daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih
2003 menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Stine 1994 menyatakan bahwa penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-program layanan publik. Kedua pendapat
ini menyiratkan pentingnya mengaloksikan belanja untuk berbagai kepentingan publik.
Pada akhirnya perbaikan infrastruktur ini akan meningkatkan kondisi pembangunan Indonesia. Meningkatnya kondisi pembangunan akan memberikan
efek peningkatan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu perlu dilakukan suatu kajian tentang dampak pembangunan infrastruktur terhadap perekonomian
khususnya di Indonesia. Sehingga diharapkan mampu memberikan solusi yang baik bagi penentuan kebijakan pembangunan infrastruktur ke depan.
1.2 Perumusan Masalah
Perkembangan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan satu sama lain. Perbaikan
infrastruktur pada umumnya dapat meningkatkan mobilitas penduduk, mempercepat laju pengangkutan barang, memperbaiki kualitas dari jasa
pengangkutan tersebut, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana pembangunan, serta meningkatkan efisiensi penggunaan sarana pembangunan.
Ketertinggalan suatu daerah dalam membangun dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah rendahnya daya tarik suatu daerah yang menyebabkan
tingkat aktivitas ekonomi yang rendah. Suatu daerah yang tidak memiliki sumber daya baik manusia maupun alam serta kurangnya insentif yang ditawarkan
prasarana infrastruktur, perangkat keras dan lunak, keamanan dan sebagainya. Untuk mengejar ketinggalan dari daerah lainnya, terdapat beberapa alternatif
pengembangan suatu daerah. Alternatif tersebut dapat berupa investasi yang langsung diarahkan pada sektor produktif atau investasi pada bidang social-
overhead seperti pembangunan jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan dan
prasarana infrastruktur lainnya. Pilihan ditentukan oleh kondisi dan ciri daerah serta masalah institusionalnya.
Dalam Keputusan Presiden RI No. 81 Tahun 2001 Tentang Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur, disebutkan dalam Pasal 2,
bahwa pembangunan infrastruktur mencakup : 1.
Prasarana dan sarana perhubungan : jalan, jembatan, jalan kereta api, dermaga, pelabuhan laut, pelabuhan udara, penyeberangan sungai dan
danau; 2.
Prasarana dan sarana pengairan: bendungan, jaringan pengairan, bangunan pengendalian banjir, pengamanan pantai, dan bangunan pembangkit listrik
tenaga air; 3.
Prasarana dan sarana permukiman, industri dan perdagangan: bangunan gedung, kawasan industri dan perdagangan, kawasan perumahan skala
besar, reklamasi lahan, jaringan dan instalasi air bersih, jaringan dan pengolahan air limbah, pengelolaan sampah, dan sistem drainase;
4. Bangunan dan jaringan utilitas umum: gas, listrik, dan telekomunikasi.
Selain memiliki dimensi ruang yang luas, pembangunan infrastruktur juga menghadapi tiga dimensi permasalahan. Pertama, membutuhkan invetasi yang
cukup besar, waktu pengembalian modal yang panjang, pemanfaatan teknologi tinggi, perencanaan dan implementasi perlu waktu panjang untuk mencapai skala
ekonomi yang tertentu. Kedua, pembangunan menjadi prasyarat bagi berkembangnya kesempatan dan peluang baru di berbagai bidang kehidupan.
Ketiga, adanya persaingan global dan sekaligus memenuhi permintaan investor baik dari dalam maupun luar negeri. Ditambah lagi dengan adanya 2 dua matra
yang harus dimiliki dalam penyediaan infrastruktur, yaitu matra fisik dan matra pelayanan. Infrastruktur tidak selesai dibangun secara fisik saja, namun menuntut
adanya operasional dengan mengedepankan kualitas pelayanan jasa dan efektivitas pengelolaan infrastruktur.
Melihat begitu banyaknya peran maupun dimensi permasalahan serta tantangan dalam pembangunan infrastruktur, maka perlu diupayakan pencegahan
guna meminimalisir munculnya permasalahan. Adanya ganti rugi kepada masyarakat karena pembebasan tanah ternyata menghadapi banyak kendala.
Selain membutuhkan waktu yang lama karena sulit mencapai kesepakatan harga dengan pemilik tanah, ternyata ganti rugi secara fisik dalam bentuk uang saja
tidak cukup.
Menyikapi permasalahan tersebut, diperlukan strategi dan komitmen utuh pemerintah untuk mengatasi kelangkaan infrastruktur tersebut. Kendala terbesar
yang dihadapi pemerintah tentu saja adalah keterbatasan anggaran. Pengeluaran untuk infrastruktur juga merupakan sebuah strategi untuk mempromosikan
pembangunan ekonomi. Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba menguraikan permasalahan
yang akan diangkat dalam penelitian ini. Permasalahan tersebut yaitu bagaimana pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bekasi.
1.3 Tujuan Penelitian