1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Peningkatan mutu pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengembangan sumber daya manusia. Upaya tersebut harus dilakukan secara terencana,
terarah, dan intensif, sehingga mampu menyiapkan bangsa memasuki era globalisasi yang sarat persaingan. Mutu pendidikan diarahkan oleh Undang-Undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan berkualitas diyakini sebagai cara yang
tepat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, pendidikan di Indonesia belum mampu menuju pada peningkatan kualitas, sebaliknya masih berkutat pada kuantitas
semata. Potret tentang rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat pada hasil
penelitian PISA Programme for International Student Assessment, 2003 menunjukkan bahwa siswa-siswa Indonesia lemah dalam tiga kemampuan utama. Dalam hal kemampuan
literasi membaca; 69 siswa berada pada level 1 yakni hanya mampu membaca tapi tidak mampu menangkap makna tema bacaan; 31 berada pada level 2 yakni hanya bisa
membaca teks tapi tidak mampu menemukan tema inti bacaan, gagal menangkap informasi implisit dalam teks; dan tidak mampu mengaitkan informasi dalam teks dengan
pengetahuan yang dimiliki. Hanya 3 siswa mampu mencapai level 3 yakni mampu menemukan gagasan utama, mengintegrasikan dalam pengetahuan yang sudah dimiliki,
2
mengkontraskan dan membandingkan. Tidak satupun siswa Indonesia mampu mencapai level 4 dan 5. Dalam hal penguasaan kemampuan matematika, siswa Indonesia berada pada
peringkat 2 terbawah ranking 39 dari 41 negara yang diteliti. Keterampilan matematik yang dimiliki siswa hanya mampu menyelesaikan satu langkah persoalan matematik,
menerapkan keterampilan dasar matematik, mengenal informasi yang bersifat diagram atau teks yang mudah dikenal dan tidak kompleks. Dalam bidang sains, kemampuan siswa
Indonesia berada pada level paling bawah. Siswa hanya mampu mengingat fakta, terminologi dan hukum sains serta menggunakan pengetahuan sains yang bersifat umum.
Data hasil penelitian itu semakin menguatkan betapa buruknya kualitas pendidikan kita. Walaupun di sisi lain, prestasi anak Indonesia cukup membanggakan. Ini dibuktikan
diraihnya juara olimpiade fisika tingkat Internasional. Salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan ditempuh dengan membuka
sekolah-sekolah unggulan. Sekolah unggulan dipandang sebagai salah satu alternatif yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kualitas SDM. Sekolah unggulan
diharapkan melahirkan manusia-manusia unggul yang amat berguna untuk membangun negeri yang kacau balau ini. Tak dapat dipungkiri setiap orang tua menginginkan anaknya
menjadi manusia unggul. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah-sekolah unggulan. Setiap tahun ajaran baru sekolah-sekolah unggulan
dibanjiri calon siswa, karena adanya keyakinan bisa melahirkan manusia-manusia unggul. Di sekolah-sekolah ini, menuntut biaya pendidikan yang cukup tinggi. Namun
demikian, diiringi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang sangat memadai. Dengan pola manajemen sekolah yang matang, sekolah-sekolah unggulan ini mampu menghasilkan
produk pendidikan yang berkualitas. Sergiovanni 1995:75 menyebutkan sekolah unggulan
3
dengan membandingkan antara sekolah efektif dan sekolah sukses. Kedua pengertian ini sering digunakan secara bergantian, namun membingungkan. Efektivitas mempunyai
pengertian yang lazim dan secara teknis. Ini biasanya dipahami untuk mengartikan kemampuan memperoleh akibat yang diinginkan. Kemudian, pada beberapa sekolah yang
memperoleh akibat yang diinginkan dengan beberapa kelompok akan mempertimbangkan efektivitas kelompok tersebut. Tetapi, secara teknis, dalam lingkaran pendidikan, sekolah
efektif akan diperoleh dari pengertian secara spesifik dan khusus. Sekolah efektif dipahami sebagai sekolah yang kemampuan siswanya pada keterampilan dasar yang diukur dengan
tes kemampuan. Dimensi manajemen, pengajaran, dan kepemimpinan termasuk dalam model sekolah efektif. Sedang sekolah sukses mempunyai kesan lebih komprehensif,
ekspansif dan lebih konsisten dengan kualitas sekolah yang tinggi dimana kebanyakan orang Amerika, kaya dan miskin, pedesaan dan perkotaan, muda dan tua, menginginkan
untuk anak-anak mereka Goodlad, 1983 dalam Sergiovanni, 1995: 77. Dengan adanya civitas akademika, pembenahan sistem pengolahan sekolah yang
inovatif, disertai disiplin, kreativitas dan kerja keras, telah membuahkan hasil dengan berbagai prestasi yang telah diraih serta peringkat sekolah yang selalu masuk dalam jajaran
papan atas. Kepala sekolah sebagai pemimpin juga harus memiliki sifat tersebut. Kepala
sekolah selaku pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi perilaku personel sekolah agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan usaha kepala sekolah untuk mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, staf,
siswa, orang tua siswa dan pribadi lain yang terkait untuk bekerja sama dalam mencapai
4
tujuan yang telah ditetapkan. Peran kepala sekolah sebagai pemimpin terutama ditekankan pada bagaimana kepala sekolah mampu untuk membuat orang lain bekerja dalam rangka
mencapai tujuan yang ditetapkan sekolah. Kepala sekolah yang baik adalah kepala sekolah yang mempunyai sifat dan perilaku
kepemimpinan yang baik dan dapat memberikan kompensasi yang berimbang kepada guru sehingga menimbulkan motivasi untuk berprestasi di kalangan mereka. Kepala sekolah
hendaknya memiliki visi kelembagaan kemampuan konsepsional yang jelas, serta memiliki ketrampilan dan seni dalam hubungan antara manusia, penguasaan aspek-aspek teknis dan
subtantif, memiliki semangat untuk maju serta semangat mengabdi dan karakter yang diterima masyarakat lingkungannya Mulyasa, 2004: 84.
Pola kepemimpinan kepala sekolah akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu
memotivasi bawahannya, karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang dalam mencapai tujuan, sangat bergantung kepada kewibawaan yang dimilikinya.
Paradigma baru manajemen pendidikan memberikan kewenangan luas kepada kepala sekolah dalam melakukan perencanaan, pengorgranisasian, pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian pendidikan di sekolah. Mulyasa 2004: 89 mengatakan bahwa, Kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan akan memberikan
dampak positif dan perubahan yang cukup mendasar dalam pembaharuan sistem pendidikan di sekolah.
Budaya organisasi merupakan faktor penting bagi kinerja organisasi. Gibson, Ivancevich, dan DonneIly 1996: 77 mengatakan bahwa Budaya organisasi diartikan
sebagai perpaduan nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola
5
perilaku dalam suatu organisasi. Budaya organisasi muncul dalam dua dimensi, yaitu dimensi yang tidak tampak intangible yang filosofi, ideologi, asumsi-asumsi dasar
keyakinan, dan nilai-nilai, dan dimensi yang nampak tangible yang meliputi manivestasi konseptual, perilaku behavioral dan fisik material. Manifestasi konseptual merupakan
perwujudan filosofi, keyakinan dan nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi warga sekolah dalam bentuk organisasi , tujuan dan kurikulum, bahasa dan simbol serta kisah dan tokoh
yang berjasa terhadap kemajuan sekolah. Manivestasi perilaku meliputi kegiatan belajar mengajar, ritual dan upacara, prosedur, peraturan, tata tertib dan sanksi yang mengatur
perilaku warga sekolah. Sedangkan manivestasi fisik material berbentuk fasilitas dan perlengkapan, benda-benda, hiasan, lambang dan pakaian seragam.
Owens 1991: 81 menyatakan bahwa dimensi organisasi soft mencakup nilai-nilai values, keyakinan beliefs, budaya , dan norma perilaku. Dimensi hard berupa wujud
atau susunan organisasi itu sendiri. Dimensi organisasi yang bersifat soft hakekatnya merupakan landasan segala perwujudan yang berbentuk hard. Kedua dimensi tersebut
secara utuh disebut dengan budaya organisasi. Bila budaya organisasi tersebut diterapkan di sekolah maka disebut dengan budaya organisasi sekolah.
Adanya perkembangan masyarakat dan tuntutan terhadap kinerja sekolah agar memiliki keluaran output yang baik, maka sekolah perlu mengembangkan budaya
organisasi sekolah yang mendukung pencapaian tujuan sekolah. Dengan demikian sekolah harus lebih profesional dan memiliki produktivitas yang tinggi dalam pengelolaan kegiatan-
kegiatannya.
6
Berdasarkan latar belakang masalah inilah maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh kepemimpinan kepala sekolah,dan budaya organisasi terhadap keunggulan suatu
sekolah..
1.2. PERMASALAHAN