B : Banyaknya siswa yang menjawab suatu butir soal dengan benar Js : Jumlah peserta uji coba
Arikunta, 2002 : 208
3.5.4 Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan masalah keajekan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat
memberikan hasil yang tetap Arikunta, 2002 : 86. Reliabilitas dapat dihitung dengan teknik kolerasi KR-21 yang
rumusnya adalah sebagai berikut :
Keterangan :
11
r
= reliabilitas yang dicari M = mean atau rerata skor total
St
2
= Standar deviasi dari tes n = banyaknya butir soal
Arikunta, 2002 : 103
3.6 Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif terhadap data kualitatif hasil observasi, wawancara, pengisian angket. Untuk melakukan analisis
terhadap data kualitatif digunakan model analisis dari Milia dan Hubberman dalam Zuriah 2003: 102, yang meliputi kegiatan reduksi data dimana peneliti
1 1
2 11
t
nS M
n M
n n
r −
− −
=
mencoba memilih data yang relevan, penting dan bermakna dengan data yang tidak berguna untuk menjelaskan tentang apa yang menjadi sasaran analisis dan
dilanjutkan dengan kesimpulan atas tindakan yang dilakukan, Data kuantitatif dianalisis dengan rumus sebagai berikut :
Arikunta, 2002 : 99
3.7 Indikator Keberhasilan
Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65 sekurang-kurangnya 85 dari jumlah
peserta didik yang ada di kelas tersebut Mulyasa, 2002: 99. Akan tetapi pedoman keberhasilan penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat dari hasil tes
yang baik sesuai dengan standar keberhasilan sekolah itu sendiri yaitu jika 75 hasil belajar siswa mencapai nilai minimal 60.
100 x
skortotal peroleh
skoryangdi Nilai
ε ε
=
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Kondisi Awal
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan peneliti, sebelum penelitian diperoleh data mengenai kondisi awal pembelajaran di lingkungan SMA
Walisongo Semarang. SMA tersebut merupakan salah satu SMA swasta di kota Semarang jadi input siswanya masih rendah. Sistem pembelajaran yang diberikan
masih cenderung bersifat konvensional.yaitu dengan ceramah, memberikan tugas dan latihan soal-soal. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil wawancara dan observasi
peneliti pada waktu Praktik Pengalaman Lapangan. Menurut guru pengampu variasi pembelajaran sulit dilakukan karena terbentur olah waktu karena SMA
Walisongo belum sepenuhnya mengikuti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, jadi materi masih tergantung pada pusat. Selain hal tersebut SMA Walisongo
tidak mempunyai laboran jadi apabila akan dilakukan praktikum guru pengampu harus mempersiapkan praktikum sendiri, sehingga hal tersebut memicu guru
pengampu untuk tidak melaksanakan praktikum. Selain hal di atas data yang kami peroleh nilai ulangan blok I nilai rata-rata
37,06 dengan nilai tertinggi 85, nilai terendah 0 serta standar ketuntasannya hanya 29,41. Jadi cukup jelas bahwasanya hasil belajar kimia di SMA walisongo
masih rendah. 44