D. Pembuatan Simplisia
Herba tumbuhan sisik naga yang telah dipanen kemudian disortasi basah terlebih dahulu dengan tujuan menghilangkan bahan atau tumbuhan asing.
Kemudian herba sisik naga dicuci dengan air bersih dengan tujuan untuk menghilangkan pengotor khususnya pengotor polar dan debu yang menempel pada
herba. Digunakan air bersih supaya herba sisik naga tidak tercemar oleh bakteri yang banyak terdapat pada air yang tidak bersih. Setelah dicuci bersih, tumbuhan
sisik naga dijemur dengan bantuan panas matahari karena daunnya yang tebal sehingga perlu bantuan sinar matahari supaya proses pengeringan dapat
berlangsung lebih cepat. Pada saat penjemuran, sebisa mungkin herba sisik naga dihindarkan dari sinar matahari secara langsung karena sinar matahari langsung
berpotensi merusak kandungan senyawa yang terdapat pada herba sisik naga. Pengeringan merupakan proses yang sangat penting dalam pembuatan
simplisia. Tujuan pengeringan adalah menurunkan kadar air, sehingga tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan aktivitas enzim yang bisa
menguraikan kandungan zat aktif, memudahkan proses pengolahan selanjutnya, sehingga dapat lebih ringkas, tahan lama dan mudah disimpan. Selain
memperpanjang umur simpan juga menentukan kualitas simplisia. Hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban
udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga
diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan Pramono, 2006.
E. Ekstraksi
Sisik naga yang telah dikeringkan kemudian diblender dengan tujuan untuk mengecilkan partikel, kemudian diayak mengunakan ayakan dengan nomer mesh
40. Ukuran partikel simplisia yang kecil akan memperluas area kontak dengan pelarut. Area kontak yang lebih luas meningkatkan proses penarikan senyawa kimia
yang diinginkan karena jarak zat yang terlarut untuk berdifusi menuju cairan penyari lebih kecil Rahayu, 2009.
Tabel I. Nomor Mesh Ayakan dan Ukurannya.
Netafim, 2016 Ekstraksi dilakukan pada simplisia yang sudah dibuat oleh peneliti
menggunakan metode maserasi. Kelebihan dari metode maserasi yaitu pengerjaannya yang sederhana dan waktu kontak sampel dan penyari yang lama
Agoes, 2006. Pada proses maserasi terjadi pemecahan membran sel dan dinding sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan luar sel sehingga senyawa
metabolik dapat tertarik keluar oleh penyari Fouad, 2005. Selain itu, maserasi juga
tidak membutuhkan panas, hal ini juga menurunkan resiko terjadi penurunan aktifitas antioksidan yang terdapat pada sampel. Proses maserasi dilakukan selama
24 jam kemudian sampel dan ekstrak dipisahkan dengan disaring. Dilakukan remaserasi pada setiap pelarut yang digunakan hingga pelarut menjadi bening,
kemudian diganti dengan pelarut yang lain, hal ini bertujuan supaya senyawa kimia yang terdapat pada simplisia sisik naga dapat terambil dengan optimal. Proses
maserasi ini dibantu dengan orbital shaker untuk pengadukan. Pengadukan dapat meningkatkan kontak antara cairan penyari dengan partikel-partikel sampel
sehingga ekstraksi dapat berlangsung dengan efektif Tanjung dan Utami, 2008. Penyaringan menggunakan kain putih bersih yang telah dijenuhkan
menggunakan penyari terlebih dahulu sebelum digunakan. Menggunakan kain bertujuan untuk meningkatkan efisiensi. Ekstrak cair yang didapatkan dari hasil
penyaringan kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator hingga mengental. Prinsip kerja dari vacuum rotary evaporator yaitu menguapkan pelarut
dengan menurunkan tekanan sehingga pelarut akan menguap pada suhu dibawah titik didihnya sehingga suhu yang diperlukan untuk pemanasan tidak tinggi, sekitar
50-60
o
C. Penguapan menggunakan vacuum rotary evaporator harus dihentikan sebelum ekstrak mengering karena akan kesulitan pada saat pengeluaran ekstrak
dari LAB. Untuk mengoptimalkan penguapan penyari, penguapan dilanjutkan dengan waterbath pada suhu 60
o
C dan penyimpanan ekstrak pada oven dengan suhu 40
o
C hingga bobot tetap untuk menghitung rendemen. Penggunaan pelarut dalam suatu metode ekstraksi harus disesuaikan dengan
kepolaran senyawa-senyawa yang diinginkan. Pelarut polar cenderung lebih
melarutkan senyawa yang lebih polar, dalam simplisia bahan alam dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa yang lebih non polar sehingga ekstraksi akan lebih
efisien dalam menyari senyawa alam yang diinginkan Heinrich, et al., 2012. Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan 3 pelarut yaitu
diklorometan, etil asetat dan metanol. Jika dilihat dari kepolarannya, urutan proses pengambilan senyawa kimia berawal dari senyawa non polar
–polar dengan teori like dissolve like
dimana pelarut polar cenderung akan mengambil senyawa polar, demikian juga dengan pelarut non polar. Tujuan digunakan 3 pelarut yaitu supaya
senyawa pada ekstrak tumbuhan sisik naga dapat terambil dengan optimal. Menurut Reichardt dan Welton 2011, diklorometan merupakan pelarut atau penyari yang
bersifat non polar, etil asetat semi polar dan metanol cenderung dapat mengambil senyawa-senyawa polar. Jika dilihat dari rendemen yang didapatkan, dapat
dikatakan bahwa sisik naga mempunyai kandungan senyawa kimia bersifat polar
yang lebih dominan. Tabel II. Data Rendemen Ekstrak Diklorometan, Etil Asetat dan Metanol.
Nama ekstrak Cawan kosong Cawan + isi Berat ekstrak Rendemen
Diklorometan 56,2379 g
74,7981 g 18,5602 g
3,71204 Etil asetat
51,8946 g 57,2253 g
5,3307 g 1,06614
Metanol 56,5946 g
117,2851 g 60,6905 g
12,1381
F. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak