Penampakan Feses Kadar Air Feses Wrolstad et al. 2005

Tabel 3. Kelompok tikus percobaan berdasarkan perlakuan yang diberikan Keterangan: No. Kelompok Tikus Perlakuan 1. Kontrol negatif: 15 ekor Tikus normal yang hanya diberi ransum standar dan akuades 2. Yogurt sinbiotik: 15 ekor Tikus yang diberi ransum standar dan yogurt sinbiotik 3. Yogurt sinbiotik + EPEC: 15 ekor Tikus yang diberi ransum standar dan yogurt sinbiotik, tetapi diselingi dengan intervensi EPEC 4. Kontrol positif: 15 ekor Tikus yang diberi ransum standar dan intervensi EPEC 5. Yogurt standar: 5 ekor Tikus yang diberi ransum standar, diiringi pemberian yogurt standar - Yogurt sinbiotik adalah yogurt formula terbaik formula 3 dari hasil penelitian tahap 1. - Yogurt standar adalah yogurt yang mengandung L. bulgaricus dan S. thermophilus serta prebiotik FOS seperti yogurt formula 1 pada penelitian tahap 1. - Yogurt diberikan secara oral sebanyak 1 mlhari dengan populasi BAL sebanyak 10 9 cfuml menggunakan sonde mulai hari ke-1 mulai perlakuan sampai hari ke-21 akhir perlakuan. - Intervensi EPEC penyebab diare dilakukan dengan populasi 10 7 cfuml sebanyak 1 mlhari selama 7 hari hari ke-8 sampai hari ke-14 secara oral menggunakan sonde. - Kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan oral yogurt danatau intervensi EPEC, diberikan air minum secara oral menggunakan sonde agar kondisi stresnya sama perlakuan secara oral menggunakan sonde [pencekokan] menyebabkan stres. - Bobot badan tikus ditimbang setiap tiga hari sekali. - Setiap hari ransum diberikan kepada masing-masing tikus sebanyak 20 g ad libitum dan sisa ransumnya ditimbang setiap hari.

3.2.2.3 Pengamatan Feses Tikus Percobaan

Feses tikus percobaan diambil langsung dari anus tikus dan ditampung dalam plastik klep. Pengambilan feses dilakukan dari setiap tikus pada hari ke-20 dan 21, kemudian disatukan berdasarkan kelompoknya. Kemudian, feses tersebut diambil sebagian untuk diamati penampakannya dan sebagian lagi untuk dianalisis kadar airnya.

a. Penampakan Feses

Feses dari masing-masing kelompok tikus percobaan yang telah diambil diamati bentuknya, warnanya, dan tingkat kelembekannya.

b. Kadar Air Feses Wrolstad et al. 2005

Sampel feses ditimbang berat awalnya. Lalu sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam atau hingga beratnya konstan. Kemudian sampel tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali sebagai sampel feses kering sehingga kadar airnya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Kadar air feses g100 g basis basah = ௐିሺௐଵିௐଶሻ ௐ ൈ ͳͲͲ Keterangan: W = bobot sampel sebelum dikeringkan g, W1 = bobot sampel + cawan kering g, W2 = bobot cawan kosong g 22

3.2.2.4 Pengamatan Anus Tikus Percobaan

Pengamatan terhadap anus tikus percobaan dilakukan pada hari ke-20 dengan mengamati tingkat kemerahan anus tikus secara visual.

3.2.2.5 Pengukuran Kenaikan Berat Badan Tikus Percobaan

Berat badan masing-masing tikus ditimbang setiap tiga hari sekali. Setelah itu, dilakukan penghitungan kenaikan berat badannya.

3.2.2.6 Analisis Kandungan Enzim Superoksida Dismutase SOD pada

Jaringan Hati dan Ginjal secara Imunohistokimia Kiernan 1990, Wresdiyati et al. 2002 Uji ini dilakukan untuk mengetahui efek yogurt sinbiotik terhadap kandungan SOD antioksidan intraseluler pada jaringan hati dan ginjal tikus yang dipapar oleh bakteri penyebab diare EPEC pada terminasi hari ke-8, 15, dan 22. Analisis SOD ini diawali dengan proses pembuatan sediaan Lampiran 3. Pertama-tama, dilakukan pengambilan sampel jaringan hatiginjal tikus. Lalu, hatiginjal tikus tersebut dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9. Kemudian, jaringan tersebut difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam untuk mencegah terjadinya autolisis. Jaringan hatiginjal lalu dipotong di-trimming dengan ukuran kurang lebih 0.5 cm 3 dan didehidrasi. Proses dehidrasi penarikan molekul air dari dalam jaringan dilakukan dengan merendam jaringan ke dalam alkohol bertingkat sebelum dilakukan embedding dalam parafin. Pada tahap dehidrasi, alkohol yang digunakan secara berturut-turut adalah alkohol 70, 80, 90, dan 95, masing- masing perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah itu, tahap dehidrasi ini dilanjutkan dengan menggunakan alkohol absolut I, II, dan III, masing-masing selama 1 jam. Tahap berikutnya adalah tahap penjernihan clearing. Pada tahap ini, sampel yang telah didehidrasi dimasukkan ke dalam xylol I, II, dan III, masing-masing selama 1 jam. Selanjutnya, dilakukan tahap infiltering infiltrasi dengan memasukkan sampel ke dalam parafin I, II, dan III, masing-masing selama 1 jam, yang dilakukan di dalam inkubator dengan suhu 60°C. Setelah itu, dilakukan tahap embedding pencetakan yaitu penanaman jaringan dalam parafin yang kemudian dibuat menjadi blok-blok jaringan. Setelah itu, blok parafin yang berisi jaringan hatiginjal disayat menggunakan mikrotom putar rotary microtome dengan ketebalan 4 µm. Kemudian, sayatan tersebut diletakkan pada gelas objek untuk kemudian diwarnai dengan teknik pewarnaan imunohistokimia. Untuk pewarnaan imunohistokimia, gelas objek yang akan digunakan dilapisi dilem dengan neophren in toluene neophren : toluene = 0.2 ml : 1.8 ml. Proses pewarnaan imunohistokimia terhadap Cu, Zn-SOD diawali dengan inkubasi di dalam oven 60ºC selama 5 menit, deparafinasi dengan xylol III-I selama masing-masing 5 menit, rehidrasi dengan alkohol bertingkat alkohol absolut III-I, 95, 90, 80, dan 70 selama masing-masing 3 menit dan air kran selama 5 menit, serta pencucian dengan aquabidest stopping point. Tahap berikutnya adalah penghilangan peroksidase endogen. Pada tahap ini, preparat jaringan tersebut diinkubasikan dicelupkan dalam larutan yang mengandung campuran metanol 30 ml dan H 2 O 2 0.3 ml selama 15 menit dalam keadaan gelap. Kemudian, dilakukan pencucian 23 dengan aquabidest dan PBS Phosphate Buffered Saline, masing-masing sebanyak dua kali selama 10 menit. Setelah itu, setiap preparat ditetesi dengan normal serum untuk memblok antigen nonspesifik dan diinkubasi pada suhu 40°C selama 60 menit. Lalu, preparat dicuci dengan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 5 menit. Tahap berikutnya adalah masing-masing preparat ditetesi dengan antibodi primermonoklonal Cu, Zn-SOD, lalu diinkubasi dalam refrigerator 4ºC selama dua malam 44 jam. Selanjutnya, dilakukan pencucian dengan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 10 menit. Setelah itu, preparat tersebut ditetesi dengan antibodi sekunder Dako Envision Peroxidase System pada kondisi gelap, kemudian diinkubasi pada suhu 40°C selama 60 menit. Lalu, preparat dicuci kembali dengan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 5 menit. Setelah itu, untuk visualisasi, preparat ditetesi pada kondisi gelap dengan larutan kromogen diamino benzidine DAB yang telah ditambahkan dengan H 2 O 2 selama 30 menit. Lalu, sediaan tersebut dicuci dengan aquabidest stopping point. Kemudian, dilakukan pengecekan di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah jaringan sudah terwarnai dengan cukup oleh larutan kromogen. Preparat tersebut kemudian diwarnai di-counterstain dengan hematoksilin agar terlihat warna yang kontras antara sel inti sel yang mengadung SOD dan yang tidak. Lalu preparat tersebut dicelupkan ke dalam aquabidest untuk memperkuat warna biru yang dibentuk oleh hematoksilin. Setelah itu, proses ini diakhiri dengan tahap dehidrasi, clearing, dan mounting dengan entellan. Kemudian, preparat imunohistokimia siap untuk diamati di bawah mikroskop dan difoto. Diagram alir prosedur pewarnaan Cu, Zn-SOD secara imunohistokimia terdapat pada Lampiran 4. Pengamatan terhadap sel-sel penghasil Cu, Zn-SOD dilakukan secara kualitatif terhadap reaksi positif pada jaringan hatiginjal dengan membandingkan intensitas warna coklat yang terbentuk dan distribusinya pada seluruh bagian preparat jaringan yang diamati. Semakin tua warna coklat pada jaringan hatiginjal, semakin tinggi kandungan enzim Cu, Zn-SOD pada jaringan tersebut. Namun, pengamatan kualitatif ini dapat dibuat menjadi kuantitatif dengan menghitung jumlah inti sel dengan berbagai intensitas warna coklat pada beberapa bagian bidang pandang preparat. Penghitungan jumlah inti sel hati dan tubuli renalis ginjal masing-masing dilakukan pada tiga bidang pandang dari setiap sampel jaringan hatiginjal. Perbedaan intensitas warna yang terbentuk akibat reaksi yang terjadi terbagi menjadi reaksi positif dan negatif. Warna coklat menunjukkan reaksi positif terhadap enzim Cu, Zn-SOD atau berarti sel tersebut mengandung enzim Cu, Zn-SOD. Perbedaan kandungan enzim Cu, Zn-SOD pada inti sel hati dan tubuli renalis ginjal dikelompokkan atas: a. Positif kuat +++ yang ditunjukkan dengan warna coklat tua. b. Positif sedang ++ yang ditunjukkan dengan warna coklat sedang. c. Positif lemah + yang ditunjukkan dengan warna coklat yang bercampur dengan biru. d. Negatif - yang ditunjukkan dengan warna biru. Tanda positif menunjukkan keberadaan enzim Cu, Zn-SOD. Semakin banyak tanda positifnya + berarti semakin tinggi kandungan Cu, Zn-SOD-nya. Kemudian hasil pengamatan kandungan enzim Cu, Zn-SOD dari hati dan ginjal secara kuantitatif pada masing-masing hari terminasi hari ke-8, 15, dan 22 dianalisis secara statistika dengan analisis sidik ragam Anova dan uji lanjut Duncan. 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENENTUAN FORMULA YOGURT SINBIOTIK TERBAIK

Berdasarkan metode kontak, aktivitas antimikroba yogurt dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Aktivitas antibakteri yogurt Formula Yogurt Jumlah Penurunan EPEC log cfuml Uji Kontak jam 2 4 6 F1 F2 F3 F4 2.78 ± 0.54 a 2.73 ± 0.23 a 2.69 ± 0.30 a 2.51 ± 0.72 a 3.02 ± 0.25 a 3.15 ± 0.50 a 3.54 ± 0.38 a 3.61 ± 0.23 a 3.98 ± 0.26 a 4.07 ± 0.48 a 4.31 ± 0.88 a 4.19 ± 0.43 a Keterangan: • F1 = formula yogurt yang mengandung L. bulgaricus dan S. thermophilus, dan FOS • F2 = formula yogurt yang mengandung L. bulgaricus, S. thermophilus, L. plantarum 2C12, dan FOS • F3 = formula yogurt yang mengandung L. bulgaricus, S. thermophilus, L. fermentum 2B4, dan FOS • F4 = formula yogurt yang mengandung L. bulgaricus, S. thermophilus, L. plantarum 2C12, L. fermentum 2B4, dan FOS • Uji statistika Anova dan Duncan dilakukan dalam setiap kolom tabel yang sama • Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata p 0.05 Lampiran 6, 7, dan 8 Data ulangan dan hasil uji statistika Anova dan Duncan aktivitas antibakteri dari keempat formula yogurt dapat dilihat pada lampiran 5, 6, 7, dan 8. Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah penurunan EPEC dari keempat formula yogurt, setelah dilakukan uji kontak selama 2, 4, dan 6 jam, tidak berbeda nyata p 0.05. Walaupun demikian, keempat formula yogurt masih tetap menunjukkan bahwa masing-masing formula memiliki aktivitas antibakteri terhadap EPEC. Bakteri asam laktat dalam yogurt dapat menghambat mikroorganisme patogen karena mampu memproduksi asam organik dengan menurunkan pH lingkungannya dan mampu mengekskresikan senyawa antimikroba seperti H 2 O 2 , diasetil, CO 2 , asetaldehida, dan bakteriosin Kusmiati dan Malik 2002. Dengan demikian, EPEC tersebut dapat terhambat pertumbuhannya karena Escherichia coli tumbuh optimum pada pH 6-7 Amman 2005. Oleh karena itu, jumlah penurunan EPEC berhubungan dengan tingkat keasaman yogurt. Selaras dengan nilai log penurunan EPEC, tingkat keasaman nilai pH dari masing-masing formula yogurt juga tidak berbeda nyata p 0.05 satu sama lain Lampiran 10, berkisar antara 4.11 hingga 4.84. Data ulangan nilai pH dari keempat formula yogurt dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan tingkat keasamannya tersebut, keempat formula yogurt memiliki nilai pH yang relatif sama dengan nilai pH rata-rata yogurt komersial yaitu 4.5 Rahman et al. 1992. Dilihat dari penampakannya teksturnya, yogurt F1, yang mengandung L. bulgaricus dan S. thermophilus, memiliki tekstur yang relatif lebih baik dibandingkan dengan tekstur yogurt F2 dan F4, karena L. bulgaricus dan S. thermophilus merupakan bakteri proteolitik, namun 25