Analisis ekspor teh hitam indonesia

(1)

ANALISIS EKSPOR TEH HITAM INDONESIA

Oleh :

TRISNANDAR SETIAWAN A14102586

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

TRISNANDAR SETIAWAN, 2005. Analisis Ekspor Teh Hitam Indonesia. (Dibawah Bimbingan SRI HARTOYO)

Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai peranan penting dalam menunjang perekonomian Indonesia adalah perkebunan. Pada tahun 2002 sektor perkebunan memberikan kontribusi sekitar 15.88% dari keseluruha n sektor pertanian atau berada pada urutan kedua penyumbang PDB sektor pertanian. Komoditas teh merupakan salah satu dari beberapa komoditas perkebunan yang turut memberikan kontribusi cukup besar dalam menghasilkan devisa. Pada tahun 2002 komoditas ini komoditas teh berhasil menyumbang sebesar Rp. 91.8 milyar. Selain dapat meningkatkan devisa sektor ini juga bisa menjadi jawaban untuk menanggulangi masalah tingginya tingkat pengangguran karena sektor ini sebagian besar bersifat padat karya (Spillane, 1992). Melihat cukup besarnya kontribusi yang dihasilkan komoditas ini, maka adalah sangat penting untuk menjaga agar komoditas ini bisa terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Maka untuk menunjang tujuan tersebut diperlukan adanya studi-studi untuk bisa mengembangkan komoditas ini.

Permasalahan klasik ekspor produk pertanian Indonesia ke pasar internasional selalu berulang, tak terkecuali dengan teh. Komoditas yang menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia ini masih dihadapkan pada setumpuk masalah. Perkembangan ekspor teh Indonesia ke mancanegara terlihat cenderung berfluktuasi. Hal ini diperkirakan terjadi karena berbagai faktor antara lain misalnya di tengah persaingan negara-negara produsen dalam meningkatkan produksinya di sisi lain terjadi hal berkebalikan. Selama periode tahun 2000 dan 2001, Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) mencatat perkembangan tingkat konsumsi teh ternyata malah menurun sekitar 0.86% menjadi oversupply

yang biasanya diserap tahun berikutnya. Tingginya surplus ini telah me mbuat persaingan antar negara produsen semakin ketat dan menekan harga teh hitam hampir di berbagai tempat lelang, kecuali di Sri Langka dan bangladesh. Harga rata-rata di Jakarta mengalami penurunan sebesar 19.12 % selama kurun waktu 2000-2001. Pada masa krisis volume ekspor teh hitam Indonesia malah cenderung menurun padahal dari sisi produksi cenderung relatif stabil. Berarti terdepresiasinya nilai rupiah hanya merupakan bagian dari masalah krisis ekonomi yang memang kompleks.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan domestik, ekspor, dan harga teh hitam Indonesia dan seberapa besar pengaruhnya

2. Menganalisis pengaruh krisis terhadap perdagangan teh hitam Indonesia Sebagai bahan analisa dalam penelitian ini digunakan data-data sekunder berupa deret waktu (time series). Data time series digunakan dari data tahunan selama 25 tahun antara tahun 1979 sampai dengan 2003. Data-data tersebut diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Departeme n Perindustrian dan Perdagangan, Asosiasi Teh Indonesia (ATI), dan Internasional Monetary Fund

(IMF). Penelitian-penelitian terdahulu juga digunakan sebagai sumber data sebagai pelengkap data yang diperlukan.


(3)

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian yang menggunakan model ekonometrika adalah spesifikasi model. Spesifikasi model dilakukan untuk menjelaskan hubungan antar variabel dalam bentuk matematika sehingga fenomena ekonomi dapat dieksplorasi secara empiris spesifikasi model meliputi penentuan peubah penjelas yang terkandung dalam model, tandaan besar koefisien parameter fungsi, dan bentuk matematis model (jumlah persamaan, linier atau non linier, dan lain- lain). Model ekonometrika dalam persamaan ini adalah model persamaan simultan, dimana beberapa variabel dalam setiap persamaan yang membentuk seri persamaan menunjukan saling ketergantungan. Dalam penelitian ini dibuat empat persamaan simultan yaitu produksi, permintaan domestik, penawaran ekspor, dan harga ekspor teh hitam Indonesia. Berdasarkan pendugaan model persamaan yang telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah pengidentifikasian untuk menentukan metode estimasi. Identifikasi model dengan persamaan simultan berdasarkan order condition. Dari hasil identifikasi yang dilakukan diketahui hasil bahwa semua persamaan dalam model penelitian ini adalah over identified. Maka estimasi parameter persamaan struktural dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Kuadrat Terkecil Dua Tahap (2SLS).

Hasil pendugaan fungsi- fungsi tersebut menunjukan bahwa krisis ekonomi secara nyata menyebabkan penurunan terhadap volume ekspor yang berarti bahwa krisis ekonomi menjadi faktor penghambat dalam penawaran ekspor teh hitam Indonesia. Namun krisis ekonomi tidak berpengaruh secara nyata terhadap harga domestik teh hitam Indonesia.

Produksi teh hitam Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh variabel luas lahan, upah tenaga kerja, serta produksi tahun sebelumnya. kebijakan yang bisa diambil adalah mengenai peningkatan luas lahan apalagi jika ditunjang dengan unsur peningkatan produktivitas. Penawaran domestik teh hitam Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh tingkat kesejahteraan masyarakat yang diwakili oleh PDB dan permintaan domestik teh hitam tahun sebelumnya. Tanda parameter untuk PDB negatif kemudian lag permintaan positif. Penawaran ekspor teh hitam Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar Amerika, dan dummy krisis, serta lag penawaran ekspor teh hitam tahun sebelumnya. Harga domestik teh hitam Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh dua variabel penjelas yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta lag harga domestik teh hitam tahun sebelumnya.

Dengan melihat faktor apa saja yang berpengaruh dalam model maka terdapat beberapa cara untuk bisa meningkatkan bisnis teh hitam ini antara lain adalah meningkatkan konsumsi masyarakat Indonesia. Hal yang bisa dilakukan adalah misalnya kampanye yang menyadarkan masyarakat tentang pentingnya teh dan tentunya peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kenaikan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia juga menjadi penting karena ketika terjadi penurunan konsumsi teh dunia, maka konsumsi domestik bisa menjadi faktor pembantu tetap hidupnya industri ini. Indonesia diharapkan bisa memperbaiki posisinya (bargaining position) dalam penentuan harga di pasar internasional melalui penciptaan jaringan pemasaran yang kuat dan kerjasama yang baik.

Indonesia diharapkan juga bisa mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen negara-negara pengimpor yang mungkin memiliki karakteristik yang berbeda-beda adalah hal lain yang perlu dilakukan. Dengan melakukan hal tersebut diharapkan Indonesia bisa memenuhi kebutuhan tersebut agar pangsa


(4)

pasar dapat dipertahantakan bahkan ditingkatkan dan bisa mengambil keuntungan dari hubungan perdagangan tersebut. Peningkatan produktivitas juga diharapkan bisa dilakukan.


(5)

ANALISIS EKSPOR TEH HITAM INDONESIA

OLEH:

TRISNANDAR SETIAWAN A 14102586

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005


(6)

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan skripsi yang ditulis oleh: Nama : Trisnandar Setiawan

NRP : A 14102586

Program Studi : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Petanian Judul : Analisis Ekspor Teh Hitam Indonesia

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS NIP : 131 124 021

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP: 130 422 698


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS EKSPOR TEH HITAM INDONESIA” INI BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN YANG PERNAH DITULIS OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, November 2005

Trisnandar Setiawan A 14102586


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 14 juni 1981. penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara pasangan bapak Odih Setiawan dan ibu Tetti Herawati.

Mulai tahun 1985 penulis disekolahkan selama 2 tahun di taman kanak-kanak Al Hikmah. Pada tahun 1987 penulis masuk SDN 1 Pakuhaji, dan lulus tahun 1993 kemudian melanjutkan ke SLTPN I Parungkuda, Sukabumi dan lulus pada tahun 1996. Setelah itu penulis masuk ke SMUN I Cibadak, Sukabumi dan berhasil lulus pada tahun 1999, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Agribisnis, jurusan Manajemen Agribisnis di Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(9)

KATA PENGANTAR

Seluruh puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, tiada Tuhan selain Allah, karena hanya dengan rahmat, karunia dan ridho-Nya, maka penulisan Skripsi dengan judul Analisis Ekspor Teh Hitam Indonesia ini dapat penulis selesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjunan kita nabi Muhammad saw. para saudara, sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sadar bahwa penulisan ini tentunya tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi penulis selama penelitian di Institut Pertanian Bogor.

2. Ibu Henny K. Daryanto sebagai dosen penguj i utama dan bapak Dwi sebagai dosen penguji kedua.

3. Ibu Yayah Wagiono sebagai Ketua Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

4. Ibu Dahlia sebagai salah satu staf dari Assosiasi Teh Indonesia yang telah bersedia memberikan bimbingan dan informasi mengenai data-data penelitian.

5. Ibu dan Bapak serta kakak dan adik-adikku semua yang telah memberikan semangat moril, materil dan juga doa.

6. Mas Ma’sum dan Mas Farid yang telah meluangkan waktunya untuk konsultasi berbagai permasalahan dalam penelitian ini.

7. Keluarga Uwa Endang yang telah banyak membentu selama penulis berada di Bogor.


(10)

8. Keluarga Uwa Yusuf dan Mas Tedy yang telah banyak membantu selama penulis berada di Sukabumi

9. Yussy Ekayanti Rizkiani Chauli atas perhatian dan doanya selama ini. 10. Terimakasih juga untuk saudara dan sahabatku seperjuangan Adi, Dwi,

Ongky, Muser, Gory, Kiki, Ryan, Ewing, dan Yandri yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

11. Teman-temanku Aep, Dolly, Heru, Edwin, Sam, Uwi, Nenti, Tatiek,Vanny,Teri, Tatha, Mira, Mia, Ida, serta semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu, semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Amin.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya untuk penulis pribadi dan umumnya unt uk semua pihak yang berkepentingan, serta perkembangan ilmu penegetahuan.

Bogor, November 2005


(11)

ANALISIS EKSPOR TEH HITAM INDONESIA

Oleh :

TRISNANDAR SETIAWAN A14102586

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

RINGKASAN

TRISNANDAR SETIAWAN, 2005. Analisis Ekspor Teh Hitam Indonesia. (Dibawah Bimbingan SRI HARTOYO)

Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai peranan penting dalam menunjang perekonomian Indonesia adalah perkebunan. Pada tahun 2002 sektor perkebunan memberikan kontribusi sekitar 15.88% dari keseluruha n sektor pertanian atau berada pada urutan kedua penyumbang PDB sektor pertanian. Komoditas teh merupakan salah satu dari beberapa komoditas perkebunan yang turut memberikan kontribusi cukup besar dalam menghasilkan devisa. Pada tahun 2002 komoditas ini komoditas teh berhasil menyumbang sebesar Rp. 91.8 milyar. Selain dapat meningkatkan devisa sektor ini juga bisa menjadi jawaban untuk menanggulangi masalah tingginya tingkat pengangguran karena sektor ini sebagian besar bersifat padat karya (Spillane, 1992). Melihat cukup besarnya kontribusi yang dihasilkan komoditas ini, maka adalah sangat penting untuk menjaga agar komoditas ini bisa terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Maka untuk menunjang tujuan tersebut diperlukan adanya studi-studi untuk bisa mengembangkan komoditas ini.

Permasalahan klasik ekspor produk pertanian Indonesia ke pasar internasional selalu berulang, tak terkecuali dengan teh. Komoditas yang menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia ini masih dihadapkan pada setumpuk masalah. Perkembangan ekspor teh Indonesia ke mancanegara terlihat cenderung berfluktuasi. Hal ini diperkirakan terjadi karena berbagai faktor antara lain misalnya di tengah persaingan negara-negara produsen dalam meningkatkan produksinya di sisi lain terjadi hal berkebalikan. Selama periode tahun 2000 dan 2001, Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) mencatat perkembangan tingkat konsumsi teh ternyata malah menurun sekitar 0.86% menjadi oversupply

yang biasanya diserap tahun berikutnya. Tingginya surplus ini telah me mbuat persaingan antar negara produsen semakin ketat dan menekan harga teh hitam hampir di berbagai tempat lelang, kecuali di Sri Langka dan bangladesh. Harga rata-rata di Jakarta mengalami penurunan sebesar 19.12 % selama kurun waktu 2000-2001. Pada masa krisis volume ekspor teh hitam Indonesia malah cenderung menurun padahal dari sisi produksi cenderung relatif stabil. Berarti terdepresiasinya nilai rupiah hanya merupakan bagian dari masalah krisis ekonomi yang memang kompleks.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan domestik, ekspor, dan harga teh hitam Indonesia dan seberapa besar pengaruhnya

2. Menganalisis pengaruh krisis terhadap perdagangan teh hitam Indonesia Sebagai bahan analisa dalam penelitian ini digunakan data-data sekunder berupa deret waktu (time series). Data time series digunakan dari data tahunan selama 25 tahun antara tahun 1979 sampai dengan 2003. Data-data tersebut diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Departeme n Perindustrian dan Perdagangan, Asosiasi Teh Indonesia (ATI), dan Internasional Monetary Fund

(IMF). Penelitian-penelitian terdahulu juga digunakan sebagai sumber data sebagai pelengkap data yang diperlukan.


(13)

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian yang menggunakan model ekonometrika adalah spesifikasi model. Spesifikasi model dilakukan untuk menjelaskan hubungan antar variabel dalam bentuk matematika sehingga fenomena ekonomi dapat dieksplorasi secara empiris spesifikasi model meliputi penentuan peubah penjelas yang terkandung dalam model, tandaan besar koefisien parameter fungsi, dan bentuk matematis model (jumlah persamaan, linier atau non linier, dan lain- lain). Model ekonometrika dalam persamaan ini adalah model persamaan simultan, dimana beberapa variabel dalam setiap persamaan yang membentuk seri persamaan menunjukan saling ketergantungan. Dalam penelitian ini dibuat empat persamaan simultan yaitu produksi, permintaan domestik, penawaran ekspor, dan harga ekspor teh hitam Indonesia. Berdasarkan pendugaan model persamaan yang telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah pengidentifikasian untuk menentukan metode estimasi. Identifikasi model dengan persamaan simultan berdasarkan order condition. Dari hasil identifikasi yang dilakukan diketahui hasil bahwa semua persamaan dalam model penelitian ini adalah over identified. Maka estimasi parameter persamaan struktural dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Kuadrat Terkecil Dua Tahap (2SLS).

Hasil pendugaan fungsi- fungsi tersebut menunjukan bahwa krisis ekonomi secara nyata menyebabkan penurunan terhadap volume ekspor yang berarti bahwa krisis ekonomi menjadi faktor penghambat dalam penawaran ekspor teh hitam Indonesia. Namun krisis ekonomi tidak berpengaruh secara nyata terhadap harga domestik teh hitam Indonesia.

Produksi teh hitam Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh variabel luas lahan, upah tenaga kerja, serta produksi tahun sebelumnya. kebijakan yang bisa diambil adalah mengenai peningkatan luas lahan apalagi jika ditunjang dengan unsur peningkatan produktivitas. Penawaran domestik teh hitam Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh tingkat kesejahteraan masyarakat yang diwakili oleh PDB dan permintaan domestik teh hitam tahun sebelumnya. Tanda parameter untuk PDB negatif kemudian lag permintaan positif. Penawaran ekspor teh hitam Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar Amerika, dan dummy krisis, serta lag penawaran ekspor teh hitam tahun sebelumnya. Harga domestik teh hitam Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh dua variabel penjelas yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serta lag harga domestik teh hitam tahun sebelumnya.

Dengan melihat faktor apa saja yang berpengaruh dalam model maka terdapat beberapa cara untuk bisa meningkatkan bisnis teh hitam ini antara lain adalah meningkatkan konsumsi masyarakat Indonesia. Hal yang bisa dilakukan adalah misalnya kampanye yang menyadarkan masyarakat tentang pentingnya teh dan tentunya peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kenaikan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia juga menjadi penting karena ketika terjadi penurunan konsumsi teh dunia, maka konsumsi domestik bisa menjadi faktor pembantu tetap hidupnya industri ini. Indonesia diharapkan bisa memperbaiki posisinya (bargaining position) dalam penentuan harga di pasar internasional melalui penciptaan jaringan pemasaran yang kuat dan kerjasama yang baik.

Indonesia diharapkan juga bisa mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen negara-negara pengimpor yang mungkin memiliki karakteristik yang berbeda-beda adalah hal lain yang perlu dilakukan. Dengan melakukan hal tersebut diharapkan Indonesia bisa memenuhi kebutuhan tersebut agar pangsa


(14)

pasar dapat dipertahantakan bahkan ditingkatkan dan bisa mengambil keuntungan dari hubungan perdagangan tersebut. Peningkatan produktivitas juga diharapkan bisa dilakukan.


(15)

ANALISIS EKSPOR TEH HITAM INDONESIA

OLEH:

TRISNANDAR SETIAWAN A 14102586

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005


(16)

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan skripsi yang ditulis oleh: Nama : Trisnandar Setiawan

NRP : A 14102586

Program Studi : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Petanian Judul : Analisis Ekspor Teh Hitam Indonesia

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS NIP : 131 124 021

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP: 130 422 698


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS EKSPOR TEH HITAM INDONESIA” INI BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN YANG PERNAH DITULIS OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, November 2005

Trisnandar Setiawan A 14102586


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 14 juni 1981. penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara pasangan bapak Odih Setiawan dan ibu Tetti Herawati.

Mulai tahun 1985 penulis disekolahkan selama 2 tahun di taman kanak-kanak Al Hikmah. Pada tahun 1987 penulis masuk SDN 1 Pakuhaji, dan lulus tahun 1993 kemudian melanjutkan ke SLTPN I Parungkuda, Sukabumi dan lulus pada tahun 1996. Setelah itu penulis masuk ke SMUN I Cibadak, Sukabumi dan berhasil lulus pada tahun 1999, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Agribisnis, jurusan Manajemen Agribisnis di Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(19)

KATA PENGANTAR

Seluruh puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, tiada Tuhan selain Allah, karena hanya dengan rahmat, karunia dan ridho-Nya, maka penulisan Skripsi dengan judul Analisis Ekspor Teh Hitam Indonesia ini dapat penulis selesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjunan kita nabi Muhammad saw. para saudara, sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sadar bahwa penulisan ini tentunya tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi penulis selama penelitian di Institut Pertanian Bogor.

2. Ibu Henny K. Daryanto sebagai dosen penguj i utama dan bapak Dwi sebagai dosen penguji kedua.

3. Ibu Yayah Wagiono sebagai Ketua Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

4. Ibu Dahlia sebagai salah satu staf dari Assosiasi Teh Indonesia yang telah bersedia memberikan bimbingan dan informasi mengenai data-data penelitian.

5. Ibu dan Bapak serta kakak dan adik-adikku semua yang telah memberikan semangat moril, materil dan juga doa.

6. Mas Ma’sum dan Mas Farid yang telah meluangkan waktunya untuk konsultasi berbagai permasalahan dalam penelitian ini.

7. Keluarga Uwa Endang yang telah banyak membentu selama penulis berada di Bogor.


(20)

8. Keluarga Uwa Yusuf dan Mas Tedy yang telah banyak membantu selama penulis berada di Sukabumi

9. Yussy Ekayanti Rizkiani Chauli atas perhatian dan doanya selama ini. 10. Terimakasih juga untuk saudara dan sahabatku seperjuangan Adi, Dwi,

Ongky, Muser, Gory, Kiki, Ryan, Ewing, dan Yandri yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

11. Teman-temanku Aep, Dolly, Heru, Edwin, Sam, Uwi, Nenti, Tatiek,Vanny,Teri, Tatha, Mira, Mia, Ida, serta semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu, semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Amin.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya untuk penulis pribadi dan umumnya unt uk semua pihak yang berkepentingan, serta perkembangan ilmu penegetahuan.

Bogor, November 2005


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.4. Kegunaan Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Komoditas Teh Hitam ... 8

2.2. Penelitian Terdahulu ... 11

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS ... 16

3.1.Ekspor... 17

3.2. Kurs (Exchange Rate ) ... 20

3.3. Krisis . ... 24

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Jenis Dan Sumber Data ... 27

4.2. Spesifikasi Model ... 27

4.2.1. Produksi Teh Hitam Indonesia ... 28

4.2.2. Permintaan Domestik Teh Hitam di Indonesia ... 28

4.2.3. Penawaran Ekspor Teh Hitam Indonesia ... 29

4.2.4. Harga Domestik Teh Hitam Indonesia ... 30

4.2.5. Identitas ... 31

4.3. Identifikasi Model ... 31

4.4. Pengujian ... 32

4.4.1. Uji Autokorelasi ... 32

4.4.2. Elastisitas... 33

4.4.3. Validasi Model ... 33

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1. Sebaran Data Dalam Grafik ... 34

5.1.1. Produksi dan Produktivitas Teh Hitam Indonesia... 34

5.1.2. Tingkat Konsumsi Domestik Teh Hitam Indonesia .... 37

5.1.3. Ekspor Teh Hitam Indonesia... 38

5.2. Pendugaan Fungsi Respon Produksi, Permintaan domestik, Penawaran Ekspor, dan Fungsi Harga Domestik Teh Hitam Indonesia ... 41

5.2.1. Produksi Teh Hitam Indonesia ... 42


(22)

5.2.3. Penawaran Ekspor Teh Hitam Indonesia ... 49 5.2.4. Harga domestik Teh Hitam Indonesia ... 52 5.3. Implikasi Kebijakan ... 54 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57 6.1. Kesimpulan... 57 6.2. Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN ... 62


(23)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Perkembangan Harga Teh Dunia Tahun 2000-2001 5

2 Hasil Identifikasi Model 32

3 Peringkat Negara Produsen Teh Tahun 2001-2002 35 4 Hasil Pendugaan Fungsi Respon Produksi Teh Hitam Indonesia 43 5 Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan Domestik Teh Hitam

Indonesia 46

6 Hasil Pendugaan Fungsi Penawaran Ekspor Teh Hitam

Indonesia 50

7 Hasil Pendugaan Fungsi Harga Domestik Teh Hitam


(24)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Terhadap Ekspor 23 2 Grafik Perkembangan Produksi Teh Hitam Indonesia 34

3 Grafik Produktivitas Teh Hitam Indonesia 36 4 Grafik Perkembangan Tingkat Konsumsi Domestik 47 5 Grafik Perkembangan Volume Ekspor Teh Hitam Indonesia 49 6 Grafik Perkembangan Harga Ekspor Teh Hitam Indonesia (FOB) 51


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Nilai dan Struktur Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2004

Menurut Lapangan Usaha 63

2. Struktur Produk Domestik Bruto Indonesia Sektor Pertanian

Atas Harga Konstan 1993 63

3. Urutan Pendapatan Turunan Sektor Pertanian Indonesia 64 4. Luas Areal, Produksi Dan Ekspor-Impor Komodit Teh

di Indonesia Tahun 1990 – 2003 65

5. Perkembangan Tingkat Konsumsi Teh Dunia Tahun 2000-2001 66

6. Data Dalam Penelitian 67

7. Elastisitas 70

8. Uji Autokorelasi 71

9. Validasi Model Hasil Estimasi 71


(26)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 2004, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang bersumber dari non migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 2095.4 trilyun rupiah atau sekitar 90.98% dari keseluruhan PDB yakni 2303.4 trilyun rupiah. Dari total PDB tersebut sekitar 15.39%-nya berasal dari kegiatan ekonomi berbasis pertanian. Jika diurutkan maka sumbangan sektor ini berada pada urutan ke tiga penyumbang PDB nasional atau setara dengan Rp. 354.4 trilyun rupiah. Menurut data-data tersebut jelas sektor pertanian adalah salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Nilai dan struktur PDB menurut lapangan usaha pada tahun 2004 disajikan pada Lampiran 1.

Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai peranan penting dalam menunjang perekonomian Indonesia adalah perkebunan. Sektor ini merupakan salah satu panghasil utama komoditas ekspor non migas yang mampu menghasilkan devisa negara dalam jumlah yang besar selain dari sektor perikanan. Pada tahun 2002 sektor perkebunan memberikan kontribusi sekitar 15.88% dari keseluruhan sektor pertanian atau berada pada urutan kedua penyumbang PDB sektor pertanian (Lampiran 2).

Komoditas teh merupakan salah satu dari beberapa komoditas perkebunan yang turut memberikan kontribusi cukup besar dalam menghasilkan devisa. Pada tahun 2002 komoditas ini berhasil menyumbang sebesar 91.8 milyar rupiah dan


(27)

berada pada rangking ke-7 sumber devisa sektor pertanian atau berada di bawah 2 komodotas perkebunan lain yaitu coklat dan kopi (Lampiranl 3). Selain dapat meningkatkan devisa sektor perkebunan juga bisa menjadi jawaban untuk menanggulangi masalah tingginya tingkat pengangguran karena sektor ini sebagian besar bersifat padat karya (Spillane, 1992). Melihat cukup besarnya kontribusi yang dihasilkan komoditas ini, maka adalah sangat penting untuk menjaga agar komoditas ini bisa terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Dalam menunjang hal tersebut, maka diperlukan adanya studi-studi untuk bisa mengembangkan komoditas ini.

Menurut Nugroho (2004) sebagian besar teh yang dihasilkan di Indonesia diproduksi menjadi teh hitam, yaitu sekitar 82%. Produksi teh hitam juga mendominasi produksi teh dunia yaitu sekitar 70-80%, sehingga ekspor teh hitam memegang peranan penting dalam perdagangan teh dunia. Dengan pertimbangan tersebut pulalah maka penelitian ini akan difokuskan untuk mencermati masalah teh hitam saja.

Keberadaan teh Indonesia di dalam pasar internasional banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor- faktor tersebut bisa dari intern di dalam negeri seperti produksi dan kebijakan pemerintah dalam negeri misalnya, maupun faktor- faktor yang berasal dari pasar global atau dunia. Terdapat pula faktor yang menghubungkan keduanya, seperti nilai tukar ataupun perjanjian dan peraturan yang mengatur perdagangan internasional.

Menurut Halwani (2002) sama halnya dengan komoditas ekspor lainnya, arus perdagangan teh Indonesia dipasar internasional sangat peka terhadap nilai tukar. Di Indonesia sendiri terdapat suatu masa ketika nilai tukar berfluktuasi


(28)

dengan sangat signifikan dan berdampak cukup parah terhadap perekonomian. Masa ini sering disebut dengan krisis moneter atau krisis ekonomi.

Krisis ekonomi bermula dari terjadinya gejolak nilai rupiah. Rupiah yang ditutup pada level Rp 4850/dollar AS pada tahun 1997, jatuh dengan cepat ke level sekitar Rp 17000/dollar AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997. Menurut Ismail sebagaimana dikutip dalam Triono (2004), depresiasi rupiah terhadap dolar AS dipicu oleh faktor ekonomi dan non ekonomi. Secara ekonomi, deprsiasi rupiah ditimbulkan oleh terus naiknya defisit neraca transaksi berjalan Indonesia dari 1.5 % tahun 1993 menjadi 3.9 % tahun 1997. Defisit transaksi berjalan mencerminkan ekspor lebih kecil daripada impor dan atau aliran pendapatan yang masuk lebih kecil daripada aliran pendapatan yang keluar. Dengan kata lain kebutuhan dolar sebagai alat pembayaran luar negeri lebih besar daripada yang diterima. Pada masa itu ekonomi Indonesia me ngalami pelambatan secara tajam dalam tingkat pertumbuhan, dari sekitar 4.91% pada tahun 1997 menjadi minus 13.68% pada tahun 1998. Hal tersebut diungkapkan Sumodiningrat, dalamlaporan akhir tahun bidang ekonomi para wartawan kompas tahun 1998.1

Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat di tengah krisis, ternyata sama terpuruknya dan tak mampu memanfaatkan momentum depresiasi rupiah. Seharusnya sektor ekspor bisa meraup banyak keuntungan dan menambah devisa negara untuk menetralisir dampak krisis. Namun selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas anjlok sekitar 34.1 persen dibandingkan periode sama 1997, sementara ekspor nonmigas hanya tumbuh

1 Seasite Indonesia. 21 desember 1998. Laporan Akhir Tahun Bidaang Ekonomi: Krisis Ekonomi 1998 Tragedi tak terlupakan


(29)

5.36 persen. Hal ini adalah akibat dari beban utang, ketergantungan besar pada komponen impor, kesulitan trade financing, dan persaingan ketat di pasar global. Begitu pula dengan bisnis teh yang juga menjadi cenderung berfluktuasi.

1.2. Perumusan Masalah

Komoditas teh hitam Indonesia merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia sejak perang dunia II. Tercatat bahwa komoditas ini pada tahun 2001 telah menyumbang sekitar 98 milyar rupiah bagi devisa ne gara (lampiran 3). Namun pada perkembangannya sektor ini mengalami berbagai macam kendala seperti penurunan volume, nilai, harga, dan pangsa pasar. Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) mencatat perkembangan ekspor teh Indonesia ke mancanegara selama kurun waktu lima tahun terakhir ini cenderung berfluktuasi. Sulitnya pemasaran, terjadinya kelebihan penawaran teh hitam dunia sampai krisis ekonomi yang terjadi dianggap sebagai pemicunya2.

Kelebihan penawaran komoditas teh dunia terjadi sebagai akibat dari menurunnya tingkat konsumsi dunia terhadap teh hitam (lampiran 5). Sementara disisi lain terjadi persaingan peningkatan produksi antar negara-negara produsen. BPEN mencatat, nilai impor dunia untuk teh selama 2002 lalu mencapai US$2.70 miliar turun dibanding tahun 2001 sebesar US$2.86 miliar. Berdasarkan data ATI, dari 1392000 ton teh di pasaran dunia, sekitar 1292000 ton benar-benar terserap atau dikonsumsi, sisanya biasanya diserap tahun berikutnya3. Tingginya surplus ini telah menekan harga teh hitam hampir di berbagai tempat lelang.

2

Techno-Marketing of Tea (TMT) Versi 1,0 Mampu Atasi Problem Industri Teh Indonesia, Himp.Alumni IPB-On line.


(30)

Harga rata-rata di Jakarta mengalami penurunan sebesar 19.12 % selama kurun waktu 2000-2001. Hal tersebut disajikan pada Tabel 1. Fluktuasi ini juga akan mengakibatkan fluktuasi pada penerimaan ekspor. Bukan itu saja, jika hal tersebut terus berlanjut maka dampaknya akan makin terasa pada pabrik pengolahan, petani, dan lembaga pemasaran terkait.

Tabel 1. Perkembangan Harga Teh Dunia Tahun 2000-2001

Negara Harga US$ cent/ kg Perubahan

2000 2001 (%)

India 137.5 134 -2.14

Bangladesh 102 105.5 3.2

Srilangka 145 154 6.28

Jakarta 120 97 -19.12

Mombasa 202 153 -24.26

Limbe 102 87 -14.27

Sumber : International Tea Committee,2002

Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana langkah tepat yang bisa ditempuh agar komoditas teh ini bisa tetap memberikan kontribusi yang positif bagi negeri ini. Namun sebelum melangkah kearah tersebut muncul pertanyaan yaitu faktor apa saja yang bisa mempengaruhi ekspor teh hitam tersebut dan sejauh mana pengaruhnya, dengan mengetahui jawabannya maka akan dapat diketahui penyebab kecendrungan yang terjadi pada volume ekspor teh Indonesia. Selain itu perlu juga kiranya diketahui Hal ini nantinya akan menjadi bahan bagi perumusan strategi untuk bisa tetap mempertahankan bahkan mengembangkan bisnis teh hitam ini.


(31)

Pada masa krisis ekonomi terdepresiasinya rupiah menyebabkan biaya produksi setiap kilogram teh menjadi sangat rendah dibandingkan dengan harga dunia yang terjadi atau masih ada rentang harga yang relatif besar. Kendati terjadi kelebihan pasokan pelaku bisnis teh Indonesia tetap harus berusaha meningkatkan produksi dan penawaran ekspornya4. Namun pada kenyataannya, volume ekspor teh hitam Indonesia pada masa tersebut malah cendrung menurun (lampiran 4). Berarti terdepreiasinya nilai rupiah hanya merupakan bagian dari masalah krisis ekonomi yang memang komplek. Hal tersebut membuat suatu pertannyaan seberapa jauh krisis ekonomi ini mempengaruhi pergerakan volume ekspor dan harga domestik teh hitam di Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fenomena dan identifikasi masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi ekspor, produksi, permintaan domestik, dan harga teh hitam Indonesia dan seberapa besar pengaruhnya.

2. Menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap volume dan harga perdagangan teh hitam Indonesia

1.4.Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam pengembangan ekspor teh Indonesia dimasa yang akan datang. Bagi penulis, penelitian ini sangat bermanfaat untuk melatih


(32)

kemampuan analisa dalam memecahkan permasalahan berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan wawasan baru. Penulisan ini juga diharapkan akan dapat menambah pengetahuan dan sebagai bahan rujukan dan informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komoditas Teh Hitam

Bagi masyarakat Indonesia, teh sebenarnya tidak pernah bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Hampir setiap hari kita meminum teh, baik di rumah, di rumah makan, bahkan juga di pinggir jalan atau lapangan olahraga. Minuman teh juga bisa ditemukan di mana- mana di Indonesia. Menurut Spillane (1992), tanaman teh (Camellia sinensis) pertama kali dikenal oleh Kaisar Shen Nung di Cina pada tahun 2737 sebelum masehi, mulai ditanam di Indonesia sejak tahun 1826. Sejak sebelum perang dunia II, teh merupakan salah satu andalan ekspor komoditas perkebunan Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, komoditas teh dirasakan sangat menguntungkan penjajah, sehingga pada masa itu sampai terjadi pemaksaan untuk menanamnya.

Di Indonesia teh dihasilkan oleh tiga badan usaha, yaitu perkebunan besar negara (PBN), perkebunan besar swasta (PBS), dan perkebunan rakyat (PR). Potensi paling besar dalam berproduksi dimiliki oleh perkebunan besar negara karena perkebunan ini memiliki teknik budidaya dan fasilitas pengolahan yang lebih baik dari perkebunan swasta dan perkebunan rakyat (Spillane, 1992). Perkebunan besar negara tergabung dalam PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) yang berstatus BUMN.

Produksi teh Indonesia dapat digolongkan fluktuatif. Pada tahun 1990, produksi teh Indonesia tercatat sekitar 156 ribu ton. Kemudian sempat turun pada tahun 1991, kemudian naik kembali pada tahun 1992. Pada tahun 1998, ketika


(34)

nilai tukar rupiah terhadap dollar jatuh, mencapai di atas Rp 10000 per dollar Amerika Serikat, produksi teh pun meningkat menjadi 167 ribu ton. Akan tetapi, produksinya kemudian turun kembali pada tahun 1999. Pada tahun 2001 produksi teh Indonesia kembali mengalami kenaikan. Untuk lebih jelasnya dapat dicermati pada Lampiran 4.

Dibandingkan keseluruhan produksi dunia yang mencapai sekitar 3 juta ton pada tahun 2002, produksi teh Indonesia terbilang relatif kecil, hanya sekitar lima persen. Akan tetapi, di sisi ekspor, teh Indonesia yang kemudian diekspor kuantitasnya besar, yaitu sekitar 100 ribu ton dari 1391900 ton jumlah teh ekspor yang beredar dari berbagai negara. Ekspor teh Indonesia pada tahun 2001 menduduki peringkat kelima setelah Sri Lanka, Kenya, RRC, dan India1 . Hal ini dikarenakan sebagian besar produksi teh Indonesia dihasilkan untuk kepentingan ekspor, terhitung sekitar 65 persen produksi teh Indonesia dibawa ke pasar internasional bahkan menurut Suryana dan Oktaviani (1994) pada tahun 1992 persentase jumlah produk yang diekspor mencapai 82.3 persen. Dari sini dapat terlihat bahwa dalam perdagangan internasional Indonesia tercatat sebagai produsen dan pengekspor komoditi teh yang patut diperhitungkan.

Menurut Siswoputranto (1976) dalam perdagangan teh dibedakan menjadi

Black Tea (teh hitam) dan Green Tea (teh hijau). Dua produk ini berbeda mutu, rasa, rupa, pasar dan cara pengolahannya. Teh hitam dihasilkan melalui proses ‘fermentasi’ sebelum pengeringan sedangkan teh hijau tidak. Jenis teh hitam adalah jenis yang paling banyak diproduksi di Indonesia sehingga banyak dari kita di Indonesia mungkin hanya mengenal jenis ini saja. Saat ini jenis teh hijau juga

1


(35)

telah banyak diketahui orang, namun di pasaran jenis teh ini tidaklah banyak. Di kalangan sementara pihak ada kepercayaan teh hijau khasiatnya lebih tinggi ketimbang teh hitam. Akan tetapi, mantan Ketua Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Rachmat Badrudin maupun Ketua ATI Insyaf Kamil berpendapat sebenarnya khasiat teh hitam dan teh hijau relatif sama, hanya karena produksi teh hijau ini di dunia memang lebih sedikit, sekitar 20 sampai 30 persen, maka sering kali dianggap teh hijau lebih unggul ketimbang teh hitam2.

Di pasar global, pangsa pasar perdagangan teh dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu (1) Kelompok Pasar-1 yang meliputi pasar teh Polandia, Hongaria, Amerika Serikat dan Kanada (2) Kelompok Pasar-2 terdiri dari pasar Eropa Barat, Australia, Jepang, negara-negara Eropa Timur secara umum, Turki, negara-negara Amerika Utara dan Amerika Selatan secara umum, (3) Kelompok Pasar-3 meliputi pasar teh negara Pakistan, Afghanistan, Mesir, Malaysia, dan Singapura, (4) Kelompok Pasar-4 meliputi pasar teh negara Iran dan negara-negara Timur Tengah secara umum, dan (5) Kelompok Pasar-5 yang meliputi pasar teh negara- negara Irak, Siria, dan Federasi Rusia.

Kebiasaan masyarakat kita minum teh jika diakumulasikan dalam setahun ternyata masih relatif rendah dibandingkan kebiasaan masyarakat Jepang, India, Inggris, atau Sri Lanka dalam mengonsumsi teh. Dalam setahun, orang Indonesia mengonsumsi teh sekitar 250-300 gram saja, atau dalam sehari teh yang kita minum rata-rata berasal kurang dari satu gram bubuk teh, sehingga dapat dimaklumi jika dikatakan bahwa apresiasi konsumen terhadap teh sebagai minuman masih rendah (inferior)2.

2


(36)

2.2. Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian tentang masalah teh hitam sebelumnya telah banyak dilakukan. Pada penelitian-penelitian terdahulu komoditas ini telah dikupas dalam berbagai aspek baik itu aspek teknis, manajemen, kelayakan, bahkan juga aspek ekspor komoditas teh hitam itu sendiri. Pada penulisan ini akan diungkap beberapa hasil penelitian terdahulu yang akan menunjang dan menjadi bahan masukan bagi penelitian ini. Selain itu juga penelitian ini juga bisa menjadi pembanding dan acuan bahwa penelitian yang akan dilakukan nantinya memiliki keunikan yang berbeda dari penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya baik itu dari sisi produk, tematik, maupun alat analisis yang digunakan yang nantinya.

Suryana dan Oktaviani (1994) telah me lakukan penelitian tentang komoditas teh ini. Penelitian yang dilakukannya adalah mengenai kajian usahatani, pemasaran, dan ekspor teh. Penelitian tersebut menggunakan data yang diambil dari tahun 1972 sampai dengan 1992, didalamnya diungkapkan bahwa faktor- faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap ekspor teh Indonesia adalah luas areal, harga teh di Jakarta, dan dummy kebijakan pemerintah berupa devaluasi.

Pada kurun waktu 1972 hingga 1992 produksi Indonesia mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 3.11 persen per tahun, angka tersebut jauh lebih besar dibanding dengan laju pertumbuhan produksi teh dunia yang hanya mencapai 0.62 persen per tahun. Peningkatan produksi ini dikarenakan oleh adanya peningkatan produktivitas dari produsen-produsen lokal. Seiring dengan peningkatan produksi, volume ekspor juga mengalami


(37)

peningkatan bahkan laju pertumbuhannya melebihi pertumbungan produksinya yaitu 6.5 persen per tahun.

Penelitian tentang komoditas teh juga dilakukan oleh Irawati (1996). Penelitian yang dilakukannya adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh hitam Indonesia. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa komoditas teh Indonesia mempunyai prospek yang cukup menjanjikan. Hal ini ditunjukan dengan perkembangan volume ekspor sampai dengan tahun tersebut yang memiliki kecendrungan yang meningkat. Selain itu Irawati juga menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia secara nyata waktu itu adalah harga ekspor, harga domestik, dan nilai tukar.

Hal serupa juga dikemukakan Sihombing (1997) pada penelitiannya yang menganalisis permintaan dan penawaran teh hitam Indonesia di pasar domestik dan internasional. Pada penelitiannya ini disebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia secara nyata, yaitu harga ekspor, harga domestik, dan nilai tukar. Dalam jangka pendek maupun panjang harga teh dipasar domestik tidak responsif terhadap harga ekspor, nilai tukar dan penawaran domestik. Harga ekapor teh itu sendiri lebih responsif terhadap perubahan harga teh dunia baik dalam jangka pendek maupun panjang. Namun karena penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada waktu sebelum terjadi krisis maka terdapat kemungkinan terjadi banyak perubahan. Oleh karena itu diperlukan kembali analisis tentang hal tersebut pada masa sekarang agar komoditas ini tetap dapat menjaga pamornya di mata dunia dan juga tetap menghasilkan banyak devisa bagi negeri ini.


(38)

Penelitian yang menganalisis kelayakan komoditas teh hitam dalam memasuki bursa berjangka komoditi pernah dilakukan oleh Ardiansyah (2002) menceritakan bahwa jika dilihat dari kesiapan teh hitam dalam memasuki Bursa Perdagangan Berjangka Komoditi maka dapat diambil kesimpulan bahwa hanya dua varietas/ grade teh hitam saja yang dapat memasuki pasar tersebut yaitu BOP I (mutu khusus) dan PF II (mutu II). Hal ini didasari oleh standar yang jelas kedua varietas tersebut, serta Carrying Charges yang lebih rendah dari harga barjangkanya. Dari hasil perhitungannya diperoleh rasio mark-up untuk varietas BOP I dan PF II masing- masing adalah 14.37 % dan 13.77 %, ini lebih besar dari

Carrying Charges yang besarnya 10.74 %. Hal ini disebabkan singkatnya masa penyimpanan yang bisa silakukan komoditas tersebut.

Pada tahun 1998, 1999, 2000, dan 2001 komposisi varietas ini yang memasuki pasar di KPB berubah ubah yaitu dari 47.23 % dan 32.55 % menjadi 49.26 % dan 30.52 % kemudian 50.23 % dan 33.08 % dan tahun berikutnya menjadi 50.20 % dan 33.18 % dan terakhir 50.27 % dan 33.11%. Dari perbandingan harga selama lima tahun yang sama juga terlihat fluktuasi harga yang besar terjadi pada tahun 1998 dengan titik titik harga terendah terjadi rata-rata pada bulan mei sampai dengan juli. Dari kesimpulan tersebut diberikan saran untuk melakukan hedging (lindung nilai) di Bursa Perdagangan Berjangka Komoditi, namun sebelumnya di gunakan suatu sistem yang tepat untuk melakukan penyimpanan hasil panen. Hal ini diperlukan ketika perdagangan meunjukan harga pasar terendah yaitu sekitar bulan mei sampai juli.

Penelitian lainnya tentang teh hitam ini kemudian dilakukan oleh Iriana dan Nuraeni (2004). fokus penelitian kali ini adalah mengenai strategi


(39)

pengembengan bisnis teh. Penelitiannya dilakukan pada perusahaan tebesar penyumbang produksi teh nasional yaitu PTPN VIII tapi ditempat yang berbeda, tentunya hal ini bisa dijadikan cerminan dari kegiatan produksi nasional yang terjadi. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kelemahan yang ada pada perusahaan yang juga mungkin terjadi pada skala nasional ini adalah peralatan atau teknologi yang digunakan tergolong tua dan ketinggalan jaman kemudian kurang gencar mengadakan promosi. Selain itu terdapat juga ancaman yang terjadi dari bermunculannya pesaing dari negara lain, kelangkaan pupuk dan juga sistem pemasaran yang dinilai masih lemah.

Dari hasil ini Iriana dan Nuraeni mengemukakan strategi yang bisa dilakukan dalam keadaan seperti ini, yaitu memperbaiki kualitas bahan baku dengan cara memperbaiki sistem pemeliharaan dan manajemen pemetikan, menghasilkan produk yang sesuai dengan selera pelanggan, kemudian meningkatkan pangsa pasar dengan cara penetrasi pasar yang didukung oleh sistem promosi yang baik. Penelitian Ardiansyah, Iriana dan Nuraeni ini jelas berbeda tematik atau fokus penelitiannya dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Namun akan menjadi penunjang bagi hasil yang ingin dicapai nanti.

Nugroho (2004) dalam penelitiannya yang menganalisis prilaku dinamik ekspor teh hitam Indonesia yang juga merupakan studi kasus di PTPN VIII, disebutkan bahwa selama tahun 1999 sampai dengan 2002 produksi dan volume ekspor teh hitam PTPN VIII mempunyai trend yang menurun dengan tingkat penurunan perbulannya masing- masing yaitu 12.5 dan 12.75 persen. Berbeda dengan produksi dan volume ekspor, harga ekspor teh hitam PTPN VIII mengalami fluktuasi. Pada awalnya harga ekspor mengalami kecenrungan yang


(40)

meningkat sampai pada pertengahan tahun 2001 kemudian setelah itu turun kembali yang diduga dikarenakan menguatnya nilai tukar rupiah. Pada penelitian tersebut untuk menegetahui faktor –faktor yang mempengaruhi ekspor dinggunakan metode ECM (error correction model) hasil yang dicapai pada umumnya relatif sama dengan penelitian terdahulu namun sedikit terdapat perbedaan yaitu pada penelitian ini harga domestik dinyatakan tidak berpengaruh pada perkembangan volume ekspor teh hitam di PTPN VIII.

Perbedaan yang ada pada penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah pada alat analisis dan cakupannya. Penelitian tersebut hanya meneliti produk dari PTPN VIII sedangkan penulis meneliti cakupan yang lebih luas dengan menggunakan data nasional dan melakukan pendugaan menggunakan model persamaan simultan dengan metode kuadrat dua tahap (2SLS).

Berdasarkan studi terdahulu tersebut, secara umum terlihat bahwa faktor dominan yang menyebabkan berfluktuasinya volume ekspor komoditi teh hitam adalah harga domestik, harga ekspor, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Hasil- hasil penelitian terdahulu tersebut akan digunakan sebagai dasar bagi penelitian akan akan dilakukan. Hal ini bisa menjadikan bahan perbandingan dari penggunaan model yang dilakukan dalam penelitian-penelitian ini. Perbedaan arah dan fokus penelitian serta perbedaan alat analisis pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu menjadi ciri tersendiri dari penelitian ini. Penelitian ini diharapkan akan dapat menambah keragaman hasil penelitian dan layak menjadi bahan masukan bagi para akademisi serta pihak lain yang berkepentingan dalam pengembangan industri teh Indonesia.


(41)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

Hubungan perdagangan antar negara terjadi karena adanya perbedaan potensi dan sumberdaya, biaya produksi, selera, dan lain- lain. Kekuatan penawaran dan permintaan terhadap suatu komoditi akan menentukan besarnya keuntungan yang bisa diperoleh sebuah negara. Perdagangan antara dua negara pada awalnya timbul karena adanya perbedaan didalam permintaan dan penawaran, juga karena adanya keinginan untuk memperluas pasar untuk meningkatkan devisa. Perbedaan ini terjadi karena adanya beberapa faktor misalnya perbedaan jumlah dan kualitas faktor produksi yang dimiliki, teknologi, dan selera masyarakat.

Secara teoritis, volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik yang lebih tinggi dengan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Pada saat tersebut kelebihan penawaran domestik tersebut digunakan oleh negara lain yang mengalami excess demand (kelebihan permintaan). Selain hal tersebut di atas, ekspor juga dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut dan juga komoditas substitusinya di pasar internasional dan juga faktor lain yang juga dapat mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung (Salvatore, 1997)

Dalam perdagangan internasional banyak faktor yang mempengaruhi ekspor yang bisa dianalisis dari permintaan dan penawaran yang terjadi pada komoditi tersebut baik domestik maupun internasional. Selain itu, faktor tidak terduga seperti terjadinya krisis ekonomi yang pernah terjadi juga ikut


(42)

berpengaruh apakah permasalahan ini akan berpengaruh buruk ataukah justru sebaliknya akan menguntungkan bagi kegiatan ekspor. Hal itulah yang akan menjadi salah satu fokus penelitian ini selain dari menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi ekspor.

3.1. Ekspor

Penawaran ekspor suatu negara merupakan selisih antara produksi dikurangi dengan konsumsi atau permintaan domestik ditambah dengan stok tahun sebelumnya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

QXt = QPt – QDt + St-1 ... (3.1)

Dimana : QXt = Jumlah ekspor komoditi pada tahun ke-t

QPt = Jumlah produksi tahun ke-t

QPt = Jumlah konsumsi/ permintaan domestik tahunke-t

St -1 = Stok tahun sebelumnya

Salah satu faktor yang mempengaruhi ekspor adalah stok tahun sebelumnya (St -1). Stok adalah sisa penawaran yang tidak terjual dan masuk

menjadi penawaran tahun ini, namun dikarenakan faktor tersebut nilainya relatif konstan sehingga peubah tersebut dapat dikeluarkan dari model. Maka rumusnya menjadi sebagai berikut:

QXt = QPt – QDt ... (3.2)

Pada dasarnya fungsi produksi sendiri memperlihatkan jumlah maksimum barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K) dan tenaga kerja (L). Jumlah produksi dapat ditentukan oleh harga, jika harga naik maka kemunkinan produsen akan meningkatkan produksinya. Selain itu juga Produksi (Qt) bisa digambarkan dengan rumus:


(43)

QPt = luas areal (LAt) x Produktivitas (¥)

Produktivitas sendiri dipengaruhi oleh upah tenaga kerja (W) dan tingkat suku bunga pinjaman (R). Secara matematis fungsi produksi bisa dirumuskan sebagai berikut:

QPt = f ( PDt , LAt , Wt, Rt)... (3.3) Harga komoditi berhubungan secara positif dengan produksi artinya semakin tinggi harga komodti tersebut di pasaran maka produsen akan meningkatkan produksinya. Demikian pula dengan variabel luas lahan, semakin luas areal lahan maka semakin tinggi produksinya. Untuk upah dan tingkat suku bunga hipotesisnya berhubungan secara negatif. Artinya kenaikan biaya produksi akibat kenaikan upah akan menurunkan produksi. Kenaikan tingkat suku bunga juga akan menurunkan produksi khususnya untuk industri yang memerlukan modal besar.

Produksi yang dihasilkan sebagian akan dikonsumsi didalam negeri baru sisanya digunakan untuk ekspor dan jika lebih maka akan menjadi stok. Banyaknya komoditi yang diminta atau dikonsumsi pada satu periode tertentu dipengaruhi oleh variabel penting, yaitu harga komoditi domestik (PD), rata-rata penghasilan rumah tangga (Y), harga komoditi yang berkaitan (HL), dan besarnya populasi. (Pop).

Secara matematis fungsi permintaan dapat dinyatakan sebagai berikut:

QDt = f (PDt, Yt, HLt, Popt)... (3.4) Menurut Lipsey (1995) harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi berhubungan secara negatif. Artinya jika harga semakin rendah maka jumlah yang diminta akan semakin tinggi, dengan faktor lain tetap. Kemudian variabel rata-rata


(44)

penerimaan rumah tangga, jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar maka mereka akan membeli barang lebih banyak jika barang tersebut adalah barang normal. Namun jika barang tersebut adalah barang inferior maka yang terjadi adalah sebaliknya. Masih menurut Lipsey (1995), harga barang lainnya dalam fungsi permintaan terbagi menjadi dua yaitu harga barang substitusi dan harga barang komplementer. Untuk harga barang substitusi, jika harga barang substitusi naik maka permintaan komoditas substitusinya akan meningkat. Sedangkan untuk harga barang komplementer terjadi hal yang sebaliknya yaitu jika harganya naik maka permintaan akan turun. Terakhir adalah populasi atau jumlah penduduk, peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan kuantitas permintaan.

Disamping faktor dalam negeri, ekspor komoditi juga dipengaruhi faktor-faktor luar negeri sedikitnya terdapat dua faktor-faktor yang datang dari luar atau pasar internasional yang berpengaruh besar terhadap ekspor suatu komoditi yaitu nilai tukar (ER) dan harga ekspor (PX). Sehingga secara matematis fungsi ekspor bisa digambarkan sebagai berikut:

QXt = f ( PXt, ERt)... (3.5)

Untuk harga ekspor Lipsey (1995) mengatakan bahwa satu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga yang ditawarkan berhubungan secara positip dengan jumlah komoditi yang ditawarkan, atau dengan kata lain semakin besar harga komoditi maka akan semakin banyak kuantitas komoditi tersebut yang ditawarkan. Untuk nilai tukar akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya.


(45)

3.2. Kurs (Exchange Rate)

Krisis ekonomi yang terjadi dapat tercermin dari anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Selain itu kegiatan ekspor suatu komoditas taidak terlepas dari masalah nilai tukar yang terjadi. Untuk itu selanjutnya akan diulas mengenai nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa disebut dengan kurs.

Para ekonom membedakan kurs menjadi dua: kurs nominal dan kurs riil. Menurut Mankiw (2003), kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang antar kedua negara. Kurs riil menyatakan dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang lain. Kurs riil kadang disebut juga term of trade.

Pada kenyataannya, dalam dunia perdagangan terdapat banyak negara dengan banyak jenis komoditi yang diperdagangkan. Oleh sebab itu, pengukuran nilai tukar perdagangan tidak semata- mata didasarkan pada perhitungan rasio harga antara dua komoditi saja melainkan harus dirinci berdasarkan suatu indeks yang jauh lebih rumit dan kompleks. Didalam indeks tersebut harus memuat harga-harga dari berbagai komoditi yang diekspor dan diimpor oleh negara-negara yang bersangkutan. (Salvatore, 1997).

Hubungan yang terjadi antara kurs nominal dan kurs riil adalah bahwa kurs riil diantara kedua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika kurs riil tinggi maka barang luar negeri relatif lebih murah dan barang domestik relatif lebih mahal. Apabila hal tersebut terjadi maka penduduk akan berkeinginan untuk membeli barang-barang impor sehingga ekspor netto menjadi lebih rendah. Ekspor netto sendiri adalah nilai ekspor dikurangi nilai


(46)

impor. Jadi hubungan antara nilai tukar dengan ekspor netto adalah hubungan yang berkebalikan.

Dalam beberapa kasus penelitian tentang ekspor, seperti Nugroho (2004) pada kasus ekspor teh hitam dan Anggraeni (2004) pada kasus karet, faktor nilai tukar adalah salah satu variabel yang responsif terhadap nilai ekspor suatu komoditi dengan nilai koefisien yang negatif. Artinya kenaikan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor perdagangan komoditi-komoditi tersebut.

Sebagai iliustrasi, bisa kita misalkan untuk suatu komoditi pertanian. Jika nilai tukar rupiah terhadap dollar turun dalam artian dollar tinggi, makapendapatan yang akan diterima akan naik, karena jika pendapatan yang diterima berbent uk dollar maka ketika ditukar ke dalam rupiah nilainya akan semakin tinggi sebagai akibat dari kenaikan nilai nominal dollar sehingga produsen akan meningkatkan jumlah penawarannya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Namun dalam jangka pendek produsen tidak dapat meningkatkan jumlah ekspor karena proses produksi yang relatif lama. Oleh karena itu eksportir hanya akan memanfaatkan jumlah produksi yang ada dan lebih cendrung menjualnya pasar internasional dibanding domestik. Dengan asumsi bahwa permintaan produk pertanian memiliki elastisitas yang rendah maka dipasar internasional perubahan harga berbeda atau tidak sebanding perubahan jumlah produk maka kemiringan kurva penawaran akan berubah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 dimana kurva A adalah pasar domestik dan kurva B adalah pasar ekspor.


(47)

Diketahui bahwa fungsi nilai tukar slopenya naik yang dijelaskan kedalam kurva penawaran sebagai fungsi harga dollar. Persinggungan kurva permintaan dan penawaran menentukan jumlah ekspor (x). Pengaruh nilai tukarnya adalah meningkatkan harga rupiah yangmencerminkan harga dollar dan meningkatkan suplai ekspor dengan demikian kurva penawaran slopenya naik dan menggeser jumlah ekspor dari x ke x1. Pada kenyataannya permasalahan tersebut tidak sesederhana dalam gambar karena melibatkan banyak faktor dan waktu dalam jangka yang panjang.


(48)

A B Dimana : Pd = Harga domestik

Pw = Harga dunia sebelum dollar naik

QW = Kuantitas di pasar dunia sebelum dollar naik

QW’ = Kuantitas di pasar dunia setelah dollar naik

Q1 = Kuantitas konsumsi dalam negeri

Q2 = Kuantitas ekpor

Dd = Pernintaan Domestik

Sd = Penawaran Domestik

Sw = Penawaran Dunia sebelum dollar naik

Sw’ = Penawaran Dunia Setelah dollar naik

Dw = Permintaan Dunia

Sumber: Halwani (2002)

Gambar 1. Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Terhadap Ekspor S

Dd

Sw Sw

Dw

Qw Qw’

Q1 Q2

Pd


(49)

3.3. Krisis Ekonomi

Sebelum kita mencari apakah krisis ekonomi yang telah menimpa berpengaruh baik atau buruk, maka kita harus melihat faktor-faktor apa saja yang menyebabkan krisis tersebut dapat melanda Indonesia. Menurut Ismail sebagaimana dikutip dalam Triono (2004), depresiasi rupiah terhadap dolar AS dipicu oleh berbagai faktor, baik faktor ekonomi maupun non ekonomi. Secara ekonomi, deprsiasi rupiah ditimbulkan oleh terus naiknya defisit neraca transaksi berjalan Indonesia dari 1.5 % tahun 1993 menjadi 3.9 % tahun 1997. Defisit transaksi berjalan mencerminkan ekspor lebih kecil daripada impor dan atau aliran pendapatan yang masuk lebih kecil daripada aliran pendapatan yang keluar. Dengan kata lain kebutuhan dolar sebagai alat pembayaran luar negeri lebih besar daripada yang diterima.

Selain itu, depresiasi rupiah terhadap dolar juga diakibatkan oleh besarnya hutang luar negeri sektor swasta yang ditaksir sudah mencapai 65 milyar dolar AS. Besarnya hutang sektor swasta tersebut menyebabkan kebutuhan terhadap dolar AS menjadi sangat tinggi dalam waktu yang hampir bersamaan ketika hutang-hutang tersebut jatuh tempo. Pada bulan Maret 1998, diperkirakan hutang sektor swasta yang jatuh tempo mencapai 9.1 milyar dolar AS. Tingginya permintaan dolar dalam waktu yang bersamaan inilah yang memicu naiknya nilai penawaran dolar AS terhadap rupiah.

Faktor non ekonomi, yang turut berperan besar terhadap terjadinya depresiasi rupiah antara lain adalah akibat adanya spekulasi dalam transaksi perdagangan valuta asing (valas). Para spekulan selalu memanfaatkan saat-saat kritis ketika ada tanda-tanda peningkatan permintaan akan mata uang tertentu


(50)

(dolar AS) mengalami peningkatan, maka para spekulan tersebut dapat melakukan tindakan aksi borong dolar terlebih dahulu, sehingga tingkat penawaran mata uang tersebut mengalami penurunan. Turunnya tingkat penawaran mata uang tersebut ditambah dengan tingginya tingkat penawaran bersamaan dengan jatuh temponya pembayaran hutang yang hampir bersamaan jelas akan menyebabkan melambungnya nilai mata uang tersebut. Pada saat inilah para spekulan mulai melepas sedikit demi sedikit mata uang yang telah diborongnya demi meraup keuntungan yang besar dalam waktu yang relatif sangat singkat. Sebagai contoh George Soros yang dituding PM Malaysia Mahathir Muhammad sebagai biang kekisruhan ekonomi kawasan ASEAN, pernah meraup keuntungan sebesar 1.2 miyar dolar AS dalam waktu yang relatif singkat dari hasil kerja spekulasinya, yaitu setelah melakukan aksi memborong pundsterling pada tahun 1982.

Pada saat krisis ekonomi ini sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat. Mengapa demikian ? momentum depresiasi rupiah akan menurunkan biaya produksi dengan catatan tidak ada ketergantungan besar pada komponen impor. Namun tidaklah adil bila saat ini hanya memikirkan kepentingan eksportir saja. Karena jika rupiah berlanjut menguat, maka secara keseluruhan rakyat banyak akan menikmatinya. Tekanan inflasi, beban utang bank, perusahaan, dan negara juga akan lebih ringan.

Setelah kita melihat faktor yang menyebabkan krisis ekonomi, kita juga akan melihat bahwa pada masa tersebut terjadi instabilitas politik dan keamanan yang menyebabkan terhambatnya kegiatan ekonomi, insvestor dan para importir luar negeri lebih banyak menunggu keadaan membaik dan stabil. Pada masa tersebut tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan secara


(51)

tajam. Oleh karena itu permasalahan krisis merupakan permasalahan yang kompleks walaupun sebagian orang masih mengidentikanya dengan depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika. Namun dalam peneliian ini krisis ekonomi diaplikasikan dalam bentuk kualitatif sehingga dilepaskan dari unsur niai tukar yang bersifat kuantitatif. Hal ini juga dilakukan untuk bisa membedakan mana masa krisis dan mana masa sebelum krisis.


(52)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data

Sebagai bahan analisa dalam penelitian ini digunakan data-data sekunder berupa deret waktu (time series). Data time series digunakan dari data tahunan selama 25 tahun antara tahun 1979 sampai dengan 2003. Data-data tersebut diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian Dan Perdagangan, Asosiasi Teh Indonesia (ATI), dan Internasional Monetary Fund

(IMF). Penelitian-penelitian terdahulu juga digunakan sebagai sumber data sebagai pelengkap data yang diperlukan.

4.2. Spesifikasi Model

Spesifikasi Model merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian yang menggunakan model ekonometrika. Spesifikasi model dilakukan untuk menjelaskan hubungan antar variabel dalam bentuk matematika sehingga fenomena ekonomi dapat di eksplorasi secara empiris, spesifikasi model meliputi penentuan peubah penjelas yang terkandung dalam model, tandaan besar koefisien parameter fungsi, dan bentuk matematis model (jumlah persamaan, linier atau non linier, dan lain- lain). Model ekonometrika dalam persamaan ini adalah model persamaan simultan, dimana beberapa variabel dalam setiap persamaan yang membentuk seri persamaan menunjukan saling ketergantungan.


(53)

4.2.1. Produksi Teh Hitam Indonesia

Hipotesa Model dugaan faktor yang mempengaruhi produksi teh hitam Indonesia adalah sebagai berikut:

QPt = a0 + a1LAt-4 + a2 PDt + a3 Wt + a4 Rt + a5QPt -1+ uit ( 4.1 )

Dimana : QPt = Total produksi teh hitam Indonesia tahun ke-t (ton)

LAt-4 = Luas areal produksi teh 4 tahun sebelumnya (Ha)

PDt = Harga domestik (rill) teh hitam Indonesia (Rp/ Kg)

W t = Upah tenaga kerja rata-rata perkebunan (Rp/hari)

Rt = Tingkat suku bunga pinjaman per tahun (%)

QPt-1 = Produksi teh hitam Indonesia tahun sebelumnya (ton)

a0 =Intersep

ai =Koefisien regresi ( i = 1,2,3,4,5)

ui =Kesalahan pengganggu (error term)

t = Tahun ke-t

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: a1, a2, > 0 a3, a4 < 0 0< a5 <1

Luas lahan yang digunakan adalah luas lahan 4 tahun sebelumnya, hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa tanaman teh baru bisa menghasilkan setelah 4 tahun. Pertimbangan ini juga sama dengan yang dilakuakn oleh Oktaviani dan Suryana (1994) pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

4.2.2. Permintaan Domestik Teh Hitam di Indonesia

Hipotesa Model dugaan faktor yang mempengaruhi permintaan domestik teh hitam Indonesia adalah sebagai berikut:


(54)

QDt = b0 + b1 PDt + b2Yt + b3PKdt + b4 Popt + b5QDt -1+ u2t... .( 4.2 )

Dimana : QDt = Volume Permintaan domestik teh hitam Indonesia tahun

ke-t (ton)

PDt = Harga domestik (rill) teh hitam Indonesia (Rp/ Kg)

Yt = Produk domestik bruto (riil) (milyar rupiah)

PKd t = Harga domestik riil kopi (Rp/ Kg)

Pop t = Jumlah penduduk Indonesia (juta orang)

QDt-1 = Permintaan domestik teh hitam Indonesia tahun

sebelumnya (ton) b0 = Intersep

bi = Koefisien regresi ( i = 1,2,3,4,5)

u2 = Kesalahan pengganggu (error term)

t = Tahun ke-t

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: b2, b3, b4, > 0 b1 < 0 0< b5 <1

Variabel harga domestik kopi diambil berdasarkan teori permintaan (Lipsey, 1993) yang menyebutkan bahwa permintaan dipengaruhi oleh harga barang lain baik substitusi ataupun komplementer. Harga kopi diaplikasikan sebagai harga barang subsitusi bagi teh hitam. Kopi digunakan dengan pertimbangan bahwa kopi dan teh sama-sama merupakan komoditi perkebunan untuk minuman yang berorientasi ekspor.


(55)

4.2.3. Penawaran Ekspor Teh Hitam Indonesia

Hipotesa Model dugaan faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh hitam Indonesia adalah sebagai berikut :

QXt = c0 + c1 PXt + c2Dt +c3ERt + c4QXt -1+ u3t ... .( 4.3 )

Dimana : QXt = Volume penawaran ekspor teh hitam Indonesia tahun ke-t

(ton)

PXt = Harga ekspor teh hitam Indonesia (US$/ ton)

Dt = Dummy Krisis ekonomi

ERt = Nilai tukar (Rp/ US$)

QXt-1 = Volume penawaran ekspor teh hitam Indonesia tahun

sebelumnya (ton) c0 =Intersep

ci =Koefisien regresi ( i = 1,2,3,4)

u3 =Kesalahan pengganggu (error term)

t =Tahun ke-t

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: c1, c3, > 0 c2 < 0 0< c4<1

Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar Amerika. Dummy krisis adalah variabel kualitatif yang menggambarkan instabilitas politik dan keamanan pada masa tersebut. Dummy ini digunakan untuk membedakan antara masa krisis dan masa sebelum krisis.


(56)

4.2.4. Harga Domestik Teh Hitam Indonesia

Hipotesa model dugaan faktor yang mempengaruhi harga domestik teh hitam Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut:

PDt = d0 + d1 PWt + d2 Dt + d3 ERt + d4PD t -1+ u4t ... ( 4.4 ) Dimana : PDt = Harga domestik teh hitam Indonesia (Rp/ kg)

PXt = Harga ekspor teh hitam dunia (US$/ kg)

Dt = Dummy Krisis ekonomi

ERt = Nilai tukar (Rp/ US$)

PDt-1 = Harga ekspor teh hitam Indonesia tahun sebelumnya

(Rp/ kg) d0 = Intersep

di = Koefisien regresi ( i = 1,2,3,4)

u4 = Kesalahan pengganggu (error term)

t = Tahun ke-t

Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: d1, d2, d3 > 0 0< d4<1

Penggunaan variabel lag pada model adalah untuk mencptakan suatu model yang bersifat dinamis dalam respon tehadap perubahan ekonomi.

4.2.5. Identitas

Identitas model adalah sebagai berikut:

QXt = QPt - QDt (4.5)

Dimana : QXt = Volume Ekspor teh hitam Indonesia tahun ke-t (ton)

QPt = Volume total produksi teh hitam Indonesia tahun ke-t


(57)

QDt = Volume permintaan domestik teh hitam Indonesia tahun

ke-t (ton)

4.3. Identifikasi Model

Berdasarkan pendugaan model persamaan yang telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah pengidentifikasian untuk menentukan metode estimasi. Identifikasi model dengan persamaan simultan berdasarkan order codition dapat dinyatakan dengan rumus ( Gujarati, 1991)

(K – M) = ( G – 1 )

Dimana : K = Total variabel dalam model

M = Jumlah variabel ya ng dimasukan dalam satu persamaan G = Total persamaan

Jika : (K – M) = ( G- 1) ; teridentifikasi secara tepat (Exactly Identified) (K – M) < ( G- 1) ; tidak teridentifikasi (under Identified)

(K – M) > ( G- 1) ; teridentifikasi berlebih (over Identified) Hasil identifikasi model dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Identifikasi Model

No. Persamaan K M G

Hasil Identifikasi 1 Produksi Teh Hitam Indonesia 18 6 4 Over Identified

2 Permintaan Domestik Teh Hitam Indonesia 18 6 4 Over Identified

3 Penawaran Ekspor Teh Hitam Indonesia 18 5 4 Over Identified


(58)

Identifikasi yang dilakukan telah memberikan hasil bahwa semua persamaan dalam model penelitian ini adalah over identified. Maka estimasi parameter persamaan struktural dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Kuadrat Terkecil Dua Tahap ( 2SLS).

4.4. Pengujian

4.4.1 Uji Autokorelasi

Dalam penelitian yang menggunakan deret waktu sering terdapat masalah autokorelasi, oleh karena itu digunakan uji durbin watson. Jika dalam perhitungan diperoleh hasil mendekati nilai dua, maka dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing persamaan tidak terdapat masalah autokorelasi. Kemudian karena dalam model persamaan simultan yang digunakan mengandung va riabel lag endogen (Lagged endogenous variables), maka untuk menguji autokorelasi digunakan pula statistik Durbin h. Jika nilai koefisien Durbin h lebih kecil dibandingkan dengan t-tabel (n-k, α), maka dalam model tersebut dinyatakan tidak terdapat autokorelasi.

4.4.2. Elastisitas

Elastisitas merupakan ukuran kuantitatif untuk melihat kepekaan dejarat suatu fungsi terhadap perubahan variabel yang mempengaruhinya. Untuk persamaan linear misalnya Y = a + bX, nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Es = bi (x / y )


(59)

Dimana:

Es : Elastisitas jangka pendek

bi : koefisien regresi dari variabel penjelas xi

x : Rata-rata variabel penjelas ke- i

y : Rata-rata variabel endogen ke- i El : Elastisitas jangka panjang

a : Koefisien variabel lag endogen

4.4.3. Validasi Model

Untuk melihat keeratan dan keragaman antara nilai estimasi dengan nilai aktual variabel endogen diperlukan validasi model. Kriteria statistik yang digunakan untuk validasi nilai estimasi model antara lain adalah Root Mean Square Error (RMSE) dan Root Mean Square Percent Error (RMSPE) . Untuk melihat seberapa jauh penyimpangan data hasil estimasi dengan nilai aktualnya serta U-Theil untuk mengevaluasi kemampuan model dalam analisis simulasi biasanya hal ini dilakukan sebelum dilakukannya simulasi. Semakin kecil nilai RMSE, RMSPE, dan U maka hasil estimasi model tersebut akan semakin baik (Pyndick, 1991).


(60)

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000

1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

TAHUN

TON (000)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sebaran Data dalam Grafik

5.1.1. Produksi dan Produktivitas Teh Hitam Indonesia

Produksi teh hitam Indonesia dari tahun ke tahun selama kurun waktu 1979 sampai 2003 terus mengalami fluktuasi dengan kecendrungan meningkat. Pada saat terjadi gejolak politik dan ekonomi pada tahun 1997 produksi teh hitam Indonesia menurun. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada masa ini terjadi situasi yang kurang kondusif bagi kegiatan produksi. Tingkat keamanan yang rawan juga situasi politik yang tidak menentu membuat produsen berhati- hati. Namun pada tahun 1998, ketika nilai tukar rupiah terhadap dollar jatuh, mencapai di atas Rp 10000 per dollar Amerika Serikat, produksi teh pun meningkat seperti terlihat pada Gambar 2. Angka-angka tersebut masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan- lahan pertanian milik petani ya ng belum dimanfaatkan secara intensif.

Sumber : Departemen Pertanian 2003 (diolah)


(61)

Produksi teh Indonesia di atas masih kalah jauh dibandingkan dengan India. Pada tahun 1993 saja India sudah memproduksi 760826 ton dan dalam lima tahun terakhir angkanya selalu di atas 800 ribu ton. Pada tahun 2001, misalnya, tercatat 853701 ton, sedangkan di tahun 2002 tercatat 826165 ton. Produsen kedua terbesar teh adalah Cina yang pada tahun 1993 saja sudah memproduksi teh sebanyak sekitar 600 ribu ton dan dalam dua tahun terakhir (2001 dan 2002) produksinya sudah di atas 700 ribu ton. Kemudian disusul Sri Lanka yang memproduksi 233276 ton teh pada tahun 1993 dan pada tahun 2002 lalu sudah menjadi sekitar 310 ribu ton. Kenya di Afrika yang pada tahun 2001 lalu memproduksi 294631 ton dan tahun 2002 sebanyak 287044 ton, juga merupakan pesaing yang sulit dikalahkan Indonesia. Padahal, pada tahun 1970 produksi teh olahan negara itu sedikit di bawah Indonesia, yaitu 41077 ton produksi Kenya sedangkan Indonesia 44048 ton.

Tabel 3. Peringkat Negara Produsen Teh Tahun 2001-2002

Negara

2001 2002

Produksi (ton)

Persentase

(%) Produksi (ton)

Persentase (%)

India 853701 27.9 826165 27.3

Cina 701699 23.1 703521 23.3

Sri Langka 296301 9.8 310032 10.3

Kenya 294631 9.8 287044 9.5

Indonesia 161202 5.3 157000 5.2

Lain- lain 752134 24.6 737870 24.4

Jumlah 3059668 100 3021632 100


(62)

Fluktuasi produksi dengan kecendrungan meningkat ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain fluktuasi permintaan teh hitam, produktivitas, peningkatan standar mutu sampai terjadinya krisis ekonomi. Nilai produktivias masih cenderung fluktuatif seperti terlihat pada Gambar 3. Berbagai upaya pengembangan perkebunan yang dilaksanakan selama ini belum sepenuhnya bisa memberikan peningkatan yang cukup berarti bagi produktivitas. Nilai produktivitas pada penelitian ini didapat dari pembagian antara total produksi teh hitam dibagi dengan luas lahan. Nugroho (2004) menyebutkan bahwa umumnya tanaman produksi teh telah berumur cukup tua bahkan masih ada yang merupakan peninggalan jaman Belanda sehingga produktivitasnya rendah, kemudian peremajaan yang berjalan kurang baik. Namun karena tiap tahun terjadi perluasan areal produksi maka produksi tiap tahunnya cendrung mengalami peningkatan.

0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00

1979 1981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 TAHUN

Kg/Ha

Sumber : Departemen Pertanian 2003 (diolah)


(1)

Lampiran 4. Elastisitas

Peubah Bebas

Parameter Dugaan

Elastisitas

SR

LR

Persamaan Produksi Teh Hitam Indonesia

LA

0.912177

0.8122

1.5966

PD

0.541287

0.0074

0.0146

W

-0.109945

-0.1293

-0.2541

R

-114.90872

-0.0147

-0.0290

Persamaan Permintaan Domestik Teh Hitam Indonesia

PD

11.392342

0.4106

1.0360

Y

-0.025052

-0.2434

-0.6141

POP

239.030652

0.8218

2.0737

PKD

1.172729

0.0546

0.1378

Persamaan Permintaan Domestik Teh Hitam Indonesia

FOB

2778.443608

0.0435

0.1072

ER

4.63876

0.1814

0.4471

Persamaan Harga Domestik Teh Hitam Indonesia

PW

-353.966747

-0.2192

-0.2820


(2)

Lampiran 5. Uji Autokorelasi

Variabel Std. Error Lag N DW 1- DW/2 Var L N/1-N(Var L) Durbin-h

QP

0.194129 25 2.223 -0.1115 0.03769

432.165

-2.3179

QD

0.189215 25 2.304

-0.152

0.0358

238.227

-2.3461

QX

0.14641 25 2.064

-0.032 0.02144

53.867

-0.2349

PD

0.141004 25 1.432

0.284 0.01988

49.707

2.0023

Lampiran 6.Validasi Hasil Model Estimasi

Variabel Endogen

RMSE

RMSPE

U-Theil

QP

8365

6.489

0.0293

QD

10838

26.905

0.0956

QX

11179

13.8376

0.063


(3)

Lampiran 7. Output Hasil Estimasi Dengan 2SLS

Th e SAS Sy s t e m SYSLI N Pr o c e d u r e

Two - St a g e Le a s t Sq u a r e s Es t i ma t i o n v a r i a b l e : QP

An a l y s i s o f Va r i a n c e Su m o f Me a n

So u r c e DF Sq u a r e s Sq u a r e F Va l u e Pr o b >F Mo d e l 5 1 2 0 8 8 2 6 2 5 1 2 2 4 1 7 6 5 2 5 0 2 . 3 2 6 . 0 3 5 0 . 0 0 0 1 Er r o r 1 9 1 7 6 4 3 9 8 8 6 6 . 9 9 2 8 6 3 0 9 8 . 2 5 8

C To t a l 2 4 1 3 8 3 8 8 6 0 7 1 9

Ro o t MSE 9 6 3 6 . 5 5 0 1 2 R- Sq u a r e 0 . 8 7 2 6 De p Me a n 1 4 0 8 4 7 . 8 8 0 0 0 Ad j R- SQ 0 . 8 3 9 1 C. V. 6 . 8 4 1 8 1

Pa r a me t e r Es t i ma t e s Pa r a me t e r St a n d a r d T f o r H0 :

Va r i a b l e DF Es t i ma t e Er r o r Pa r a me t e r =0 Pr o b > | T| I NTERCEP 1 - 2 5 3 1 5 2 8 3 3 3 - 0 . 8 9 3 0 . 3 8 2 8 LAt - 4 1 0 . 9 1 2 1 7 7 0 . 3 6 1 8 6 6 2 . 5 2 1 0 . 0 2 0 8 PDt 1 0 . 5 4 1 2 8 7 3 . 4 1 7 7 0 7 0 . 1 5 8 0 . 8 7 5 8 Wt 1 - 0 . 1 0 9 9 4 5 0 . 0 6 5 6 4 8 - 1 . 6 7 5 0 . 1 0 0 4 Rt 1 - 1 1 4 . 9 0 8 7 2 0 3 0 2 . 3 5 6 5 6 3 - 0 . 3 8 0 0 . 7 0 8 1 QPt - i 1 0 . 4 9 1 2 7 0 0 . 1 9 4 1 2 9 2 . 5 3 1 0 . 0 2 0 4

Du r b i n - Wa t s o n 2 . 2 2 3 ( Fo r Nu mb e r o f Ob s . ) 2 5 1 s t Or d e r Au t o c o r r e l a t i o n - 0 . 1 2 8


(4)

Th e SAS SYSLI N Pr o c e d u r e

Two - St a g e Le a s t Sq u a r e s Es t i ma t i o n Mo d e l : QD

De p e n d e n t v a r i a b l e : QD

An a l y s i s o f Va r i a n c e Su m o f Me a n

So u r c e DF Sq u a r e s Sq u a r e F Va l u e Pr o b >F Mo d e l 5 7 3 5 5 3 0 9 2 9 0 . 5 1 4 7 1 0 6 1 8 5 8 . 1 9 . 9 8 7 0 . 0 0 0 1 Er r o r 1 9 2 7 9 8 5 9 2 8 7 3 . 8 1 4 7 2 9 4 3 6 1 . 7 8

C To t a l 2 4 9 9 9 4 9 9 9 0 6 5 . 8

Ro o t MSE 1 2 1 3 6 . 4 8 8 8 6 R- Sq u a r e 0 . 7 2 4 4

De p Me a n 5 3 4 5 8 . 6 4 0 0 0 Ad j R- SQ 0 . 6 5 1 9

C. V. 2 2 . 7 0 2 5 8 Pa r a me t e r Es t i ma t e s

Pa r a me t e r St a n d a r d T f o r H0 : Va r i a b l e DF Es t i ma t e Er r o r Pa r a me t e r =0 Pr o b > | T| I NTERCEP 1 - 3 3 8 2 4 4 0 6 7 2 - 0 . 8 3 2 0 . 4 1 5 9 PDt 1 1 1 . 3 9 2 3 4 2 7 . 7 1 9 2 1 9 1 . 4 7 6 0 . 1 5 6 4 Yt 1 - 0 . 0 2 5 0 5 2 0 . 0 1 5 4 4 9 - 1 . 6 2 2 0 . 1 0 1 4 POPt 1 2 3 9 . 0 3 0 6 5 2 2 6 7 . 7 1 0 1 7 9 0 . 8 9 3 0 . 3 8 3 1 PKDt 1 1 . 1 7 2 7 2 9 2 . 8 5 5 5 2 9 0 . 4 1 1 0 . 6 8 5 9 QDt - 1 1 0 . 6 0 3 6 8 9 0 . 1 8 9 2 1 5 3 . 1 9 0 0 . 0 0 4 8 Du r b i n - Wa t s o n 2 . 3 0 4 ( Fo r Nu mb e r o f Ob s . ) 2 5


(5)

Th e SAS SYSLI N Pr o c e d u r e

Two - St a g e Le a s t Sq u a r e s Es t i ma t i o n Mo d e l : QS

De p e n d e n t v a r i a b l e : QS

An a l y s i s o f Va r i a n c e Su m o f Me a n

So u r c e DF Sq u a r e s Sq u a r e F Va l u e Pr o b >F Mo d e l 4 4 4 9 1 2 5 2 4 6 4 . 2 1 1 2 2 8 1 3 1 1 6 . 0 7 . 1 8 8 0 . 0 0 0 9 Er r o r 2 0 3 1 2 4 1 2 6 7 5 4 . 4 1 5 6 2 0 6 3 3 7 . 7 2

C To t a l 2 4 7 6 1 5 3 7 9 2 1 8 . 6

Ro o t MSE 1 2 4 9 8 . 2 5 3 3 9 R- Sq u a r e 0 . 5 8 9 8

De p Me a n 8 7 3 8 9 . 2 4 0 0 0 Ad j R- SQ 0 . 5 0 7 7

C. V. 1 4 . 3 0 1 8 2

Pa r a me t e r Es t i ma t e s Pa r a me t e r St a n d a r d T f o r H0 :

Va r i a b l e DF Es t i ma t e Er r o r Pa r a me t e r =0 Pr o b > | T| I NTERCEP 1 2 6 3 2 8 2 1 3 7 2 1 . 2 3 2 0 . 2 3 2 3 PXt 1 2 7 7 8 . 4 4 3 6 0 8 8 6 0 7 . 6 7 1 7 3 4 0 . 3 2 3 0 . 7 5 0 2 ERt 1 4 . 6 3 8 7 6 0 1 . 9 1 2 0 1 3 2 . 4 2 6 0 . 0 2 4 8 Dt 1 - 3 3 2 8 8 1 4 1 1 1 - 2 . 3 5 9 0 . 0 2 8 6 QSt - 1 1 0 . 5 9 4 1 6 8 0 . 1 4 6 4 1 0 4 . 0 5 8 0 . 0 0 0 6

Du r b i n - Wa t s o n 2 . 0 6 4 ( Fo r Nu mb e r o f Ob s . ) 2 5 1 s t Or d e r Au t o c o r r e l a t i o n - 0 . 0 4 8


(6)

Th e SAS Sy s t e m SYSLI N Pr o c e d u r e

Two - St a g e Le a s t Sq u a r e s Es t i ma t i o n Mo d e l : PD

De p e n d e n t v a r i a b l e : PD

An a l y s i s o f Va r i a n c e Su m o f Me a n

So u r c e DF Sq u a r e s Sq u a r e F Va l u e Pr o b >F

Mo d e l 4 4 0 2 4 2 9 1 0 . 0 3 3 1 0 0 6 0 7 2 7 . 5 0 8 7 3 . 1 0 6 0 . 0 0 0 1

Er r o r 2 0 2 7 5 2 3 8 2 . 5 2 7 2 1 3 7 6 1 9 . 1 2 6 3 6 C To t a l 2 4 4 2 9 9 5 2 9 2 . 5 6 0

Ro o t MSE 3 7 0 . 9 7 0 5 2 R- Sq u a r e 0 . 9 3 6 0

De p Me a n 1 9 2 6 . 7 6 0 0 0 Ad j R- SQ 0 . 9 2 3 2

C. V. 1 9 . 2 5 3 5 9 Pa r a me t e r Es t i ma t e s Pa r a me t e r St a n d a r d T f o r H0 :

Va r i a b l e DF Es t i ma t e Er r o r Pa r a me t e r =0 Pr o b > | T| I NTERCEP 1 9 7 5 . 6 5 5 9 1 1 4 8 5 . 9 9 7 3 8 2 2 . 0 0 8 0 . 0 5 8 4 PWt 1 - 3 5 3 . 9 6 6 7 4 7 3 0 7 . 4 3 0 9 8 2 - 1 . 1 5 1 0 . 2 6 3 2 ERt 1 0 . 3 0 2 3 1 8 0 . 0 6 3 4 3 8 4 . 7 6 6 0 . 0 0 0 1 Dt 1 - 1 7 3 . 5 5 4 2 5 1 4 2 1 . 0 4 4 1 9 5 - 0 . 4 1 2 0 . 6 8 4 6 PDt - 1 1 0 . 2 2 2 7 5 8 0 . 1 4 1 0 0 4 1 . 5 8 0 0 . 1 0 9 8

Du r b i n - Wa t s o n 1 . 4 3 2 ( Fo r Nu mb e r o f Ob s . ) 2 5 1 s t Or d e r Au t o c o r r e l a t i o n 0 . 1 8 0