2 Penyusunan Rencana Aksi

Gambar 4.2 Penyusunan Rencana Aksi

4.4. STRATEGI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi diarahkan pada pemulihan lima sektor yang terdampak bencana merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah melalui Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Kota Manado dan pemerintah kabupaten/kota lainnya yang terdampak melalui SKPD terkait.

Strategi rehabilitasi dan rekonstruksi masing-masing sektor adalah sebagai berikut:

4.4.1. Pemulihan Permukiman

Sesuai dengan arahan Wakil Presiden RI, sasaran prioritas pemulihan adalah sektor permukiman terutama masyarakat miskin dan rentan, rumah yang mengalami rusak parah, dan rumah yang berada di kawasan sempadan/bantaran sungai. Mekanisme pemberian bantuan perumahan bagi masyarakat telah diatur dalam Peraturan Pemerintah 21/2008, Perka 17/2010, dan Perka 4/2013. Secara garis besar peraturan-perturan tersebut memuat tentang:

1. Stimulan untuk pelaksanaan relokasi dan in-situ berupa bahan bangunan, komponen rumah, pendampingan, dan monev, yang besarannya ditetapkan berdasarkan tingkat kerusakan;

2. Bantuan diberikan melalui pola pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal, karakter dan budaya masyarakat setempat sesuai mekanisme yang telah ditetapkan;

3. Pembangunan rumah mengikuti standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan serta memperhatikan masukan dari instansi/lembaga terkait dan aspirasi masyarakat daerah bencana;

4. Pelaksanaan pemberian stimulan dilakukan melalui pendampingan berupa bimbingan dan bantuan teknis. Jumlah rumah rusak yang diberi bantuan stimulan per kabupaten/kota minimal

satu pokmas yang beranggotakan 15-20 KK per kategori kerusakan. Rumah yang rusak dengan kategori rusak ringan dibebankan ke APBD pemerintah daerah yang terdampak bencana. Adapun rincian pemberian stimulan sektor perumahan dan permukiman adalah sebagai berikut:

1. Besaran dana stimulan untuk relokasi in-situ, 1. Besaran dana stimulan untuk relokasi in-situ,

c. rusak ringan maksimal Rp2.000.000,00/unit.

2. Besaran dana stimulan untuk relokasi (ex-situ) adalah maximal Rp40.000.000,00/unit dengan asumsi rumah tipe 36, luas lahan per unit 150 m 2 (100 m 2 tapak rumah, 50 m 2 untuk prasarana lingkungan). Poin 1 dan 2 ini sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Utara (hasil pertemuan BNPB dengan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara tanggal 7 Maret 2014).

3. Penyediaan lahan menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Kota Manado demikian juga dengan empat kabupaten/kota terdampak.

4. Bantuan stimulan tersebut termasuk biaya bahan/material bangunan dan upah tukang yang diperuntukkan membangun struktur inti yaitu pondasi, kolom, dan atap.

5. Penerima bantuan ditetapkan berdasarkan by name by address sesuai dengan SK Walikota Kota Manado, Kota Tomohon dan Bupati Kabupaten Minahasa, Minahasa

Selatan, dan Minahasa Utara.

6. Penyaluran stimulan melalui mekanisme Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sesuai dengan Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Anggaran Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana.

4.4.2. INFRASTRUKTUR

Strategi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor infrastruktur adalah:

1. Rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur dilaksanakan dalam rangka mendukung terselenggaranya pemulihan perekonomian masyarakat.

2. Pembangunan kembali infrastruktur publik dengan memperhatikan kebijakan sektor terkait dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

3. Memulihkan fungsi dan membangun kembali infrastruktur publik yaitu transportasi, sumber daya air, energi/listrik, dan air bersih dan sanitasi.

4. Rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur mengacu pada kriteria teknis.

4.4.3. EKONOMI

Pada sektor ekonomi, strategi yang ditetapkan adalah:

1. Mendorong dan mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi prasarana fisik bidang ekonomi.

2. Mendorong serta mendukung lembaga/institusi/pelaku usaha untuk mengakses pembiayaan perbankan dan non perbankan.

3. Mendorong dan mendukung restrukturisasi pinjaman seperti penjadwalan ulang, penundaan pembayaran hutang sesuai dengan peraturan OJK.

4. Pemberian pendampingan/konsultasi dalam pemulihan usaha termasuk pelatihan kewirausahaan.

4.4.4. SOSIAL

Strategi yang ditetapkan untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pelayanan pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan lembaga sosial dalam rehabilitasi dan rekonstruksi komponen sosial adalah:

1. Pemulihan layanan kesehatan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana kesehatan seperti puskesmas, layanan gizi masyarakat, dan pengobatan psikososial.

2. Pemulihan layanan pendidikan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan seperti fasilitas pendidikan PAUD, TK, SD, SMP dan SMA, pemberian bantuan peralatan sekolah dan trauma healing.

3. Pemulihan sarana dan prasarana peribadatan seperti rehabilitasi masjid, gereja dan vihara, serta pemberian dukungan dana penggerak awal bagi pemulihan kegiatan keagamaan.

4. Pemulihan pelayanan lembaga sosial/panti dengan merehabilitasi sarana dan prasarana panti.

5. Pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko bencana guna menumbuhkan dan menanamkan budaya keselamatan dan kesiapsiagaan bagi masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana.

4.4.5. LINTAS SEKTOR

Strategi yang ditetapkan untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pelayanan lintas sektor adalah:

1. Pemulihan kembali fungsi layanan publik dan sarana prasarana pemerintahan.

2. Pemulihan kembali fungsi layanan ketertiban dan sarana prasarana keamanan dan ketertiban.

3. Fasilitasi kemudahan dalam proses pengurusan surat berharga.

4. Sosialisasi pengurangan risiko bencana dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana.

BAB V PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH PASCABENCANA

Penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana merupakan rangkaian kegiatan yang sudah dimulai sejak perencaaan kegiatan termasuk identifikasi dan penghimpunan sumber pembiayaan, pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, pengorganisasian pelaksana kegiatan, pelaporan dan pertanggungjawaban, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan termasuk pengawasan baik yang dilaksanakan oleh pihak internal maupun eksternal pemerintah dan/atau pemerintah daerah sampai kepada langkah pengalihan hasil rehabilitasi dan rekonstruksi kepada program pembangunan yang berkelanjutan pada daerah tersebut.

Seluruh rangkaian penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi dimaksud dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus.

5.1. PERENCANAAN DAN PENDANAAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional yang diatur dalam UU 25/2004. Sama halnya dengan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana sebagai sebuah kebijakan yang diintegrasikan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah, sesuai dengan amanat UU 25/2004. Dalam kaitannya dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan tahunan, Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk penyusunan RAPBN, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi/Kabupaten/Kota untuk penyusunan RAPBD, sesuai dengan mekanisme dalam peraturan dan perundang-undangan terkait.

Kedudukan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana dalam Sistem Perencanaan Pembangunan sebagaimana terdapat pada Gambar 5. 1.

KL KL RKA-KL APBN

Peme rintah

Nasional Nasional RKP RAPBN APBN

Daerah Daerah Daerah RAPBD APBD

Peme

RRRD

rintah Daerah

SKPD SKPD SKPD APBD

Gambar 5.1

Kedudukan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi

dalam sistem Perencanaan Pembangunan

Sumber: Bappenas, 2013 Keterangan: RRRN : Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nasional RRRD : Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Daerah

Berdasarkan PP 22/2008, pemerintah menyediakan dana dari sumber APBN sebagai berikut:

1. Dana kontijensi untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap prabencana;

2. Dana siap pakai yang ditempatkan dalam anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk kegiatan pada saat tanggap darurat;

3. Dana bantuan sosial berpola hibah disediakan untuk kegiatan pada tahap pascabencana.

Sumber pendanaan utama pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah APBN dan APBD, namun tidak menutup kemungkinan alokasi dari sumber pendanaan lainnya, seperti dana masyarakat, dan bantuan/hibah dari lembaga atau negara donor bila diperlukan. Penggunaan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersumber dari APBN dan APBD dilakukan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang

Penanggulangan Bencana (BNPB) berdasarkan usulan kebutuhan dari Pemerintah Daerah yang telah dievaluasi, diverifikasi oleh BNPB.

sumber APBD (provinsi/kabupaten/kota), baik sistem perencanaan dan penganggarannya maupun pelaksanaan, penatausahaan keuangan dan pertanggungjawabannya, tetap perlu disesuaikan dengan pengaturan mengenai pengelolaan keuangan daerah (APBD) sesuai dengan:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 juncto Nomor 13 Tahun 2006 juncto Nomor 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan APBD (diterbitkan tiap tahun anggaran).

4. Peraturan lainnya yang terkait dengan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah.

Besarnya kebutuhan pendanaan untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi ditetapkan berdasarkan hasil Penilaian Kerusakan dan Kerugian yang dipadukan dengan hasil Pengkajian Kebutuhan Pemulihan Kemanusiaan, yang meliputi sektor-sektor sebagai berikut: a) perumahan dan prasarana permukiman, b) Infrastruktur, c) Sosial, d) Ekonomi, dan e) lintas sektor.

Berdasarkan hasil pengkajian kebutuhan yang dikoordinasikan oleh BNPB, maka total

adalah sebesar Rp677.244.597.500,00. Rincian ini terdiri dari kebutuhan pemulihan di Kota Manado sebesar Rp580.997.773.500,00, Kabupaten Minahasa sebesar Rp31.670.330.000,00, Kabupaten Minahasa Selatan sebesar Rp26.577.894.000,00, kebutuhan pemulihan di Kabupaten

Kota Tomohon Rp15.290.500.000,00, secara tabulatif disampaikan dalam Tabel 5.1 dan 5.2.

Minahasa

Utara

Rp22.708.100.000,00,

dan

Tabel 5.1 Rekapitulasi Kebutuhan Pascabencana Banjir Bandang Dan Longsor Tanggal 15 Januari 2014 Provinsi Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2014-2015

Rencana Aksi Pascabencana Banjir dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Bab 5 - 4

Sumber: Analisis BNPB, 2014

Rencana Aksi Pascabencana Banjir dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Bab 5 - 5

Tabel 5.2 Nilai Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana

Banjir Bandang dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Per Kota/Kabupaten

No.

Wilayah

Besar Kebutuhan (Rp.)

1 Kota Manado 580.997.773.500,00 2 Kabupaten Minahasa

31.670.330.000,00 3 Kabupaten Minahasa Selatan

26.577.894.000,00 4 Kabupaten Minahasa Utara

22.708.100.000,00 5 Kota Tomohon

TOTAL 677.244.597.500,00

Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan per sektor dan setelah dilakukan proses konfirmasi dengan K/L di pusat dan pemerintah daerah, teridentifikasi kondisi kebutuhan sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Nilai Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Banjir Bandang dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Per Sektor

No.

SEKTOR

KEBUTUHAN (Rp.)

5 Lintas Sektor

TOTAL 677.244.597.500,00

Dalam penyusunan kebutuhan pendanaan tersebut, dilakukan secara bottom-up dan partisipatif, yang disinkronkan dengan usulan-usulan dari Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah, yang dikonsolidasikan oleh BNPB dan BPBD. Proses ini dilakukan, antara lain bertujuan untuk:

1. Mengurangi potensi duplikasi kegiatan dan pembiayaan.

2. Menganalisa prioritas pemulihan masing-masing sektor berdasarkan kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Sumber pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi berasal dari APBN yang teralokasikan pada DIPA BNPB, DIPA Kementerian/Lembaga teknis terkait dan APBD pada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing yang akan dilaksanakan dalam dua tahun anggaran dari tahun 2014 –2015.

Sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden yang menginstruksikan untuk mensinergikan program/kegiatan yang terdapat pada kementerian/lembaga terkait dengan rencana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana banjir bandang dan longsor di Provinsi Sulawesi Utara, maka pengidentifikasian potensi sumber pendanaan ditempuh dengan cara pendayagunaan anggaran pemerintah sebagai berikut:

1. Rupiah murni APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota pada tahun 2014 didayagunakan secara optimal untuk kegiatan di daerah yang terkena dampak bencana melalui realokasi (jika dimungkinkan) kegiatan berdasarkan pedoman dan peraturan yang berlaku.

2. Anggaran perubahan APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota tahun 2014 didayagunakan secara optimal untuk upaya lanjutan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah yang terkena dampak bencana sesuai dengan prosedur perencanaan dan penganggaran tahunan yang berlaku.

3. Anggaran pemerintah APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota tahun 2015 didayagunakan secara optimal untuk upaya lanjutan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah yang terkena dampak bencana sesuai dengan prosedur perencanaan dan penganggaran tahunan yang berlaku.

Berdasarkan upaya tersebut, maka indikasi pendanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi Sulawesi Utara dapat dilihat pada rangkaian tabel sebagai berikut:

1. Total kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor permukiman adalah sebesar Rp288.474.160.000,00 dengan rincian sebagaimana dalam Tabel 5.4:

 Pemerintah Kabupaten/Kota terdampak berkomitmen untuk membiayai kebutuhan tersebut sebesar Rp14.589.500.000,00 untuk stimulus bantuan dana rumah (BDR) rumah rusak ringan dan khusus Kota Tomohon dan Kabupaten

 Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sebesar Rp49.701.000.000,00 untuk kebutuhan penyediaan lahan/ tanah dan pematangan lahan (land clearing) relokasi hunian tetap dan bantuan dana lingkungan (BDL).

 Kementerian Pekerjaan Umum berkomitmen sebesar Rp15.000.000.000,00 untuk kebutuhan bantuan dana lingkungan (BDL) melalui program reguler.

 Sedangkan BNPB akan membiayai kebutuhan sebesar Rp209.183.660.000,00 untuk stimulus bantuan dana rumah (BDR) rusak berat dan sedang serta BDR untuk hunian tetap relokasi, dan biaya pendampingannya.

 Kebutuhan pendanaan untuk biaya operasional provinsi, kabupaten/kota dan biaya monev/supervisi Provinsi Sulawesi Utara akan ditetapkan melalui surat keputusan Kepala BNPB tentang penetapan alokasi dana bantuan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

 Percepatan pembangunan hunian tetap (huntap) masyarakat korban bencana tidak tertutup dengan menggunakan Dana Siap Pakai (DSP) sesuai aturan yang berlaku.

2. Total Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor infrastruktur adalah sebesar Rp282.799.086.000,00 dengan rincian sebagaimana dalam Tabel 5.5:

 Pembiayaan yang ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi, Kementerian dan Lembaga Negara atas kebutuhan sektor infrastruktur berdasarkan kewenangan aset masing-masing (nasional, provinsi, kabupaten/kota).

 Komitmen

Kabupaten/Kota sebesar Rp22.864.919.000,00 dialokasikan pada tahun 2014 dan Rp5.711.975.000,00 untuk tahun 2015.

pembiayaan

Pemerintah

 Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara akan menanggung pembiayaan adalah sebesar Rp1.210.000.000,00 yang dialokasikan pada tahun 2014.

 Kementerian Pekerjaan Umum akan memenuhi kebutuhan sesuai dengan kewenangan sebesar Rp17.426.549.000,00 dialokasikan pada tahun 2014 dan tahun 2015 sebesar Rp54.400.705.000,00.

 Sisa kebutuhan sebesar Rp146.475.638.000,00 akan dipenuhi oleh BNPB secara bertahap berdasarkan skala prioritas dan ketersediaan anggaran yang bersumber dari APBN, Bantuan Internasional, Dunia Usaha, Masyarakat dan sumber dana lainnya.

3. Total Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sektor ekonomi sebesar Rp19.117.840.000,00 dengan rincian sebagaimana dalam Tabel 5.6:

 Komitmen dari Kementerian Koperasi dan UKM sebesar Rp696.206.000,00 pada tahun 2014 untuk dana stimulan koperasi dan revitalisasi fungsi pasar serta pelatihan.

 Kementerian Perdagangan akan memenuhi kebutuhan sub sektor perdagangan sebesar Rp16.916.546.200,00 pada tahun 2015.

 Untuk kebutuhan sub sektor kelautan dan perikanan akan dipenuhi oleh instansi terkait, masyarakat, atau BNPB sebesar Rp466.966.800,00 pada tahun 2015.

 Sisanya sebesar Rp1.038.121.000,00 akan dipenuhi oleh Masyarakat, Dunia Usaha, Bantuan Internasional dan sumber dana lainnya.

4. Total Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sektor sosial sebesar Rp61.362.324.000,00 dengan rincian sebagaimana dalam Tabel 5.7:

 Komitmen Kementerian Kesehatan sesuai dengan besar kebutuhan adalah sebesar Rp22.628.600.000,00 yang dibagi dalam dua tahun anggaran, sebesar Rp11.000.000.000,00 pada tahun 2014 dan sebesar Rp11.628.600.000,00 pada tahun 2015 untuk sub sektor kesehatan.

 Komitmen pembiayaan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kemen. Keuangan sebesar Rp5.000.000.000,00 pada tahun 2014 untuk sub sektor pendidikan,

 Komitmen Kementerian Pendidikan sebesar Rp14.681.963.000,00 pada tahun 2014 dan Rp10.697.595.000,00 pada tahun 2015, yang disalurkan melalui dana alokasi khusus (DAK) ke pemerintah daerah.

 Komitmen Kementerian Agama sebesar Rp3.323.800.000,00 pada tahun 2014,

 Sisa kebutuhan sebesar Rp5.030.366.000,00 untuk sub sektor agama dan lembaga sosial akan dipenuhi dengan swadaya oleh masyarakat, dunia usaha, bantuan internasional, dan sumber dana lainnya.

5. Total Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana lintas sektor sebesar Rp25.491.187.500,00 dengan rincian sebagaimana dalam Tabel 5.8:

 Kebutuhan sub sektor pemerintahan sebesar Rp18.026.417.500,00 akan dipenuhi dari pemerintah pusat yang pembiayaan bersumber dari Kajati, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan pada tahun 2014. Bersumber dari Provinsi Sulawesi Utara Rp4.336.402.500,00 dan Kota Manado Rp10.189.785.000,00 pada tahun 2015 untuk rehabilitasi gedung kantor dan peralatan. Sedangkan Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp2.428.202.500,00 untuk kebutuhan layanan kependudukan, revitalisasi sistem dan data kependudukan.

 Kebutuhan sub sektor ketertiban sebesar Rp1.256.347.500,00 akan dipenuhi oleh POLRI pada tahun 2015 untuk pembiayaan rehabilitasi kantor dan asrama.

 Kebutuhan sub sektor keamanan sebesar Rp1.320.922.500,00 akan dipenuhi oleh TNI pada tahun 2015 untuk pembiayaan rehabilitasi kantor dan asrama.

 Kebutuhan sub sektor lingkungan hidup sebesar Rp4.887.500.000,00 dengan komitmen dari Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp2.000.000.000,00 pada tahun 2015 untuk kebutuhan Penyusunan Master Plan Penanganan Banjir Kota Manado. Pemenuhan kebutuhan penguatan, sosialisasi penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana serta pendampingan permasalahan kelompok rentan oleh BNPB sebesar Rp2.887.500.000,00 pada tahun 2015.

Tabel 5.4. Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekontruksi Sektor Perumahan

SUMBER PEMBIAYAAN (Rp.)

NO SEKTOR/

Kab. /Kota

Prov. Sulawesi Utara

Kemen. P. U.

(11) (12) I PERMUKIMAN 1 Kota Manado

- 277,887,060,000 a Bantuan Dana Rumah (BDR) In-Situ

100,675,660,000 - 113,004,060,000 Rusak Berat

51,184,000,000 51,184,000,000 51,184,000,000 Rusak Sedang

34,752,000,000 34,752,000,000 34,752,000,000 Rusak Ringan

12,328,400,000 Pendampingan In - Siitu

163,293,000,000 Bantuan Dana Rumah (BDR)

b Relokasi

82,160,000,000 82,160,000,000 82,160,000,000 Lahan/ Tanah

15,405,000,000 Bantuan Dana Lingkungan (BDL)

49,296,000,000 Pendampingan Relokasi

c Dan Avokasi Relokasi Musyawarah Komunitas, Penyuluhan

1,590,000,000 2 Kab. Minahasa

5,320,000,000 Rusak Sedang

Rusak Berat

740,000,000 Rusak Ringan

118,000,000 Pendampingan In - Situ

3 Kab. Minahasa Selatan

1,897,000,000 Rusak Berat

960,000,000 Rusak Sedang

220,000,000 Rusak Ringan

540,000,000 Pendampingan In - Siitu

4 Kab.Minahasa Utara

680,000,000 Rusak Sedang

Rusak Berat

140,000,000 Rusak Ringan

54,000,000 Pendampingan In - Siitu

5 Kota Tomohon

598,000,000 Rusak Berat

440,000,000 Rusak Sedang

80,000,000 Rusak Ringan

- Pendampingan In - Siitu

Rencana Aksi Pascabencana Banjir dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Bab 5 - 11

Tabel 5.5. Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Infrastruktur

Sumber Pembiayaan (Rp.)

NO SEKTOR/

Kab/Kota (Rp.)

Prov. Sulawesi Utara (Rp.)

Kemen. P.U. (Rp.)

BNPB (Rp.)

Swasta (BUMN/BUMD)

TOTAL

(Rp.) (Rp.) (1)

(12) (13) II INFRASTRUKTUR 1 KOTA MANADO

a Transportasi

Nasional 17,426,549,000 17,426,549,000 17,426,549,000 Kota Manado

1,210,000,000 Kota Manado

b Sumber Daya Air 80,840,751,000 1,995,790,000 54,400,705,000 24,444,256,000 - 80,840,751,000

Drainase

10,314,319,000 1,795,790,000 Tanggul Sungai

24,630,700,000 24,630,700,000 d Energi/Listrik **)

c Air Minum *)

10,078,600,000 10,078,600,000 2 KAB. MINAHASA

a Transportasi

6,095,000,000 Tebing Jalan

3,306,330,000 Tanggul Sungai

b Sumber Daya Air

2,789,190,000 Daerah Irigasi

3 KAB. MIN. SELATAN

a Transportasi

19,672,946,000 22,172,946,000 Drainase/Tebing Sungai

b Sumber Daya Air

179,849,000 4 KAB. MIN. UTARA

c Air Minum

a Transportasi

b Sumber Daya Air

2,155,000,000 Tanggul Sungai

c Air Minum

154,250,000 5 KOTA TOMOHON

a Transportasi

1,265,000,000 Tebing Jalan

8,575,500,000 8,575,500,000 Tanggul Sungai

b Sumber Daya Air

7,375,500,000 Daerah Irigasi

c Air Minum

146,475,638,000 34,709,300,000 282,799,086,000 *) Kepemilikan aset milik perusahaan daerah, berupa PT. Air (BUMD) **) Kepemilihan aset milik negara (pusat), berupa PLN (BUMN)

Rencana Aksi Pascabencana Banjir dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Bab 5 - 12

Tabel 5.6. Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Ekonomi

Rencana Aksi Pascabencana Banjir dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Bab 5 - 13

Tabel 5.7. Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Sosial

Sumber Pembiayaan

Swadaya Masya TOTAL SUBSEKTOR

Kemen. Kesehatan (Rp.)

LPDP (Kemen. Keu)

Kemen. Pend

Kemen. Agama

(Rp.) (Rp.)

IV SOSIAL 1 KOTA MANADO

5,030,366,000 60,654,200,000 a Kesehatan

60,654,200,000 11,000,000,000 11,628,600,000 5,000,000,000 - 13,973,839,000 10,697,595,000 3,323,800,000 -

22,628,600,000 11,000,000,000 11,628,600,000 22,628,600,000 b Pendidikan

30,473,400,000 5,000,000,000 13,973,839,000 10,697,595,000 801,966,000 30,473,400,000 c Agama

5,980,000,000 2,521,834,000 3,458,166,000 5,980,000,000 d Lembaga Sosial

2 KAB. MINAHASA

342,000,000 a Pendidikan

3 KAB. MIN. SEL

366,124,000 a Pendidikan

Rencana Aksi Pascabencana Banjir dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Bab 5 - 14

Tabel 5.8. Pembiayaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Lintas Sektor

SUMBER PEMBIAYAAN (Rp.)

NO SEKTOR/ KEBUTUHAN SUBSEKTOR

(Rp.)

Kajati

Kem. Perhub

Kem. Perdagang

Kemen. Dagri

POLRI

TNI - AD

Kemen. P. U.

BNPB

Prov. Sulut

Kota Manado TOTAL

(22) (23) (24) V LINTAS SEKTOR

10,189,785,000 25,491,187,500 a Pemerintahan

1 KOTA MANADO

18,026,417,500 470,745,000 164,160,000 437,122,500 2,428,202,500 4,336,402,500 10,189,785,000 18,026,417,500 b Ketertiban (Kepolisian)

1,256,347,500 1,256,347,500 1,256,347,500 c Keamanan (TNI)

1,320,922,500 1,320,922,500 1,320,922,500 d Lingkungan Hidup

2,887,500,000 4,887,500,000 e BUMN/D

- f Keuangan dan Perbankan

25,491,187,500 470,745,000 - 164,160,000 - 437,122,500 - 2,428,202,500 -

*) Sub Sektor BUMN/D tidak diperhitungkan kebutuhan **) Mengeluarkan Kebijakan

Rencana Aksi Pascabencana Banjir dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Bab 5 - 15

5.1.1. Mekanisme Pelaksanaan Anggaran

Sumber pendanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana Provinsi Sulawesi Utara di wilayah Kota Manado, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Minahasa Utara berasal dari APBN/APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Mekanisme dan prosedur pendanaan pemerintah mengikuti mekanisme dan prosedur baku pendanaan sebagaimana yang tertuang dalam UU 17/2003 dan UU 1/2004 serta aturan pelaksanaan yang terkait dengan undang-undang dimaksud.

Setiap kementerian/lembaga yang akan sharing langsung menyampaikan bantuan pendanaannya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota terkait, sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berkenaan dengan bentuk kegiatannya masing-masing dan alokasi pendanaannya. Dalam kerangka situasi penanggulangan bencana, diperlukan langkah- langkah percepatan penyaluran dana sebagai berikut:

1. Percepatan penyelesaian administrasi dokumen anggaran, baik dalam kerangka penyusunan anggaran maupun revisi anggaran.

2. Percepatan pembayaran melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

3. Percepatan proses pengesahan anggaran di lembaga legislatif. Mekanisme pelaksanaan anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi dari BNPB sesuai

dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana pada Tahap Pascabencana yang dapat dilaksanakan dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Swakelola atau kontraktual yang dikerjakan oleh BNPB dengan atau tanpa melibatkan BPBD.

2. Pemberian Bantuan Langsung kepada masyarakat/kelompok masyarakat (BLM).

3. Pemberian Bantuan kepada Pemerintah Daerah yang terkena bencana berupa Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah.

Pertimbangan menggunakan mekanisme pelaksanaan anggaran yang dikerjakan sendiri oleh BNPB dengan atau tidak melibatkan BPBD di wilayah yang terdampak bencana, dilakukan apabila BPBD Provinsi/Kota dinilai belum mampu baik dari sisi kondisi kelembagaan dan/atau sumber daya manusia dan/atau karena sesuatu hal Pertimbangan menggunakan mekanisme pelaksanaan anggaran yang dikerjakan sendiri oleh BNPB dengan atau tidak melibatkan BPBD di wilayah yang terdampak bencana, dilakukan apabila BPBD Provinsi/Kota dinilai belum mampu baik dari sisi kondisi kelembagaan dan/atau sumber daya manusia dan/atau karena sesuatu hal

Pemberian bantuan langsung kepada masyarakat/kelompok masyarakat (BLM) dapat dilaksanakan dengan melakukan transfer dana dari KPPN Jakarta secara langsung ke rekening kelompok masyarakat atau melalui bank/pos penyalur tergantung kepada kemudahan dan kepraktisan dalam pelaksanaannya. BLM diprioritaskan pada kegiatan pemulihan perumahan dan prasarana lingkungan permukiman serta pemberdayaan ekonomi masyarakat, sedangkan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi lainnya termasuk pendampingan pembangunan perumahan dan permukiman diberikan dengan mekanisme non BLM.

Dalam rangka penyaluran dana rehabilitasi dan rekonstruksi melalui DIPA BNPB, Sekretaris Utama BNPB selaku Kuasa Pengguna Anggaran akan menetapkan PPK Pusat, Pejabat Penandatangan SPM dan Bendahara Pengeluaran, sedangkan di tingkat daerah akan ditetapkan PPK, BPP dan atasan langsung yang berkedudukan di BPBD yang diangkat dan ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota terkait. BLM disalurkan melalui KPPN berdasarkan Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Penetapan Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan.

Mekanisme pelaksanaan anggaran kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dari BNPB berupa BLM dilakukan sesuai dengan Gambar 5.2 dan mekanisme pemberian bantuan berupa bantuan sosial berpola hibah kepada pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan Gambar 5.3.

Gambar 5.2 Mekanisme Pelaksanaan Anggaran BLM

Gambar 5.3 Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Sosial Berpola Hibah

5.1.2. PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Sesuai dengan ruang lingkup dan kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi dengan pertimbangan skala kerusakan akibat bencana, maka kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan selama dua tahun anggaran, yang dimulai pada tahun anggaran 2014 dan berakhir pada tahun anggaran 2015. Sesuai dengan UU 24/2007, sasaran rehabilitasi adalah kegiatan perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, pemulihan sosial-ekonomi-budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban yang pada prinsipnya pemulihan fungsi pemerintahan dan pemulihan fungsi pelayanan publik.

Sasaran rekonstruksi adalah memulihkan sistem secara keseluruhan serta mengintegrasikan berbagai program pembangunan ke dalam pendekatan pembangunan daerah yang dilakukan dengan pendekatan membangun lebih baik dan lebih aman (build back better dan safer) yang meliputi: (i) pembangunan kembali prasarana dan sarana yang rusak; (ii) pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; (iii) membangkitkan kembali kehidupan sosial masyarakat; (iv) peningkatan kondisi sosial, dan ekonomi; dan (v) peningkatan fungsi pelayanan publik dan pemerintahan, dengan menerapkan aspek pengurangan risiko bencana dan mengutamakan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatannya.

Dalam PP 21/2008 dijelaskan bahwa, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tanggungjawab Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang terkena bencana. Di tingkat pusat, kegiatan teknis rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga teknis terkait dan dikoordinasikan oleh BNPB, sedangkan di tingkat daerah kegiatan teknis dilaksanakan oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah teknis terkait dan dikoordinasikan BPBD.

Mempertimbangkan kondisi rentang kendali BNPB kepada pemerintah kabupaten/kota penerima dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi, maka BNPB menetapkan pemerintah provinsi untuk melaksanakan tugas supervisi dan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang berada di wilayahnya. Khususnya untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk sektor permukiman dilaksanakan Mempertimbangkan kondisi rentang kendali BNPB kepada pemerintah kabupaten/kota penerima dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi, maka BNPB menetapkan pemerintah provinsi untuk melaksanakan tugas supervisi dan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang berada di wilayahnya. Khususnya untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk sektor permukiman dilaksanakan

Program REKOMPAK yang merupakan BLM adalah proses pembelajaran kepada masyarakat untuk membangun kembali rumahnya dengan prinsip membangun lebih baik dari kondisi semula (build back better dan safer). Pada setiap lokasi sasaran akan dilakukan serangkaian kegiatan pengembangan kapasitas masyarakat dan disediakan stimulan praktek rehabilitasi rumah. Untuk melaksanakan Program REKOMPAK di wilayah sasaran digunakan pendekatan dasar pemberdayaan manusia sebagai pintu masuk pemberdayaan komunitas. Pelaksanaan proyek REKOMPAK harus selalu memperhatikan ketentuan dasar sebagai berikut :

1. Memenuhi persyaratan kelayakan teknik.

2. Calon penerima manfaat dilibatkan sebagai pelaku utama dalam proses pengambilan keputusan pada saat perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari proyek rehabilitasi rumah.

3. Pemilihan bahan bangunan, teknologi konstruksi dan penyelenggaraan prasarana harus menerapkan kriteria environmental governance.

4. Mengutamakan pemanfaatan struktur dan lembaga lokal yang telah berfungsi dengan baik.

5. Masyarakat pada satuan kampung yang mendapat bantuan rekonstruksi struktur rumah tahan gempa harus bersedia menata kembali rumah dan lingkungan mereka sesuai dengan norma dan standar yang disepakati bersama antara pemerintah dan masyarakat.

6. Kegiatan rekonstruksi model struktur rumah tahan gempa diletakkan sebagai landasan bagi pembangunan jangka menengah dan panjang yang lebih baik.

Siklus pelaksanaan program REKOMPAK dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Review

Penyusunan RPP

PJM/RPJMDes

1 minggu)

Survei Swadaya

1-2 minggu )

Pembuatan DTPL

1-2 minggu )

Pengajuan, Pencairan & Pengorganisasian

Penyaluran BDL

6-10 minggu)

Sosialisasi Re-Kompak

( 1 minggu)

Pembentukan KP

1 minggu)

Pembentukan TPK/BKM Pembuatan DTPP

Pembangunan

( 1-2 minggu )

Perumahan

6-7 minggu )

Penyiapan Masyarakat

Pengajuan, Pencairan & Penyaluran BDR

Gambar 5.4 Siklus Pelaksanaan Program REKOMPAK

Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan di kabupaten/kota terdampak akan dilaksanakan dalam periode tahun anggaran 2014 sampai dengan tahun anggaran 2015. Untuk jadwal sebagaimana terdapat pada Tabel 5.9, setelah tahun 2015, akan dilanjutkan dengan rencana pembangunan reguler pada setiap Pemerintah Kota terdampak bencana.

Tabel 5.9 Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana

Rencana Aksi Pascabencana Banjir dan Longsor Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Bab 5 - 22

5.2. KELEMBAGAAN PELAKSANA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Berdasarkan PP 21/2008, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah tanggungjawab pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana. Dengan pertimbangan bahwa fungsi pemerintah di daerah tidak terpengaruh signifikan oleh kejadian bencana 15 Januari 2014, maka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di lima kabupaten/kota terdampak bencana dilaksanakan oleh BPBD kabupaten/kota yang terdampak berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD Provinsi Sulawesi Utara. Sebagai pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi, pemerintah daerah berkewajiban untuk:

1. Melaksanakan koordinasi lintas sektor pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di tingkat kabupaten/kota yang di koordinasikan oleh BPBD kabupaten/kota.

2. Melaporkan hasil pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi kepada BNPB.

3. Berkoordinasi dengan Bappeda Kabupaten/Kota dalam menyusun RKPD penanggulangan bencana sesuai peraturan dan perundang-undangan.

Mengingat rencana aksi memuat kegiatan dan pendanaan pada berbagai Kementerian/Lembaga yang terkait, maka koordinasi pelaksanaan maupun pelaporan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi komponen yang perlu diatur dengan baik. Pertemuan rapat koordinasi akan dilaksanakan maksimal satu kali dalam sebulan dengan pelibatan seluruh Kementerian/Lembaga yang terkait, dan Pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Utara.

Mekanisme koordinasi dan pelaporan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi akan diatur lebih lanjut berdasarkan kesepakatan semua pihak yang terkait. Secara sederhana, organisasi pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi atas kegiatan yang didanai dari DIPA BNPB adalah sebagaimana terdapat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5 Organisasi Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB

5.3. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi secara umum telah ditetapkan dalam PP 39/2006 yang memuat pemantauan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan. Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana diperlukan sebagai upaya pengendalian proses rehabilitasi dan rekonstruksi, sedangkan evaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan dalam rangka menilai efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran serta manfaat kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah pascabencana.

Pelaporan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mekanisme pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Mekanisme pelaporan pemantauan dan evaluasi dana APBN sebagaimana terdapat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Mekanisme Pelaporan Pemantauan dan Evaluasi Sumber Dana APBN

Periode Jenis Laporan

Penerima Laporan Tembusan Pelaporan

Pelapor

Laporan dalam Triwulan

Kepala rangka

a. Penganggungjawab

a. Penanggungjawab

Program (Kepala Unit Bappeda pelaksanaan

Kegiatan (Kepala Unit

dimana rencana

Kerja)

Organisasi)

b. Menteri/Pimpinan LPND kegiatan pembangunan

b. Penanggungjawab

berlokasi k/l

Program (Kepala Unit

c. Menteri Perencanaan,

Organisasi)

Menteri Keuangan, dan

c. Para Menteri/

Menteri PAN

Pimpinan Lembaga

Laporan dalam Triwulan

a. Penganggungjawab

a. Penanggungjawab

b. Penanggungjawab

b. Kepala SKPD

Dana

c. Menteri/Pimpinan LPND Dekonsentrasi

Program

dan Kepala Bappeda di SKPD

c. Kepala SKPD

d. Kepala Bappeda

d. Menteri Perencanaan, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri

Laporan dalam Triwulan

Kepala SKPD rangka

a. Penganggungjawab

a. Penanggungjawab

Provinsi pelaksanaan

Kegiatan

Program

dengan tugas Dana

b. Penanggungjawab

b. Kepala SKPD

c. Menteri/Kepala lembaga dan Pembantuan di

Program

kewenangan SKPD Kota

c. Kepala SKPD

terkait dan Kepala

d. Kepala Bappeda Kota

Bappeda Kota

yang sama d. Kepala Bappeda Provinsi

Untuk pembiayaan dengan sumber APBD, perlu dicermati Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Dalam PP 22/2008 diatur mengenai pelaporan keuangan penanggulangan bencana yang bersumber dari APBN dan APBD dilakukan sesuai dengan standar akutansi pemerintahan. Selanjutnya peraturan pemerintah ini juga mengatur sistem akuntansi dana penanggulangan bencana yang bersumber dari masyarakat, dilakukan sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam rangka melakukan pengendalian terhadap partisipasi masyarakat dunia usaha dan masyarakat international, penatausahaan akan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau

Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah Dalam Penanggulangan Bencana dan peraturan pelaksanaan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan.

Untuk mengevaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, digunakan lima indikator yaitu:

1. Konsistensi pelaksanaan kebijakan dan strategi pemulihan, kegiatan prioritas, dan pendanaan dengan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi;

2. Koordinasi antara Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, yang menghasilkan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran;

3. Partisipasi melalui mekanisme konsultasi yang menjaring aspirasi masyarakat penerima manfaat;

4. Kapasitas lembaga pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi dalam perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi melalui laporan keuangan dan laporan kinerja; serta

kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;

5. Potensi keberlanjutan dalam kerangka pembangunan jangka menengah dan panjang.

Untuk itu, diharapkan setiap Kementerian/Lembaga akan menetapkan sendiri mekanisme monitoring dan evaluasi serta pelaporan sesuai dengan program/kegiatan dan pendanaannya.

Kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan oleh BNPB dan BPBD dengan melibatkan kementerian/lembaga dan SKPD terkait di daerah dengan mengacu pada pedoman pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagaimana diatur dalam Perka 5/2012.

5.3.1. Monitoring dan Evaluasi di Tingkat Pusat

Monitoring dan evaluasi di tingkat pusat, dilaksanakan sendiri oleh penanggung jawab program/kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di BNPB maupun dengan menetapkan suatu Tim Monitoring dan Evaluasi.

a. Penanggung Jawab Program/Kegiatan BNPB Sistem monitoring dan evaluasi yang dibangun oleh BNPB dalam hal ini Deputi Bidang

Rehabilitasi dan Rekonstruksi terhadap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah berjenjang dari tingkat pusat ke provinsi, provinsi ke kabupaten/kota, kabupaten/kota ke kecamatan/desa. Dengan demikian maka BPBD Provinsi berkewajiban melakukan monitoring dan evaluasi serta supervisi terhadap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di kabupaten/kota yang berada di wilayahnya dan diberikan alokasi dana untuk kegiatan supervisi dan monitoring serta evaluasi.

Monitoring yang dilakukan oleh Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi atas pengelolaan dana bantuan sosial berpola hibah untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di daerah dapat dilakukan melalui:

1) Penerimaan laporan bulanan Laporan bulanan memuat informasi mengenai kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan

realisasi keuangan termasuk permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan dana bantuan, yang disampaikan oleh Kepala Pelaksana BPBD kepada Gubernur/Bupati/Walikota dan PPK Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNBP.

Terhadap laporan ini dilakukan telaah dan analisis terhadap permasalahan yang disampaikan. Hasil telaah dan analisis ini akan disampaikan kepada pengelola dana di daerah untuk ditindaklanjuti. Disamping itu, laporan bulanan ini akan dikompilasi oleh PPK Pusat untuk disampaikan sebagai laporan bulanan kepada Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

2) Monitoring ke Provinsi Pemantauan ke BPBD Provinsi dilakukan dengan mengadakan pertemuan dengan

seluruh pengelola dana rehabilitasi dan rekonstruksi pada kabupaten/kota, yang seluruh pengelola dana rehabilitasi dan rekonstruksi pada kabupaten/kota, yang

3) Monitoring ke kabupaten/kota Pemantauan kepada penerima dana di tingkat kabupaten/kota ini dilakukan apabila

dari hasil pemantauan terhadap laporan bulanan dan pemantauan di tingkat provinsi terdapat permasalahan yang harus dicarikan solusinya secara langsung kepada pihak-pihak terkait di tingkat kabupaten/kota. Dengan demikian, pemantauan ke kabupaten/kota ini bersifat kasuistik saja tidak secara rutin.

4) Monitoring ke Lapangan Pemantauan berupa kunjungan dan peninjauan langsung ke lapangan dilakukan

apabila masih diperlukan penanganan permasalahan secara bersama sampai ke lokasi. Setelah melakukan pemantauan melalui laporan bulanan, pemantauan ke provinsi dan pemantauan ke kabupaten/kota. Dari hasil kunjungan ke lapangan ini diharapkan penyelesaian permasalahan dapat ditindaklanjuti.

b. Tim Monitoring dan Evaluasi Tingkat Pusat Organisasi tim monitoring dan evaluasi di tingkat pusat terdiri dari:

1) Penanggungjawab : Kepala BNPB

2) Ketua Tim

: Deputi Bidang Rehab Rekons

3) Wakil Ketua

: Salah satu Direktur BAPPENAS

4) Sekretaris : Kasubdit Kedeputian Rehab Rekons

5) Koordinator sektor : Esselon III (K/L)

6) Koordinator Unit

: Disesuaikan pelaksana sektor

7) Anggota Pelaksana : Pada masing-masing Sektor

5.3.2. Monitoring dan Evaluasi di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota

Monitoring dan evaluasi di tingkat provinsi/kabupaten/kota, dilaksanakan sendiri oleh penanggung jawab program/kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pemerintah provinsi/kabupaten/kota penerima dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi Monitoring dan evaluasi di tingkat provinsi/kabupaten/kota, dilaksanakan sendiri oleh penanggung jawab program/kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pemerintah provinsi/kabupaten/kota penerima dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi

b. Tim Monitoring dan Evaluasi Tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota Organisasi tim monitoring dan evaluasi tingkat provinsi/kabupaten/kota terdiri dari:

1) Penanggungjawab : Sekretaris Daerah selaku ex officio Kepala BPBD

2) Ketua Tim

: Kepala Bappeda

3) Sekretaris

: Kepala Pelaksana BPBD

4) Koordinator sector : Kepala SKPD terkait

5) Koordinator Unit : Pada unit masing-masing sektor (SKPD)

6) Anggota Pelaksana : Pada masing-masing Sektor (SKPD)

5.4. KESINAMBUNGAN PEMULIHAN PASCA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DAN MANAJEMEN BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Pasca pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi perlu disusun suatu strategi yang dikaitkan dengan siklus perencanaan dan penganggaran reguler guna memastikan kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pembangunan normal sesuai kewenangan instansi terkait. Sesuai amanat UU 24/2007, pemerintah daerah juga perlu mengupayakan untuk melaksanakan:

1) Perencanaan penanggulangan bencana, melalui pengenalan dan pengkajian ancaman bencana, melakukan kajian analisis risiko bencana, melakukan analisis kerentanan dan kapasitas daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana, identifikasi tindakan pengurangan risiko bencana dan penyusunan dokumen RPB dan RAD PRB;

2) Pengurangan faktor-faktor penyebab risiko bencana, melalui pengendalian dan pelaksanaan penataan ruang melalui review tata ruang berbasis mitigasi bencana, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam RPJMD, RKPD, RKA-SKPD dan RTRW;

3) Penelitian, Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana dan Kesiapsiagaan melalui penyelenggaraan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan formal dan informal dan penyelenggaraan penyuluhan dan pelatihan

4) Mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dari sumber APBD secara memadai.

5) Berdasarkan potensi bencana, pencegahan dan pengurangan risko bencana, mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah melalui mekanisme perijinan dan persyaratan teknis pembangunan sesuai kewenangan lembaga yang terkait.

BAB VI PENUTUP

Proses penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi wilayah Pascabencana Banjir Bandang tanggal 15 Januari 2014 yang melanda Kota Manado, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Minahasa Utara, dikoordinasikan oleh BNPB, dilaksanakan melalui proses koordinasi dan konsultasi oleh Kementerian/Lembaga terdampak dan pemerintah daerah beserta SKPD teknis terdampak bencana. Rencana Aksi ini ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 16 Tahun 2014, tanggal 2 Juni 2014 yang akan digunakan sebagai acuan bagi para pelaksana rehabilitasi dan konstruksi maupun pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholders) .

Rencana Aksi ini mencakup dan mengakomodasi program/kegiatan dan sumber pendanaan yang berasal dari APBN yang teralokasikan pada DIPA Kementerian/Lembaga maupun APBD pada DIPA Pemerintah Kota. Dengan demikian, pelaksanaan anggaran dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi akan mengacu kepada mekanisme yang berlaku pada setiap masing-masing kementerian/lembaga maupun pemerintah kabupaten/kota terkait.

Untuk operasional pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, maka Pemerintah Kota Manado perlu menetapkan peraturan-peraturan yang berisi pedoman dan/atau petunjuk teknis pelaksanaan dan ketentuan lainnya, mengenai:

1. Pelaksanaan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana.

2. Penetapan kelembagaan dan organisasi pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi.

3. Penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.

4. Pertanggungjawaban dan pelaporan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

5. Mekanisme publikasi dan penyampaian informasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi kepada masyarakat dan pihak eksternal lainnya.

6. Hal-hal lain yang masih memerlukan pengaturan lebih lanjut.

Rencana Aksi ini meliputi periode waktu tahun 2014 dan tahun 2015. Untuk itu, dalam perjalanannya nanti sebagaimana sifat dari suatu dokumen perencanaan, maka tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan revisi terhadap rencana aksi sebagai upaya untuk pencapaian tujuan rehabilitasi dan rekonstruksi yang efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Banjir dan Longsor di wilayah Provinsi Sulawesi Utara berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Jakarta, Juni 2014