- 5 - 1.2.
TUJUAN
Tujuan kajian ini adalah untuk menyusun sebuah instrumen evaluasi pembangunan desa yang dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat capaian
keberhasilan pembangunan desa sebagaimana yang telah di targetkan di dalam RPJMN 2015-2019.
1.3. SASARAN
Sasaran kajian ini adalah tersusunya sebuah instrumen evaluasi pembangunan desa yang dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat capaian
keberhasilan pembangunan desa sebagaimana yang telah di targetkan di dalam RPJMN 2015-2019.
1.4. KELUARAN
Keluaran kajian ini adalah diperolehnya sebuah dokumen instrumen evaluasi pembangunan desa yang dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat capaian
keberhasilan pembangunan desa sebagaimana yang telah di targetkan di dalam RPJMN 2015-2019.
1.5. MANFAAT
Manfaat kajian ini adalah tersedianya sebuah alat ukur yang dapat dipergunakan untuk mengetahui tingkat capaian keberhasilan pembangunan desa
sebagaimana yang telah di targetkan di dalam RPJMN 2015-2019.
- 6 - 1.6.
RUANG LINGKUP
1.6.1 Lingkup Pelaksanaan
1. Persiapan
2. Rapat Rutin Tim Pelaksana
Pelaksanaan rapat rutin tim pelaksana, akan dilaksanakan di provinsi DKI Jakarta sebanyak 2 kali setiap bulannya, selama periode Januari
sd Desember 2016 dengan bentuk pelaksanaan halfday. Adapun tujuannya adalah untuk membahas permasalahankendala yang
dihadapi selama berjalannya kegiatan ini.
3. Focus Group Discussion FGD di Provinsi DKI Jakarta
Pelaksanaan FGD akan dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 3 kali selama periode Januari sd Desember 2016 dengan bentuk
pelaksanaan halfday. Adapun tujuannya adalah untuk memperoleh masukan dari stakeholdernarasumber di tingkat pusat terhadap
kegiatan ini.
4. Focus Group Discussion FGD di Daerah
Pelaksanaan FGD akan dilaksanakan di provinsi Papua Barat dan provinsi Maluku Utara sebanyak 1 kali selama periode Januari sd
Desember 2016 dengan bentuk pelaksanaan fullfday. Adapun tujuannya adalah untuk memperoleh masukan dari stakeholder
narasumber di
daerah terhadap
draft instrumen
evaluasi pembangunan perdesaan lingkup desa ini.
- 7 - 5.
Kunjungan Lapangan ke Daerah Kunjungan lapangan akan dilaksanakan di provinsi Papua Barat dan
provinsi Maluku Utara sebanyak 1 kali selama periode Januari sd Desember 2016. Adapun tujuannya adalah untuk melaksanakan FGD
dengan stakeholdernarasumber di daerah dan sekaligus melakukan uji coba kuesioner.
6. Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan dan analisis data, akan dilaksanakan sepanjang kurun waktu dari bulan Januari sd November 2016. Adapun tujuan dari
pengumpulan dan analisis data ini, adalah untuk merumuskan data- data apa saja yang diperlukan untuk dapat mengetahui tingkat
perkembangan pembangunan desa secara tahunan.
7. Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan terdiri dari 3 tiga tahap, yaitu tahap pertama adalah menyusun laporan awal, tahap kedua menyusun laporan
antara dan tahap ketiga adalah menyusun laporan akhir.
1.6.2 Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan kajian perkembangan pembangunan desa ini, adalah pada desa-desa yang termasuk ke dalam lingkup desa tertingal, desa berkembang dan
desa mandiri, sebagaimana yang terdapat di dalam dokumen Indeks Pembangunan Desa IPD tahun 2015. Sementara itu lingkup unit analisisnya adalah desa-desa
yang berada di provinsi Papua Barat dan provinsi Maluku Utara.
- 8 - 1.7.
METODOLOGI
Metode analisis yang dipergunakan dalam menyusun instrumen evaluasi pembangunan perdesaan lingkup desa ini, adalah menggunakan analisis deskriptif
kualitatif. Sumber data utama yang dianalisis ada kuesioner Potensi Desa Podes tahun 2014 dan juga beberapa dokumenreferensi terkait lainnya. Adapun keluaran
hasil analisis tersebut berupa kuesioner baru yang sudah disempurnakan atau disebut sebagai instrumen evaluasi pembangunan perdesaan.
Mengacu kepada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN Tahun
2015 - 2019, Buku-II, Bab-VIII, Point 8.2.5 disebutkan bahwa: sasaran pembangunan desa dan kawasan perdesaan adalah mengurangi jumlah desa tertinggal sampai
5.000 desa dan meningkatkan jumlah desa mandiri sedikitnya 2.000 desa.
Dalam upaya mewujudkan sasaran tersebut di atas, Pemerintah kemudian menjabarkan sasaran tersebut secara tahunan, dan pada tahun 2015 tahun awal
pelaksanaan, pemerintah mentargetkan sasarannya adalah mengurangi jumlah desa tertinggal sampai 500 desa dan meningkatkan jumlah desa mandiri sedikitnya
200 desa. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat capaian keberhasilan pembangunan desa, diperlukan suatu instrumen pengukuran yang memadai untuk
menggambarkan perkembangan pembangunan desa dari tahun ke tahunnya before and after.
IPD 2015 yang datanya bersumber dari Podes 2014 dapat digunakan sebagai baseline untuk mengetahui tingkat capaian pembangunan desa sebagaimana yang
diamanatkan di dalam RPJMN 2015-2019. Oleh karena data Podes baru akan di update pada tahun 2018, maka diperlukan proxy untuk melihat perkembangan desa
secara tahunan.
- 9 - Secara skematis, kerangka berfikir kajian penyusunan instrumen evaluasi
pembangunan perdesaan lingkup desa ini, di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1 Kerangka Berfikir Penyusunan Instrumen Evaluasi
Pembangunan Perdesaan Lingkup Desa
- 10 - 1.8.
JADWAL KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan selama 12 dua belas bulan, terhitung dari bulan Januari sd Desember 2016 dengan jadwal pelaksanaan kegiatan sebagai
berikut:
Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan Kajian Penyusunan Instrumen Evaluasi Pembangunan
Perdesaan Lingkup Desa
NO. KEGIATAN
TAHUN 2016 01
02 03
04 05
06 07
08 09
10 11
12
1. Persiapan
2. Rapat Rutin Tim Pelaksana
3. FGD di Prov. DKI Jakarta
4. FGDFieldtrip ke Prov. Papua Barat
5. FGDFieldtrip ke Prov. Maluku Utara
6. Pengumpulan dan Analisis Data
7. Penyusunan Laporan
1.9. SISTEMATIKA PENULISAN
Kajian penyusunan instrumen evaluasi pembangunan perdesaan lingkup desa ini, disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan tentang latar belakang, tujuan, sasaran, keluaran, manfaat, ruang lingkup, metodologi, kerangka berfikir dan jadwal kegiatan
serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan tentang pengertian desa dalam perskpektif teoritis,
pengertian pembangunan perdesaan, UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, pembangunan desa dengan pendekatan desa membangun, pembangunan
desa dengan pendekatan membangun desa.
- 11 - BAB III METODOLOGI
Bab ini memaparkan tentang model dan juga pendekatan yang dipergunakan dalam rangka penyusunan instrumen evaluasi pembangunan
perdesaan lingkup desa.
BAB IV ANALISIS PENYUSUNAN INSTRUMEN EVALUASI PEMBANGUNAN DESA LINGKUP DESA
Bab ini memaparkan tentang pembangunan desa dan kawasan perdesaan dalam RPJMN tahun 2015-2019, dimensi pembangunan desa, kuesioner
instrumen data desa, dan paradigma pembangunan desa dalam dimensi sosial, politik, budaya dan ekonomi
BAB V PENUTUP Bab ini memaparkan tentang kesimpulan dan rekomendasi dalam rangka
penyusunan instrumen evaluasi pembangunan perdesaan lingkup desa.
- 12 - BAB - II
LANDASAN TEORI
2.1. PENGERTIAN DESA DALAM PERSKPEKTIF TEORITIS
Dalam upaya memahami desa maka perlu dipahami beberapa konsep yang berkaitan dengan desa meliputi : rural, urban, suburban atau rurban, village, town
dan city. Rural dalam Kamus Lengkap nggris ndonesia, ndonesia-lnggeris
suntingan S. WoJowasito dan W.J.S Poerwodarminto diartikan seperti desa,
seperti di desa dan urban diartikan kota, seperti di kota . Rural atau yang secara umum diterjema
hkan menjadi pedesaan bukanlah desa village. Demikian pula urban atau yang umum diterjemahkan menjadi perkotaan, juga bukan kota town,
city.
Dengan demikian hakekatnya konsep rural dan urban lebih menunjuk kepada karakteristik masyarakatnya, sedangkan village, town, dan city sering mengacu
kepada suatu unit teritorial. Village, town dan city sering dipertegas identitasnya sebagai suatu unit teritorial-administratif atau berkaitan dengan kekotaprajaan
municipality. Dalam kaitan ini suatu daerah dan komunitas pedesaan rural area and community dapat mencakup sejumlah desa village.
Sedangkan Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai komunitas
kecil yang menetap tetap di suatu te mpat
: . al ini dilakukan untuk
membedakannya dari masyarakat berburu dan meramu suku terasing yang senantiasa berpindah tempat sesuai wilayah tempat tanaman masak atau hewan
perburuan berada. Desa, sebaliknya, berisi orang-orang yang bisa melakukan domestikasi ternak atau bercocok tanam tanpa perlu berpindah tempat lagi. Dengan
demikian akumulasi kekayaan semakin nyata.
- 13 - Egon E. Bergel 1955:121 Mendefinisikan desa sebagai setiap permukiman
para petani peasants. Ini merupakan cara pandang lama yang melihat desa secara homogen sebagai tempat berkumpulanya petani. Pada kenyataannya desa sejak
lama sudah bersifat heterogen dalam aspek ekonomi, sosial dan politik, meskipun tdaik sekompleks perkotaan.
Paul H. Landis 1948:12-13, mendefinisikan desa dengan cara memilah menjadi tiga macam sesuai dengan tujuan analitiknya. Untuk tujuan analisa statistik,
desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya kurang dari 2.500 orang. Untuk tujuan analisa sosial-psikologik, desa didefinisikan sebagai suatu
lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan yang akrab dan serba informal diantara sesama warganya. Sedangkan untuk tujuan analisa ekonomik, desa
didefinisikan sebagai suatu lingkungan yang penduduknya tergantung kepada pertanian. Pandangan ini tidak sepenuhnya cocok untuk wilayah desa di Indonesia
yang bisa mencakup penduduk lebih dari 6.000 orang dan tidak semata-mata mengacu kepada ekonomi pertanian. Walaupun demikian, kondisi sosial-psikologik
masih akrab dan cenderung informal.
Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman dalam T.L. Smith dan P.E. Zop. 1970 mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar dalam menentukan
karakteristik desa dan kota, dengan mendasarkan pada : mata pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk, lingkungan, differensiasi sosial, stratifikasi
sosial, interaksi sosial dan solidaritas sosial. Dalam hal ini perdesaan dicirikan oleh masyarakat yang didominasi mata pencaharian di bidang pertanian, dengan ukuran
komunitas kecil, tingkat kepadatan penduduk rendah, lingkungan alam relatif masih mengarahkan pola tingkah laku penduduk, diferensiasi dan stratifikasi sosial
masyarakat sederhana, interaksi sosial masih kuat, dan solidaritas sosial masih tinggi.
- 14 - Menurut Rouceck dan Warren 1962, masyarakat desa memiliki
karakteristik sebagai berikut: 1 besarnya peranan kelompok primer tatap muka berbasis hubungan kekeluargaan dan ketetanggaan; 2 faktor geografik yang
menentukan sebagai dasar pembentukan kelompokasosiasi; 3 hubungan lebih bersifat intim dan awet; 4 homogen; 5 mobilitas sosial rendah; 6 keluarga lebih
ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi; 7 populasi anak dalam proporsi yang besar.
Sedangkan karakteristik kota adalah sebagai berikut: 1 besarnya peranan kelompok sekunder berbasis kepentingan; 2 anonimitas merupakan ciri
kehidupan masyarakatnya; 3 heterogen; 4 mobilitas sosial tinggi; 5 tergantung pada spesialisasi; 6 hubungan antara orang satu dengan yang lain lebih didasarkan
atas kepentingan daripada kedaerahan; 7 lebih banyak tersedia lembaga atau fasilitas untuk mendapatkan barang dan pelayanan; 8 lebih banyak mengubah
lingkungan.
Dengan bersikap kritis terhadap kesimpulan para ahli di atas, pengertian perdesaan yang perlu diambil di sini merupakan wilayah yang terdiri dari satu atau
lebih desa, yang dicirikan oleh pemukiman yang didominasi ekonomi berbasis rumah tangga atau usaha kecil yang memiliki struktur modal dan cara kerja tertentu,
pranata dan organisasi kecil yang masih mempertimbangkan hubungan genealogis dan teritorial, memiliki diferensiasi dan stratifikasi sosial yang sederhana sehingga
spesialisasi belum berkembang, serta menganut sistem politik patrimonial yang masih mempertimbangkan person. Perdesaan hanya mungkin dilihat dalam
hubungannya dengan perkotaan, karena secara universal desa-desa yang muncul selalu memiliki hubungan dengan kota.
Wujud desa-desa di Indonesia beragam seiring dengan kebhinekaan Indonesia, sehingga sangat sulit untuk membuat suatu generalisasi karakteristik
desa di Indonesia yang khas dan membedakannya dari desa-desa negara lain. Istilah desa semula hanya dikenal di Jawa, Madura dan Bali. Desa dan dusun berasal dari
bahasa sanskerta yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Sutardjo Kartohadikoesoem
o mendefinisikan desa sebagai, suatu kesatuan hukum,
- 15 - dimana bertempat tinggal suatu masyarakat, yang berkuasa mengadakan
pemerintahan sendiri . Sedangkan di wilayah lainnya terdapat nama lokal untuk daerah kesatuan hukum semacam desa di Jawa tersebut, contohnya Nagari di
Sumatera Barat, Huta di Tapanuli, Wanua di Minahasa, Gaukang di Makasar dan sebagainya.
2.2. PENGERTIAN PEMBANGUNAN PERDESAAN