7
BAB II KAJIAN TEORI
Dalam bab ini dipaparkan kajian teoritis yang berkaitan dengan masalah penelitian. Topik-topik dalam bab ini adalah, persepsi, belajar,
pendampingan orang tua dan peranan orang tua, layanan bimbingan dan konseling, layanan konsultasi.
A. Persepsi
Menurut Matlin dan Solso Suharnan 2005:2, persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki yang disimpan di
dalam ingatan untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus rangsangan yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga,
dan hidung. Secara singkat dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsirkan informasi yang
diperoleh melalui sistem alat indera manusia. Hasil persepsi seseorang mengenai sesuatu objek di samping
dipengaruhi oleh penampilan objek itu sendiri, juga pengetahuan seseorang mengenai objek itu. Dengan demikian, suatu objek dapat
dipersepsika berbeda oleh dua orang, Suharnan:2005. Persepsi adalah kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokan, memfokuskan,
dan sebagainya itu yang selanjutnya diinterpretasikan, Sarwono, 2009 : 86.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu
melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. namun, proses itu tidak terhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan
proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan
proses pendahulu dari proses persepsi. Proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui
alat indera, yaitu melalui mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengar, hidung sebagai alat pembauan, lidah sebagai alat
pengecapan, kulit pada telapak tangan sebagai alat perabaan; yang kesemuanya merupakan alat indera yang digunakan untuk menerima
stimulus dari luar individu, Walgito, 2010 : 99-100. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang
integrated dalam diri individu.
B. Hakikat Belajar
1. Pengertian Belajar
Menurut Slameto Djamarah 2008:13, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Djamarah 2008:13, belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Kingsley
Ahmadi dan Supriyono 2008:127, belajar adalah proses di mana tingkah laku dalam arti luas ditimbulkan atau diubah melalui praktek
atau latihan. Menurut Syah 2009:63, belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Jadi dapat disimpulkan belajar adalah serangkaian proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman interaksi dengan lingkungannya melalui
praktek dan latihan. 2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Slameto 2010, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
peserta didik meliputi dua faktor, yakni sebagai berikut: a.
Faktor-faktor Intern 1
Faktor Jasmaniah a
Faktor kesehatan Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap
belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika
kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika
badannya lemah. Agar seseorang dapat belajar dengan baik, ia haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap
terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan- ketentuan tentang bekerja, belajar, tidur, makan, rekreasi
dan olah raga. b
Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu keadaan fisik yang
menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya fungsi bagian tertentu dari tubuh. Keadaan cacat tubuh juga
mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat tubuh, belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar
pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh
kecacatannya. 2
Faktor Psikologis a
Intelegensi Intelegensi memiliki pengaruh yang besar terhadap
kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih
berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Walaupun begitu siswa yang mempuyai tingkat
intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu
proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya.
b Perhatian
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap pelajaran yang
dipelajarinya, jika pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka
belajar. c
Minat Minat memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar,
karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar sebaik-
baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Ia segan untuk belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran
itu. Bahan yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat dapat menambah
kegiatan belajar. d
Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau
reaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan atau kesiapan untuk
melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan sudah
memiliki kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. b.
Faktor-faktor Ekstern 1
Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga
berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga.
a Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan
dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.
Melihat pernyataan di atas, dapatlah dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang tua
mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap cara belajarnya. Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan
anaknya, tampak dari mereka acuh tak acuh terhadap belajar anak, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan
kebutuhan-kebutuhan anak dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan atau melengkapi alat belajarnya.
b Relasi anggota keluarga
Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu, relasi anak dengan saudaranya atau
dengan anggota keluarga yang lain pun turut mempengaruhi belajar anak. Sebetulnya pengaruh antaranggota keluarga ini erat
hubungannya dengan cara orang tua mendidik. Relasi orang tua dan anak yang kurang baik akan menyebabkan perkembangan anak
terhambat, belajarnya terganggu, dan bahkan akan menimbulkan masalah-masalah psikologis lainnya.
Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga. Hubungan yang baik adalah
hubungan yang penuh kasih sayang, disertai dengan pendampingan orang tua dan bila perlu hukuman-hukuman untuk mensukseskan
belajar anak. c
Suasana rumah Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian
yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak
termasuk faktor yang disengaja. Suasana rumah yang gaduhramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar.
Suasana rumah yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok,
pertengkaran antar anggota keluarga menyebabkan anak bosan di rumah, suka keluar rumah ngluyur, akibatnya belajarnya kacau.
d Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar, selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya,
misal: makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi,
penerang, alat tulis menulis, buku-buku, dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga memiliki cukup uang.
e Pengertian orang tua
Anak yang belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar, jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah.
Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedapat mungkin
kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya, untuk mengetahui perkembangannya.
f Latar belakang kebudayaan
Tigkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-
kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.
2 Faktor Sekolah
a Metode mengajar
Metode mengajar yang dipergunakan guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar
yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru
tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang
senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas belajar.
b Alat pelajaran
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai
pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan
bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan menjadi
lebih giat dan lebih maju. c
Waktu sekolah Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di
sekolah, waktu itu dapat pagi hari, siang, soremalam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Jika siswa terpaksa masuk
sekolah di sore hari, maka kemampuan menyerap pelajaran kurang
optimal karena siswa seharusnya beristirahat pada sore hari tetapi terpaksa masuk sekolah, sehingga mereka mendengarkan pelajaran
sambil mengantuk, dan sebagainya. Sebaliknya siswa belajar di pagi hari, pikiran masih segar, jasmani dan kondisi dalam keadaan baik.
Jika siswa bersekolah pada waktu kondisi badannya sudah lelah, misalnya pada siang hari, ia akan mengalami kesulitan di dalam
menerima pelajaran. Kesulitan itu disebabkan karena sukar berkonsentrasi dan berpikir pada kondisi badan yang lelah. Jadi
memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar.
3 Faktor Masyarakat
a Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam
kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan
terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktuya. b
Teman bergaul Teman bergaul yang tidak baik, misalnya yang suka begadang,
keluyuran, pecandu rokok, film, minum-minuman, lebih-lebih lagi teman bergaul lawan jenis yang amoral, pejinah, pemabuk dan lain-
lain, pastilah akan menyeret siswa ke ambang bahaya dan pastilah belajarnya jadi berantakan.
Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlulah diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan
pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana jangan terlalu ketat tapi juga jangan terlalu
lengah. c
Mass media Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap
siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa. Jika tidak ada kontrol dan
pembinaan dari orang tua bahkan pendidik, pastilah semangat belajarnya menurun dan bahkan mundur sama sekali. Maka perlulah
kiranya siswa mendapat bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik di dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat. 3.
Faktor-faktor yang Mendukung Belajar a.
Motivasi Motivasi belajar dibedakan dalam dua macam, yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi belajar ini ada pada diri siswa dan memberikan dukungan dalam proses belajar siswa.
1 Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang oleh faktor-faktor dari luar,
karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu Sardiman, 2011:89. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya misalnya
kegiatan belajar, maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan
belajar itu sendiri. Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik di dalam
dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Seseorang yang
memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran positif, bahwa semua
mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna kini dan di masa mendatang.
Peserta didik yang memiliki minat yang tinggi untuk mempelajari suatu pelajaran, maka ia akan mempelajarinya dalam
jangka waktu tertentu. Peserta didik itu dapat dikatakan memiliki motivasi untuk belajar. Motivasi muncul karena ia membutuhkan
sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi memang berhubungan dengan kebutuhan peserta didik yang memunculkan kesadaran untuk
melakukan aktivitas belajar. Oleh karena itu, minat adalah kesadaraan seseorang, atau suatu situasi yang ada sangkut paut
dengan diri peserta didik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang tujuannya sesuai
dengan situasi belajar, bertemu dengan kebutuhan dan tujuan peserta
didik untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran itu. Peserta didik termotivasi untuk belajar semata-mata
untuk menguasai nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, nilai
yang tinggi, atau hadih dan sebagainya. Perlu ditegaskan, bahwa peserta didik yang memiliki
motivasi intrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu.
Gemar belajar adalah aktivitas yang tak pernah sepi dari kegiatan anak didik yang memiliki motivasi intrinsik. Dan memang diakui
oleh semua pihak, bahwa belajar adalah suatu cara untuk mendapatkan sejumlah pengetahuan. Belajar bisa dikonotasikan
dengan membaca. Dengan begitu, membaca adalah pintu gerbang ke lautan ilmu pengetahuan. Kreativitas membaca adalah inovasi dalam
pembinaan pribadi yang lebih baik. Tidak ada seorang pun yang berilmu tanpa melakukan aktivitas membaca. Evolusi pemikiran
manusia yang semakin maju dalam rentangan masa tertentu karena membaca, yang hal itu tidak terlepas dari masalah motivasi sebagai
pendorongnnya, yang berhubungan dengan kebutuhan untuk maju, berilmu pengetahuan.
2 Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Jadi yang penting
bukan karena belajar sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari tujuan
kegiatan yang dilakukannya, secara tidak langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya Sardiman, 2011:91.
Menurut Sardiman 2011, motivasi ekstrinsik juga dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas
belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Bukan berari
motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting. Kemungkinan siswa itu dinamis,
berubah-ubah, dan juga komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang menarik bagi peserta didik,
sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivasi yang tidak
diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivasi ekstrinsik diperlukan agar peserta didik mau belajar. Berbagai macam cara bisa
dilakukan agar anak didik termotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang dapat membangkitkan minat
peserta didik dalam berbagai bentuk. Kesalahan bentuk-bentuk motivasi ekstrinsik akan merugikan peserta didik. Akibatnya,
motivasi ekstrinsik bukan berfungsi sebagai pendorong, tetapi menjadikan peserta didik malas belajar. Karena itu, guru harus bisa
dan pandai mempergunakan motivasi ekstrinsik ini dengan akurat
dan benar dalam rangka menunjang proses interaksi edukatif di kelas.
Motivasi ekstrinsik tidak selalu buruk akibatnya. Motivasi ekstrinsik sering digunakan karena bahan pelajaran kurang menarik
perhatian peserta didik atau sikap tertentu pada guru atau orang tua. baik motivasi ekstrinsik yang positif maupun motivasi ekstrinsik
yang negatif, sama-sama mempengaruhi sikap dan perilaku sikap peserta didik. Diakui, angka, ijazah, pujian, hadiah, dan sebagainya
berpengaruh positif dengan merangsang peserta didik untuk giat belajar. Sedang ejekan, celaan, hukuman yang menghina, sindiran
kasar, dan sebagainya berpengaruh negatif dan renggangnya hubungan guru dengan peserta didik. Jadilah guru sebagai orang
yang dibenci oleh anak didik. Efek pengiringnya, mata pelajaran yang dipegang guru itu tak disukai oleh peserta didik.
4. Karakteristik Perkembangan Belajar Siswa SMP
Usia siswa SMP termasuk dalam usia masa remaja. Pada masa remaja ini siswa mengalami banyak perubahan termasuk dalam hal
belajar. Menurut Hurlock 1980, Para remaja yang kurang berminat pada pendidikan biasanya menunjukkan ketidaksenangannya ini dalam
cara-cara berikut. Mereka menjadi orang yang berprestasi rendah; bekerja di bawah kemampuan dalam setiap mata pelajaran atau dalam
mata pelajaran yang tidak disukai. Ada yang membolos dan berusaha memperoleh izin dari orang tua untuk berhenti sekolah sebelum
waktunya. Ada yang berhenti sekolah setelah duduk di kelas terakhir tanpa merasa perlu memperoleh ijazah.
Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan perkembangan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan
sosial. Namun, hanya sedikit remaja yang mampu menggunakan keterampilan dan konsep ini dalam situasi praktis. Mereka yang aktif
dalam berbagai aktivitas ekstra kurikuler menguasai praktek demikian namun mereka tidak aktif karena harus bekerja setelah sekolah atau
tidak diterima oleh teman-teman. Sekolah dan pendidikan tinggi juga mencoba untuk membentuk nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai
dewasa; orang tua berperan banyak dalam hal ini. Namun apabila nilai- nilai dewasa bertentangan dengan nilai-nilai teman sebaya, maka
remaja harus memilih yang terakhir bila mengharapkan dukungan teman-teman yang menentukan kehidupan sosial mereka.
Erat hubungannya deangan masalah pengembangan nilai-nilai yang selaras dengan dunia nilai orang dewasa yang akan dimasuki, adalah
tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab. Sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman-teman sebaya, tetapi
hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa dianggap tidak bertanggung jawab. Misalnya, kalau menghadapi
masalah menolong atau menipu teman dalam ujian, maka remaja harus memilih antara standar dewasa dan standar teman-teman.
C. Pendampingan Orang tua dan Peranan Orang tua