1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC. tidak mempengaruhi berat, warna
dan permukaan organ limpa mencit dan tidak merusak histologis limpa mencit dengan tidak ditemukannya giant cell.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak n-heksan buah andaliman Zanthoxylum
acanthopodium DC. terhadap gambaran histologis limpa mencit Mus
musculus L. strain DDW.
b. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum dan instansi yang membutuhkannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC.
2.1.1 Klasifikasi dan Deskripsi Andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC.
Menurut Whitmore 1972, sistematika tanaman andaliman adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Zanthoxylum
Spesies : Zanthoxylum acanthopodium DC.
Andaliman merupakan semak atau pohon kecil bercabang rendah, tegak, tinggi mencapai 5 m, menahun. Batang, cabang dan ranting berduri. Daun
tersebar, bertangkai, majemuk menyirip beranak daun gasal, panjang 5-20 cm dan lebar 3-15 cm, terdapat kelenjar minyak. Andaliman merupakan tumbuhan yang
termasuk ke dalam famili Rutaceae, tumbuh perdu, dengan tinggi 3 - 8 m, batang dan cabang merah kasar beralur, berbulu halus dan berduri Gambar 2.1.1a. Daun
berukuran kecil, mirip daun bunga mawar. Buah andaliman tumbuh di antara duri- duri dan bertangkai, buah muda berwarna hijau, dan matang berwarna merah, bila
dipetik warnanya cepat berubah menjadi hitam Gambar 2.1.1b. Bentuk buah bulat dan kecil, lebih kecil dari merica, bila digigit mengeluarkan aroma wangi
dan rasa tajam yang khas dan dapat merangsang produksi air liur Miftakhurohmah Suhirman, 2009; Siregar, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1.1 Tanaman Andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC.. A. Pohon
andaliman; B. Buah andaliman http:en.wikipedia.org. Tumbuhan ini tersebar antara lain di India Utara, Nepal, Pakistan Timur,
Thailand, dan Cina. Di Indonesia, andaliman banyak ditemukan di kawasan pegunungan Danau Toba dan beberapa daerah di Sumatera Utara dan biasanya
tumbuh secara liar pada ketinggian 1.200 - 1.400 m dpl. Sedangkan di Cina, dapat tumbuh sampai pada ketinggian 2.900 m dpl. Tinggi tanaman andaliman 3-8
meter, batang dan cabang merah kasar beralur, berbulu halus dan berduri. Buahnya bulat hijau kecil, bila digigit mengeluarkan aroma wangi dan rasa tajam
yang khas serta dapat merangsang produksi air liur, tumbuh liar di Sumatera Utara pada daerah dengan ketinggian di atas 1500 meter Hasairin, 1994;
Miftakhurohmah Suhirman, 2009.
Di Indonesia, andaliman hanya ditemukan di daerah Sumatera Utara akan tetapi belum dimanfaatkan sebagai tanaman obat-obatan seperti halnya di negara-
negara lain. Andaliman adalah salah satu tanaman di daerah Sumatera Utara, terutama di Parbuluan, Kabupaten Dairi, Siborong-borong dan Kabupaten
Tapanuli Utara. Tanaman ini mempunyai biji yang sering dimanfaatkan sebagai bumbu masak terutama untuk masakan tradisional suku Batak. Sebagian
masyarakat menggunakan Andaliman sebagai tuba untuk mempermudah menangkap ikan Sabri, 2007.
A
B
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Kandungan Andaliman
Saat ini andaliman diperhitungkan menjadi sumber senyawa aromatik dan minyak esensial. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kandungan terpenoidnya
mempunyai aktivitas antioksidan dan antimikrob juga mempunyai efek imunostimulan Hasairin, 1994; Wijaya, 2000. Hal ini memberi peluang bagi
andaliman sebagai bahan baku senyawa antioksidan atau antimikrob bagi industri pangan dan industri farmasi Siregar, 2003.
Mangkudidjojo et al. 1996 menemukan senyawa yang merangsang saraf trigeminal dari minyak atsiri buah andaliman. Hasil penelitian yang didapatkan
bahwa senyawa trigeminal diperoleh dari fraksi yang diekstrak dengan pelarut eter minyak bumi petroleum eter, akan tetapi komponen tersebut yang diduga
merupakan senyawa terpenoid belum teridentifikasi sampai tuntas. Ekstrak andaliman efektif untuk menghambat viabilitas kemampuan hidup sel mikrobia
patogen dan pembusuk. Senyawa flavanoid seperti luteloin, kurkumin, kapsaisin, kuersetin, terpen, karsonol, rosmanol, rosmadial dan minyak atsiri yang terdapat
pada berbagai jenis rempah terbukti dapat bersaing dengan antioksidan sintetik seperti BHT Butylated Hidroxytoluena dan BHA Butylated Hidroxyanisole.
Ini menunjukkan andaliman potensial dikembangkan sebagai sumber antioksidan alami untuk mencegah ketengikan lemakminyak pada bahan pangan
Soedarmadji dkk., 2004. Berdasarkan sifat antioksidan dan antimikrobanya menjadikan buah andaliman berpotensi sebagai bahan pengawet alami
menggantikan pengawet sintetik yang telah diketahui membahayakan bagi kesehatan manusia Miftakhurohmah Suhirman, 2009.
Menurut Suryanto dkk. 2008 bahwa, ekstrak heksana menghasilkan rendemen tertinggi dengan hasil 78,06 mgg dengan kandungan fenolik hanya
27,7 µgg, ekstrak etanol menghasilkan rendemen 69,98 mgg dan kandungan fenolik yang tinggi yaitu 125,3 µgg. Analisis minyak atsiri buah andaliman
dengan teknik GC-MS menghasilkan 11 komponen, dengan 5 komponen utama adalah alfapinen, limonen, geraniol, sitronelal, dan geranil asetat. Hasil teknik
kromatografi gas, senyawa yang berhasil diidentifikasi sebanyak 7 komponen,
Universitas Sumatera Utara
yaitu geranilasetat, sitronelal, geraniol, geranial, mirsen, linalool dan limonene Miftakhurohmah Shinta, 2009.
Kandungan yang terdapat pada tanaman andaliman juga memiliki potensi sebagai antifertilitas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sabri
2007 bahwa pemberian ekstrak Andaliman pada induk mencit yang sedang bunting yang diberikan pada umur kebuntingan 0 sampai 13 hari, mempengaruhi
terhadap fertilitas dimana pemberian ekstrak andaliman terhadap mencit menyebabkan peningkatan kehilangan praimplantasi, penurunan jumlah
implantasi dan jumlah fetus hidup secara nyata. Dengan demikian ekstrak andaliman bersifat anfertilitas.
2.2 Limpa
Limpa adalah organ limfoid terbesar dalam tubuh dan salah satu organ yang terlibat dalam filtrasi darah sehingga limpa merupakan organ penting pada
pertahanan terhadap antigen dalam darah. Organ ini juga menjadi tempat penghancuran eritrosit tua. Sebagaimana halnya organ limfoid sekunder lainnya,
limpa adalah tempat produksi antibodi dan limfosit aktif yang dihantarkan ke dalam darah Junqueira, 2009; Setiasih dkk., 2011.
Gambar 2.2.1 Anatomi limpa http:www.scribd.com.
Universitas Sumatera Utara
Limpa terdiri atas jalinan struktur jaringan ikat. Di antara jalinan-jalinan itu terbentuk isi limpa atau pulpa yang terdiri atas jaringan limfe dan sejumlah
besar sel darah. Limpa dibungkus oleh kapsul yang terdiri atas serat kolagen dan elastik dan beberapa serabut otot halus. Dari kapsul itu keluar tajuk-tajuk yang
disebut trabekula yang masuk ke dalam jaringan limpa dan membaginya ke dalam beberapa bagian. Limpa adalah sebuah kelenjar berwarna ungu tua yang terletak
disebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri di bawah iga kesembilan, sepuluh dan sebelas Pearce,1979.
2.2.1 Histologis Limpa
Berdasarkan pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa struktur histologis limpa tersusun atas kapsula, pulpa putih dan pulpa merah. Kapsula terdiri dari
jaringan ikat dan otot polos dengan ketebalan 24,3 ± 3,7 μm Setiasih dkk., 2011.
Limpa dikelilingi oleh suatu simpai jaringan ikat padat yang menjadi asal trabekula, yang sebagian membagi-bagi parenkim atau pulpa limpa. Trabekula
besar berasal dari hilum, pada permukaan medial limpa, trabekula ini membawa saraf dan arteri ke dalam pulpa limpa serta vena yang membawa darah kembali ke
dalam sirkulasi. Pembuluh limfe yang terbentuk di pulpa limpa juga meninggalkan hilum melalui trabekula Junqueira, 2009.
Simpai, dilapisi jaringan yang terdiri atas serat kolagen dan serat elastin dan beberapa otot polos. Trabekula tebal, yang mengandung cabang-cabang besar
arteri dan vena splenikus lienalis, berjalan dari simpai ke bagian dalam organ. Di antara trabekula terdapat anyaman serat retikulin yang menunjang parenkim
limpa. Parenkim ini ada dua jenisnya: a. Pulpa putih, jaringan limfoid khas yang membungkus dan mengikuti arteri
b. Pulpa merah, yang seringkali berupa massa yang tidak beratur, yaitu korda pulpa Leeson dkk., 1993.
Pulpa putih tersusun atas zona marginal dengan sel retikuler limfosit, makrofag dan serabut retikuler. Pulpa merah tersusun arteriol, kapiler dan sinus
venosus dengan banyak eritrosit, makrofag, sel dendritik, sel plasma dan sedikit
Universitas Sumatera Utara
limfosit. Limpa memiliki noduli limfatik pulpa putih. Pada individu muda, nodul tersebut mengandung pusat-pusat germinal. Pusat germinal berwarna lebih terang
mengandung limfosit. Sel-sel utama dalam nodulus adalah limfosit B, sedangkan limfosit T menempati pada daerah yang langsung mengitari arteri nodularis.
Limpa tidak memiliki pembuluh limfe aferen, sedangkan pembuluh eferen utama ada dalam kapsula dan trabekula. Pembuluh tersebut menembus pulpa putih pada
jarak pendek sepanjang arteri pulpa putih berikut cabangnya. Pembuluh limfe dalam trabekula menyalurkan limfe ke dalam pulpa putih limpa Setiasih dkk.,
2011. Penyebaran dan susunan pulpa putih dan pulpa merah tergantung pada
susunan vascular yang majemuk. Arteri lienalis bercabang di dalam trabekula dan meninggalkan limpa masuk ke dalam parenkim limpa. Begitu memasuki pulpa,
tunika adventisia arteri itu diinfiltrasi oleh limfosit. Pada tempat-tempat tertentu sepanjang pembuluh ini, selubung limfatik ini bertambah tebal membentuk
nodulus dan korpus lenalis malphigi. Pembuluh setempat yang disebut arteri atau arteriol sentralis, meskipun terletak eksentris dalam nodulus, memasok
kapiler ke dalam pulpa putih. Setelah beberapa kali bercabang, arteriol ini kehilangan selubung pulpa putihnya dan memasuki pulpa merah. Di sini setiap
arteriol bercabang lagi menjadi beberapa arteriol penisili. Pembuluh kecil ini dapat dibagi tiga:
a. Arteriol pulpa b. Arteriol berselubung
c. Kapiler terminal Kapiler ini mencurahkan isinya langsung ke dalam sinus-sinus venosus. Sinus
venosus, dalam retikulum pulpa, dan dari situ darah menapis kembali ke dalam sinus venosus. Yang membentuk sistem saluran tidak teratur yang
berkesinambungan di dalam pulpa merah, dilapisi oleh sel-sel retikulum khusus yang ditunjang serat-serat retikulin. Sinus-sinus ini kemudian mencurahkan isinya
ke dalam vena pulpa, yang dilapisi endotel, yang keluar dari pulpa dan menyatu membentuk vena yang lebih besar yang masuk ke dalam trabekula sebagai vena
interlobular atau vena trabekularis. Seperti timus, limpa tidak memiliki pembuluh limfa aferen maupun sinus-sinus limfa Leeson dkk., 1993.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2.1 Histologis limpa. BV. Pembuluh darah; C. Kapsul; R . Pulpa merah; T. Trabekula; W. Pulpa putih
http:bcrc.bio.umass.edu .
2.2.2 Fungsi Limpa
Organ ini merupakan organ tubuh kompleks dengan banyak fungsi diantaranya sebagai penyaring filter darah dan menyimpan zat besi untuk dimanfaatkan
kembali dalam sintesis hemoglobin. Peranan organ ini dalam sistem pertahanan berkaitan dengan respon imunologi terhadap antigen yang berasal dari darah,
dimana organ ini berfungsi sebagai organ limfoid sekunder Setiasih dkk., 2011. Sewaktu masa janin limpa membentuk sel darah merah dan pada orang
dewasa limpa juga membentuk sel darah merah jika sum-sum tulang belakang rusak. Limpa juga berfungsi memisahkan sel darah merah yang telah usang dari
sirkulasi. Limpa juga menghasilkan limfosit. Diperkirakan limpa juga bertugas menghancurkan sel darah putih dan trombosit. Sebagai dari bagian sistem retikulo
endothelial, limpa juga terlibat dalam perlindungan terhadap berbagai penyakit dan menghasilkan zat-zat antibodi Pearce,1979.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2012 sampai September 2013 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pemeliharaan hewan uji dan pemberian perlakuan yaitu jarum gavage dan neraca analitik. Alat yang digunakan dalam pembuatan
bahan uji yaitu blender, kertas saring, spatula, botol, erlenmeyer, dan rotavapor. Untuk pembuatan sediaan mikroskopis digunakan jarum pentul, bak bedah,
dissecting set, sample cup, aluminium foil, oven, mikrotom, kuas, hot plate, gelas ukur, beaker glass, botol zat, chamber, object glass, cover glass, kertas label dan
botol balsem. Alat yang digunakan untuk pengamatan yaitu mikroskop binokuler, kamera digital, timbangan digital, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan untuk pemeliharaan hewan uji dan pemberian perlakuan yaitu mencit betina dewasa Mus musculus L. strain DDW, pakan,
sekam, ekstrak andaliman 2 , 4, 6, dan pelarut CMC carboxyl metil cellulose. Bahan yang digunakan dalam pembuatan bahan uji yaitu buah
andaliman Zanthoxzyllum acanthopodium DC. dan pelarut n-heksan. Bahan yang digunakan untuk pembuatan sediaan mikroskopis yaitu larutan NaCl 0,9,
larutan Bouin, alkohol 100, 96, 80, 70, 60, 50, 40, 30, aquadest, xylol, parafin, holder, pewarna Chromium Hematoxylin dan Phloxine B, larutan
Universitas Sumatera Utara
Potasium Permanganate, larutan Sodium bisulfite, larutan Phosphotungstic Acid, canada balsam, kertas saring, kapas, kertas millimeter, tissue dan spritus.
3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Pembuatan Bahan Uji