Analisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi berdasarkan status petani: studi kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

(Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur,

Kabupaten Bogor)

STEFANI ANGELIA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

RINGKASAN

STEFANI ANGELIA. Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

 

Lahan merupakan tempat bagi petani untuk melakukan proses usahataninya. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan konversi lahan pertanian mengakibatkan lahan pertanian semakin berkurang. Kondisi ini tentu menimbulkan dampak, salah satunya adalah banyaknya petani yang memiliki luas lahan yang sempit dan juga tidak sedikit petani yang tidak memiliki lahan garapan.

Petani yang mempunyai lahan sempit dan juga petani yang tidak memiliki lahan terkadang harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menjadi petani bagi hasil/penyakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan. Petani sering kali merasa dirugikan dengan sistem ini. Petani yang tidak memiliki lahan milik sendiri harus dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap. Keberlangsungan petani penggarap (bagi hasil/sakap) dalam menggarap tergantung dari pemilik lahan. Selain itu, petani penggarap, pada umumnya kurang mempunyai modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga sulit untuk meningkatkan pendapatan petani.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi pada usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap, (2) Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi berdasarkan status petani dan (3) Menganalisis pengaruh status petani terhadap biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima dalam usahatani. Penelitian dilakukan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur karena melihat bahwa banyak petani di daerah tersebut memiliki lahan yang sempit dan juga tidak sedikit petani yang harus mengolah lahan milik orang lain karena tidak memiliki lahan sendiri.

Berdasarkan analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk petani pemilik penggarap menunjukkan bahwa hanya faktor produksi luas lahan dan tenaga kerja yang berpengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan faktor produksi benih, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pestisida padat dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk petani penggarap menunjukkan bahwa hanya faktor produksi pupuk KCl, pestisida cair dan tenaga kerja yang berpengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan faktor produksi luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk SP-36 dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.

Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi usahatani padi yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap di daerah tersebut belum efisien. Berdasarkan uji T terlihat bahwa status petani tidak nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen artinya status petani di daerah penelitian sangat kecil pengaruhnya terhadap efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.


(3)

Hal ini diduga disebabkan oleh perilaku kedua golangan petani di Desa Pasir Gaok sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas usahataninya tidak jauh berbeda.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani padi yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap di daerah penelitian secara umum dikatakan layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan total untuk petani pemilik penggarap masing-masing sebesar 3,28 dan 2,28. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan total untuk petani penggarap masing-masing sebesar 1,74 dan 1,68. Jika dilihat dari sisi biaya, petani penggarap harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan petani pemilik penggarap. Hal ini cukup merugikan petani penggarap karena harus mengeluarkan biaya bagi hasil dengan proporsi yang cukup besar.

 


(4)

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN

FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

(Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur,

Kabupaten Bogor)

STEFANI ANGELIA H44061913

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

Judul Skripsi : Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor).

Nama : Stefani Angelia

NIM : H44061913

Menyetujui, Pembimbing,

(Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc) NIP.19480601 197301 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT) NIP. 19660717 199203 1 003


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Stefani Angelia lahir pada tanggal 12 April 1988 di Kota Bogor. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Sumarto Yusuf dan Indra Helenawati. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SD Angkasa I Kota Bogor dan lulus tahun 2000, kemudian melanjutkan ke SLTPN 4 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMAN 2 Kota Bogor sampai dengan tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Program mayor yang diambil penulis adalah Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan program minor adalah Ekonomi Pembangunan.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor)” ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah status kepemilikan atas lahan mempengaruhi tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani di tempat penelitian. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi orang yang membacanya.

Bogor, Maret 2011


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril, semangat, bimbingan dan arahan dari semua pihak. Maka itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, papa dan mama, untuk segenap kasih sayang,

pengorbanan, kesabaran, nasehat, dan doa yang tiada henti bagi penulis agar memperoleh hasil yang terbaik.

2. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3. Bapak Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen penguji utama dan Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen atas kesediaan, kritikan, dan masukan yang berharga bagi penulis.

4. Kakekku Sutandar yang telah membantu memberikan dukungan dan fasilitas untuk kelancaran skripsi ini.

5. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing akademik dan segenap dosen-dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas ilmu, kesabaran, dan bimbingan yang telah diberikan.

6. Adikku Alda Yolanda dan Justine Imanuel tersayang yang selalu memberikan bantuan, dorongan, semangat dan keceriaan serta selalu menemani penulis dalam berbagi pengalaman hidup.

7. Ibu Rosita, Ibu Ming, ibu Indri, Ibu Luisye, om Wilson, tante Risma, dan teman-teman sepelayanan atas dukungan dan doanya.


(10)

8. Teman-teman seperjuangan Devi dan Risca yang telah yang telah memberikan semangat dan bantuan, serta teman-teman ESL 43 untuk semangat dan doanya.

Bogor, Maret 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Peneltian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Status Petani ... 9

2.2 Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Menggunakan Model Cobb-Douglas ... 10

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 14

3.1.1 Konsep Usahatani ... 14

3.1.2 Pengaruh Status Petani Terhadap Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani ... 15

3.1.3 Konsep Fungsi Produksi ... 18

3.1.4 Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ... 25

3.1.5 Produktivitas ... 27

3.1.6 Pendapatan Usahatani ... 28

3.1.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/CRatio) ... 29

3.2 Hipotesis ... 30

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

IV. METODE PENELITIAN ... 33

4.1 Lokasi Penelitian ... 33

4.2 Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden ... 33

4.3 Metode Analisis Data ... 34

4.3.1 Analisis Fungsi Produksi ... 35

4.3.2 Analisis Efisiensi Faktor Produksi ... 39

4.3.3 Analisis Pendapatan Usahatani ... 40

4.3.4 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) ... 41

4.4 Konsep Pengukuran Variabel ... 42

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 45


(12)

5.2.1 Umur Petani ... 47

5.2.2 Tingkat Pendidikan ... 48

5.2.3 Status Usahatani ... 49

5.2.4 Luas Lahan Garapan ... 50

5.2.5 Pengalaman Usahatani ... 51

5.2.6 Keikutsertaan dalam Kelompok Tani ... 52

5.3 Gambaran Usahatani Padi ... 53

5.3.1 Sistem Budidaya Padi ... 54

5.3.1.1 Pengolahan Lahan ... 54

5.3.1.2 Penyemaian ... 54

5.3.1.3 Penanaman ... 55

5.3.1.4 Pemupukan ... 55

5.3.1.5 Penyiangan ... 56

5.3.1.6 Pemberantasan Hama dan Penyakit ... 56

5.3.1.7 Pemanenan ... 57

5.3.2 Penggunaan Sarana Produksi ... 57

5.3.2.1 Benih ... 57

5.3.2.2 Pupuk ... 58

5.3.2.3 Pestisida ... 59

5.3.2.4 Tenaga Kerja ... 60

5.3.2.5 Alat Pertanian ... 61

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI ... 62

6.1 Analisis Fungsi Produksi ... 62

6.2 Uji Kriteria Ekonometrika ... 67

6.3 Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ... 68

6.3.1 Analisis Elastisitas Produksi ... 68

6.3.2 Analisis Skala Usaha ... 75

6.4 Analisis Efisiensi Ekonomi ... 76

6.4.1 Petani Pemilik Penggarap ... 76

6.4.2 Petani Penggarap ... 79

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ... 83

7.1 Analisis Penerimaan Usahatani Padi ... 84

7.2 Analisis Biaya Usahatani Padi ... 85

7.3 Analisis Pendapatan Uahatani Padi ... 87

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

8.1 Kesimpulan ... 90

8.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1 Rata-rata Konsumsi Komoditas Pangan Pokok di Indonesia

Tahun 2008 ... 2 2 Jumlah Penduduk Desa Pasir Gaok Menurut Umur Tahun

2009 ... 46 3 Jumlah Penduduk Desa Pasir Gaok Berdasarkan Mata

Pencaharian Tahun 2009 ... 46 4 Jumlah Penduduk Desa Pasir Gaok Menurut Tingkat

Pendidikan Tahun 2009 ... 47 5 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Umur Petani di

Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 48 6 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Tingkat

Pendidikan di Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 49 7 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Status

Usahatani di Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 49 8 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Luas Lahan

Garapan di Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 50 9 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Pengalaman

Usahatani di Desa Pasir Gaok Tahun 2010 ... 52 10 Karakteristik Responden Petani Berdasarkan Keikutsertaan

dalam Kelompok Tani di Desa Pasir Gaok Tahun 2010... 53 11 Rata-rata Penggunaan Pupuk per Hektar untuk Petani

Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap pada Usahatani Padi di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 58 12 Rata-rata Penggunaan Pestisida per Hektar untuk Petani

Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap pada Usahatani Padi di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 60 13 Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Usahatani Padi yang Diusahakan Petani Pemilik Penggarap di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 63


(14)

14 Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Padi yang Diusahakan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 65 15 Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas yang

Membandingkan Efisiensi Faktor Produksi antara petani pemilik penggarap dengan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok ... 66 16 Rasio NPM dengan BKM dan Kombinasi Penggunaan

Faktor-Faktor Produksi yang Optimal Pada Usahatani Padi di Desa Pasir Gaok Per Luasan Lahan yang diusahakan Petani Pemilik Penggarap Tahun 2009 ... 77 17 Rasio NPM dengan BKM dan Kombinasi Penggunaan

Faktor-Faktor Produksi yang Optimal Pada Usahatani Padi di Desa Pasir Gaok Per Luasan Lahan yang diusahakan Petani Penggarap Tahun 2009 ... 81 18 Analisis Penerimaan Usahatani Padi Per Hektar Petani

Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 85 19 Analisis Biaya Usahatani Per Hektar Padi Petani Pemilik

Penggarap dan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 86 20 Analisis Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Per Hektar

Padi Petani Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok Tahun 2009 ... 88


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1 Kurva Fungsi produksi ... 21


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Karakteristik Responden Petani Pemilik Penggarap di Desa

Pasir Gaok ... 94 2 Karakteristik Responden Petani Penggarap di Desa Pasir

Gaok ... 95 3 Analisis Regresi untuk Petani Pemilik Penggarap di Desa

Pasir Gaok ... 96 4 Analisis Regresi untuk Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok 98 5 Analisis Regresi untuk Petani Pemilik Penggarap dan Petani

Penggarap di Desa Pasir Gaok ... 100 6 Perhitungan Analisis Pendapatan untuk Petani Pemilik

Penggarap di Desa Pasir Gaok ... 102 7 Perhitungan Analisis Pendapatan untuk Petani Penggarap di


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan, tetapi juga dalam penyediaan kesempatan kerja, sumber pendapatan, penyumbang devisa dan pertumbuhan ekonomi nasional. Bulan Agustus tahun 2010, sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 41,5 persen. Angka tersebut jauh dibandingkan penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan dan industri yang masing-masing hanya sebanyak 22,5 persen dan 13,8 persen1.

Namun, perubahan senantiasa terjadi terutama terkait dengan peran sektor pertanian dalam memenuhi pangan masyarakat. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan ketidakseimbangan antara tingkat produksi pertanian dengan tingkat konsumsi pangan masyarakat. Fenomena ini pernah dipaparkan oleh Thomas Robert Malthus, yang mengatakan bahwa jumlah penduduk meningkat tidak terkendali mengikuti deret ukur sementara jumlah pangan meningkat mengikuti deret hitung. Oleh karena itu, populasi penduduk cenderung meningkat di atas batas ketersediaan pangan.

Salah satu komoditas pangan yang mempunyai posisi penting dalam memenuhi kebutuhan pangan adalah beras. Beras merupakan komoditi yang penting tidak hanya untuk Indonesia, tetapi untuk sebagian besar negara-negara Asia. Beras bagi Indonesia merupakan makanan pokok utama dengan tingkat partisipasi konsumsi beras mencapai sekitar 95 persen, artinya 95 persen rumah

1


(18)

tangga di Indonesia mengkonsumsi beras (Amang dan sawit,1999). Data BPS tahun 2008 menyebutkan bahwa tingkat konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia sebesar 104,9 kg per tahun (Tabel 1)2. Angka konsumsi komoditas beras lebih besar dibandingkan dengan angka konsumsi komoditas pangan yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa beras merupakan komoditas pangan terpenting karena pola konsumsi masyarakat Indonesia yang cenderung mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok utama.

Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Komoditas Pangan Pokok di Indonesia Tahun 2008

No. Komoditas Pangan Konsumsi per Kapita per Tahun (Kg)

1 Beras 104,9

2 Jagung 2,9

3 Terigu 11,2

4 Ubi Kayu 13,0

5 Ubi Jalar 2,8

6 Sagu 0,5

7 Umbi lainnya 0,6

Banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi beras dan jumlah penduduk yang semakin bertambah menyebabkan permintaan beras pun meningkat. Kelangkaan akan terjadi jika produksi beras tidak dapat mencukupi kebutuhan konsumsi beras yang terus meningkat. Tuntutan tersebut membawa perubahan pada sistem pertanian yang ada.

Revolusi hijau merupakan salah satu upaya memecahkan masalah kelangkaan dengan cara merubah sistem pertanian tradisional menjadi sistem pertanian dengan teknologi tinggi. Konsep Revolusi Hijau di Indonesia dikenal sebagai gerakan (Bimas) bimbingan masyarakat adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut

2

Badan Pusat Statistik tahun 2008. Konsumsi Pangan Pokok Perkapita. http;//bps.go.id/tabel/pertanian/pangan.html. Diakses tanggal 8 Desember 2010


(19)

dilatarbelakangi suatu keyakinan bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil produksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.

Namun, dalam jangka panjang gerakan Bimas tidak dapat memotivasi petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Karena kenyataan yang terjadi adalah petani sering kali dihadapkan pada berbagai masalah di lapangan, misalnya permasalahan harga input pertanian seperti tingginya harga pupuk. Kondisi seperti ini membuat petani kesulitan dalam hal modal. Selain harga pupuk yang tinggi, petani juga dihadapkan pada masalah harga gabah yang tidak stabil. Kedua masalah tersebut tidak memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produksinya di saat tingginya permintaan beras. Selain dua permasalahan di atas, pada sektor pertanian dapat dideteksi beberapa masalah, antara lain kebutuhan pangan (juga termasuk sandang), masalah kesempatan kerja, dan kualitas sumber daya manusia yang semuanya terakumulasi sebagai masalah: 1) persediaan tanah yang semakin sempit, 2) kebutuhan pangan yang semakin tidak terpenuhi, 3) tingkat pengangguran yang semakin tinggi, serta 4) masalah sosial tentang kepemilikan lahan (Daniel, 2004).

Usaha pertanian, terutama usahatani kecil dan berikut petani kecil sering, dan bahkan selalu kalah dalam bersaing. Petani kecil selalu kalah dari usahatani besar dan petani besarnya, serta usaha-usaha non pertanian. Masalah tersebut terjadi karena: pertama, Semakin besarnya lokasi pertanian dan usahatani


(20)

menjauhi pemusatan penduduk dan pusat pengembangan. Kedua, semakin banyaknya lahan pertanian lepas dari petani kecil baik itu keluar dari usahatani atau akan beralih ke petani besar. Ketiga, adanya pergeseran dari petani menjadi buruh tani atau ke profesi lain. Keempat, semakin sempitnya penguasaan/pemilikan serta penguasaan lahan pertanian, atau lebih tepat disebut makin sempitnya skala usahatani (Hernanto, 1996).

1.2 Perumusan Masalah

Selain modal, salah satu faktor produksi yang penting adalah lahan. Lahan merupakan tempat bagi petani untuk melakukan proses usahataninya. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan konversi lahan pertanian mengakibatkan lahan pertanian semakin berkurang. Kondisi ini tentu menimbulkan dampak, salah satunya adalah banyaknya petani yang memiliki luas lahan yang sempit dan juga tidak sedikit petani yang tidak memiliki lahan garapan. Kepemilikan lahan petani yang semakin sempit menjadikan luas tanam padi terbatas. Rata-rata luas lahan perkapita pertanian kita hanya mencapai 0,09 hektar, dan sekitar 53 persen dari rumah tangga tani menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar. Data PATANAS di pulau Jawa menunjukkan gambaran yang lebih drastis lagi, dimana sekitar 88 persen rumah tangga hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar. Data sensus pertanian, jumlah petani gurem (luas garapan kurang dari 0,5 hektar) meningkat dari 10,8 juta KK (kepala keluarga) tahun 1993 menjadi 13,7 juta KK tahun 2003. Di pulau Jawa jumlah petani gurem mencapai 75 persen dari seluruh total rumah tangga petani3.

3

Undang Undang Lahan Pertanian Hanya Memperburuk Nasib Petani Gurem. http://www.google.com. Diakses tanggal 19 Februari 2011.


(21)

Petani yang memiliki lahan yang sempit sering disebut petani gurem (petani miskin). Kebanyakan kehidupan mereka berada pada tingkat memprihatinkan. Petani-petani tersebut memiliki ciri-ciri antara lain: (1) memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar, (2) modal kecil, dalam hal ini tenaga kerja kadang-kadang merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan, (3) teknologi yang digunakan sangat sederhana, (4) mutu produksi yang dihasilkan tergolong rendah, (5) pasar terbatas, (6) dalam pembiayaan usahatani, mereka tidak memiliki akses terhadap dunia perbankan, (7) memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) yang rendah dan (8) kesulitan dalam merespon teknologi, karena terbatasnya kualitas SDM (Handayani, 2006).

Hernanto (1996) membedakan empat golongan petani berdasarkan tanahnya, yaitu: a) petani luas (lebih dari 2 hektar), b) petani sedang (0,5-2 hektar), c) petani sempit (0,5 hektar), dan d) buruh tani tidak bertanah. Perbedaan golongan petani berdasar luas tanah tersebut akan berpengaruh terhadap sumber dan distribusi pendapatannya.

Petani yang mempunyai lahan sempit dan juga petani yang tidak memiliki lahan terkadang harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menjadi petani bagi hasil/penyakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan. Petani sering kali merasa dirugikan dengan sistem ini. Petani yang tidak memiliki lahan milik sendiri harus dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap. Keberlangsungan petani penggarap (bagi hasil/sakap) dalam menggarap tergantung dari pemilik lahan. Selain itu, petani penggarap, pada umumnya kurang mempunyai modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga sulit untuk meningkatkan pendapatan petani. Sebagian


(22)

besar penduduk Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Hampir seluruh hasil panen di daerah penelitian hanya untuk konsumsi dan petani tidak mendapatkan penerimaan secara tunai dari hasil produksi padi namun petani di Desa Pasir Gaok merasakan manfaat yang cukup besar dengan menanam padi. Manfaat yang dirasakan petani adalah dapat menghemat pengeluaran untuk membeli makanan pokok yaitu beras. Data yang didapat dari kantor Desa Pasir Gaok yaitu ada sekitar 532 orang yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani padi. Berdasarkan status petani, petani di Desa Pasir Gaok memang masih banyak yang berstatus sebagai petani pemilik penggarap, namun tidak sedikit juga petani yang berstatus sebagai penggarap yaitu petani yang tidak memiliki lahan milik sendiri dan menggarap lahan milik orang lain. Melihat permasalahan di atas maka menarik untuk mengkaji beberapa hal:

1. Faktor-faktor produksi apa yang berpengaruh terhadap produksi padi pada usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik pengarap dan petani penggarap di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur?

2. Bagaimana efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, menurut status petani?

3. Bagaimana pengaruh status petani terhadap biaya dan pendapatan yang dikeluarkan dalam usahatani di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur? 1.3 Tujuan Penelitian


(23)

1. Menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi pada usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur.

2. Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, menurut status petani.

3. Menganalisis pengaruh status petani terhadap biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima dalam usahatani di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi petani di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur untuk pengusahaan produksi padi yang lebih baik. Selain itu penelitian ini juga sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Dinas Pertanian setempat dan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Penulis juga mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya, serta dapat memberikan manfaat berupa informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dan pendapatan petani yang dibedakan berdasarkan status petani. Pengambilan data hanya dilakukan di satu desa yaitu Desa Pasir Gaok. Data yang dikumpulkan dari usahatani padi adalah data yang mendukung terhadap analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan tingkat pendapatan usahatani


(24)

padi. Perhitungan pendapatan petani diukur hanya berasal dari kegiatan usahatani padi. Petani yang menjadi responden dibedakan menurut status petani yaitu petani pemilik penggarap dan petani penggarap. Dalam penelitian ini yang dimaksud petani pemilik penggarap adalah petani yang memiliki dan menguasai lahan sawah dan mengusahakannya sendiri. Sedangkan yang dimaksud petani penggarap adalah petani yang menyelenggarakan usahataninya di atas lahan milik orang lain. Petani penggarap dalam penelitian ini adalah petani bagi hasil atau penyakap.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Petani

Pendapatan yang diterima seorang petani dalam satu musim/satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan seorang petani yang mengusahakan pada luasan lahan yang sama dari musim ke musim menerima pendapatan yang berbeda-beda juga dari tahun ke tahun. Berbagai faktor mempengaruhi pendapatan petani, namun ada beberapa faktor yang tidak dapat diubah, yaitu iklim dan jenis tanah. Kemampuan petani untuk mempengaruhi iklim dan jenis tanah sangat terbatas. Sedangkan luas lahan, efisiensi kerja dan efisiensi produksi masih ada dalam batas kemampuan petani untuk mengubahnya (Soeharjo dan Patong, 1977).

Slamet dan Rafael (1984) dalam laporan penelitiannya menunjukkan bahwa secara umum petani pemilik-penggarap lebih efisien dalam menggunakan faktor-faktor produksi, terutama penggunaan benih dan pupuk serta obat, dan sedikit kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja luar keluarga bila dibandingkan dengan petani penggarap. Sedangkan hasil analisis efisiensi secara teknis faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja keluarga maka terlihat bahwa petani pemilik-penggarap lebih efisien menggunakan tanah dan tenaga kerja keluarga dibandingkan petani penggarap. Maka dapat disimpulkan bahwa status atas tanah mempunyai pengaruh dalam efisiensi penggunaan faktor produksi atau produktivitas padi sawah.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Porajouw (1990), diperoleh hasil bahwa petani penyakap lebih efisien dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi usahatani padi sawah dibandingkan dengan petani pemilik. Lebih


(26)

efisiennya petani penyakap disebabkan alokasi tenaga kerja yang lebih tinggi daripada petani pemilik. Selain itu, efisiensi ekonomis tertinggi diperoleh petani penyakap dibandingkan petani pemilik-penggarap. Sedangkan hasil penelitian Handayani (2006) diketahui bahwa pendapatan dan profitabilitas yang diperoleh dari usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bukan milik (sakap). Hal ini dapat dilihat dari nilai (imbangan penerimaan dan biaya) R/C rasio pada usahatani milik lebih besar daripada usahatani bukan milik (sakap) karena pada usahatani bukan milik harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang mencapai 60 persen dari total biaya

2.2 Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Menggunakan Model Cobb- Douglas

Berdasarkan analisis pendapatan usahatani padi sawah dan padi ladang, petani memperoleh pendapatan yang positif atas biaya tetap dan biaya variabel. Hal ini berarti dapat menutupi seluruh biaya produksi atau biaya total usahatani. Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi padi menunjukkan bahwa kondisi produksi padi di Desa Kragilan belum optimal. Rasio antara (Nilai Produk Marginal) NPM dan (Biaya Korbanan Marginal) BKM dari masing-masing faktor produksi menunjukkan hasil yang tidak sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah penggunaan faktor produksi harus ditingkatkan atau diturunkan untuk memperoleh hasil yang optimal (Retmawati 2005).

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani padi yang dilakukan oleh Irawati (2006) di daerah penelitian diketahui bahwa petani non-program pendapatan atas biaya tunai dan total lebih tinggi dibandingkan dengan petani program PTT. Dilihat dari nilai R/C rasio pada saat kondisi optimal, petani program juga lebih menguntungan dari petani non-program PTT dengan nilai


(27)

masing-masing 2,49 dan 2,01. Analisis pada penelitian ini menggunakan model

Cobb-Douglas. Baik petani program maupun non-program PTT belum efisien dalam penggunaaan faktor-faktor produksi. Hal ini terlihat dari nilai NPM/BKM yang tidak sama dengan satu.

Analisis pendapatan dan biaya usahatani menggambarkan biaya total yang dikeluarkan oleh petani program PTT di Desa Cijengkol lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya total petani Desa Mulyasari. Kondisi ini disebabkan biaya sewa lahan yang berbeda di antara dua daerah yang mempunyai karakteristik geografis yang berbeda. Penggunaan faktor-faktor produksi baik petani PTT di Desa Mulyasari dan Desa Cijengkol belum mencapai kondisi optimal/efisien, karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan terlihat bahwa penggunaan faktor produksi usahatani masih bisa ditingkatkan. Hal ini ditunjukkan dengan R/C rasio pada biaya tunai lebih besar dibandingkan dengan R/C rasio aktual (Disti, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti (2007) tentang analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani padi sawah diketahui bahwa penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi di daerah penelitian belum mencapai efisien dan optimal karena rasio antara NPM dan BKM untuk setiap faktor produksi tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi luas lahan, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk ZA, pestisida, dan tenaga kerja, rasio NPM dan BKM lebih dari satu. Rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi benih dan Kcl memiliki rasio yang lebih kecil dari satu. Rasio NPM dan BKM dari kedua faktor produksi tersebut memiliki nilai negatif yang disebabkan oleh nilai elastisitas (koefisien regresi) faktor produksi yang negatif.


(28)

Diketahui dari penelitian yang dilakukan oleh Gopur (2009) mengenai efisiensi produksi caisin bahwa faktor-faktor produksi yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi caisin yaitu pestisida cair dan tenaga kerja, sementara untuk faktor produksi benih, pupuk kimia, pupuk kandang dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata. Kesimpulannya yaitu, bahwa pada kegiatan usahatani caisin, penggunaan input seperti pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida cair, pestisida padat dan tenaga kerja belum efisien sehingga penggunaan harus ditambah. Sementara untuk input benih tidak efisien karena penggunaannya sudah berlebih.

Yulistia (2009), dengan penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisensi produksi usahatani belimbing dewa peserta primatani menyimpulkan bahwa hadirnya primatani di kota Depok khususnya di Kelurahan Pasir Putih belum memberikan dampak yang terlalu besar terhadap tingkat pendapatan petani peserta primatani. Hal ini diketahui dari pendapatan usahatani Belimbing Dewa per hektar per tahun atas biaya tunai dan biaya total petani non peserta primatani pada tahun 2008 lebih besar jika dibandingkan dengan petani peserta primatani. Usahatani belimbing Dewa yang dijalankan petani peserta primatani dan non peserta primatani sudah menguntungkan bagi petani. Hal ini terlihat dari nilai R/C rasio pada petani primatani dan non primatani yang lebih besar dari satu. Namun tingkat penggunaan faktor produksi pada petani primatani belum mencapai kondisi optimal yang ditandai dari hasil rasio NPM/BKM yang tidak sama dengan satu.

Status petani berdasarkan lahan yang digarapnya mempengaruhi tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi atau produktivitas padi sawah.


(29)

Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa petani pemilik penggarap lebih efisien dalam penggunaan faktor-faktor produksi dibandingkan petani penggarap. Kenyataan ini disebabkan oleh rasa tanggung jawab petani sawah atas miliknya selain itu luas garapannya relatif kecil dan tidak terpencar-pencar sehingga kontrolnya lebih baik dibanding petani penggarap yang mengusahakan beberapa bidang milik orang lain. Pendapatan yang diperoleh petani pemilik penggarap lebih besar dibandingkan petani penggarap karena petani penggarap harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang mencapai 60 persen dari biaya total atau mengeluarkan biaya sewa lahan.

Model yang sering digunakan dalam analisis efisiensi faktor produksi adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Maka dengan kata lain efisiensi dengan keuntungan maksimal tercapai pada saat nilai NPM sama dengan BKM. Sedangkan untuk mengukur tingkat pendapatan petani pada umumnya digunakan analisis R/C rasio. Semakin besar nilai R/C rasio menunjukan semakin semakin besar penerimaan usahatani yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani.


(30)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Usahatani

Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditunjukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya (Hernanto, 1996). Dari batasan itu dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama dengan fasilitas yang ada di atas seperti bangunan-bangunan, saluran air) dan tanaman ataupun hewan ternak (Soeharjo dan Patong,1973).

Dari definisi mengenai usahatani dapat diturunkan pengertian adanya empat unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani (Hernanto,1996):

a. Tanah

Pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang: 1) relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, 2) distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Tanah mempunyai sifat antara lain: 1) luas relatif tetap atau dianggap tetap, 2) tidak dapat dipindah-pindahkan, 3) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Karena sifatnya yang khusus tersebut tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani, meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani.


(31)

b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja usahatani merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal, dan pengelolaan. Jenis tenaga kerja dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) tenaga kerja manusia, 2) tenaga kerja ternak, dan 3) tenaga kerja mekanik.

c. Modal

Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Modal dalam pengertian ekonomi merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barangbaru, yaitu produksi pertanian. Modal yang tinggi di antara tiga faktor produksi yang lain, khususnya modal operasional. Modal operasional dimaksudkan sebagai modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengelolaan.

d. Pengelolaan (management)

Pengelolaaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktifitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya.

3.1.2 Pengaruh Status Petani Terhadap Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani

Soeharjo dan Patong (1973) membedakan status petani dalam usahatani menjadi tiga, yaitu:


(32)

1. Petani Pemilik (owner operator)

Petani pemilik ialah golongan petani yang memiliki tanah dan secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua faktor-faktor produksi, baik berupa tanah, peralatan dan sarana produksi yang digunakan adalah milik petani sendiri. Dengan demikian petani pemilik bebas menentukan kebijaksanaan usahataninya, tanpa perlu dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang sedikit berbeda statusnya ialah yang mengusahakan tanahnya sendiri dan juga mengusahakan tanah orang lain (part owner operator). Keadaan semacam ini timbul karena tanah yang dimilikinya kecil atau karena persediaan tenaga kerja dalam keluarga banyak. Maka untuk mengaktifkan seluruh persediaan tenaga kerja ini, petani tersebut mengusahakan tanah orang lain.

2. Petani penyewa

Petani penyewa ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri. Besarnya sewa dapat berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang sudah ditentukan sebelum penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dengan penyewa. Jangka waktu dapat terjadi satu musim, satu tahun, dua tahun atau jangka waktu yang lebih lama. Dalam sistem sewa, risiko usahatani hanya ditanggung oleh penyewa. Pemilik tanah menerima sewa tanahnya tanpa dipengaruhi oleh risiko usahatani yang mungkin terjadi.

3. Penyakap

Penyakap ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan sistem bagi-hasil. Resiko usahatani ditanggung bersama oleh pemilik tanah dan penyakap dalam sistem bagi-hasil. Besarnya bagi-hasil tidak sama untuk tiap


(33)

daerah. Biasanya bagi-hasil ini ditentukan oleh tradisi daerah masing-masing, kelas tanah, kesuburan tanah, banyaknya permintaan dan penawaran, dan peraturan negara yang berlaku. Menurut peraturan pemerintah, besarnya bagi-hasil ialah 50 persen untuk pemilik dan 50 persen untuk penyakap setelah dikurangi dengan biaya produksi yang berbentuk sarana.

Status petani mengenai kepemilikan lahan merupakan sesuatu yang penting dalam proses produksi ataupun usahatani. Dalam proses usahatani, petani pemilik penggarap sering kali lebih efisien dalam menggunakan faktor-faktor produksi dibandingkan dengan petani penyewa ataupun penyakap. Hal ini karena petani pemilik penggarap biasanya memiliki luas garapan yang relatif kecil dan tidak terpencar-pencar sehingga kontrolnya lebih baik dari pada petani penggarap (petani penyewa dan penyakap) yang mengusahakan luas lahan garapan yang cukup luas. Lahan yang diusahakan oleh petani penggarap biasanya letaknya terpencar-pencar karena berasal dari beberapa bidang lahan milik orang.

Usahatani yang memiliki lahan yang cukup luas, sering terjadi ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi. Hal ini berdasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisiensi akan berkurang, karena hal berikut:

1. Lemahnya pengawasan pada faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja.

2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu, yang pada akhirnya akan memepengaruhi efisiensi usaha pertanian teresebut.

3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam skala luas tersebut.


(34)

3.1.3 Konsep Fungsi Produksi

Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut sebagai faktor-faktor produksi. Umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga kerja, dan modal (Lipsey et al, 1995).

Hubungan antara input (factor-faktor produksi) dengan output (barang dan jasa), para ekonom menggambarkan dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi produksi (Nicholson, 2002). Fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi yang baik hendaknya dapat dipertanggungjawabkan, mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi, mudah dianalisis dan mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi et al, 1986).

Menurut Doll dan Orazem (1984), dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = F(X1,X2,X3, … ,Xn) ……….. (3.1)

Keterangan :

Y = Hasil produksi (output) X1,X2,X3, … ,Xn = Faktor-faktor produksi (input)

Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan atau menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang digunakan. Hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja dalam produksi pertanian. Untuk


(35)

dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menaganalis peranan masing-masing faktor produksi, maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi dianggap sebagai variabel yang berubah-ubah, sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.

Berdasarkan fungsi produksi dapat digambarkan Marginal Products (MP) dan Average Products (AP). MP adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu-satuan faktor produksi yang dipakai, sedangkan AP adalah tingkat produktivitas yang dicapai oleh setiap satuan produksi. MP dan AP dapat dirumuskan sebagai berikut (Daniel, 2004):

' f X Y put TambahanIn tput TambahanOu MP = Δ Δ =

= ………. (3.2)

X Y Input Output

AP = = ………. (3.3)

Perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut (Daniel, 2004): AP MP Y X X Y X X Y Y Ep = Δ Δ = Δ Δ

= . ………... (3.4)

Pada gambar 1, dapat dilihat hubungan antara Marginal Product (MP) dan

Average product (AP) yang menggambarkan perbandingan antara produksi total dengan jumlah input yang digunakan. Pada saat produksi total meningkat, produksi marjinal lebih besar dari produksi rata-rata dalam bentuk keadaan menaik.


(36)

1. Daerah I memperlihatkan Marginal Product (MP) lebih besar dari Average Product (AP), hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input

(X) ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat hingga AP mencapai maksimal pada akhir daerah I.

2. Daerah II terjadi ketika MP menurun dan lebih rendah dari AP. Pada keadaan ini MP sama atau lebih rendah dari AP, tetapi sama atau lebih tinggi dari nol. Daerah II berada di antar X2 dan X3. Efisiensi variabel input diperoleh saat

awal daerah II.

3. Daerah III dicapai ketika MP negatif. Daerah III tercapai ketika jumlah berlebih dari input variabel yang dikombinasikan dengan input tetap. Selain itu pada kenyataannya total output mulai menurun.

Selain itu dari Gambar 1 juga dapat dilihat hubungan antara MP dan TP serta MP dan AP dengan besar kecilnya elastisitas produksi (Ep) (Soekartawi, 2002):

- Ep = 1 bila AP mencapai maksimum atau bila AP sama dengan MP-nya. - Ep = 0 terjadi saat MP = 0 dalam situasi AP sedang menurun.

- Ep > 1 terjadi bila TP menaik “increasing rate” dan AP juga menaik di daerah I. Daerah ini menyatakan petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambahkan. - 0 < Ep < 1, dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak

diimbangi secara proposional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa seperti ini terjadi di daerah II, di mana pada sejumlah input yang diberikan maka TP tetap menaik pada tahapan “decreasing rate”.


(37)

- Ep < 0 yang berada di daerah III, pada situasi demikian TP dalam keadaan menurun, nilai MP menjadi negatif dan AP dalam keadaan menurun. Maka setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan bagi petani yang bersangkutan.

Y=f (X)

TP

III II

I

X

X Y

MP/AP

AP

MP X1 X2 X3

Keterangan:

TP = Total Product

AP = Average Product

MP = Marginal Product

I = Daerah 0 sampai X2 II = Daerah X2 sampai X3 III = Daerah lebih dari X3 0

0

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi


(38)

Bentuk fungsi produksi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, seperti fungsi linier, fungsi transidental, fungsi produksi semi-log, dan fungsi produksi

Cobb-Douglas. Diantara bentuk fungsi produksi tersebut yang paling sering digunakan dalam menduga dalam menduga produksi dalam bidang pertanian adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.

Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002):

Y = b0 X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 … Xnbn eu ……… (3.5) Keterangan :

Y = Produksi b0 = Intersep

b1 = Koefisien regresi penduga variabel ke i

xi = Jenis faktor produksi ke-i, dimana i = 1,2,3,…,n

e = Bilangan natural (e = 2,7182) u = Unsur sisa (galat)

Peubah boneka (dummy varibel) digunakan jika di dalam model terdapat peubah atau variabel yang bersifat kualitatif, yaitu peubah yang menunjukkan kualitas, jenis, atau sifat. Dalam fungsi Cobb-Douglas dapat juga digunakan untuk menguji fase pergerakan skala usaha (return to scale) yaitu decreasing return to scale, constant return to scale, dan increasing return to scale.

Pemilihan model Cobb-Douglas karena pertimbangan kelebihan yang ada pada model ini (Soekartawi,1991), antara lain:

a. Merupakan fungsi produksi yang banyak dipakai dalam penelitian khususnya dalam bidang pertanian.

b. Bentuk fungsi Cobb-Douglas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya masalah heteroskedastisitas (varian atau ragam tidak sama atau konstan).


(39)

c. Parameter penduga yang terdapat dalam persamaan fungsi produksi ini langsung dapat menunjukan besarnya elastisitas produksi (Ep) dari masing-masing faktor produksi yang digunakan. Hal ini ditunjukan oleh turunan pertama fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi,1991) yaitu:

Y = b0X1b1X2b2

y x x y Ep 1 1 . ∂ ∂

= ………...…… (3.6)

Untuk mencari elastisitas produksi X1, turunan variabel Y = b0X1b1X2b2

terhadap X1.

2 2 1 1 0 1 1 b b X X b b x

y = − ∂

Persamaan tersebut dikali dengan

y x1 , diperoleh: 1 2 2 1 1 0 2 2 1 1 0 1 1 2 2 1 1 0 1 1 1 b X X b X X b b y x X X b b y x x

y = b b = b b b b =

∂ −

d. Jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi (input) yang digunakan merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha (return to scale). Return to scale perlu diketahui apakah kegiatan dari suatu yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale.

1. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) > 1. Keadaan demikian

dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

2. Constant return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) = 1. Keadaan demikian

dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proposional dengan penambahan produksi.


(40)

3. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) < 1. Keadaan demikian

dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

e. Perhitungan fungsi produksi Cobb-Douglas sederhana dapat ditransformasikan dalam bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan fungsi produksi tersebut sehingga menjadi:

Y a b Xi u

n i

i +

+

=

= ln ln

ln

1

……… (3.7)

dimana:

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan A = Koefisien intersep

bi = Parameter variabel ke-i

u = Kesalahan pengganggu i = 1,2,…,n

Namun fungsi produksi Cobb-Douglas juga mempunyai beberapa kelemahan (Soekartawi,1991), yaitu:

1. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias bila faktor-faktor produksi yang digunakan tidak lengkap.

2. Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol.

3. Terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas adalah situasi dimana nilai-nilai pengamatan dari X1…Xn mempunyai hubungan yang kuat sehingga variabel

X tertentu tidak begitu mempengaruhi Y tetapi justru dipengaruhi oleh variabel X lainnya.


(41)

3.1.4 Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi

Efisiensi terkait dengan perbandingan antara nilai hasil atau output terhadap nilai masukan atau input (Lipsey et al, 1990). Menurut Soekartawi (2002), model pengukuran efisiensi tergantung dari model yang dipakai. Umumnya model yang dipakai adalah model fungsi produksi. Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi harga yang dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input X sama dengan harga nilai produk (input) tersebut. Dengan kata lain efisiensi dengan keuntungan maksimal tercapai pada saat Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM).

Konsep efisiensi mempunyai tiga pengertian yaitu efisiensi ekonomi, efisiensi teknis, efisiensi alokatif. Efisiensi teknis dan alokatif merupakan komponen dari efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis menyatakan sejumlah produk yang dapat diperoleh dengan pengggunaan kombinasi masukan yang paling sedikit. Sedangkan efisiensi alokatif menyatakan bahwa nilai produk marjinal sama dengan opportunitas dari masukan dimana hal ini berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu menghasilkan tambahan penerimaan yang besarnya sama dengan tambahan biaya. Umumnya kondisi efisiensi suatu perusahaan terkait dengan tujuan perusahaan yaitu memaksimumkan keuntungan.

Keuntungan merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan total biaya. Secara sistematik keuntungan dapat ditulis sebagai berikut :

⎥ ⎦ ⎤ ⎢

+

− ⋅ =

Π

= n i

i

i X BTT

Px Py

Y

1


(42)

Keterangan:

Π = Keuntungan

Y = Hasil Produksi (output) Py = Harga output per unit

Xi = Faktor produksi ke-i yang dipakai dalam proses produksi

Pxi = Harga faktor produksi ke-i

BTT = Biaya Tetap Total i =1, 2, …, ∑

Keuntungan maksimal tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut:

0 = − ⋅ ∂ ∂ = ∂ Π ∂ i i i Px Py X Y

X ………... (3.9)

i i Px Py X Y = ⋅ ∂ ∂

= ……….. (3.10)

Keterangan: 1 X Y ∂ ∂

= Produk marginal faktor produksi ke-i

= MPxi . Py = Pxi = NPMxi = BKMxi

NPMxi = Nilai Produkk Marginal xi

BKMxi = Biaya Korbanan Marginal xi

Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, maka persamaanya dapat ditulis sebagai berikut:

NPMxi = BKMxi

1 1 1 = BKMx NPMx


(43)

Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi, maka efisiensi tercapai apabila:

1 ...

2 2 1

1 = = = =

i i BKMx NPMx BKMx

NPMx BKMx

NPMx

………. (3.11)

3.1.5 Produktivitas

Produktivitas adalah perbandingan antara jumlah yang dikeluarkan (output) dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung, seperti tanah, bahan baku, dan tenaga kerja. Berdasarkan beberapa pengertian tentang produktivitas, secara sederhana merupakan hubungan yang ada antara barang yang diproduksi atau jasa-jasa yang diberikan (output/keluaran) dan sumberdaya yang dikonsumsi dalam melakukan kegiatan produksi (input/masukan).

Produktivitas yang lebih tinggi berarti lebih banyak dihasilkan dengan menggunakan sumber yang sama, yakni dengan biaya seperti tanah, bahan baku, waktu, mesin atau tenaga kerja. Produktivitas tidak hanya dilihat sebagai hasil bagi antara jumlah yang dikeluarkan dengan jumlah yang dihasilkan, tetapi juga sebagai hasil penjumlahan antara efektivitas dan efisiensi. Produktivitas adalah pencapaian tingkat tertinggi dari kinerja dengan pemakaian sumber daya yang minimum.

Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila semakin besar input yang sebenarnya digunakan, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Akan tetapi semakin kecil input, maka semakin rendah tingkat efisiensinya. Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran target yang dapat dicapai dengan


(44)

Efisiensi dan efektivitas yang tinggi menghasilkan produktivitas yang tinggi, tetapi efektivitas yang tinggi dan efisiensi yang rendah mengakibatkan terjadinya pemborosan atau rugi. Efisien yang tinggi dan efektivitas yang rendah artinya tidak mencapai sasaran atau menyimpang dari target yang telah direncanakan. Jadi efisien dan efektivitas memiliki hubungan yang sangat erat dalam hasil guna dan daya guna.

3.1.6 Pendapatan Usahatani

Secara umum pendapatan merupakan hasil selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikorbankan. Usahatani juga menerapkan hal tersebut. Besar kecil pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keberhasilan kegiatan usahatani yang dilakukan. Untuk memperhitungkan pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran yang diperhitungkan dalam jangka yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara itu, biaya atau pengeluaran produksi usahatani adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk (Hernanto,1996).

Menurut Hernanto (1996) ada empat pengelompokan biaya, yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai, dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat berupa sewa lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost besarnya akan selalu berubah tergantung pada jumlah jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk


(45)

biaya yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya pengadaan benih, biaya tenaga kerja, biaya pestisida. Biaya tunai adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih, biaya pupuk, biaya tenaga kerja luar keluarga. Di lain pihak, biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan petani. Biaya ini dapat termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya diperhitungkan adalah sewa lahan milik sendiri dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

3.1.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/CRatio)

Pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani tersebut efisien. Suatu usahatani dikatakan layak apabila memiliki fungsi efisien penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu (Soeharjo dan Patong, 1973).

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan petani secara finansial. Analisis ini menunjukan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Semakin basar nilai R/CRatio, maka menunjukan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani. Jika

R/Cratio > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani layak. Apabila R/C ratio < 1, berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang


(46)

lebih kecil dari pada tambahan biaya yang dikeluarkan atau secara sederhana usahatani tidak layak untuk diusahakan. Tetapi jika R/C ratio = 1, perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan seimbang atau berada pada kondisi keuntungan normal (normal profit).

3.2 Hipotesis

Dalam penelitian ini dikemukakan tiga hipotesis sebagai dasar analisis: 1. Produksi padi di Desa Pasir Gaok diduga dipengaruhi oleh luas lahan, benih,

pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pestisida padat, pestisida cair dan tenaga kerja.

2. Status petani di Desa Pasir Gaok diduga mempengaruhi efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.

3. Status petani di Desa Pasir Gaok diduga mempengaruhi biaya dan pendapatan petani.

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Usahatani padi merupakan salah satu bagian dalam sektor pertanian yang memiliki kontribusi yang cukup besar karena beras merupakan bahan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kegiatan usahatani padi menggunakaan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, pupuk dan benih. Lahan merupakan salah satu modal utama bagi petani untuk usahataninya. Meningkatnya jumlah penduduk dan terjadinya konversi lahan pertanian mengakibatkan lahan pertanian menjadi berkurang. Hal ini berdampak pada kepemilikan lahan petani.

Petani yang memiliki lahan sempit makin bertambah dan tidak sedikit petani yang tidak mempunyai lahan milik sama sekali. Mereka disebut dengan petani


(47)

penggarap dan biasanya mereka melakukan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan. Petani akan berusaha meningkatkan produksi jika sistem yang dijalaninya menguntungkan. Tetapi kenyataanya sistem bagi hasil seringkali merugikan petani penggarap. Selain itu, pendapat kurang efisiennya sistem bagi hasil disebabkan oleh pandangan bahwa petani penggarap tidak memiliki kebebasan dalam memilih berbagai input yang digunakan dalam usahataninya. Petani penggarap juga umumnya kurang memiliki modal dan kemampuan dalam mengelola usataninya, sehingga sulit mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan produksi padi.

Pada penelitian ini dilakukan analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi dengan mengambil sampel petani yang telah dibagi berdasarkan status petani yaitu petani pemilik penggarap dan petani penggarap. Masing-masing sampel tersebut akan dianalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi. Kerangka pemikiran operasional dapat diringkas seperti Gambar 2.


(48)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Petani pemilik penggarap

Petani penggarap Petani

Berdasarkan status petani

Produksi Padi Pendapatan Usahatani

Padi

Analisis pendapatan dan

biaya Faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi padi

Analisis fungsi produksi (model

Cobb-Douglas) Peningkatan jumlah penduduk dan

konversi lahan pertanian

Lahan pertanian berkurang dan perubahan status petani

Analisis efisiensi ekonomi produksi

Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani

Efisiensi Produksi Usahatani Padi dan Peningkatan


(49)

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive) dan dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi padi di Kecamatan Rancabungur. Selain itu, di daerah tersebut walaupun lahan garapannya relatif sempit namun masih banyak petani yang menggarap lahannya sendiri. Kegiatan pengumpulan data dilakukan dari bulan Juni sampai Juli 2010. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari petani dan instansi-instansi yang terkait.

4.2 Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari jawaban atas pertanyaan yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara pada responden (petani) maupun pihak-pihak yang terkait lainnya. Responden dipilih dengan metode purposive sampling,

dimana pengambilan sample tidak dilakukan secara acak melainkan dengan pertimbangan tertentu dan secara sengaja. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani padi sebanyak 60 orang yang diambil dari jumlah total populasi petani padi di Desa Pasir Gaok. Kemudian dari total populasi petani padi, responden dibagi lagi menurut status petani, yaitu 30 petani pemilik-penggarap dan 30 petani penggarap. Menjelaskan karakteristik petani membutuhkan data yang meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman usahatani, status petani, luas lahan usahatani, dan keanggotaan kelompok tani. Data yang digunakan untuk menganalisis tingkat


(50)

efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi adalah luas sawah garapan, varietas padi yang ditanam, produksi padi, penggunaan bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja keluarga, tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja hewan atau mesin serta penggunaan faktor-faktor produksi lainnya. Sedangkan data yang digunakan untuk mengestimasi pendapatan dan biaya usahatani adalah jumlah produksi, harga jual gabah, biaya input seperti harga benih, harga pupuk, harga pestisida, dan sebagainya. Selain itu, diperlukan juga informasi mengenai pembagian tanggung jawab/risiko dan besarnya bagian yang diterima penggarap, serta informasi lainnya. Data sekunder digunakan untuk memperkuat data primer yang diperoleh. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur di lembaga atau instansi yang ada kaitannya dengan masalah penelitian seperti, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, kantor Desa Pasir Gaok, kantor Kecamatan Rancabungur, internet, dan sebagainya.

4.3 Metode Analisis Data

Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan tujuan yang hendak dicapai. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dikumpulkan dan diolah untuk dilakukan analisis lebih lanjut baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif diringkas dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa narasumber untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan aspek-aspek pertanian padi. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel

dan Minitab 14. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis fungsi produksi menggunakan model fungsi Cobb Douglas, analisis


(51)

efisiensi ekonomi produksi, analisis pendapatan usahatani, dan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C rasio).

4.3.1 Analisis Fungsi Produksi

Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi

Cobb Douglas. Menurut Soekartawi (2002) Fungsi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel dependent, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independent, yang menjelaskan (X). Variabel yang digunakan untuk menduga fungsi produksi padi adalah produksi padi (Y), luas lahan (X1), benih

(X2), pupuk urea (X3), pupuk SP-36 (X4), pupuk KCl (X5), pestisida padat (X6),

pestisida cair (X7), dan tenaga kerja (X8). Variabel tersebut dipakai untuk

menduga fungsi produksi padi yang diusahakan oleh petani pemilik penggarap maupun petani penggarap. Sedangkan untuk menduga fungsi produksi berdasarkan status petani, variabel yang digunakan adalah produksi padi (Y), luas lahan (X1), benih (X2), pupuk urea (X3), pupuk SP-36 (X4), pupuk KCl (X5),

pestisida padat (X6), pestisida cair (X7), tenaga kerja(X8) dan status petani (D).

Variabel tersebut digunakan untuk menduga fungsi produksi padi yang diusahakan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap. Secara matematis fungsi produksi Cobb Douglas dapat ditulis sebagai berikut:

Y = b0X1b1X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 X7b7 X8b8 eu ……… (4.1)

Y = b0X1b1X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 X7b7 X8b8 Db9eu ……… (4.2)

Untuk mempermudah pendugaan terhadap persamaan maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut dan dapat ditulis sebagai berikut:


(52)

ln Y = ln b0 + b1lnX1 + b2lnX2 + b3lnX3 + b4lnX4 + b5lnX5 + b6lnX6 +

b7lnX7 + b8lnX8 + u

ln Y = ln b0 + b1lnX1 + b2lnX2 + b3lnX3 + b4lnX4 + b5lnX5 + b6lnX6 +

b7lnX7 + b8lnX8 + b9D + u

Keterangan :

Y = Hasil produksi padi (Kg) per musim tanam X1 = Luas lahan (Ha) per musim tanam

X2 = Jumlah benih (Kg) per musim tanam

X = Jumlah urea (Kg) per musim tanm

X4 = Jumlah pupuk SP-36 (Kg) per musim tanam

X5 = Jumlah pupuk KCl (Kg) per musim tanam

X6 = Jumlah pestisida padat (Kg) per musim tanam

X7 = Jumlah pestisida cair (Liter) per musim tanam

X8 = Jumlah tenaga kerja (HOK) per musim tanam

D = Dummy status petani, yang bernilai 1 untuk petani pemilik penggarap dan 0 untuk petani penggarap b0 = Dugaan konstanta

b1, b2, b3,….., b9 = Koefisien Regresi masing-masing variabel

u = Unsur galat

e = bilangan natural (e=2,7182)

Setelah diketahui faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi maka dilakukanlah pengujian hipotesis. Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi.

a. Pengujian Terhadap Model Penduga

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi padi.

Hipotesis:

H0 : b1 = b2 =…= bi = 0

H1 : salah satu dari b ada ≠ 0

Uji statistik yang digunakan adalah uji F :

(

)

(

R

)

(

n k

)

k R Fhitung − − − = / 1 1 / 2 2


(53)

Keterangan :

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel termasuk intersep n = Jumlah pengamatan atau responden Kriteria uji :

Fhitung > Ftabel (k-1),n-k) pada taraf nyata α : tolak H0, berarti variabel penjelas

berpengaruh nyata secara bersama-sama.

Fhitung < Ftabel (k-1),n-k) pada taraf nyata α : terima H0, berarti variabel penjelas

tidak berpengaruh nyata secara bersama-sama.

Untuk memperkuat pengujian, dihitung besarnya koefisien determinasi (R2), untuk mengetahui berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut:

(

)

(

SST

)

ratTotal JumlahKuad SSE gresi rat JumlahKuad

R2 = Re

[

]

= 2 2

2

1 et yt

R

b. Pengujian untuk masing-masing parameter

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis: H0 : bi = 0

H1 : bi ≠ 0

Uji statistika yang digunakan adalah uji t:

( )

1

1 0 b S b thitung − =


(54)

Kriteria Uji:

thitung > ttabel (á/2,n-v) pada taraf nyata α : tolak H0, artinya Xi berpengaruh nyata

terhadap produksi padi.

thitung < ttabel (á/2,n-v) pada taraf nyata α : terima H0, artinya Xi tidak berpengaruh

nyata terhadap produksi padi. Keterangan :

bi = Nilai koefisien regresi dugaan S(bi) = Simpangan baku koefisien dugaan V = Jumlah koefisien regresi dugaan N = Jumlah pengamatan atau responden á = Tingkat ketidakpercayaan

Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika didasarkan karena adanya pelanggaran asumsi yang digunakan dalam metode OLS. Hal-hal yang dilihat dalam kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, normalitas, dan heteroskedastisitas.

1. Multikolinearitas

Untuk mendeteksi adanya kolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflantion Factor), dengan persamaan :

VIF =

R2i adalah koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan

variabel bebas lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikonearitas yang dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearty (multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat


(55)

multikolinearitas yang sempurna maka akan diperoleh nilai R2 yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel dugaan yang signifikan.

2. Normalitas

Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal. Melalui propability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan pada distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul di sekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis dengan Kormogorov-Smirnov (KS).

3. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan

varians dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual

satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka asumsi heteroskedastisitas terpenuhi atau tidak terjadi.

4.3.2 Analisis Efisiensi Faktor Produksi

Pengujian terhadap efisiensi ekonomi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian efisiensi ekonomi usahatani padi, yaitu apakah sumberdaya (input) telah dikombinasikan secara optimal, dan apakah keuntungan maksimum dapat dicapai. Doll dan Orazem (1984) menyatakan ada dua kondisi untuk mencapai efisiensi ekonomi yaitu:

a) Syarat keharusan (necessary condition), syarat ini menyatakan bahwa proses produksi harus berada pada daerah dua yaitu ketika elastisitas produksi antara


(56)

nol dan satu (daerah rasional). Syarat keharusan menunjukkan tingkat efisiensi teknis yang harus dipenuhi.

b) Syarat kecukupan (sufficien condition). Syarat ini merupakan indicator pilihan dan berhubungan dengan tujuan individu, masyarakat dan nilai-nilai yang berlaku. Syarat kecukupan ini sifatnya subjektif dan berbeda di antara individu karena tujuan mereka berdua. Indikator pilihan ini membantu petani atau pengusaha menemukan kombinasi faktor produksinya untuk mencapai tujuan dari syarat tersebut.

Keuntungan maksimum tercapai apabila Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM), atau dengan kata lain rasio NPM dan BKM sama dengan satu, berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu memberikan tambahan penerimaan dalam jumlah yang sama dengan tambahan biayanya. kriteria pengujian:

1. Rasio NPM dan BKM lebih besar dari satu (NPM/BKM > 1), artinya penggunaan input belum efisien, input perlu ditambah untuk mencapai efisiensi.

2. Rasio NPM dan BKM Lebih kecil dari satu (NPM/BKM <1), artinya penggunaan input belum efisien, input perlu dikurangi untuk mencapai efisiensi.

4.3.3 Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran total (Soekartawi et al, 1986). Pendapatan menjadi ukuran yang diperoleh dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal baik milik sendiri maupun pinjaman. Penerimaan merupakan hasil kali jumlah fisik output


(57)

dengan harga yang diterima (rupiah). Pengeluaran adalah pengeluaran dalam usaha untuk benih dan bibit, tenaga kerja, pupuk, pestisida, penyusutan alat serta sewa lahan.

Pendapatan dalam usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan total usahatani dianalisis dengan rumus (Soekartawi et al, 1985):

YTotal = NP – (BT + BD) ………. (4.3) Sedangkan pendapatan tunai usahatani dianalisis dengan rumus:

YTunai = NP –BT ……….. (4.4) Dimana:

NP = Nilai produk, merupakan hasil kali jumlah produk dengan harga (Rp)

BT = Biaya tunai usahatani (Rp) BD = Biaya yang diperhitungkan (Rp)

YTunai = Pendapatan atas biaya tunai (Rp)

YTotal = Pendapatan atas biaya total (Rp)

4.3.4 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)

Efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya. Rasio penerimaan dan biaya merupakan perbandingan antara penerimaan yang diterima dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi. Nilai R/C ratio tersebut dianalisis dengan maksud untuk melihat nilai efisiensi pada suatu usaha. Suatu usaha dapat dikatakan efisien apabila R/C ratio >1, semakin besar nilai R/C ratio maka akan semakin efisien usaha tersebut. Secara sistematik R/C ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:


(1)

100

Lampiran 5. Analisis Regresi untuk Petani Pemilik Penggarap dan Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok

Regression Analysis: produksi (y) versus l lahan(X1), benih (X2), ... The regression equation is

produksi (y) = 6.33 + 0.501 l lahan(X1) - 0.0063 benih (X2) + 0.0197 urea (X3) + 0.00439 SP-36 (X4) - 0.00134 KCl (X5) + 0.00272 P.padat(X6) + 0.00321 P.cair (X7) + 0.427 TK (X8) + 0.0487 D

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 6.3344 0.4418 14.34 0.000 l lahan(X1) 0.50072 0.08732 5.73 0.000 3.5 benih (X2) -0.00630 0.07099 -0.09 0.930 2.8 urea (X3) 0.01966 0.04654 0.42 0.674 1.4 SP-36 (X4) 0.004386 0.005734 0.77 0.448 1.3 KCl (X5) -0.001339 0.003347 -0.40 0.691 1.3 P.padat(X6) 0.002720 0.003599 0.76 0.453 1.1 P.cair (X7) 0.003210 0.003576 0.90 0.374 1.1 TK (X8) 0.4268 0.1061 4.02 0.000 5.3 D 0.04872 0.07483 0.65 0.518 1.2

S = 0.259474 R-Sq = 88.1% R-Sq(adj) = 86.0% PRESS = 4.64151 R-Sq(pred) = 83.64%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 9 25.0073 2.7786 41.27 0.000 Residual Error 50 3.3663 0.0673

Total 59 28.3736

Source DF Seq SS l lahan(X1) 1 23.0176 benih (X2) 1 0.6821 urea (X3) 1 0.0297 SP-36 (X4) 1 0.0181 KCl (X5) 1 0.0083 P.padat(X6) 1 0.0232 P.cair (X7) 1 0.1379 TK (X8) 1 1.0617 D 1 0.0285

Unusual Observations produksi

Obs l lahan(X1) (y) Fit SE Fit Residual St Resid 2 -1.29 7.8240 7.1800 0.1024 0.6441 2.70R 5 -1.90 7.4085 6.8892 0.0993 0.5194 2.17R 44 -3.00 6.5511 6.0306 0.1118 0.5205 2.22R R denotes an observation with a large standardized residual.


(2)

101 Residual P e r c e n t 4 2 0 - 2 - 4 99.9 99 90 50 10 1 0.1 Fitted Value R e s id u a l 0.04 0.02 0.00 2 1 0 - 1 - 2 Residual F r e q u e n c y 2 1 0 - 1 - 2 16 12 8 4 0

Obser vation Or der

R e s id u a l 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 2 1 0 - 1 - 2

Normal Probabilit y Plot of t he Residuals Residuals Versus t he Fit t ed Values

Hist ogram of t he Residuals Residuals Versus t he Order of t he Dat a

Residual Plots for SRES1

RESI 1 P e rc e n t 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 - 0.2 - 0.4 - 0.6 - 0.8 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1 Mean > 0.150 - 2.72375E- 15

StDev 0.2389

N 60

KS 0.076

P- Valu e

Probability Plot of RESI 1


(3)

102

Lampiran 6. Perhitungan Analisis Pendapatan untuk Petani Pemilik Penggarap di Desa Pasir Gaok

Uraian Satuan Nilai Persentase

(Rp) (%)

A. Penerimaan Usahatani

A.1. Penerimaan Tunai kg 6.909.090,91 37,06 A.2. Penerimaan diperhitungkan kg 11.736.217.55 62,94 A.3. Total Penerimaan kg 18.645.308,46 100,00 B. Biaya Usahatani

B.1. Biaya Tunai :

1. Benih kg 239.736,89 2,93

2. Pupuk :

a. Urea kg 823.145,71 10,04

b. SP-36 kg 478.938,39 5,84

c. KCl kg 322.268,93 3,93

3. Pestisida :

a. Pestisida Padat kg 227.800,21 2,78 b. Pestisida Cair ml 278.775,77 3,40 4. Tenaga Kerja Luar Keluarga HOK 2.720.963,68 33,20

5. Sewa Traktor Ha 297.368,42 3,63

7. Pajak Lahan Ha 221.034,48 2,70

8. Iuran Irigasi Ha 68.633,33 0,84

Total Biaya Tunai 5678.665,81 69,29 B.2. Biaya Diperhitungkan :

1. Sewa Lahan Ha 1.895.000,00 23,12 2. Benih milik sendiri 446.404,13 5,45

3. Tenaga kerja dalam keluarga HOK 141.598,68 1,73 4. Penyusutan Alat 33.396,05 0,41

Total Biaya Diperhitungkan 2.516.398,86 30,71 C. Total Biaya Usahatani

(B1 + B2) 8.195.064,67 100,00

D. Pendapatan Atas Biaya Tunai

(A3 - B1) 12.966.642,65

E. Pendapatan Atas Biaya Total

(A3 - C) 10.450.243,79

F. R/C atas Biaya Tunai

(A3/B1) 3,28

G. R/C atas Biaya Total


(4)

103

Lampiran 7. Perhitungan Analisis Pendapatan untuk Petani Penggarap di Desa Pasir Gaok

Uraian Satuan Nilai Persentase

(Rp) (%)

A. Penerimaan Usahatani

A.1. Penerimaan Tunai kg 6.384.285,71 35,68 A.2. Penerimaan diperhitungkan kg 11.509.883,48 64,32 A.3. Total Penerimaan kg 17.894.169,19 100,00 B. Biaya Usahatani

B.1. Biaya Tunai :

1. Benih kg 224.280,59 2,11

2. Pupuk :

a. Urea kg 571.773,34 5,38

b. SP-36 kg 337.539,56 3,18

c. KCl kg 217.478,00 2,05

3. Pestisida :

a. Pestisida Padat kg 96.079,55 0,90 b. Pestisida Cair ml 193.482,45 1,82 4. Tenaga Kerja Luar Keluarga HOK 2.321.825,54 21,85 5. Sewa Traktor Ha 453.461,54 4,27

7. Pajak Lahan Ha - -

8. Iuran Irigasi Ha 69.833,33 0,66 9. Biaya bagi hasil kg 5.776.914,89 54,37 Total Biaya Tunai 10.262.668,79 96,60 B.2. Biaya Diperhitungkan :

1. Sewa Lahan - -

2. Benih milik sendiri kg 226.325,94 2,13 3. Tenaga kerja dalam keluarga HOK 101.972,21 0,96

4. Penyusutan Alat 33.396,05 0,31

Total Biaya Diperhitungkan 361.694,20 3,40 C. Total Biaya Usahatani

(B1 + B2) 10.624.362,99 100,00

D. Pendapatan Atas Biaya Tunai

(A3 - B1) 7.631.500,40

E. Pendapatan Atas Biaya Total

(A3 - C) 7.269.806,20

F. R/C atas Biaya Tunai

(A3/B1) 1,74

G. R/C atas Biaya Total (A3/C)

.


(5)

RINGKASAN

STEFANI ANGELIA. Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

 

Lahan merupakan tempat bagi petani untuk melakukan proses usahataninya. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan konversi lahan pertanian mengakibatkan lahan pertanian semakin berkurang. Kondisi ini tentu menimbulkan dampak, salah satunya adalah banyaknya petani yang memiliki luas lahan yang sempit dan juga tidak sedikit petani yang tidak memiliki lahan garapan.

Petani yang mempunyai lahan sempit dan juga petani yang tidak memiliki lahan terkadang harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menjadi petani bagi hasil/penyakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan. Petani sering kali merasa dirugikan dengan sistem ini. Petani yang tidak memiliki lahan milik sendiri harus dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap. Keberlangsungan petani penggarap (bagi hasil/sakap) dalam menggarap tergantung dari pemilik lahan. Selain itu, petani penggarap, pada umumnya kurang mempunyai modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga sulit untuk meningkatkan pendapatan petani.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi pada usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap, (2) Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani padi berdasarkan status petani dan (3) Menganalisis pengaruh status petani terhadap biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima dalam usahatani. Penelitian dilakukan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur karena melihat bahwa banyak petani di daerah tersebut memiliki lahan yang sempit dan juga tidak sedikit petani yang harus mengolah lahan milik orang lain karena tidak memiliki lahan sendiri.

Berdasarkan analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk petani pemilik penggarap menunjukkan bahwa hanya faktor produksi luas lahan dan tenaga kerja yang berpengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan faktor produksi benih, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pestisida padat dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk petani penggarap menunjukkan bahwa hanya faktor produksi pupuk KCl, pestisida cair dan tenaga kerja yang berpengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan faktor produksi luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk SP-36 dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.

Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi usahatani padi yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap di daerah tersebut belum efisien. Berdasarkan uji T terlihat bahwa status petani tidak nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen artinya status petani di daerah penelitian sangat kecil pengaruhnya terhadap efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.


(6)

Hal ini diduga disebabkan oleh perilaku kedua golangan petani di Desa Pasir Gaok sebagai pengambil keputusan dalam aktivitas usahataninya tidak jauh berbeda.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani padi yang dilakukan oleh petani pemilik penggarap dan petani penggarap di daerah penelitian secara umum dikatakan layak untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai dan total untuk petani pemilik penggarap masing-masing sebesar 3,28 dan 2,28. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan total untuk petani penggarap masing-masing sebesar 1,74 dan 1,68. Jika dilihat dari sisi biaya, petani penggarap harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan petani pemilik penggarap. Hal ini cukup merugikan petani penggarap karena harus mengeluarkan biaya bagi hasil dengan proporsi yang cukup besar.