masyarakat/sekolah inilah warga sekolah akan memiliki kekuasaan penuh dalam mengelola sekolah. Setiap sekolah akan menjadi sekolah unggulan apabila diberi wewenang untuk mengelola dirinya sendiri dan diberi tanggung jawab penuh. Selama sekolah-sekolah hanya dijadikan alat oleh birokrasi di atasnya (baca: dinas pendidikan) maka sekolah tidak akan pernah menjadi sekolah unggulan. Bisa saja semua sekolah menjadi sekolah unggulan yang berbeda-beda berdasarkan pontensi dan kebutuhan warganya. Apabila semua sekolah telah menjadi sekolah unggulan maka tidak sulit bagi negeri ini untuk bangkit dari keterpurukannya. a. Latar Belakang Perlunya Sekolah Unggul

Perlunya perhatian khusus kepada peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa melalui sekolah-sekolah yang mengutamakan keunggulan adalah selaras dengan fungsi utama pendidikan yaitu mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Pengembangan potensi tersebut memerlukan strategi yang sistematis dan terarah. Salah satu strategi pendidikan yang ditempuh selama ini bersifat massal dengan cara memberikan perlakuan dan pelayanan yang sama kepada semua peserta didik tanpa memperhatikan perbedaan kecerdasan, minat dan bakatnya. Strategi ini hanya pas dalam konteks pemerataan kesempatan, tetapi strategi tersebut kurang mampu menunjang usaha mengoptimalkan pengembangan potensi sumber daya manusia yang cepat. Dengan strategi


(28)

tersebut munculnya keunggulan terjadi secara acak dan sangat tergantung kepada motivasi belajar setiap peserta didik serta lingkungan belajar dan mengajarnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sekitar sepertiga peserta didik yang dapat digolongkan sebagai siswa berbakat mengalami gejala “prestasi kurang” dan salah satu penyebabnya adalah lingkungan belajar kurang menantang untuk mewujudkan kemampuannya secara optimal. Padahal strategi massal akan mempunyai konsekuensi sumberdaya (dana, tenaga dan sarana) yang berat. Untuk itu perlu dikembangkan strategi alternatif yang bertujuan menghasilkan peserta didik yang unggul, yaitu berupa pemberian perhatian dan perlakuan khusus kepada peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya (Ekosusilo, 2003).

Namun perlu disadari, bahwa strategi kedua tersebut tidak berarti peningkatan kualitas pendidikan untuk peserta didik secara massal diabaikan, karena pada hakikatnya pengembangan sekolah unggul ini akan memberi peluang bagi semua peserta didik untuk berprestasi secara optimal, justru strategi kedua tersebut untuk mengimbangi kekurangan yang terdapat pada strategi masal-konvensional. Antara strategi pertama dan kedua perbedaannya terletak pada intensitas dan eksistensitas perhatian yang diberikan kepada peserta didik yang disesuaikan dengan kondisi mereka. Dikembangkannya strategi kedua melalui sekolah unggul adalah untuk memacu pemerataan mutu pendidikan nasional. Selama ini data menunjukkan bahwa mutu pendidikan nasional belum merata. Adanya sekolah unggul dapat membekali mereka pengalaman belajar yang berkualitas, dengan sendirinya mereka mempunyai peluang yang lebih besar untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi sesuai dengan pilihannya.berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka perlu dikembangkan sekolah-sekolah unggul dengan manajemen yang tertata rapi.


(29)

a. Ciri-ciri Sekolah Unggul

Dimensi-dimensi keunggulan sebagai ciri sekolah unggul sebagaimana ditegaskan oleh Depdikbud (1994) adalah sebagai berikut :

1) Masukan (input) yaitu siswa diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah (1) prestasi belajar superior dengan indikator angka rapor, Nilai Ebtanas Murni (NEM), dan hasil ter prestasi akademik; (2) skor psikotes yang meliputi intelegensi dan kreativitas; (3) tes fisik jika diperlukan.

2) Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa serta menyalurkan minat dan bakatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.

3) Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis.

4) Guru dan tenaga kependidikan yang menangani harus unggul baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk itu perlu disediakan insentif tambahan bagi guru berupa uang maupun fasilitas lainnya seperti perumahan.

5) Kurikulumnya diperkaya dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar serta motivasi belajar yang lebih tinggi dari yang lain.

6) Kurun waktu belajar lebih lama dibanding sekolah lain. Karena itu perlu ada asrama untuk memaksimalkan pembinaan dan menampung para siswa dari berbagai lokasi. Di


(30)

kompleks asrama perlu ada sarana yang bisa menyalurkan minat dan bakat siswa seperti perpustakaan, alat-alat olah raga, kesenian, dan lain-lain yang diperlukan.

7) Proses belajar mengajar harus berkualitas dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan (accountable) baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat.

8) Sekolah unggul tidak hanya memberikan manfaat kepada peserta didik di sekolah tersebut, tetapi harus memiliki resonansi sosial kepada lingkungan sekitarnya.

9) Nilai lebih sekolah unggul terletak pada perlakuan tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum, program pengayaan dan perluasan, pengajaran remidial, pelayanan bimbingan dan konseling yang berkualitas, pembinaan kreativitas dan disiplin.

Sejalan dengan dimensi-dimensi sebagai ciri sekolah unggul di atas Djoyonegoro (1998 dalam Ekosusilo, 2003:41) berpendapat bahwa :

“Sekolah unggulan adalah sekolah yang mempunyai indikator : (1) prestasi akademik dan non akademik di atas rata-rata sekolah di daerahnya, (2) sarana dan prasarana serta layanan yang lebih lengkap, (3) sistem pembelajaran lebih baik dan waktu belajar lebih panjang, (4) melakukan seleksi yang cukup ketat terhadap pendaftar, (5) mendapat animo yang besar dari masyarakat yang dibuktikan dengan banyaknya jumlah pendaftar dibanding kapasitas kelas, dan (6) biaya sekolah lebih tinggi dari sekolah lain di sekitarnya”.

Lebih lanjut, Wayson (1988, dalam Ekosusilo, 2003:42)) menyebutkan bahwa karakteristik sekolah unggulan adalah :

“(1) tidak kaku, fleksibel, dan tidak tegang, (2) tidak menggunakan pendekatan hukuman, menekankan pada yang positif, (3) tidak elitis, menerima dan memajukan semua siswa, (4) tidak membatasi kurikulum secara sempit pada yang dasar, memberikan kurikulum yang fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa, (5) tidak tertuju pada tes (latihan soal) semata, pencapaian prestasi lebih disebabkan karena mereka dilatih proses berpikir tingkat tinggi (higher order), (6) bekerja tidak terpaku pada program yang baku, bekerja atas dasar komitmen dan kreativitas pegawai, (7) kepala sekolah tidak otoritarian, tetapi memiliki visi mengenai bagaimana seharusnya sekolah, serta upaya untuk mewujudkan misi tersebut, (8)


(31)

merekrut dan mempekerjakan staf atas dasar keahlian dan memiliki prosedur untuk mengeluarkan mereka yang tidak memiliki kontributisi terhadap sekolah, (9) memiliki pengembangan staff yang intensif, (10) memiliki tujuan yang jelas, penilaian yang baik, serta dapat memperbaiki kekurangan dan menghindari kesalahan, (11) staf dan siswa sama-sama memiliki rasa tanggungjawab dalam pembelajaran, (12) menempatkan kesejahteraan (kebaikan) siswa di atas yang lain, (13) memiliki struktur yang memungkinkan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan secara kelompok, bukan individual, (14) memiliki pimpinan yang menggugah semangat dan partisipasi staf serta menggalang dukungan dari pihak luar, (15) merayakan keberhasilan dan memberikan penghargaan kepada staf dan siswa yang berprestasi, dan (16) fleksibel dalam hal cara, namun berpegang teguh pada tujuan”.

c. Filosofi Sekolah Unggulan

Sekolah unggul di Indonesia didasari filosofi yang berkenaan dengan hakikat manusia, hakikat pembangunan nasional, tujuan pendidikan dan usaha untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut.

Pertama, manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa telah dilengkapi dengan berbagai potensi dan kemampuan. Potensi itu pada dasarnya merupakan anugerah kepada manusia yang semestinya dimanfaatkan dan dikembangkan, dan jangan disia-siakan. Di samping memiliki persamaan dalam sifat dan karakteristiknya, potensi tersebut agar menjadi aktual dalam kehidupan, sehingga berguna bagi orang yang bersangkutan, masyarakat dan bangsanya, serta menjadi bekal untuk menghambakan diri kepada Tuhan. Dengan demikian usaha untuk mewujudkan anugrah potensi tersebut secara penuh merupakan konsekuensi dari amanah Tuhan.

Kedua, dalam pembangunan nasional, manusia merupakan sentral yaitu sebagai subjek pembangunan. Untuk dapat memainkan perannya sebagai subjek, maka manusia Indonesia dikembangkan untuk menjadi manusia yang utuh, yang berkembang segenap dimensi potensinya secara wajar. Pendidikan nasional mengembang tugas dalam


(32)

mengembangkan manusia Indonesia sehingga menjadi manusia yang utuh dan sekaligus merupakan sumber daya pembangunan.

Ketiga, pendidikan nasional berusaha menciptakan keseimbangan antara pemerataan kesempatan dan keadilan. Pemerataan kesempatan berarti membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik dari semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tanpa dihambat oleh perbedaan jenis kelamin, suku bangsa dan agama. Akan tetapi memberikan kesempatan yang sama (equal opportunity) pada akhirnya akan dibatasi oleh kondisi objektif peserta didik, yaitu kapasitasnya untuk dikembangkan.

Keempat, dalam upaya mengembangkan kemampuan peserta didik, pendidikan berpegang pada asas keseimbangan dan keselarasan yaitu keseimbangan antara kreativitas dan disiplin, keseimbangan antara persaingan dan kerjasama, keseimbangan antara pengembangan kemampuan berpikir holistik dengan kemampuan berpikir atomistik, dan keseimbangan antara tuntutan dan prakarsa.

d. Visi dan Misi Sekolah Unggulan 1)Pengertian Visi dan Misi

Visi bukan sekedar penglihatan kasat mata, melainkan penglihatan dengan kekuatan mental atau dengan kacamata batin dalam arti kognitif, afektif dan psikomotorik. Visi dibentuk dengan kecerdasan umum, penghayatan nilai-nilai, pengetahuan dan pengalaman, kemampuan-kemampuan dalam bidang khusus secara konseptual, pemecahan masalah, dan daya-daya keperilakuan lain yang dijadikan unggulan. Dalam pengertian ini, visi merupakan saripati endapan dari sistem nilai dan kaidah-kaidah. Sinamo (1998:4) menegaskan bahwa “secara ringkas visi adalah apa yang didambakan organisasi untuk


(33)

“dimiliki” atau diperoleh di masa depan (what do we want to have)”. Agar efektif dan

powerful, maka visi dan misi harus jelas, harmonis dan kompatibel.

Gaffar (1994) berpendapat bahwa visi adalah daya pandang yang jauh, mendalam dan meluas, merupakan daya fikir abstrak yang memiliki kekuatan amat dasyat dapat menerobos segala batas-batas fisik, waktu dan tempat. Visi adalah kunci energi manusia, kunci atribut pemimpin dan pembuat kebijakan.

2)Ciri-ciri Visi yang Baik

Visi terbentuk dari perpaduan antara : aspirasi, imajinasi, insight, nilai-nilai informasi, pengetahuan dan : “judgement”. Agar suatu misi dapat menumbuhkan semangat, menyuburkan inspirasi, menciptakan makna bagi anggota organisasi, maka visi harus disepakati dan dihayati bersama (shared vision). Karena itu proses perumusan visi hendaknya dapat mendorong tumbuhnya kepemilikan (ownership) visi oleh anggota organisasi sejak awal.

Visi menunjukkan arah pergerakan organisasi dari posisinya sekarang ke masa depan. Visi merupakan jembatan antara masa kini dan masa depan. Visi yang baik mempunyai ciri-ciri : (1) memperjelas arah dan tujuan, (2) mudah dimengerti dan diartikulasikan dengan baik, (3) mencerminkan cita-cita yang tinggi dan menetapkan

standard of excellent, (4) menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen, (5) menciptakan makna bagi anggota organisasi, (6) merefleksikan keunikan atau keistimewaan organisasi, (7) menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi, (8) kontekstual, dalam arti memperhatikan secara seksama hubungan organisasi dengan lingkungan dan sejarah perkembangan organisasi yang bersangkutan.


(34)

Terwujudnya visi bergantung kepada usaha yang dilakukan sendiri oleh organisasi dan hal-hal yang terjadi di luar organisasi. Visi dan misi yang kuat sangat diperlukan demi kelangsungan hidup organisasi. Karena itu, visi dan misi harus cocok dengan sejarah, budaya, semangat dan nilai-nilai organisasi.

3)Peran Visi dan Misi

Peran nilai dalam proses perencanaan proses pendidikan sangat mutlak. Nilailah yang menggerakkan motivasi seluruh anggota organisasi untuk menentukan tujuan dan merumuskan kebijakan ke arah tercapainya tujuan. Tanpa pemahaman nilai-nilai yang mendasarinya, maka konsistensi (ketaatan asas) tidak dapat dijamin. Karena nilai itu berakar pada tatanan sosial, maka dengan merujuk pada nilai dapatlah dihindarkan pertentangan yang mungkin timbul antara tujuan-tujuan individual dengan kehadiran kebijakan serta wahana pelaksanaannya.

Nilai yang seringkali hanya bersifat tersirat (implicit) mungkin menjadi kabur, atau bahkan terlupakan karena proses perjalanan waktu. Karenanya dengan menjadikan nilai-nilai itu secara tersurat (explicit) maka nilai-nilai itu dapat menduduki tempat sebagai landasan masyarakat, atau nilai-nilai itu ditolak karena masyarakatnya kacau, dangkal, bahkan rusak. Dengan pemahaman akan nilai, maka kita dapat berada pada posisi yang lebih baik untuk menciptakan keseimbangan yang seharusnya antara tujuan dengan tampilnya tujuan yang salah, serta membatasi kelemahan dan kesengajaan antara tujuan kita dengan sistem wahana pelaksanaan kebijakan.

4)Visi dan Misi Sekolah Unggul

Sekolah unggul di dasari visi bahwa upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang bermuara kepada tujuan pembangunan


(35)

nasional, memerlukan usaha-usaha yang sistematis, terarah dan intensional dalam menggali dan mengembangkan potensi manusia Indonesia secara maksimal sehingga dapat menjadi bangsa yang maju, sejahtera, damai dengan dasar Pancasila, serta dihormati dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain dalam percaturan global.

Berdasarkan visi tersebut, maka misi sekolah unggul adalah meningkatkan dan mengembangkan potensi sumber daya manusia Indonesia sebagai subjek dan wahana untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Visi dan misi sangat erat kaitannya dengan sistem nilai. Visi merupakan sari pati endapan dari sistem nilai. Visi dapat memacu motivasi serta sikap yang dapat menuntun perbuatan. Visi adalah kunci energi manusia, kunci atribut pemimpin dan pembuat kebijakan. Sedangkan nilai membentuk landasan yang kokoh bagi tujuan dan misi. Visi merupakan inti sekaligus sumber kekuatan organisasi. Jadi visi memegang peran yang penting dalam keberhasilan tujuan organisasi.

5)Sasaran Sekolah Unggul

Pada jenjang pendidikan menengah (SMA), sasaran yang ingin dicapai adalah menyiapkan para lulusan untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi yang bermutu di dalam negeri maupun luar negeri. Dengan bekal kemampuan yang diperolehnya, mereka juga diproyeksikan untuk siap memasuki jalur karir yang lain maupun bekerja mandiri apabila tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

6)Tujuan Sekolah Unggul

Acuan dasar dari tujuan umum sekolah unggul adalah tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN dan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yaitu menghasilkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,


(36)

berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggungjawab, produktif, sehat jasmani dan rohani, memiliki semangat kebangsaan, cinta tanah air, kesetiakawanan sosial, kesadaran akan sejarah bangsa dan sikap menghargai pahlawan, serta berorientasi masa depan.

Secara khusus, sekolah unggul bertujuan untuk menghasilkan keluaran pendidikan yang memiliki keunggulan dalam hal-hal berikut : (a) keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) nasionalisme dan patriotisme yang tinggi, (c) wawasan IPTEK yang mendalam dan luas, (d) motivasi dan komitmen yang tinggi untuk mencapai prestasi dan keunggulan, (e) kepekaan sosial dan kepemimpinan, dan (f) disiplin tinggi ditunjang oleh kondisi fisik yang prima.

2.2. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Suatu organisasi dapat berjalan dengan baik dan lancar bila memiliki pemimpin yang baik. Pemimpin dalam suatu orgnisasi memegang kendali utama dalam mengatur jalannya organisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 174) disebutkan bahwa pemimpin artinya orang yang memimpin atau cara memimpin. Pemimpin yang baik, adalah pemimpin yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang dapat diandalkan. Kepemimpinan itu sendiri merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi kerja dan merupakan aktivitas utama untuk pencapaian tujuan organisasi. Mulyasa (2005: 107) mengatakan bahwa, kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Dari hal tersebut maka dapat diketahui bahwa kepemimpinan merupakan


(37)

suatu proses mempengaruhi aktivitas dari individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

Menurut pendapat Sondang P. Siagian (1994: 36) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan inti dari manajemen karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat (manusia dan alat-alat) dalam suatu organisasi. Kepemimpinan merupakan salah satu penentu dalam pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan Menurut Hadari Nawawi dan Martini Hadari (1995: 9), kepemimpinan dapat diartikan kemampuan atau kecerdasan mendorong sejumlah orang agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tu.juan

bersama.

Soelardi dalam Mulyasa (2002: 107) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mengggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina agar maksud manusia sebagai media manajemen akan bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakterisiknya, adanya pengikut, serta adanya situasi kelompok.

Sedangkan menurut Tannembaum, Weshler dan Massarik, dalam Wahjosumidjo (2003; 17) "Leadership is interpersonal influence excerised in a situation and directed, through the communication proccess, toward the attainment of a specified goal or goals.

Menurut Ngalim Purwanto,(1993: 26) kepemimpinan merupakan suatu bentuk persuasi, suatu seni pembinaan kelompok orang-orang tertentu, biasanya melalui human relation dan


(38)

motivasi sehingga mereka tanpa adanya rasa takut mau bekerja sama dan membanting tulang untuk mencapai segala apa yang menjadi tujuan organisasi.

Dapat disimpulkan bahwa dalam setiap proses kepemimpinan terdapat sekurang-kurangnya tiga unsur, yaitu ada seorang pemimpin yang memimpin, mempengaruhi dan memberikan bimbingan; ada anggota (bawahan) yang dikendalikan; dan ada tujuan yang diperjuangkan melalui serangkaian kegiatan. Pemimpin pada hakekatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain didalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan di sini berarti kemampuan mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi kerja organisasi. Kepemimpinan merupakan aktifitas utama untuk mencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan inti manajemen, sedangkan manajemen adalah inti administrasi. Secara umum kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses mempengaruhi aktifitas dari individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

Dalam hubungan dengan misi pendidikan, kepemimpinan dapat diartikan sebagai usaha kepala sekolah dalam memimpin, mempengaruhi, dan memberikan bimbingan kepada para personil pendidikan sebagai bawahan agar tujuan pendidikan dan pengajaran dapat tercapai rnelalui serangkaian kegiatan yang telah direncanakan (Anwar, 2003: 70 ).

Fungsi kepemimpinan pendidikan menunjuk kepada berbagai aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh seorang kepala dalam upaya menggerakkan guru-guru,


(39)

karyawan, siswa, dan anggota masyarakat agar mau berbuat sesuatu guna melaksanakan program-program pendidikan di sekolah.

Lebih lanjut, Anwar (2003:70) mengatakan bahwa untuk memungkinkan tercapainya tujuan kepemimpinan pendidikan di sekolah, pada pokoknya kepemimpinan pendidikan memiliki tiga fungsi berikut: (1) Membantu kelompok merumuskan tujuan pendidikan yang akan dicapai yang akan menjadi pedoman untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan; (2) Fungsi dalam menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa, dan anggota masyarakat untuk mensukseskan program pendidikan di sekolah; dan (3) Menciptakan sekolah sebagai suatu lingkungan kerja yang harmonis, sehat, dinamis dan nyaman, sehingga segenap anggota dapat bekerja dengan penuh produktivitas dan memperoleh kepuasan kerja guru tinggi. Artinya pemimpin harus menciptakan iklim organisasi yang mampu rnendorong produktivitas pendidikan yang tinggi dan kepuasan kerja yang rnaksimal.

Kemampuan seorang pemimpin mempengaruhi orang lain didukung oleh kelebihan yang dimilikinya, baik yang berkaitan dengan sifat kepribadian maupun yang berkaitan dengan kekuasaan pengetahuan dan pengalamannya. Sekolah yang produktif tercipta karena kepemimpinan yang diterapkan di sekolah diarahkan pada proses pemberdayaan para guru sehingga kinerja guru lebih berdasarkan pada prinsip-prinsip dan konsep bersama, bukan karena suatu instruksi dari pimpinan.

Peningkatan mutu sekolah memerlukan perubahan kultur organisasi, suatu perubahan yang mendasar tentang bagaimana individu-individu dan kelompok rnemahami pekerjaan dan perannya dalam organisasi sekolah. Kultur sekolah terutama dihasilkan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus memahami bahwa sekolah sebagai suatu sistem organik, sehingga mampu berperan sebagai pemimpin (leader), maka seharusnya: a) lebih banyak mengarahkan, mendorong dari pada memaksa; b) lebih berdasar pada kerjasama dalam menjalankan tugas dibandingkan bersandar pada kekuasaan c) senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf administrasi


(40)

bukannya menciptakan rasa takut; d) senantiasa menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu dari pada menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu; e) senantiasa mengembangkan suasana antusias, bukannya mengembangkan suasana yang menjemukan; dan f) senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada dari pada menyalahkan kesalahan pada seseorang, bekerja dengan penuh kesungguhan, bukan ogah-ogahan karena serba kekurangan.

Wahjosumidjo (2003: 106) mengatakan bahwa kepala sekolah sebagai seorang pemimpin seharusnya dalam praktek sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan mempraktekkan delapan fungsi kepemimpinan di dalam kehidupan sekolah, yakni : 1) Dalam kehidupan sehari-hari kepala sekolah akan dihadapkan kepada sikap para

guru, staf, dan para siswa yang mempunyai latar belakang kehidupan, kepentingan serta tingkat sosial budaya yang berbeda sehingga tidak mustahil terjadi konflik antar individu bahkan antar kelompok.

2) Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para bawahan dalam melaksanakan tugas. Para guru, staf dan siswa suatu sekolah hendaknya selalu mendapatkan saran, anjuran dari kepala sekolah sehingga dengan saran tersebut selalu dapat memelihara bahkan meningkatkan semangat, rela berkorban, rasa kebersamaan dalam melaksanakan tugas masing-masing (suggesting)

3) Dalam mencapai tujuan setiap organisasi memerlukan dukungan, dana, sarana dan sebagainya.

4) Kepala sekolah berperan sebagai katalisator, dalam arti marnpu menimbulkan dan menggerakkan semangat para guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

5) Patah semangat, kehilangan kepercayaan harus dapat dibangkitkan kembali oleh para kepala sekolah (catalyzing).

6) Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan setiap orang, baik secara individu maupun kelompok.

7) Seorang kepala sekolah selaku pemimpin akan menjadi pusat perhatian, artinya semua pandangan akan diarahkan ke kepala sekolah sebagai orang yang mewakili kehidupau sekolah, di mana dan dalam kesempatan apapun.

8) Kepala sekolah pada hakekatnya adalah sumber semangat bagi para guru, staf dan siswa.

9) Setiap orang dalam kehidupan organisasi baik secara pribadi maupun kelompok, apabila kebutuhannya diperhatikan dan dipenuhi.


(41)

a) guru, untuk menyusun program, menyajikan program dengan baik, melaksana-kan evaluasi, melakukan analisis hasil belajar dan melaksanakan perbaikan dan pengayaan secara tertib dan bertanggung jawab;

b) karyawan, untuk mengerjakan tugas administrasi dengan baik, melaksanakan kebersihan lingkungan serutin melaksanakan tugas pemeliharaan gedung dan perawatan barang-barang inventaris dengan baik dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab;

c) siswa, untuk rajin belajar secara tertib, terarah dan teratur dengan penuh kesadaran yang berorientasi masa depan;

d) orang tua dan masyarakat, agar mampu untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemitraan yang lebih baik agar partisipasi mereka terhadap usaha pengembangan sekolah makin meningkat dan dirasakan sebagai suatu kewajiban, bukan sesuatu yang membebani. Yang lebih penting lagi kepemimpinan kepala sekolah harus dapat memberikan kesejahteraan lahir batin, mengembangkan kekeluargaan yang lebih baik, meningkatkan rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan dan menumbuhkan budaya positif yang kuat di lingkungan sekolah.

Kegiatan kepala sekolah tidak hanya berkaitan dengan pimpinan pengajaran saja, melainkan meliputi seluruh kegiatan sekolah, seperti pengaturan, pengelolaan sekolah, dan supervisi terhadap staf guru dan staf administrasi. Kepala sekolah pada dasarnya melakukan kegiatan yang beraneka macam dari kegiatan yang bersifat akademik, administratif, kegiatan kemanusiaan, dan kegiatan sosial.


(42)

Banyaknya faktor yang harus menjadi tanggung jawab kepala sekolah, sehingga menuntut kepala sekolah untuk memiliki kemampuan yang prima dalam menjalankan kepemimpinannya.

Mulyasa, (2004:115) menyatakan bahwa, kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi.

Kepribadian adalah sifat dasar yang dimiliki oleh setiap manusia dan merupakan bawaan sejak lahir yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Namun demikian ada beberapa hal mendasar sifat-sifat yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah. Adapun kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat: jujur, percaya diri, tanggung jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil dan menjadi teladan.

Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus memiliki pengelahuan terhadap tenaga kependidikan. Adapun hal-hal yang menyangkut pemahaman tenaga kependidikan akan terlihat pada kemampuan utuk memahami kondisi tenaga kependidikan, memahami kondisi dan karakteristik peserta didik, menyusun progrm pengembangan tenaga kependidikan, menerima masukan, saran dan kritik dari berbagai pihak untuk meningkatkan kepemimpinannya.

Setiap sekolah pasti memiliki visi dan misi sekolah. Sebagai pemimpin, maka kepala sekolah harus memiliki pemahaman terhadap visi dan misi sekolah yang dipimpinnya. Pemahaman ini tercermin dari kemampuannya untuk mengembangkan


(43)

visi dan misi sekolah serta melaksanakan program untuk mewujudkan visi dan misi tersebut ke dalam tindakan nyata.

Kenapa sekolah harus mampu mengambil keputusan yang tepat untuk menyikapi suatu permasalahan. Kemampuan mengambil keputusan ini dapat terlihat dari kemampuan mengambil keputusan bersama tenaga kependidikan di sekolah dan mengambil keputusan untuk kepentingan internal dan eksternal sekolah.

Kemampuan berkomunikasi yang baik harus dimiliki pula oleh kepala sekolah selaku pemimpin di sekolah. Kemampuan berkomunikasi ini tercermin dari kemampuannya untuk berkomunikasi secara lisan dengan tenaga kependidikan di sekolah, menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, berkomunikasi secara lisan dengan peserta didik dan berkomunikasi secara lisan dengan orang tua dan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah.

Kepala sekolah sebagai pemimpin (leader) dalam lingkup sekolah harus memiliki sikap-sikap positif yang meliputi keteladanan, mampu menumbuhkan kreativitas, mampu memotivasi, mampu mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap sekolah serta mawas diri, berusaha mencapai misi, visi dan tujuan sekolah, konsisten pada pengucapan dan perbuatan, memberikan dorongan dan meningkatkan semangat kerja staf, terbuka dan bersedia menerima kritik, mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, mampu memberi pujian bagi yang berhasil dan memberi sanksi bagi yang salah serta dapat menumbuhkan rasa keakraban dan kekeluargaan di kalangan anggota yang dipimpinnya. (Mulyasa, 2004: 98).


(44)

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan usaha kepala sekolah untuk mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua siswa dan pribadi lain yang terkait untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Peran kepala sekolah sebagai pemimpin terutama ditekankan pada bagaimana kepala sekolah mampu untuk membuat orang lain bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan sekolah.

Kepala sekolah yang baik adalah kepala sekolah yang mempunyai sifat dan perilaku kepemimpinan yang baik dan dapat memberikan kompensasi yang berimbang kepada guru sehingga menimbulkan motivasi untuk berprestasi di kalangan mereka. Kepala sekolah hendaknya memiliki visi kelembagaan kemampuan konsepsional yang jelas, serta memiliki ketrampilan dan seni dalam hubungan antara manusia, penguasaan aspek-aspek teknis dan subtantif, memiliki semangat untuk maju serta semangat mengabdi dan karakter yang diterima masyarakat lingkungannya (Mulyasa, 2004: 84).

Pola kepemimpinan kepala sekolah akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu memotivasi bawahannya, karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang dalam mencapai tujuan, sangat bergantung kepada kewibawaan yang dimilikinya. Paradigma baru manajemen pendidikan memberikan kewenangan luas kepada kepala sekolah dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaaan, pengawasan dan pengendalian pendidikan di sekolah. Mulyasa (2004: 89) mengatakan bahwa, "Kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak positif dan perubahan yang cukup mendasar dalam pembaruan sistem pendidikan


(45)

di sekolah". Untuk itu pemimpin perlu untuk memiliki pengetahuan mengenai motif bawahannya yang dapat mendorong untuk melakukan tindakan tertentu. Kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan kepemimpinan yang mampu meningkatkan motivasi berprestasi di kalangan guru, siswa, staf dan personil sekolah lainnya.

Motivasi sangat penting artinya bagi setiap orang yang ingin sukses dan selalu ingin maju dalam usahanya. Banyak orang yang terdorong untuk bekerja keras karena adanya keinginan untuk berprestasi, hal ini disebabkan karena adanya dorongan agar tugas yang dilakukannya dapat berhasil, mempunyai nilai dan dihargai oleh orang lain.

Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan kerja. Callahan and Clark dalam Mulyasa (2005: 120) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertentu. Teori lain dikemukakan oleh Sondang ( 2004: 138) yang mengatakan bahwa "Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk kemajuan organisasi”.

Dengan banyaknya kemampuan yang dimilikinya, maka kepala sekolah diharapkan mampu untuk membawa kemajuan dan peningkatan prestasi sekolah pada berbagai bidang. Hanya pemimpin yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang baik akan dapat membawa organisasi sekolah mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan visi dan misi sekolah yang ditetapkan. Semakin baik kepemimpinannya kepala sekolah maka akan semakin baik dan meningkat prestasi yang diraih oleh sekolah tersebut.


(1)

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A)

Reliability Coefficients

N of Cases = 30.0 N of Items = 35

Alpha = .8957


(2)

Cor

relations

Correlations

1

.191

.071

.299

-.009

.134

.412*

.

.312

.708

.109

.962

.481

.024

30

30

30

30

30

30

30

.191

1

.627**

.365*

.522**

.680**

.840**

.312

.

.000

.047

.003

.000

.000

30

30

30

30

30

30

30

.071

.627**

1

.239

.279

.535**

.687**

.708

.000

.

.203

.136

.002

.000

30

30

30

30

30

30

30

.299

.365*

.239

1

.331

.447*

.621**

.109

.047

.203

.

.074

.013

.000

30

30

30

30

30

30

30

-.009

.522**

.279

.331

1

.605**

.674**

.962

.003

.136

.074

.

.000

.000

30

30

30

30

30

30

30

.134

.680**

.535**

.447*

.605**

1

.840**

.481

.000

.002

.013

.000

.

.000

30

30

30

30

30

30

30

.412*

.840**

.687**

.621**

.674**

.840**

1

.024

.000

.000

.000

.000

.000

.

30

30

30

30

30

30

30

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

GURU1

GURU2

GURU3

GURU4

GURU5

GURU6

GURU_Y

GURU1

GURU2

GURU3

GURU4

GURU5

GURU6

GURU_Y

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

*.

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

**.

Relia

b

ili

ty

***

***

Meth

od 1

(sp

ace

save

r) w

ill

be u

sed

for

this

ana

lysi

s **

****

_

R

E L

I A

B I

L I

T Y

A

N A

L Y

S I

S

-

S C

A L

E

(A L

P H

Reli

abil

ity Coef

fici

ents

N of

Cas

es =

30.

0

N o

f It

ems


(3)

Alph

a =

.

7648

Cor

relations

Correlations

1

.419*

.672**

.476**

.521**

.382*

.369*

.729**

.

.021

.000

.008

.003

.037

.045

.000

30

30

30

30

30

30

30

30

.419*

1

.616**

.485**

.644**

.496**

.373*

.765**

.021

.

.000

.007

.000

.005

.042

.000

30

30

30

30

30

30

30

30

.672**

.616**

1

.505**

.531**

.515**

.168

.762**

.000

.000

.

.004

.003

.004

.374

.000

30

30

30

30

30

30

30

30

.476**

.485**

.505**

1

.552**

.500**

.572**

.794**

.008

.007

.004

.

.002

.005

.001

.000

30

30

30

30

30

30

30

30

.521**

.644**

.531**

.552**

1

.583**

.464**

.801**

.003

.000

.003

.002

.

.001

.010

.000

30

30

30

30

30

30

30

30

.382*

.496**

.515**

.500**

.583**

1

.464**

.740**

.037

.005

.004

.005

.001

.

.010

.000

30

30

30

30

30

30

30

30

.369*

.373*

.168

.572**

.464**

.464**

1

.660**

.045

.042

.374

.001

.010

.010

.

.000

30

30

30

30

30

30

30

30

.729**

.765**

.762**

.794**

.801**

.740**

.660**

1

.000

.000

.000

.000

.000

.000

.000

.

30

30

30

30

30

30

30

30

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

KEADSKL1

KEADSKL2

KEADSKL3

KEADSKL4

KEADSKL5

KEADSKL6

KEADSKL7

Y

KEADSKL1

KEADSKL2

KEADSKL3

KEADSKL4

KEADSKL5

KEADSKL6

KEADSKL7

Y

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

*.

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

**.

Relia

b

ili

ty

***

***

Meth

od 1

(sp

ace

save

r) w

ill

be u

sed

for

this

ana

_

R

E L

I A

B I

L I

T Y

A

N A

L Y

S I

S

-

S C

A L

Reli

abil

ity Coef

fici

ents

N of

Cas

es =

30.

0

N o

f It

ems


(4)

Alph

a =

.

8662

Cor

relations

Correlations

1

.487**

.049

.098

.094

.642**

.

.006

.798

.606

.619

.000

30

30

30

30

30

30

.487**

1

.738**

.520**

.186

.846**

.006

.

.000

.003

.325

.000

30

30

30

30

30

30

.049

.738**

1

.672**

.247

.686**

.798

.000

.

.000

.188

.000

30

30

30

30

30

30

.098

.520**

.672**

1

.370*

.687**

.606

.003

.000

.

.044

.000

30

30

30

30

30

30

.094

.186

.247

.370*

1

.535**

.619

.325

.188

.044

.

.002

30

30

30

30

30

30

.642**

.846**

.686**

.687**

.535**

1

.000

.000

.000

.000

.002

.

30

30

30

30

30

30

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

N

KS_1

KS_2

KS_3

KS_4

KS_5

KS_Y

KS_1

KS_2

KS_3

KS_4

KS_5

KS_Y

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

**.

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

*.

Relia

b

ili

ty

***

***

Meth

od 1

(sp

ace

save

r) w

ill

be u

sed

for

this

ana

lysi

s **

****

_

R

E L

I A

B I

L I

T Y

A

N A

L Y

S I

S

-

S C

A L

E

(A L

P H

Reli

abil

ity Coef

fici


(5)

N of

Cas

es =

30.

0

N o

f It

ems

= 5

Alph

a =

.

6646

Cor

relations

.277 .113 . .002 .001 .008 .000 .003 .060 .031 .003 .224 .000 .001 .715 .085 .002 .139 .015 .113 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.250 .234 .537** 1 .784** .674** .437* .626** .403* .228 .473** -.029 .536** .465** .222 .485** .541** .199 .677** .234 .647**

.182 .213 .002 . .000 .000 .016 .000 .027 .225 .008 .881 .002 .010 .239 .007 .002 .292 .000 .213 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.409* .477** .555** .784** 1 .730** .491** .607** .604** .506** .669** .262 .617** .333 .339 .620** .725** .555** .718** .477** .807**

.025 .008 .001 .000 . .000 .006 .000 .000 .004 .000 .162 .000 .072 .067 .000 .000 .001 .000 .008 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.343 .330 .478** .674** .730** 1 .409* .543** .509** .494** .720** .255 .658** .546** .349 .642** .612** .462* .800** .330 .777**

.064 .075 .008 .000 .000 . .025 .002 .004 .005 .000 .174 .000 .002 .059 .000 .000 .010 .000 .075 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.300 .321 .698** .437* .491** .409* 1 .803** .198 .353 .388* .372* .540** .573** .136 .354 .498** .450* .503** .321 .651**

.107 .084 .000 .016 .006 .025 . .000 .294 .056 .034 .043 .002 .001 .474 .055 .005 .013 .005 .084 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.354 .218 .519** .626** .607** .543** .803** 1 .168 .408* .439* .228 .669** .344 .139 .341 .372* .337 .561** .218 .634**

.055 .248 .003 .000 .000 .002 .000 . .374 .025 .015 .225 .000 .063 .464 .065 .043 .069 .001 .248 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.474** .391* .347 .403* .604** .509** .198 .168 1 .447* .708** .445* .453* .301 .186 .353 .593** .465** .662** .391* .624**

.008 .033 .060 .027 .000 .004 .294 .374 . .013 .000 .014 .012 .106 .325 .056 .001 .010 .000 .033 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.480** .629** .394* .228 .506** .494** .353 .408* .447* 1 .721** .725** .799** .306 .441* .552** .565** .740** .629** .629** .751**

.007 .000 .031 .225 .004 .005 .056 .025 .013 . .000 .000 .000 .101 .015 .002 .001 .000 .000 .000 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.456* .465** .530** .473** .669** .720** .388* .439* .708** .721** 1 .586** .817** .471** .464** .664** .708** .685** .777** .465** .852**

.011 .010 .003 .008 .000 .000 .034 .015 .000 .000 . .001 .000 .009 .010 .000 .000 .000 .000 .010 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.416* .641** .229 -.029 .262 .255 .372* .228 .445* .725** .586** 1 .475** .334 .460* .559** .603** .715** .502** .641** .638**

.022 .000 .224 .881 .162 .174 .043 .225 .014 .000 .001 . .008 .071 .011 .001 .000 .000 .005 .000 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.451* .405* .699** .536** .617** .658** .540** .669** .453* .799** .817** .475** 1 .446* .289 .526** .555** .526** .701** .405* .806**

.012 .026 .000 .002 .000 .000 .002 .000 .012 .000 .000 .008 . .013 .122 .003 .001 .003 .000 .026 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.262 .413* .587** .465** .333 .546** .573** .344 .301 .306 .471** .334 .446* 1 .266 .537** .607** .391* .564** .413* .655**

.162 .023 .001 .010 .072 .002 .001 .063 .106 .101 .009 .071 .013 . .155 .002 .000 .033 .001 .023 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.419* .517** -.069 .222 .339 .349 .136 .139 .186 .441* .464** .460* .289 .266 1 .672** .517** .658** .544** .517** .559**

.021 .003 .715 .239 .067 .059 .474 .464 .325 .015 .010 .011 .122 .155 . .000 .003 .000 .002 .003 .001

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.477** .594** .320 .485** .620** .642** .354 .341 .353 .552** .664** .559** .526** .537** .672** 1 .754** .586** .632** .594** .790**

.008 .001 .085 .007 .000 .000 .055 .065 .056 .002 .000 .001 .003 .002 .000 . .000 .001 .000 .001 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.477** .718** .532** .541** .725** .612** .498** .372* .593** .565** .708** .603** .555** .607** .517** .754** 1 .782** .753** .718** .880**

.008 .000 .002 .002 .000 .000 .005 .043 .001 .001 .000 .000 .001 .000 .003 .000 . .000 .000 .000 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.416* .689** .276 .199 .555** .462* .450* .337 .465** .740** .685** .715** .526** .391* .658** .586** .782** 1 .683** .689** .778**

.022 .000 .139 .292 .001 .010 .013 .069 .010 .000 .000 .000 .003 .033 .000 .001 .000 . .000 .000 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.464** .487** .441* .677** .718** .800** .503** .561** .662** .629** .777** .502** .701** .564** .544** .632** .753** .683** 1 .487** .885**

.010 .006 .015 .000 .000 .000 .005 .001 .000 .000 .000 .005 .000 .001 .002 .000 .000 .000 . .006 .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.509** 1.000** .295 .234 .477** .330 .321 .218 .391* .629** .465** .641** .405* .413* .517** .594** .718** .689** .487** 1 .694**

.004 . .113 .213 .008 .075 .084 .248 .033 .000 .010 .000 .026 .023 .003 .001 .000 .000 .006 . .000

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

.582** .694** .628** .647** .807** .777** .651** .634** .624** .751** .852** .638** .806** .655** .559** .790** .880** .778** .885** .694** 1

.001 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N Pearson Correlat Sig. (2-tailed) N BLJ4 BLJ5 BLJ6 BLJ7 BLJ8 BLJ9 BLJ10 BLJ11 BLJ12 BLJ13 BLJ14 BLJ15 BLJ16 BLJ17 BLJ18 BLJ19 BLJ20 BLJ_Y

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.

Relia

b

ili

ty

***

***

Meth

od 1

(sp

ace

save

r) w

ill

be u

sed

for

this

ana

_

R

E L

I A

B I

L I

T Y

A

N A

L Y

S I

S

-

S C

A L


(6)

Reliability Coefficients

N of Cases = 30.0 N of Items = 20

Alpha = .9485