III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya akan tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras sebagai bahan makanan
pokok sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai peran yang besar dalam mewujudkan stabilitas nasional. Oleh karena itu, perberasan akan selalu menjadi
sorotan dan pembicaraan yang menarik bagi berbagai kalangan. Dari sisi pemenuhan kebutuhan beras, ada tiga aspek yang perlu terus
ditingkatkan, yaitu ketersediaan, stabilitas, dan kemampuan produksi. Ketersediaan mengisyaratkan adanya rata-rata pasokan beras yang cukup dan
tersedia setiap saat. Stabilitas bisa dipandang sebagai kemampuan meminimumkan kesenjangan antara prediksi dan permintaan riil konsumsi beras,
terutama pada tahun-tahun atau musim-musim sulit. Kemampuan memproduksi beras sangat erat dengan ketersediaan sumber daya terutama lahan, penerapan
teknologi, serta insentif usahatani. Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan akan beras sebagai
konsekuensi logis dari meningkatnya kebutuhan konsumsi akibat pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan industri, maka upaya-upaya untuk meningkatkan
produksi padi terus dilakukan. Pemenuhan konsumsi beras melalui penyediaan dalam negeri akan menjadi tema sentral dalam pembangunan subsektor tanaman
pangan. Walaupun beras mungkin lebih murah bila diimpor, pemenuhan kebutuhan beras dari produksi sendiri tetap penting untuk mengurangi
ketergantungan pada pasar dunia. Ditambah lagi, jumlah beras yang
20
21 diperdagangkan di pasar internasional terbatas thin market
Hafsah dan Sudaryanto, 2004. Urgensi peningkatan produktivitas padi memang sulit dibantah. Jika terjadi
penurunan produktivitas usahatani padi maka mengakibatkan pendapatan petani padi menurun dan nilai tukar yang diterima petani padi cenderung turun. Selain
itu, penurunan produktivitas juga berpotensi mempercepat penyusutan luas panen padi sawah secara permanen. Hal ini dikarenakan, petani adalah price taker maka
penurunan produktivitas mengakibatkan keuntungan usahatani turun. Kondisi ini jika tidak diperbaiki menyebabkan motivasi petani untuk menanam padi menurun.
Jika kecenderungan ini terus berlangsung maka petani akan beralih ke komoditas nonpadi karena lebih menguntungkan. Pada akhirnya, luas tanam dan panen padi
menurun dengan kecenderungan yang bersifat permanen Sumaryanto, 2004 Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi masalah pangan, diantaranya
dengan melakukan praktek pengembangan teknologi maju melalui Revolusi Hijau atau pertanian konvensional. Akan tetapi, pendekatan dan praktek pertanian
konvensional yang dilaksanakan di beberapa negara termasuk Indonesia merupakan praktek pertanian yang tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Pertanian konvensional dilandasi oleh pendekatan industrial dengan orientasi pertanian agribisnis skala besar, padat modal, serta ketergantungan pada
masukan produksi dari luar yang boros energi tak terbarukan, termasuk penggunaan berbagai jenis agrokimia pupuk kimia dan pestisida.
Apabila kebijakan dan praktek pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah dan petani yang masih bertumpu pada kebijakan dan praktek
konvensional, akan membahayakan masa depan petani, lingkungan pertanian,
22 masyarakat, bangsa, negara serta dunia. Oleh karena itu, dikembangkan konsep
pertanian padi yang berkelanjutan dengan input luar rendah. Pertanian ini mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang tersedia di
tempat seperti tanah, air, tanaman, dan hewan lokal serta tenaga manusia, pengetahuan, dan keterampilan dan yang secara ekonomi layak, mantap secara
ekologi, disesuaikan menurut budaya dan adil secara sosial. Pemanfaatan input luar tidak dikesampingkan, namun hanya sebagai pelengkap pemanfaatan sumber
daya lokal.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional