PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN SIMULASI DIGITAL MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DI KELAS X TIPK 1 SMK N 10 SEMARANG
i
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATA
PELAJARAN SIMULASI DIGITAL MELALUI PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
GROUP
INVESTIGATION
DI KELAS X TIPK 1 SMK N 10 SEMARANG
Skripsi
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
Oleh
Hafid Masruri NIM.5302411227
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
(2)
(3)
(4)
(5)
v
Motto
Yakin bahwa pemberian-Nya adalah hal yang terbaik, dengan terus berusaha melakukan yang terbaik, dan yakin yang terbaik pasti akan dating
Tanamkan sifat optimisme daripada pesimisme (Nabi Muhammad SAW) Seseorang yang tidak pernah membuat kesalahan tidak akan mencoba hal
baru (Albert Einstein)
Persembahan
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Ibu dan Bapak tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, do’a, dan dukungannya
Kakakku tercinta atas do’a dan dukunganya Sahabat-sahabat suka dan duka selama kuliah Teman-teman kos Al-Anshor
Teman-teman Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer angkatan 2011
(6)
vi
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Simulasi Digital melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation di Kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang” dengan tidak ada halangan yang berarti. Penulis menyadari bahwa skripsi ini disusun tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian
2. Ketua jurusan Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang yang telah membantu dalam hal administrasi
3. Dr. H. Noor Hudallah, M.T selaku Dosen Pembimbing utama yang telah sabar memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi
4. Drs. Slamet Seno Adi, M.Pd, M.T., selaku penguji I. 5. Drs. Isdiyarto M.Pd., selaku penguji II
6. Kepala SMK N 10 Semarang Drs. Slamet Sarjono, M.M., guru, dan staf karyawan yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian
7. Hardo Sujatmiko, M.Pd. selaku guru mata pelajaran Simulasi Digital SMK N 10 Semarang yang telah berkenan membantu selama penelitian.
8. Teman-teman yang telah membantu mendokumentasikan kegiatan penelitian. Semarang, Juli 2015
(7)
vii
Masruri, Hafid. 2015. Peningkatan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Simulasi Digital melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation di Kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang. Skripsi. Prodi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. H. Noor Hudallah, M.T.
Masalah siswa kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran Simulasi Digital. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digital melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation di Kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang.
Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Kolaboratif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, wawancara, tes, dan angket. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan analisis data diperoleh peningkatan hasil belajar pada aspek kognitif, aspek psikomotorik, dan aspek afektif. Peningkatan aspek kognitif diawali dari nilai rata-rata pre-test 52,11, meningkat pada siklus-I 70,06, dan meningkat pada siklus-II 82,42. Peningkatan aspek psikomotorik terjadi pada siklus-I dengan nilai rata-rata 2,84 dan meningkat pada siklus-II 3,12. Peningkatan aspek afektif terjadi pada siklus-I dengan nilai modus 3 dan meningkat pada siklus-II 4.
Simpulan dari penelitian ini adalah implementasi model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan dan memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebaiknya alokasi waktu investigasi yang diberikan sesuai dengan materi.
(8)
viii
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 4
1.3. PembatasanMasalah... 5
1.4. Rumusan Masalah ... 5
1.5. Tujuan Penelitian ... 5
1.6. Manfaat Penelitian ... 5
1.7. Penegasan Istilah ... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar, Proses Belajar, dan Hasil Belajar ... 8
2.2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 12
2.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 20
(9)
ix
3.1. Waktu Penelitian ... 32
3.2. TempatPenelitian ... 32
3.3. Metode Penelitian ... 32
3.4. Model Penelitian ... 35
3.5. Populasi dan Sampel ... 44
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 45
3.7. Teknik Analisis Data ... 46
3.8. Indikator Keberhasilan ... 52
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 53
4.2. Pembahasan ... 84
BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 86
5.2. Saran ... 87
(10)
x
Halaman
Tabel 1. Fase Pembelajaran Kooperatif... 17
Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif ... 18
Tabel 3. Klasifikasi Reliabilitas Soal ... 48
Tabel 4. Klasifikasi Aspek Afektif Siswa ... 50
Tabel 5. Klasifikasi Aspek Psikomotorik Siswa ... 51
Tabel 6. Hasil Perhitungan Validitas ... 67
Tabel 7. Item Soal Instrumen Penelitian ... 70
Tabel 8. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 72
Tabel 9. Persentase Tingkat Kesukaran... 73
Tabel 10. Hasil Perhitungan Daya Pembeda ... 74
Tabel 11. Persentase Daya Pembeda ... 75
Tabel 12. Perbandingan Hasil Belajar Aspek Kognitif Prasiklus, Siklus-I dan Siklus-Siklus-ISiklus-I ... 78
Tabel 13. Perbandingan Hasil Belajar Aspek Psikomotorik Siswa Siklus-I dan Siklus-II... 80
Tabel 14. Perbandingan Hasil Belajar Aspek Afektif Siswa Siklus-I dan Siklus-II ... 81
(11)
xi
Halaman
Gambar 1. Kerangka Operasional Pembelajaran Group Investigation ... 24
Gambar 2. Kerangka Berfikir Penelitian ... 31
Gambar 3. Diagram Alur PTK ... 37
Gambar 4. Perbandingan Hasil Belajar Aspek Kognitif Siswa ... 76
Gambar 5. Perbandingan Hasil Belajar Aspek Psikomotorik Siswa ... 78
Gambar 6. Perbandingan Hasil Belajar Aspek Afektif Siswa ... 80
Gambar 7. Tanggapan siswa terhadap model Pembelajaran Group Investigation ...83
(12)
xii
Halaman
Lampiran 1. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba (XI RPL 1)SMK N 10
SemarangTahun Ajaran 2014/2015 ...90
Lampiran 2. Daftar Nama Siswa Kelas Penelitian (X TIPK 1)SMK N 10 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015 ...91
Lampiran 3. Daftar Nama Kelompok Heterogen ...92
Lampiran 4. Daftar Nilai Ulangan Tengah SemesterMata Pelajaran Simulasi DigitalKelas X TIPK 1 SMK Negeri 10 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015 ...93
Lampiran 5. Data Sekor Nilai Uji Coba ...94
Lampiran 6. Perhitungan Validitas ...98
Lampiran 7. Tabel Nilai r ...100
Lampiran 8. Validitas Soal Uji Coba ...101
Lampiran 9. Butir Soal Tes Kognitif 50 Soal ...104
Lampiran 10. Perhitungan Tingkat Kesukaran ...105
Lampiran 11. Tingkat Kesukaran Soal ...106
Lampiran 12. Perhitungan Daya Pembeda ...107
Lampiran 13. Daya Pemeda Soal ...108
Lampiran 14. Perhitungan Reliabilitas ...109
Lampiran 15. Silabus Mata Pelajaran Simulasi Digital ...111
Lampiran 16. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus-I ...115
Lampiran 17. Kisi-Kisi Soal Aspek Kognitif Siklus-I ...124
Lampiran 18. Soal Aspek Kognitif Siklus-I ...125
Lampiran 19. Kunci Jawaban Soal Aspek Kognitif Siklus-I ...132
Lampiran 20. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus-II ...133
Lampiran 21. Kisi-Kisi Soal Aspek Kognitif Siklus-II ...146
Lampiran 22. Soal Aspek Kognitif Siklus-II ...147
Lampiran 23. Kunci Jawaban Soal Aspek Kognitif Siklus-II ...153
Lampiran 24. Daftar Nilai Pre-Test ...154
Lampiran 25. Daftar Nilai Hasil Belajar Aspek Kognitif Siklus-I ...155
(13)
xiii
Lampiran 29. Lembar Observasi Penilaian Aspek Afektif ...161
Lampiran 30. Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus-I ...163
Lampiran 31. Daftar Nilai Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus-I ...164
Lampiran 32. Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus-II ...165
Lampiran 33. Daftar Nilai Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus-II ...166
Lampiran 34. Pedoman Penilaian Aspek Psikomotorik ...167
Lampiran 35. Panduan Observasi Aspek Psikomotorik ...168
Lampiran 36. Lembar Observasi Penilaian Aspek Psikomotorik ...170
Lampiran 37. Analisis Hasil Belajar Aspek Psikomotorik Siklus-I ...172
Lampiran 38. Daftar Nilai Hasil Belajar Aspek Psikomotorik Siklus-I ...173
Lampiran 39. Analisis Hasil Belajar Aspek Psikomotorik Siklus-II ...174
Lampiran 40. Daftar Nilai Hasil Belajar Aspek Psikomotorik Siklus-II ...175
Lampiran 41. Lembar Kerja Siswa I ...176
Lampiran 42. Lembar Kerja Siswa II ...177
Lampiran 43. Hasil Penugasan Lembar Kerja I ...179
Lampiran 44. Hasil Penugasan Lembar Kerja II ...180
Lampiran 45. Analisis Hasil Kognitif Prasiklus ...182
Lampiran 46. Perhitungan Nilai Kognitif Prasiklus ...183
Lampiran 47. Analisis Hasil Kognitif Siklus-I ...185
Lampiran 48. Perhitungan Nilai Kognitif Siklus-I ...186
Lampiran 49. Analisis Hasil Kognitif Siklus-II ...188
Lampiran 50. Perhitungan Nilai Kognitif Siklusii ...189
Lampiran 51. Analisis Hasil Psikomotorik Siklus-I ...191
Lampiran 52. Perhitungan Nilai Psikomotorik Siklus-I ...192
Lampiran 53. Analisis Hasil Psikomotorik Siklus-II ...194
Lampiran 54. Perhitungan Nilai Psikomotorik Siklus-II ...195
Lampiran 55. Perhitungan Nilai Afektif Siklus-I ...197
Lampiran 56. Analisis Hasil Afektif Siklus-I ...198
Lampiran 57. Perhitungan Nilai Afektif Siklus-II ...199
(14)
xiv
Lampiran 60. Analisis Data Angket ...203
Lampiran 61. Surat Ijin Penelitian Fakultas ...204
Lampiran 62. Surat Ijin Penelitian Dinas Pendidikan Kota Semarang ...205
Lampiran 63. Surat Keterangan Penelitian Dari Sekolah ...206
Lampiran 64. Surat Keterangan Penetapan Dosen Pembimbing ...207
(15)
1
1.1. Latar Belakang Masalah
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan formal yang memberikan pemilihan jurusan sesuai dengan bakat dan minat siswa. SMK teknik atau dulu STM (Sekolah Menengah Teknik) menyiapkan kader bangsa yang memiliki keterampilan dan siap unjuk kerja. Lulusan SMK harus memiliki kompetensi yang unggul, dimana kompetensi lulusan tersebut dipengaruhi oleh hasil belajar.
Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada siswa akibat aktivitas yang dilakukan baik antar siswa maupun dengan lingkungan sebagai bentuk pengalaman belajar. Pengalaman belajar dapat menambah kemampuan siswa (Nana Sudjana, 2011: 22). Kemampuan tersebut berupa ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Kemampuan belajar siswa dapat dilihat dari penilaian hasil belajar sesuai standar kelulusan yang berlaku. Penilaian hasil belajar digunakan untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan. Sesuai Permendikbud No 104 tahun 2014 Pasal 9 Ayat (2) dan (3) tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dijelaskan bahwa sekor rerata ketuntasan kompetensi pengetahuan ditetapkan paling kecil 2,67 dan ketuntasan kompetensi keterampilan ditetapkan paling kecil 2,67. Sedangkan ketuntasan klasikal dalam satu kelas adalah 75% dari jumlah siswa per kelas.
(16)
Berdasarkan hasil observasi, ketuntasan klasikal kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang Tahun Ajaran 2014/2015 masih jauh dari standar ketuntasan klasikal. Hasil belajar kelas X TIPK 1 pada Ulangan Tengah Semester adalah 46% tuntas dan 54% tidak tuntas. Dari hasil tersebut, didapatkan bahwa kelas X TIPK 1 perlu evaluasi pembelajaran supaya hasil belajar siswa dapat meningkat.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar, yaitu: kondisi sosiologis dan psikologis setiap siswa berbeda, lingkungan alami maupun lingkungan sosial, instrumental input. Faktor-faktor tersebut menimbulkan permasalahan-permasalahan hasil belajar.
Pembelajaran terjadi ketika ada interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Interaksi adalah proses dua arah yang mengandung tindakan atau perbuatan komunikator maupun komunikan. Interaksi antar siswa menjadi permasalahan sosiologis yang belum terselesaikan. Hal ini juga terjadi pada kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang, dimana antarsiswa berkomunikasi tetapi diluar materi pembelajaran. Disamping itu, siswa yang pintar tidak mau berdiskusi dengan siswa yang kurang pintar.
Selain keadaan sosiologis, kondisi psikologis siswa sangat berpengaruh pada hasil belajar. Kondisi psikologis menjadi faktor utama yang mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar (Djamarah, 2008: 13). Faktor ini menjadi permasalahan dalam pembelajaran simulasi digital di kelas X TIPK 1 SMK N Semarang. Permasalahan timbul akibat siswa sering tidak fokus dalam pembelajaran, sehingga aktivitas belajar cenderung pasif. Pembelajaran yang pasif mengakibatkan kemampuan bekerja sama antarsiswa tidak terlihat.
(17)
Pembelajaran simulasi digital membutuhkan fasilitas komputer dan perangkat pendukung dalam pengoperasiannya. Akan tetapi, fasilitas ini belum siap untuk mendukung proses pembelajaran simulasi digital. SMK N 10 Semarang memiliki 24 buah komputer pada masing-masing laboratorium komputer. Sedangkan siswa kelas X TIPK 1 berjumlah 33 siswa. Selain itu, fasilitas akses internet tidak diberikan dalam laboratorium komputer.
Permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas kurang efektif apabila diselesaikan dengan model pembelajaran ceramah. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap hasil belajar yaitu model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menuntun siswa untuk saling bekerja sama dan membantu dalam memahami materi pelajaran (Slavin, 2005: 4).
Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, salah satu diantaranya adalah tipe investigasi kelompok (Group Investigation). Group Investigation
merupakan perencanaan pengaturan kelas dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk berdiskusi dan perencanaan proyek kooperatif (Slavin, 2005: 24). Tipe ini menitikberatkan pada partisipasi dan kerja sama siswa secara berkelompok dalam mencari informasi dari berbagai sumber baik dari buku maupun internet.
Group Investigation atau investigasi kelompok diperlukan kecakapan berkomunikasi yang baik. Keberhasilan investigasi kelompok tergantung pada kemampuan berkomunikasi yang baik dan kemampuan sosial yang dilakukan sebelumnya (Nur Asma, 2006: 61). Komunikasi dilakukan untuk bertukar
(18)
informasi dengan kelompok lain dengan cara merepresentasikan hasil diskusi kelompok.
Dalam mata pelajaran simulasi digital, pembelajaran Group Investigation
mudah diaplikasikan pada pokok bahasan perancangan model 3 dimensi. Pembelajaran ini dapat meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas dari guru. Selain itu, pembelajaran ini dapat meningkatkan soft skill (kritis, komunikasi, kreatif) melalui investigasi diskusi kelompok. Proses investigasi menjadi lebih optimal karena didukung dengan berbagai sumber.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Simulasi Digital melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation di Kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang”
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digital.
2. Penggunaan metode dan strategi pembelajaran pada mata pelajaran simulasi digital masih menggunakan model pembelajaran ceramah.
(19)
1.3. Pembatasan Masalah
Kegiatan penelitian ini terbatas pada masalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah tipe Group Investigation.
2. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
3. Penelitian yang dilakukan hanya pada pokok bahasan simulasi 3 dimensi.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan permasalahan yang telah diuraikan di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan bahwa “Apakahada peningkatan belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digitalmelalui penerapan model pembelajaran tipe Group Investigationdi kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang ?”.
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui apakahada peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digital melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di Kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah, dan peneliti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
(20)
1. Bagi siswa
Melalui penelitian ini, siswa diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran simulasi digital.
2. Bagi guru
Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran dengan tujuan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digital.
3. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk perbaikan dalam proses pembelajaran dan peningkatan mutu sekolah.
4. Bagi peneliti
Sebagai bahan pemikiran untuk perkembangan penelitian selanjutnya.
1.7. Penegasan Istilah
Berikut dijelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah pengertian. Beberapa istilah yang perlu dijelaskan adalah:
1.7.1 Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Anita Lie yang dikutip oleh Isjoni (2007: 15-16) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif berkenaan dengan kerja sama antar siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.
(21)
1.7.2 Group Investigation
Menurut Sharan (dalam Slavin, 2005: 24) mengemukakan bahwa Group Investigationmerupakan perencanaan kelas dalam kegiatan belajar dimana siswa dibentuk dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru.
1.7.3 Simulasi Digital
Simulasi Digital adalah mata pelajaran teknologi informatika pada kurikulum 2013 untuk SMK. Mata pelajaran simulasi digital diberikan kepada semua siswa kelas X. Materi yang diberikan adalah pengetahuan teknologi informatika dasar.
1.7.4 Hasil Belajar
Menurut Djamarah (2008: 23) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar.
1.7.5 Peningkatan Hasil Belajar
Peningkatan hasil belajar menurut Depdikbud (dalam Trianto, 2010: 241) bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal aspek kognitif yang didapatkan siswa 75 dengan ketuntasan klasikal ≥ 75. Sedangkan aspek keterampilan dan aspek psikomotorik minimal mendaatkan capaian optimum 2,67 atau dengan predikat B-.
(22)
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Belajar, Proses Belajar, danHasil Belajar, Simulasi Digital
2.1.1 Belajar
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, belajar didefinisikan sebagai usaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Usaha secara sadar dilakukan untuk memperoleh pengalaman. Slamet (2003: 2) mengemukakan bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang secara menyeluruh untuk memperoleh tingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Oemar Hamalik (2001: 56) menyatakan bahwa perubahan tingkah laku seseorang akibat pengalaman dan latihan. Pengalaman belajar seseorang didapatkan karena adanya interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Moh. Uzer Usman (1996: 4) bahwa belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh interaksi antar individu maupun dengan lingkungannya.
Banyak ahli berpendapat tentang definisi belajar. Pandangan beberapa ahli tentang belajar dalam Djamarah (2008: 12-13), diantaranya sebagai berikut:
(1) Cronbach berpendapat bahwa belajar adalah Learning is shown by change in behavior as a result of experience, yang artinya, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. (2) Howard L. Kingskey berpendapat bahwa belajar adalah Learning is the process by which behavior is originated or changed through practice or training, yang artinya, belajar merupakan sebuah proses dimana tingkah laku ditimbulkan melalui pengalaman dan latihan.
Dengan demikian, belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang ditimbulkan melalui usaha sadar seseorang sesuai pengalamannya sendiri. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki karena usahanya sendiri sebagai hasil dari latihan yang dilakukan.
(23)
2.1.2 Proses Belajar
Proses belajar terjadi apabila ada dua orang atau lebih yang membahas suatu bahasan tertentu. Proses belajar sangat erat kaitannya dengan berkomunikasi. Dimyati dan Mujiono (2006: 20) mengemukakan bahwa proses belajar merupakan respon yang diberikan siswa terhadap kegiatan pembelajaran sebagai bentuk komunikasi verbal. Komunikasi dalam pembelajaran digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Pesan yang disampaikan tidak hanya guru dengan murid, melainkan murid dengan murid. Belajar dengan teman sejawat cenderung lebih nyaman. Kenyamanan ini dapat menimbulkan perubahan tingkah laku yang permanen. Aktivitas menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukan (Suhaenah Suparno, 2001: 2).
Menurut Hamzah (2009: 54), 4 pilar UNESCO dalam proses belajar, sebagai berikut:
(1) Learning to Know, memahami bagaimana suatu pengetahuan diperoleh dari fenomena di sekitar lingkungannya. (2) Learning to Do, menghayati proses belajar dengan sesuatu yang bermakna. (3)
Learning to Be, proses belajar yang dapat menghasilkan manusia terdidik dan mandiri. (4) Learning to Life Together, paradigma yang memungkinkan proses belajar menghasilkan kebahagiaan dalam belajar.
Pada hakikatnya, proses belajar merupakan suatu proses komunikasi dalam meyampaikan pesan dengan upaya-upaya sadar sehingga menimbulkan paradigma belajar yang menyenangkan.
(24)
2.1.3 Hasil Belajar
Tujuan akhir proses pembelajaran adalah hasil belajar. Suratinah Tirtonegoro (2001: 43) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan penilaian hasil kegiatan belajar siswa dalam bentuk simbol, angka, maupun kalimat dalam periode tertentu. Pendapat ini sejalan dengan Djamarah (2008: 23) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar.
Hasil belajar yang diperoleh selama periode tertentu merupakan cerminan dari kemampuan siswa dalam menguasai pokok bahasan. Hasil dari tindak belajar siswa selama periode tertentu ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. (Dimyati dan Mujiono, 2006: 36). Nilai tes diberikan oleh guru sebagai bentuk penghargaan atas usaha yang dilakukan siswa. Penghargaan diberikan atas dasar perubahan yang terjadi selama proses belajar siswa. Seperti yang dijelaskan oleh Oemar Hamalik (2001: 159) bahwa hasil belajar menunjukkan pada prestasi belajar. Sedangkan prestasi belajar merupakan indikator adanya perubahan tingkah laku siswa.
Prestasi belajar didapatkan dari sekumpulan hasil pokok-pokok bahasan yang mempengaruhi perubahan kemampuan siswa. Kemampuan siswa dibagi menjadi 3 ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2011: 22-31) mengemukakan ketiga ranah tersebut sebagai berikut:
(25)
(1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil intelektual yang terdiri dari enam aspek. Aspek tersebut adalah sebagai berikut: Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, Evaluasi. (2) Ranah Psikomotorik berkenaan dengan keterampilan (skill). Ada enam tingkatan keterampilan sebagai berikut: Kemampuan gerakan reflex, Keterampilan gerakan dasar, Kemampuan perseptual, Kemampuan dibidang fisik, Kemampuan gerakan skill, Kemampuan gerakan ekspresif dan interpretative. (3) Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek tersebut adalah sebagai berikut: Receiving/ attending (penerimaan), Responding
(jawaban), Valuing (penilaian), Organisasi, Karakteristik nilai.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah penilaian hasil kegiatan belajar siswa yang diberikan oleh guru berupa angka, simbol, dan kalimat yang didapatkan berdasarkan perubahan kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif.
2.1.4 Simulasi Digital
Simulasi digital adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di jurusan akutansi, administrasi perkantoran, pemasaran, akomodasi perhotelan, usaha perjalanan wisata, dan multimedia. Materi simulasi digital diberikan untuk membekali mereka dalam memasuki dunia kerja sesuai dengan bidangnya. Setelah menempuh atau lulus dari mata pelajaran ini diharapkan siswa tidak hanya memahami hal-hal yang berkaitan dengan simulasi digital tetapi juga dapat menghubungkan konsep yang diperoleh dengan kenyataan yang ada dilapangan.
(26)
2.2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
3.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Cooperative Learningatau Pembelajaran kooperatif tersusun dari kata
cooperativeyang artinya bekerja sama sebagai suatu kelompok untuk mencapai tujuan tertentu dan learningyang artinya suatu perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Menurut Anita Lie yang dikutip oleh Isjoni (2007: 15-16) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif berkenaan dengan kerja sama antar siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.
Pembelajaran kooperatif lebih menekankan kerja kelompok daripada kerja individu. Menurut Halubec (dalam Nurhadi dan Senduk, 2005: 59), model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran menggunakan kelompok kecil untuk bekerja sama dalam kondisi belajar. Pendapat ini diperkuat oleh Sugiyanto (2010: 37) yang mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar.
Kelompok dalam pembelajaran kooperatif bersifat heterogen, yang artinya anggota kelompok harus merata. Siswa belajar dan bekerja dalam kelompok secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen (Slavin dan Isjoni, 2009: 15). Struktur kelompok yang heterogen berguna untuk memaksimalkan kondisi pembelajaran sehingga dapat menumbuhkan perubahan perilaku. Stahl dalam Isjoni (2009: 15) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.
(27)
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep dalam arti luas yang meliputi jenis kerja kelompok yang diarahkan oleh guru. Guru berperan penting dalam pembelajaran kooperatif. Arahan diberikan oleh guru supaya tugas-tugas dapat dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur.
Dari beberapa definisi mengenai konsep pembelajaran kooperatif, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja kelompok dalam aktivitas belajar secara terstruktur dan sistematis sehingga mampu menumbuhkan perubahan sikap tolong-menolong dan perilaku sosial.
3.2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Wisenbaken (dalam Slavin, 2005: 4) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif bertujuan untuk menciptakan norma-norma akademik yang penting bagi pencapaian siswa. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Johnson (dalam Trianto, 2010: 57) bahwa pembelajaran kooperatif dapat memaksimalkan kegiatan belajar siswa dalam peningkatan prestasi akademik. Louisell dan Descamps (dalam Trianto, 2010: 57) juga menambahkan, kerja tim dapat memperbaiki hubungan antar siswa dari latar belakang etnis dan kemampuan, serta mengembangkan keterampilan-keterampilan pemecahan masalah.
3.2.3 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Menurut Ibrahim dkk (2010: 3-4), pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(28)
1. Siswa bekerja dalam kelompok
2. Siswa dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi
3. Anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda 4. Orientasi penghargaan diberikan secara berkelompok.
Sedangkan menurut Isjoni (2009: 27) memaparkan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1. Setiap anggota memiliki peran
2. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa 3. Setiap anggota bertanggung jawab atas kerja kelompoknya
4. Guru membantu mengembangkan keterampilan interpersonal kelompok 5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan
Selain itu, Isjoni (2007: 27-28) juga menambahkan dari pendapat Slavin bahwa tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu: penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan untuk berhasil.
1. Penghargaan kelompok
Penghargaan kelompok diperoleh apabila kelompok mencapai sekor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok dinilai berdasarkan kerja antar individu dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung.
2. Pertanggungjawaban individu
Adanya pertanggungjawaban secara individu menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. Pertanggungjawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.
(29)
3. Kesempatan untuk berhasil
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode sekoring dalam pemberian nilai perkembangan sesuai dengan peningkatan prestasi yang diperoleh. Metode sekoring ini diberikan kepada setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi untuk memperoleh kesempatan untuk berhasil.
3.2.4 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Lungdren dalam Isjoni (2009: 16) mengemukakan unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1. Siswa memiliki persepsi “tenggelam atau berenang bersama”.
2. Siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya.
3. Siswa harus memiliki tujuan yang akan dicapai bersama. 4. Siswa membagi tugas secara merata.
5. Siswa diberikan evaluasi dan penghargaan kelompok.
Roger dan David (dalam Agus Suprijono, 2009: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Belajar dapat memaksimalkan proses belajar supaya mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Untuk memaksimalkan hasil belajar diperlukan lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut:
(30)
1. Positive interdependence
Dalam unsur ini terdapat dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. 2. Personal responsibility
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan dalam kelompok menjadi kunci untuk menjamin semua anggota diperkuat oleh kegiatan belajar kelompok.
3. Face to face promotive interaction
Ciri-ciri interaksi promotif adalah saling membantu, saling memberikan informasi yang diperlukan, memproses informasi secara berkelompok, saling membantu dalam merumuskan argumentasi dan meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi.
4. Interpersonal skill
Siswa harus saling saling berkoordinasi dalam mencapai tujuan bersama. Tujuan tersebut didapatkan dengan cara : saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik.
5. Group processing
Unsur ini mengandung penilaian hasil belajar kelompok. Hasil belajar kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok.
(31)
3.2.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan secara berkelompok dalam menyelesaikan permasalahan. Penyelesaian masalah direncanakan dalam diskusi kelompok dengan susunan yang sistematis dan terstruktur. Agus Suprijono (2009: 65) memaparkan model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase sebagai berikut:
Tabel 1
Fase Pembelajaran Kooperatif
Fase Kegiatan Guru
Fase 1
Present goals and set
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan pembelajaran
Fase 2
Present information
Mepresentasikan informasi kepada siswa secara verbal
Fase 3
Organize students into learning teams
Memberikan penjelasan kepada siswa tentang langkah pembentukan kelompok belajar
Fase 4
Assist team work and studeny
Membantu kelompok belajar dalam mengerjakan tugas
Fase 5
Test on the materials
Menguji pengetahuan siswa mengenai materi pembelajaran hasil kerjanya Fase 6
Provide recognition
Mempersiapkan cara untuk memberikan penghargaan kelompok
3.2.6 Manfaat Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Sadker (dalam Miftahul Huda, 2011: 66) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki beberapa manfaat. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
(32)
1. Siswa memperoleh hasil yang lebih tinggi.
2. Siswa yang berpartisipasi aktif akan memiliki sikap tolong-menolong dan perilaku sosial.
3. Siswa memiliki sikap harga diri dan motivasi yang besar untuk belajar 4. Siswa memiliki rasa persatuan yang tinggi
3.2.7 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan pembelajaran ceramah
Sharan (dalam Isjoni, 2007:22-24) mengemukakan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong oleh rekan sebayanya. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif lebih baik digunakan daripada pembelajaran ceramah. Berikut ini adalah perbedaan antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran ceramah.
Tabel 2
Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Ceramah
Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Ceramah
Adanya sikap saling tolong-menolong antar siswa dan saling memberikan motivasi sehingga menimbulkan interaksi positif.
Guru cenderung membiarkan siswa dalam mengelola tugas kelompoknya
Adanya akuntabilitas dalam mengukur penguasaan materi tiap anggota kelompok.
Tidak adanya akuntabilitas individu sehingga hanya satu siswa yang menyelesaikan tugas. Berbagi peran sebagai pemimpin
kelompok.
Pemilihan pemimpin kelompok ditentukan sebelumnya oleh guru berdasarkan hasil uts atau ulangan harian.
(33)
Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Ceramah
Membagi tugas kelompok kepada masing-masing individu
Tugas sering dibebankan kepada salah satu anggota kelompok. Memaksimalkan kegiatan belajar
setiap anggota kelompok
Fokus dalam menyelesaikan tugas
Menekankan pada kerja sama antar anggota kelompok seperti mempercayai anggota kelompok.
Mengabaikan kerja sama yang baik.
Keterampilan sosial diperlukan dalam kerja gotong-royong dan saling tolong-menolong.
Keterampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung.
Kerja kelompok sangat diperhatikan untuk setiap kerja individu dalam proses belajar
Proses kerja kelompok sering tidak diperhatikan.
Merancang prosedur yang jelas dan mengalokasikan waktu untuk pemrosesan kelompok.
Jarang merancang prosedur dan mengalokasikan waktu untuk pemrosesan kelompok.
3.2.8 Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Terdapat beberapa tipe pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2009:11-26), diantaranya yaitu Student Teams-Achievement Division (STAD), Team Game Tournament (TGT), Jigsaw II, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Team Assisted Individualization (TAI), Group Investigation(GI), Learning Together, Complex Instruction, dan Structure Dyadic Methods.
(34)
2.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
2.3.1 Pengertian Group Investigation
Group Investigation atau investigasi kelompok merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang mengutamakan kerja kelompok dalam menginvestigasi kasus untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Menurut Sharan (dalam Slavin, 2005: 24) mengemukakan bahwa Group Investigationmerupakan perencanaan kelas dalam kegiatan belajar dimana siswa dibentuk dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru.
Eggen dan Kauchak (dalam Maimunah, 2005: 21) menjelaskan bahwa
Group Investigationadalah strategi belajar kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Investigasi dilakukan oleh masing-masing siswa baik secara online maupun offline. Topik atau bahasan yang telah didapatkan siswa kemudian didiskusikan di dalam kelompok.
Diskusi kelompok akan menumbuhkan sikap demokratis dalam menyelesaikan permasalahan. Proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu: penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keberagaman peserta didik (Budimansyah, 2007: 7).
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Group Investigationadalah teknik pembelajaran kooperatif yang mengutamakan kelompok dalam kegiatan belajar. Kelompok ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah dengan cara investigasi terhadap topik atau bahasan tertentu.
(35)
2.3.2 Tujuan Group Investigation
Group Investigationmemiliki tujuan sebagai berikut:
1. Membantu siswa dalam melakukan investigasi terhadap suatu topik secara sistematis dan analitik. Hal ini mempunyai implikasi yang positif terhadap pengembangan keterampilan penemuan dan membentu mencapai tujuan. 2. Pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik yang dilakukan melaui
investigasi.
3. Group Investigation melatih siswa untuk bekaerja secara kooperatif dalam memecahkan suatu masalah. Dengan adanya kegiatan tersebut, siswa dibekali keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam kehidupan bermasyarakat.
2.3.3 Langkah - Langkah Group Investigation
Sharan (dalam Supandi, 2005: 6) mengemukakaan langkah-langkah pembelajaran pada model pembelajaran Group Investigation sebagai berikut:
(1) Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen. (2) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan. (3) Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk memberikan materi tugas. (4) Masing-masing kelompok membahas materi tugas. (5) Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili salah satu anggota menyampaikan hasil pembahasannya. (6) Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya. (7) Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan. (8) Evaluasi.
2.3.4 Tahap Pembelajaran Group Investigation
Pelaksanaan tahap pembelajaran harus sesuai dengan prinsip pengelolaan dari model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Dalam tipe Group
(36)
Investigation, pengajar berperan sebagai konselor dan konsultan. Peran pengajar yakni membimbing dan mengarahkan kelompok sesuai dengan kerangka tahapan berikut ini:
1. Tahap pemecahan masalah
Tahap ini berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, apa yang menjadi hakikat masalah, dan apa yang menjadi fokus masalah. Permasalahan di analisis ke dalam bentuk kerangka berfikir yang sistematis.
2. Tahap pengelolaan kelas
Tahap pengelolaan kelas berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, informasi apa yang saja yang diperlukan, bagaimana mengorganisasikan kelompok untuk memperoleh informasi.
3. Tahap pemaknaan secara perseorangan
Tahap ini berkenaan dengan proses pengkajian bagaimana kelompok menghayati kesimpulan yang dibuatnya, dan apa yeng membedakan seseorang sebagai hasil dari mengikuti proses tersebut.
Menurut Slavin (2005: 218) dalam Group Investigation para murid bekerja melalui enam tahap yaitu:
1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam kelompok 2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari
3. Melaksanakan investigasi 4. Menyiapkan laporan akhir 5. Mempresentasikan laporan akhir 6. Evaluasi
(37)
Slavin (2005: 215) mengatakan bahwa “Group investigation tidak dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas”.
2.3.5 Kerangka Pembelajaran Group Investigation
Kerangkaoperasionalmodel pembelajaran Group Investigation adalah sebagai berikut:
1. Siswa dihadapkan dengan situasi bermasalah
2. Siswa melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematis.
3. Siswa merumuskan tugas-tugas belajar atau learning taks dan mengorganisasikan untuk membangun suatu proses penelitian.
4. Siswa melakukan kegiatan belajar individual dan kelompok.
5. Siswa menganalisis kemajuan dan proses yang dilakukan dalam proses penelitian kelompok.
(38)
Gambar 1. Kerangka Operasional Pembelajaran Tipe Group Investigation
(39)
2.4. Penelitian yang Relevan
N. M. Y. Anita, I. W. Karyasa, dan I. N. Tika menulis hasil penlitian “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Self-Efficacy Siswa”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh model pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap self-efficacy siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan pretest-posttest non-equivalent control group design. Populasi adalah siswa kelas XI IPA di SMA N 1 Negara dengan sampel 128 siswa yang terdiri dari 2 kelas kelompok kontrol dan 2 kelas kelompok eksperimen. Data yang diperoleh berupa g-skor ternormalisasi selanjutnya dianalisis dengan statistik ANAVA satu jalur. Berdasarkan hasil dari 8 indikator self-efficacy
diperoleh hasil sekor untuk kelas GI meningkat secara tajam kecuali indikator 2 mengalami peningkatan yang sangat kecil. Berdasarkan hasil analisis uji statistik ANAVA satu jalur diperoleh hasil Fhitung yaitu 70,505 jauh lebih besar dari pada Ftabel yaitu 3,89 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan self-efficacy yang signifikan antara siswa kelas GI dan siswa pada kelas kontrol.
Kaniah menulis hasil penelitian“Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Menjahit Lubang Kancing Passpoile Pelajaran Busana Wanita (Teknik Tailoring) Di Kelas XII Busana 4 SMK Negeri 8 Medan Tahun Ajaran 2013/2014” dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar hasil belajar siswa dan meningkatkan keterlibatan siswa pada proses pembuatan menjahit lubang kancing passpoile di kelas XII
(40)
busana 4 SMK N 8 Medan. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa yang tuntas belajar sebelum siklus sebanyak 5 siswa atau 14,70%, siswa yang tuntas pada Siklus-I sebanyak 19 siswa atau 55,88%, dan siswa yang tuntas pada Siklus-II sebanyak 32 siswa atau 100%.
Ratih Puspita Dewi, Retno Sri Iswari, dan R. Susanti menulis hasil penelitian “Penerapan Model Group Investigation terhadap Hasil Belajar Materi Bahan Kimia di SMP” memiliki tujuan untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasi belajar dan aktivitas siswa pada materi bahan kimia dalam makanan di SMP N 4 Temanggung. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan desain control group pretest-posttest. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai ketuntasan belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi disbanding kelas kontrol. Peningkatan hasil belajar kelas eksperimen sebesar 0,59 sedangkan untuk kelas kontrol sebesar 0,48. Ketuntasan pada kelas eksperimen (78,13%) lebih tinggi disbanding kelas kontrol (43,75%). Aktivitas siswa kelas eksperimen 71% (aktif) lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol 55% (cukup aktif). Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada materi bahan makanan di SMP N 4 Temanggung.
Penelitian lain dilakukan oleh Dwi Wahyuni, Fihrin dan Muslimin menulis hasil penelitian “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Fisika Pada Siswa Kelas XI MA Alkhairaat Kalangkangan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model
(41)
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap hasil belajar fisika pada siswa kelas XI MA Alkhairaat Kalangkangan. Desain penelitian menggunakan “thenonequivalent pretest-posttest design”. Instrumen yang
digunakan adalah tes hasil belajar. Hasil pengujian hipotesis yaitu terima H0 jika thitung< ttabel dengan taraf nyata α =0,05. Hasil analisa data menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation efektif terhadap hasil belajar fisika pada siswa kelas XI MA Alkhairaat Kalangkangan.
Rahmi Agustina menulis hasil penelitian “Upaya Meningkatkan Minat Belajar Mahasiswa Melalui Model Pembelajaran Group Investigation Pada Mata Kuliah Pengetahuan Lingkungan di Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jabal Ghafur” memiliki tujuan untuk meningkatkan minat mahasiswa pada mata kuliah pengetahuan lingkungan dengan metode Group Investigation. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) atau Class Room Action Reasearch (CAR), dilaksanakan di kelas 02 Semester III Program Studi Biologi Universitas Jabal Ghafur yang berlokasi di Kampus Gle Gapui Sigli. Data observasi I minat mahasiswa dalam belajar Mata Kuliah Pengetahuan Lingkungan diperoleh hasil cukup baik, hal ini disebabkan karena dalam membuat resume dan mempresentasikan hasil penemuannya kurang terbiasa. Mahasiswa baru kali pertama belajar dengan model Group Investigation, sehingga masih terlihat canggung dan kurang rileks. Data observasi II minat mahasiswa diperoleh hasil baik. Hampir semua mahasiswa sudah lancar dalam membuat resume dan tampil dengan baik saat mempresentasikan penemuan kelompok masing-masing. Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation
(42)
dapat meningkatkan minat mahasiswa pada mata kuliah pengetahuan lingkungan di program studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jabal Ghafur.
H. Istikomah , S. Hendratto , S. Bambang menulis hasil penelitian “Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation Untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa” yang bertujuan untuk mendeskripsikan efektifitas model
pembelajaran Group Investigation dalam menumbuhkan sikap ilmiah siswa. Penelitian ini menggunakan jenis eksperimen semu dengan desain
random-pretest- posttest. Data sikap ilmiah siswa antara kelompok investigasi dan Jigsaw, dianalisis dengan menggunakan uji t. Hasil analisis data sikap ilmiah antara kelompok eksperimen dan kontrol dihasilkan thitung=1,994 dan ttabel=1,99 berarti thitung> ttabel sehingga dapat dinyatakan sikap ilmiah kelompok investigasi lebih baik daripada kelompok Jigsaw secara signifikan. Hal ini didukung oleh data observasi sikap ilmiah kelompok investigasi yakni 4,87% (sedang), 58,53% (tinggi), dan 36,59% (sangat tinggi), sedangkan kelompok Jigsaw 17,5% (sedang), 60% (tinggi), dan 22,5% (sangat tinggi). Hasil tersebut menunjukkan bahwa persentase sikap ilmiah model pembelajaran Group Investigation lebih tinggi dari Jigsaw. Disimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation lebih efektif menumbuhkan sikap ilmiah siswa.
(43)
Kegiatan belajar tidak selamanya berjalan sesuai dengan harapan. Permasalahan dalam kegiatan belajar sering dialami guru dan siswa di dalam kelas. Demikian halnya dalam kegiatan pembelajaran simulasi digital di SMK N 10 Semarang. Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang dan mengamati proses pembelajaran diperoleh beberapa permasalahan, yakni keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih rendah dan pasif, yaitu siswa cenderung bekerja secara individu, siswa cenderung tertutup, siswa tidak mau berbagi pengalaman belajar, sumber belaar kurang memadai, siswa mengelompok secara homogeny. Permasalahan belajar tersebut mengakibatkan tingkat pemahaman dan hasil belajar siswa juga rendah, hal ini terlihat dari nilai hasil ulangan yang kebanyakan masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Untuk memperbaiki serta meningkatkan hasil belajar siswa, siswa perlu diberikan strategi atau model pembelajaran yang berbeda, sehingga terdapat suasana belajar yang baru. Salah satu strategi atau model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation.
Model Pembelajaran Group Investigationadalah teknik pembelajaran kooperatif yang mengutamakan kelompok dalam kegiatan belajar. Kelompok ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah dengan cara investigasi terhadap topik atau bahasan tertentu. Dalam pelaksanaanya siswa diminta untuk berkelompok, dengan kelompoknya siswa mengelola tugas dan melakukan investigasi dari berbagai sumber belajar. Model ini memberikan kesempatan kepada setiap peserta
(44)
didik untuk bekerja secara kelompok. Dengan model ini, peserta didik yang selama ini tidak mau terlibat akan ikut serta dalam pembelajaran secara aktif.
Model Group Investigationpada penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari beberapa siklus. Pelaksanaan penelitian ini mengacu pada instrument yang sudah disusun pada tahap perencanaan yaitu berupa silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Penilaian terhadap kompetensi kognitif siswa dilaksanakan di setiap akhir siklus. Penilaian kompetensi afektif dan psikomotorik diambil dari pengamatan selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi. Kemudian hasil penilaiannya dikumpulkan untuk dianalisis peningkatannya. Jika hasil belajar siswa setelah dianalisis belum memenuhi indikator ketuntasan belajar yang meliputi ranah kognitif, afektif maupun ranah psikomotorik, maka kekurangan penelitian akan diperbaiki pada siklus berikutnya sampai indikator ketuntasan yang ditetapkan tercapai.
Berikut bagan kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2:
(45)
Gambar 2. Kerangka Berfikir Penelitian
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Simulasi Digital di Kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang
(46)
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang yang beralamat di jalan Kokrosono nomor 75 Semarang.
3.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei tahun ajaran 2015/2016.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Kemmis dan Mc. Taggart (dalam Kunandar, 2008: 42-43) penelitian tindakan kelas adalah bentuk dari refleksi diri yang dilakukan oleh partisipan secara kolektif pada situasi sosial tertentu yang digunakan untuk mengembangkan rasionalisasi dari praktik pendidikan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
Menurut Hopkins (dalam Rochiati Wiriaatmadja, 2005: 11), PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inquiri, atau usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam proses perbaikan.
(47)
Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif. Menurut Kunandar (2008: 45) penelitian tindakan kelas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya. Kemmis (dalam Rochiati Wiriaatmadja, 2005: 12) menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah penelitian tentang, untuk dan oleh masyarakat/kelompok sasaran, dengan memanfaatkan interaksi, partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan kelompok sasaran.
Menurut Rapoport (dalam Kunandar, 2008: 6) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas dapat juga diartikan suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan tindakan melalui beberapa siklus secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya. Pendapat lain dari Suhardjono (dalam Suharsimi Arikunto, 2014: 62) salah satu ciri PTK adalah adanya kolaborasi (kerjasama) antara praktisi (guru, Kepala Sekolah, siswa, dll) dan peneliti dalam pemahaman, kesepakatan tentang permasalahan, pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan kesamaan tindakan (action).
Kegiatan kolaborasi diperlukan interaksi, partisipasi aktif antara peneliti, guru, kelompok sasaran, dan orang lain yang berkompeten dalam dunia pendidikan. Semua orang yang kompeten dalam dunia pendidikan dapat menjadi peneliti dalam penelititan tindakan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Abu Hamid (2009: 57) bahwa Contoh orang yang kompeten adalah: dosen, supervisor, widyaiswara, kepala sekolah atau kepala madrasah, guru peneliti pada
(48)
khususnya dan guru pada umumnya, mahasiswa pada umumnya dan mahasiswa calon guru pada khususnya, serta stake holders lainnya.
Peran utama yang harus diikuti dan dikerjakan bersama oleh mahasiswa calon guru dan guru kelas adalah: identifikasi dan perumusan masalah, perencanaan dan pelaksanaan tindakan, observasi dan monitoring tindakan, pengolahan dan analisis data, refleksi dan penemuan kesimpulan, serta refleksi untuk merumuskan rencana tindakan berikutnya (Ahmad Abu Hamid, 2009: 53). Pada penelitian ini guru tetap sebagai guru pengajar yang akan melakukan pengajaran dengan memerapkan model pembelajaran Group Investigation yang telah direncanakan dan disusun bersama peneliti, sedangkan peneliti sebagai kolaborator.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan secara kolaboratif oleh guru dan pihak lain yang berkompeten dibidang pendidikan untuk memperbaiki mutu proses pembelajaran di kelas berdasarkan refleksi mengenai hasil tindakan-tindakan pembelajaran. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif oleh guru dan peneliti sebagai berikut:
1. Merencanakan proses pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe
Group Investigation. Perencanaan ini berupa: penentuan materi yang diajarkan, penentuan silabus, perencanaan RPP, perencanaan modul ajar, perencanaan tugas, perencanaan instrumen, dan perencanaan pembelajaran. 2. Melaksanakan pembelajaran, dimana guru sebagai pengajar dan peneliti
(49)
3. Guru dan peneliti melakukan pengamatan keterampilan psikomotorik dan sikap siswa selama proses pembelajaran.
4. Guru dan peneliti melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Hasil dari refleksi akan dilakukan analisis data hasil belajar.
3.4. Model Penelitian
Penelitian tindakan kelas dilakukan bersama dengan pihak lain dalam perbaikan proses pembelajaran. Perbaikan ini dilakukan secara sistematik dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Hal ini dijelaskan oleh Ebbut (dalam Ekawarna, 2013: 5) bahwa PTK adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mengenai hasil dari tindakan tersebut.
Menurut Suharsimi Arikunto (2014: 17), sistematika penelitian tindakan kelas terdiri dari empat tahapan, yaitu: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting). Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Perencanaan Tindakan(Planning)
Pada tahap ini, peneliti bersama guru merencanakan kebutuhan penelitian yang akan digunakan dalam proses pembelajaran model Group Investigation. Kebutuhan tersebut meliputi: materi ajar, modul ajar, tugas, RPP, Silabus, dan instrumen.
(50)
Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Pada tahap ke-2 merupakan implementasi atau penerapan dari perencanaan yang telah dibuat pada tahap ke-1. Pada tahap ini, guru harus melaksanakan pembelajaran sesuai perencanaan yang telah dibuat bersama. Sedangkan peneliti bertindak sebagai kolaborator. Guru dan peneliti bekerja sama dalam melaksanakan pembelajaran model Group Investigation supaya hasil pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
Tahap 3: Pengamatan(Observing)
Kegiatan pengamatan dilakukan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung atau pada tahap pelaksanaan. Pengamatan dilakukan oleh guru dan peneliti untuk mengambil data keterampilan psikomotorik siswa dan sikap belajar siswa selama proses pembelajaran. Jadi, pada tahap ini guru dan peneliti sebagai observer atau pengamat.
Tahap 4: Refleksi(Reflecting)
Kegiatan refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali proses pembelajaran yang telah dilakukan. Kegiatan ini dilakukan setelah guru dan peneliti selesai melaksanakan pembelajaran dengan model Group Investigation. Pada tahap ini dilakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Setelah itu, guru dan peneliti mendiskusikan implementasi rancangan tindakan selanjutnya.
(51)
Perencanaan
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
Perencanaan
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
SIKLUS I
SIKLUS II
SIKLUS III PRA SIKLUS
Gambar 3. Diagram Alur PTK
Tahapan pada masing-masing Siklus dalam PTK ini dibagi dalam 4 (empat) kegiatan, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Pra Siklus
Tahap ini berupa persiapan sebelum memasuki Siklus-I. Hal-hal yang akan dilaksanakan pada tahap ini adalah :
a. Uji coba soal kognitif
b. Penjelasan tentang penugasan proyek per Siklus Hasil Belajar Meningkat Siklus Selanjutnya
(52)
2. Siklus-I
a. Perencanaan
Tahap ini berupa rencana kegiatan peneliti untuk menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Rencana kegiatan yang dilakukan berupa persiapan-persiapan yang terdiri dari :
1) Menyusun rencana pembelajaran dengan materi pokok pembuatan model karakter 3 dimensi.
2) Merancang pembelajaran dengan model Group Investigation yakni dengan membentuk kelompok belajar beranggotakan 4 atau 5 siswa dengan penyebaran tingkat kecerdasan secara merata.
3) Menyiapkan modul, ebook, video tutorial, artikel dan berbagai sumber belajar lainnya yang digunakan sebagai sumber investigasi secara offline.
4) Menentukan kolaborasi dengan guru dan teman sejawat sebagai partner penelitian.
5) Menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar observasi untuk mengukur keterampilan psikomotorik dan sikap belajar siswa selama proses pembelajaran Group Investigation.
6) Menyiapkan alat evaluasi berupa tes untuk mengukur aspek kognitif siswa.
b. Tindakan
Tahap tindakan merupakan implementasi dari perencanaan tindakan, yaitu realisasi pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran simulasi digital.
(53)
Siklus-Ini dilaksanakan dalam satu pertemuan. Pada Siklus-Ini dilaksanakan tahapan belajar sebagai berikut:
1) Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa secara heterogen. Masing-masing kelompok terdiri dari 1 orang terpandai di Kelas X TIPK 1.
2) Guru dan siswa merencanakan pembelajaran yang akan berlangsung.
3) Guru memberikan tugas/proyek tentang pembuatan model 3 dimensi yang berbeda kepada setiap kelompok.
4) Siswa melakukan investigasi untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Investigasi dilakukan secara offline
menggunakan sumber belajar yang disiapkan guru.
5) Siswa melakukan presentasi sebagai bentuk komunikasi dan bertukar informasi tentang hasil investigasi masing-masing kelompok.
c. Observasi
Tahap observasi dilaksanakan secara bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan. Observasi dilakukan oleh guru dan peneliti. Observasi yang dilakukan meliputi observasi keterampilan psikomotorik dan sikap belajar siswa dengan menggunakan lembar observasi beserta panduan penilaian.
d. Refleksi
Refleksi digunakan untuk melakukan revisi terhadap rencana kegiatan selanjutnya atau terhadap rencana Siklus-II. Pada tahap ini,
(54)
dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh pada Siklus-I, yakni berupa: data kognitif, data keterampilan psikomotorik, dan sikap belajar siswa. Hasil yang diperoleh dari ketiga data tersebut nantinya akan dibandingkan dengan hasil pada Siklus-II. Masalah-masalah yang timbul pada Siklus-I akan dicarikan alternatif pemecahannya pada Siklus-II. Sedangkan kelebihannya akan dipertahankan dan ditingkatkan lagi.
Hasil dari refleksi tahap ini, siswa diharapkan mampu beradaptasi dengan pembelajaran kolaboratif Group Investigation. Siswa juga diharapkan mampu memiliki keterampilan psikomotorik yang lebih matang melalui proses investigasi secara offline. Selain itu, siswa diharapkan dapat bekerja sama dengan baik antar sesama anggota kelompok.
3. Siklus-II
Pada prinsipnya, semua kegiatan Siklus-II mirip dengan Siklus-I. Siklus-II merupakan perbaikan pada Siklus-I, terutama didasarkan atas hasil refleksi pada Siklus-I.
a. Perencanaan
Tahap ini berupa rencana kegiatan menentukan langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul pada Siklus-I. Rencana kegiatan yang dilakukan yaitu:
1) Menyusun rencana pembelajaran dengan materi pokok pembuatan
rigging pada model karakter 3 dimensi yang telah dibuat siswa pada Siklus-I.
(55)
2) Menyiapkan modul, ebook, video tutorial, artikel dan berbagai sumber belajar lainnya yang digunakan sebagai sumber investigasi secara offline.
3) Menyusun tugas pembuatan rigging yang harus dikerjakan oleh anggota kelompok pada Siklus-I. Model dalam pembuatan rigging adalah model 3 dimensi yang telah dibuat pada Siklus-I.
4) Menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar observasi untuk mengukur keterampilan psikomotorik dan sikap siswa selama proses pembelajaran Group Investigation.
5) Menyiapkan alat evaluasi berupa tes untuk mengukur aspek kognitif siswa.
b. Tindakan
Siklus-II ini dilaksanakan dalam waktu 1 (satu) kali pertemuan. Pada Siklus-Ini merupakan implementasi dan perbaikan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap refleksi Siklus-I. Permasalahan yang timbul pada Siklus satu diselesaikan pada Siklus-Ini.
Tugas yang diberikan adalah pembuatan rigging pada model karakter 3 dimensi yang telah dibuat oleh siswa pada Siklus-I. Tugas diselesaikan berkelompok dengan cara investigasi offline yang berupa sumber belajar yang telah disiapkan pada tahap perencanaan. Kemudian tugas tersebut dipresentasikan di depan kelas sebagai bentuk komunikasi dan bertukar informasi tentang hasil investigasi masing-masing kelompok.
(56)
c. Observasi
Tahap observasi dilaksanakan secara bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan. Observasi dilakukan oleh guru dan peneliti. Observasi yang dilakukan meliputi observasi keterampilan psikomotorik dan sikap belajar siswa dengan menggunakan lembar observasi beserta panduan penilaian.
d. Refleksi
Refleksi digunakan untuk melakukan revisi terhadap hasil pembelajaran. Pada tahap ini, dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh pada Siklus-II, yakni berupa: data kognitif, data keterampilan psikomotorik, dan sikap belajar siswa. Hasil tersebut dibandingkan dengan hasil Siklus-I.
Hasil dari refleksi tahap ini, siswa diharapkan telah beradaptasi dengan pembelajaran kolaboratif Group Investigation. Pembelajaran kolaboratif Group Investigation dapat diterima siswa sebagai pembelajaran yang kreatif dan inovatif yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar tersebut berupa:
1) Hasil kognitif siswa pada Siklus-II lebih tinggi dibandingkan hasil kognitif siswa pada Siklus-I.
2) Hasil keterampilan psikomotorik siswa pada Siklus-II lebih tinggi dibandingkan hasil keterampilan psikomotorik siswa pada Siklus-I. 3) Sikap belajar siswa pada Siklus-II lebih baik dibandingkan sikap
belajar siswa pada Siklus-I atau paling tidak sikap belajar siswa pada Siklus-II sama dengan sikap belajar siswa pada Siklus-I.
(57)
4. Siklus Selanjutnya
Apabila refleksi pada Siklus-II belum menghasilkan peningkatan terhadap hasil belajar siswa, maka penelitian akan dilanjutkan pada Siklus-III dan seterusya. Penelitian akan terus berlanjut mencapai Siklus XII atau selesai pembelajaran semester genap sampai terjadi peningkatan pada hasil belajar siswa dan mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1) Hasil kognitif siswa lebih tinggi dibandingkan hasil kognitif siswa pada Siklus sebelumnya.
2) Hasil keterampilan psikomotorik siswa lebih tinggi dibandingkan hasil keterampilan psikomotorik siswa pada Siklus sebelumnya.
3) Sikap belajar siswa lebih baik dibandingkan sikap belajar siswa pada Siklus sebelumnya atau paling tidak sikap belajar siswa sama dengan sikap belajar siswa pada Siklus sebelumnya.
Sedangkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa adalah sebagai berikut: 1) Aspek kognitif
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditentukan oleh SMK N 10 Semarang adalah ≥ 75 sedangkan ketuntasan klasikal menurut Depdikbud (dalam Trianto, 2010: 241)≥ 75% siswa tuntas.
2) Aspek psikomotorik
1. Siswa dapat membuat model karakter 3 dimensi menggunakan aplikasi blender
2. Siswa dapat menggunakan tools yang ada dalam aplikasi blender 3. Siswa dapat mewarnai model karakter 3 dimensi
(58)
4. Siswa dapat membuat rigging atau penulangan pada model karakter 3 dimensi
3) Aspek afektif
5. Siswa mampu bekerja dengan anggota kelompoknya dengan baik 6. Siswa mampu bersikap disiplin dalam mengerjaka tugas
7. Siswa mampu bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan oleh ketua kelompoknya
8. Siswa mampu bersikap sopan dalam berkomunikasi
3.5. Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010: 173). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMK N 10 Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari sebelas kelas yaitu XRPL 1, X RPL 2, X TKR 1, X TKR 2, X TIPK 1, X TIPK 2, X Nautika 1, X Nautika 2, X MK 1, X MK 2, dan X TP.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010: 174). Peneliti mengambil satu kelas yaitu Kelas X TIPK 1 dengan jumlah siswa 33 anak yang terdiri dari 31 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan.
(59)
3.6. Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Observasi
Teknik observasi digunakan untuk mendapatkan data mengenai keterampilan psikomotorik dan afektif siswa selama pembelajaran berlangsung. Keterampilan psikomotorik yang diamati berupa: ketepatan penggunaan viewport, kemahiran penggunaan editing tools, kesesuaian pewarnaan objek, kemahiran menggunakan teknik rigging, ketepatan pengerjaan tugas, penyampaian hasil proyek, sedangkan afektif siswa yang dinilai berupa: memberikan tanggapan, kehadiran, disiplin tugas, tanggung jawab, kecermatan, kerja sama, dan kesopanan.
3.5.2 Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan adalah video dan foto-foto kegiatan, daftar nilai, daftar hadir siswa selama proses pembelajaran berbasis proyek berlangsung, perangkat pembelajaran, serta dokumen penelitian yang digunakan selama penelitian.
3.5.3 Tes
Tes digunakan untuk mendapatkan data nilai hasil belajar kognitif siswa, yang nantinya hasil dari aspek kognitif. Tes dilakukan tiap akhir Siklus. Soal yang digunakan dalam metode ini merupakan soal pilihan ganda.
(60)
3.5.4 Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto , 2010: 194). Angket diberikan kepada siswa di akhir penelitian.Teknik angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation.
3.7. Teknik Analisis Data
3.6.1 Analisis Instrumen
1. Instrumen Tes
a. Validitas item soal
Validitas soal pilihan ganda menggunakan validitas isi dan validitas item soal. Validitas isi digunakan karena isi soal berkaitan dengan materi yang disampaikan pada proses pembelajaran (Suharsimi Arikunto, 2010: 213). Validitas item soal dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi point biserial. Korelasi point biserial digunakan karena korelasi ini melihat hubungan antara skor dengan hasil jawaban pada masing-masing item pertanyaan yang diberikan dalam tes.
Validitas item soal dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi point biserial yaitu:
(61)
Keterangan:
rp bis = koefisien korelasi point biserial
Mp = mean skor total yang menjawab benar pada butir soal Mt = mean skor total
St = standar deviasi skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar q = 1-p
(Suharsimi Arikunto, 2010: 79) b. Reliabilitas
Reliabilitas instrument tes dihitung menggunakan rumus KR-21. Hasil yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan kriteria klasifikasi reliabilitas soal yang disajikan pada Tabel 3
r11 = . ... (2) Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen n = banyaknya butir soal M = mean skor
St2 = varians total
(62)
Tabel 3
Klasifikasi Reliabilitas Soal
Interval Kriteria
0,80 < R11≤ 1,00 Sangat baik
0,60 < R11≤ 0,80 Baik
0,40 < R11≤ 0,60 Cukup
0,20 < R11 ≤ 0,40 Rendah
(Sumber: Suharsimi Arikunto, 2010: 232)
c. Tingkat Kesukaran
... (3) Keterangan:
P = Tingkat Kesukaran
B = Jumlah siswa yang menjawab benar JS = Banyak Siswa
(Suharsimi Arikunto, 2010:208)
d. Daya Pembeda
... (4) Keterangan:
BA = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar BB = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar JA = Jumlah siswa kelompok atas
JB = Jumlah siswa kelompok bawah
(63)
3.6.2 Analisis DataPenelitian
1. Tes
Data yang terkumpul dari setiap evaluasi dari pelaksanaan setiap Siklus akan dianalisis menggunakan deskriptif kualitatif. Desktriptif kualitatif menggambarkan data yang menggunakan kalimat untuk memperoleh keterangan yang jelas dan terperinci. Teknik ini dilakukan dengan cara merefleksi hasil evaluasi terhadap proses pembelajaran.
Data dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Rumus rata-rata hasil belajar siswa
̅ = . ... (5) Keterangan:
̅: Nilai rata-rata ∑X : Jumlah nilai
N : Jumlah peserta tes
(Nana Sudjana, 2011:109) b. Ketuntasan belajar siswa
DP =
x
100% . ... (6) Keterangan:DP : Nilai persentase atau hasil f : Jumlah siswa yang tuntas
N : Jumlah seluruh siswa dalam kelas
(64)
2. Non Tes
Data non tes berupa data observasi keterampilan psikomotorik dan sikap siswa. Data tersebut diambil selama proses pembelajaran model Group Invstigation sedang berlangsung.
a. Sikap Siswa
Data non tes hasil obsevasi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
. ... (7) Keterangan:
N = Nilai
SD = Jumlah sekor yang diperoleh SM = Jumlah sekor maksimal
(Sugiyono, 2013: 137) Tabel 4
Klasifikasi Aspek Afektif Siswa
Capaian Optimum Huruf
3,00 < N ≤ 4,00 SB (Sangat Baik)
2,00 < N ≤ 3,00 B (Baik)
1,00 < N ≤ 2,00 C (Cukup)
N ≤ 1,00 K (Kurang)
(65)
b. Keterampilan Psikomotorik
Data dihitung menggunakan rumus:
. ... (8) Keterangan:
N = Nilai
SD = Jumlah sekor yang diperoleh SM = Jumlah sekor maksimal
(Sugiyono, 2013: 137) Tabel 5
Klasifikasi Aspek Psikomotorik
Capaian Optimum Huruf Predikat
3,85 < N ≤ 4,00 A SB
(Sangat Baik) 3,51 < N ≤ 3,84 A-
3,18 < N ≤ 3,50 B+
B (Baik) 2,85 < N ≤ 3,17 B
2,51 < N ≤ 2,84 B- 2,18 < N ≤ 2,50 C+
C (Cukup) 1,85 < N ≤ 2,17 C
1,51 < N ≤ 1,84 C-
1,18 < N ≤ 1,50 D+ K
(Kurang) 1,00 < N ≤ 1,17 D
(66)
3.8. Indikator Keberhasilan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar, disebutkan bahwa ketuntasan belajar untuk sikap ditetapkan dengan predikat Baik (B) dan ketuntasan belajar untuk keterampilan ditetapkan dengan capaian optimum 2,67 atau B-. Sedangkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditentukan oleh SMK N 10 Semarang adalah ≥ 75. Ketuntasan klasikal menurut Depdikbud (dalam Trianto, 2010: 241)≥ 75% siswa tuntas.
Berdasarkan uraian di atas, indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah bahwa penelitian akan dinyatakan berhasil apabila peningkatan hasil belajar, yaitu: kognitif mencapai ≥ 75 sedangkan ketuntasan klasikal ≥ 75% siswa tuntas, keterampilan psikomotorik mencapai nilai optimum ≥ 2,67, dan sikap mencapai nilai predikat ≥ B.
(67)
87
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwaPenerapan model pembelajaran Group Investigation pada mata pelajaran simulasi digital pokok bahasan simulasi 3 dimensi di kelas X TIPK 1 SMK N 10 Semarang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif, aspek psikomotorik, dan aspek afektif.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang diberikan untuk meningkatkan hasil belajar menggunakan metode Group Investigation adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan waktu yang digunakan untuk investigasi dan pengerjaan tugas
diberikan sesuai dengan materi yang dibahas.
2. Pengarahan yang berupa materi dan tugas pembelajaran sebaiknya diberikan pada pertemuan sebelumnya, sehingga pada proses pembelajaran, waktu yang tersedia cukup untuk melakukan investigasi.
3. Proses investigasi sebaiknya didukung dengan fasilitas buku dan internet supaya mendapatkan berbagai macam sumber belajar.
4. Sebagai bahan pertimbangan model pembelajaran dalam pembelajaran Simulasi Digital untuk meningkatkan hasil belajar.
(68)
88
Daftar Pustaka
Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ahmad Abu Hamid. 2009. Penelitian Tindakan, Penelitian Kelas, dan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Instruksional Sains.
Asih. 2012.Model-Model Penelitian Tindakan Kelas.
http://didaktik.artikelpendidikan.net. 27 Februari 2015 (22.10).
Budimansyah. 2004. Belajar Kooperatif Model Penyelidikan Kelompok dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Siswa Kelas V SD.Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, S. B. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Dwi Wahyuni, Fihrin, dan Muslimin. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Fisika pada Siswa Kelas XI MA Alkhairat Kalangkangan. Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako 2(1): 36.
Ekawarna. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: GP Press Group. Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Badung: Alfa beta.
Kaniah. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Menjahit Lubang Kancing Passpoile Pelajaran Busana Wanita (Teknik Tailoring) Di Kelas XII Busana 4 SMK Negeri 8 Medan. Jurnal Serambi PTK. 1 (1): 63.
Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Maimunah. 2005. Pembelajaran Volume Bola dengan Belajar Kooperatif Model GI pada Siswa Kelas X SMA Laboratorium UM. Thesis. Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang. Malang.
Miftahul Huda. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur, dan Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nana Sudjana. 2011. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
(69)
N. M. Y. Anita, I. W. Karyasa, dan I. N. Tika. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Self-Efficacy Siswa. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA. 3 (1).
Nur Asma. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas. Oemar Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar.
Rahmi Agustina. 2011. Upaya Meningkatkan Minat Belajar Mahasiswa Melalui Model Pembelajaran Group Investigation Pada Mata Kuliah Pengetahuan Lingkungan Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jabal Ghafur. Sains Riset. 1 (2).
Ratih Puspita Dewi, Retno S. I. , dan R. Susanti. 2012. Penerapan Model Group Investigation terhadap Hasil Belajar Materi Bahan Kimia di SMP.Unnes Science Education Journal 1(2): 75.
Rochiati Wiriaatmadja. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slamet. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek. Bandung: Nusa Media.
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian PendidikanPendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan Nasional.
Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Supandi. 2005. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode GI untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMAN 2 Trawas Mojokerto. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
(70)
LAMPIRAN 1
DAFTAR NAMA SISWA KELAS UJI COBA (XI RPL 1)
SMK N 10 SEMARANG TAHUN AJARAN 2014/2015
NO KODE NAMA SISWA L/P
1 UC-01 A. SYAIFUDIN L
2 UC-02 ANNIS ANITASARI P
3 UC-03 BAGUS SYAIFUL ANAN L
4 UC-04 BAYU ANDREAN SYAH L
5 UC-05 ELVERA INDAHS ARI M. P
6 UC-06 FACHRI SETIAWAN L
7 UC-07 FEBBY DWIKI UTAMI P
8 UC-08 FIFI OKTANINGTYAS P
9 UC-09 FIFIANA NITASARI P
10 UC-10 FIRMAN AJI PRATAMA L
11 UC-11 GEMA PUTRA PRATAMA L
12 UC-12 HENRY EKASAPUTRA L
13 UC-13 IKA PRATIWI DAMAYANTI P
14 UC-14 IRA YULIANA P
15 UC-15 ISNAENI SAFITRI P
16 UC-16 KRESNA ADEVERRA L
17 UC-17 MAULANA ISMAIL BILAH L
18 UC-18 MEGGY ADHITYA N. L
19 UC-19 MOHAMMAD SAFI'I L
20 UC-20 MUHAMMAD ERI K. L
21 UC-21 NANDA NUR AZIZAH P
22 UC-22 OSCHARIL AJI MUKTI L
23 UC-23 PUPUT MEYLIA P
24 UC-24 RAFLI NUGRAHA F. L
25 UC-25 RICO DAVID S. L
26 UC-26 RIZKY KURNIAWAN L
27 UC-27 RONI EKA SETIAWAN L
28 UC-28 SAFIRA BERLIANA Y. A. P
29 UC-29 SEKAR AYU VENINA P
30 UC-30 SIGIT ARI MIARTO L
31 UC-31 SURYO OCTAV M. L
(1)
(2)
LAMPIRAN 62
(3)
LAMPIRAN 63
(4)
LAMPIRAN 64
(5)
LAMPIRAN 65
(6)