Uji antioksidan ekstrak tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) pada pohon inang jambu air (Syzygium aqueum) dengan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (dpph) dan penetapan karakter ekstrak.

(1)

UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) PADA POHON INANG JAMBU AIR (Syzygium aqueum) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH)

DAN PENETAPAN KARAKTER EKSTRAK

Eugenius Yogia Wirawan 128114073

ABSTRACT

Sisik naga were epiphytic plants that propagate life and stick to the host trees such as tea, coffee, rose apple, mango, etc. This studied proves the antioxidant activity of extracts sisik naga (Pyrossia piloselloides (L.) MG Price) on the host tree rose apple. Characterization of simplicia, dichloromethane extract, ethyl acetate extract and methanol extract useful to know the quality test in the form of ash content, ash content acid insoluble, soluble extract content of ethanol and water soluble extract content.

Extraction using maceration with dichloromethane, ethyl acetate and methanol. Antioxidant activity test method by 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) which is a free radical absorbance is then seen using spectrophotometer visible. So far there has been no formal studies on the antioxidant activity test on plant extracts sisik naga (Pyrossia piloselloides (L.) MG Price) on the host tree rose apple have been published. Parameters used in the form of antioxidant activity IC50 (Inhibition

Concentration 50) was the concentration of antioxidant compounds that can reduce 50% of free radicals (DPPH). The result in rutine IC50 obtained an average of

47.300±1.255 mg/mL. While the result of IC50 in dichloromethane was about

902.136±31.711 mg/mL, ethyl acetate extract 920.526±69.588 mg/mL and methanol extract 466.833±9.824 mg/mL.

Keywords: free radicals, sisik naga, DPPH, dichloromethane extract, ethyl acetate extract, methanol extract, IC50


(2)

INTISARI

Sisik naga merupakan tumbuhan epifit yang hidupnya merambat dan menempel pada pohon inang seperti teh, kopi, jambu air, mangga, dll. Penelitian ini membuktikan adanya aktivitas antioksidan pada ekstrak tanaman sisik naga (Pyrossia piloselloides (L.) M.G Price) pada pohon inang jambu air. Penetapan karakter simplisia, ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol berguna untuk mengetahui kualitasnya berupa uji kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut etanol dan kadar sari larut air.

Ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut diklorometan, etil asetat dan metanol. Metode pengujian aktivitas antioksidan yang digunakan adalah 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) yang merupakan radikal bebas kemudian dilihat serapannya menggunakan spektrofotometer visibel. Sejauh ini belum ada penelitian resmi mengenai uji aktivitas antioksidan pada ekstrak tumbuhan sisik naga (Pyrossia piloselloides (L.) M.G Price) pada pohon inang jambu air yang dipublikasikan.

Parameter aktivitas antioksidan yang digunakan berupa IC50 (Inhibition

Concentration 50) yaitu konsentrasi senyawa antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas (DPPH) sebesar 50%. Hasilnya pada pembanding rutin didapatkan rata-rata IC50 sebesar 47,3±1,255 µg/mL. Sedangkan IC50 pada sampel ekstrak

diklorometan 902,136±31,711 µg/mL, ekstrak etil asetat 920,526±69,588 µg/mL dan ekstrak metanol 466,833±9,824 µg/mL.

Kata kunci: radikal bebas, sisik naga, DPPH, ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat, ekstrak metanol, IC50


(3)

UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) PADA POHON INANG JAMBU AIR

(Syzygium aqueum) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) DAN PENETAPAN KARAKTER EKSTRAK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Eugenius Yogia Wirawan

128114073

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK TUMBUHAN SISIK NAGA (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) PADA POHON INANG JAMBU AIR

(Syzygium aqueum) DENGAN METODE 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) DAN PENETAPAN KARAKTER EKSTRAK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Eugenius Yogia Wirawan

128114073

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

iii


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Life is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving.”

-Albert Einstein-

“Finish each day and be done with it. You have done what you could. Some

blunders and absurdities no doubt crept in; forget them as soon as you can.

Tomorrow is a new day. You shall begin it serenely and with too high a spirit to be

encumbered with your old nonsense.”

-Ralph Waldo Emerson-

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

 Tuhan Yesus, yang selalu memampukan diriku dan memberikan segala sesuatu yang terbaik selama kehidupan ini dan hingga saat ini

 Kedua orang tuaku yang selalu mendoakan, mencukupi dan mendukung apa yang saya lakukan

 Teman-teman yang selalu mendukung saya


(8)

(9)

(10)

vii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Antioksidan Ekstrak Tumbuhan Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) pada Pohon Inang Jambu Air (Syzygium aqueum) dengan Metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) dan Penetapan Karakter Ekstrak“ sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan

dan dukungan dari semua pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. sebagai Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan serta ilmu dalam penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji atas pengarahan dan

kesediaannya menguji skripsi ini.

3. Florentinus Dika Octa Riswanto M.Sc. selaku Dosen Penguji atas

pengarahan dan kesediaannya menguji skripsi ini.

4. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.


(11)

viii

6. Dionisius Laffyanto dan Gama Nindya Saputra, terimakasih atas perjalanan

kerjasama yang telah kita lewati bersama ini.

7. Teman-teman angkatan 2012, atas kerjasama, doa, semangat, kritik dan

sarannya.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang tidak

dapat disebut satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kesalahan dan

kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, untuk

itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata semoga penelitian dan penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Yogyakarta, 7 Desember 2015


(12)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat ... 4

B. Tujuan ... 4

1. Tujuan umum ... 4


(13)

x

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Tumbuhan Sisik Naga ... 6

B. Fenolik dan Metabolit Sekunder ... 7

C. Ekstraksi ... 9

D. Radikal Bebas ... 10

E. Antioksidan ... 11

F. Penetapan Karakter Ekstrak ... 12

G. Kromatografi Lapis Tipis ... 13

H. Metode Uji Antioksidan ... 15

I. Spektrofotometri ... 17

J. Landasan Teori ... 20

K. Hipotesis ... 21

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 22

1. Variabel ... 22

2. Definisi operasional ... 23

C. Bahan Penelitian ... 23

D. Alat Penelitian ... 24

E. Tata Cara Penelitian ... 24

1. Determinasi tanaman ... 24

2. Pembuatan simplisia ... 24


(14)

xi

4. Karakterisasi ekstrak ... 25

5. Uji aktivitas antioksidan ... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Hasil Determinasi Tumbuhan ... 32

B. Pengumpulan Bahan ... 32

C. Uji Mikroskopik ... 34

D. Pembuatan Simplisia ... 37

E. Ekstraksi ... 38

F. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 40

G. Uji Kromatografi Lapis Tipis ... 44

H. Uji Aktivitas Antioksidan (DPPH) ... 48

1. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 48

2. Penentuan OT ... 49

3. Uji aktivitas rutin sebagai pembanding ... 51

4. Uji aktivitas antioksidan sampel ... 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 65


(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Nomor Mesh Ayakan dan Ukurannya ... 38

Tabel II. Data Rendemen Ekstrak Diklorometan, Etil Asetat dan Metanol ... 40

Tabel III. Data Kadar Abu Total ... 41

Tabel IV. Data Pengujian Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 42

Tabel V. Data Pengujian Kadar Sari Larut Air ... 43

Tabel VI. Data Pengujian Kadar Sari Larut Etanol ... 44

Tabel VII. Data KLT dengan Pembanding Eugenol ... 45

Tabel VIII. Data KLT dengan Pembanding Rutin (Flavonoid) ... 46

Tabel IX. Data KLT dengan Pembanding Asam Tanat (Tanin) ... 47

Tabel X. Data KLT dengan Pembanding Β-Sitosterol (Steroid) ... 48

Tabel XI. Data Absorbansi Penentuan Operating Time ... 50

Tabel XII. Konsentrasi, %IC dan Persamaan Regresi Linier Rutin ... 52

Tabel XIII. Konsentrasi, %IC dan Persamaan Regresi Linier Ekstrak Diklorometan ... 53

Tabel XIV. Konsentrasi, %IC dan Persamaan Regresi Linier Ekstrak Etil Asetat ... 54

Tabel XV. Konsentrasi, %IC dan Persamaan Regresi Linier Ekstrak Metanol .. 54

Tabel XVI. Nilai IC50 Rutin dan Masing-Masing Ekstrak ... 55


(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur DPPH ... 16

Gambar 2. Reduksi DPPH oleh senyawa antioksidan ... 16

Gambar 3. Jambu air (Syzygium aqueum) …... 33

Gambar 4. Daun sisik naga ... 34

Gambar 5. Hasil uji mikroskopik tumbuhan dan serbuk sisik naga ... 36

Gambar 6. Kurva hasil absorbansi operating time tiap satuan waktu ... 50

Gambar 7. Histogram perbandingan nilai IC50 rutin dan ekstrak sisik naga ... 56


(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat determinasi tumbuhan sisik naga ... 66

Lampiran 2. Penimbangan simplisia tumbuhan sisik naga untuk maserasi ... 67

Lampiran 3. Penggunaan pelarut untuk maserasi ... 67

Lampiran 4. Perhitungan rendemen ekstrak ... 68

Lampiran 5. Perhitungan kadar abu total ... 69

Lampiran 6. Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 70

Lampiran 7. Penetapan kadar sari larut etanol ... 71

Lampiran 8. Penetapan kadar sari larut air ... 72

Lampiran 9. Foto hasil kromatografi lapis tipis ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol tanaman sisik naga ... 73

Lampiran 11. Data uji aktivitas antioksidan ... 76


(18)

xv

INTISARI

Sisik naga merupakan tumbuhan epifit yang hidupnya merambat dan menempel pada pohon inang seperti teh, kopi, jambu air, mangga, dll. Penelitian ini membuktikan adanya aktivitas antioksidan pada ekstrak tanaman sisik naga (Pyrossia piloselloides (L.) M.G Price) pada pohon inang jambu air. Penetapan karakter simplisia, ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol berguna untuk mengetahui kualitasnya berupa uji kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut etanol dan kadar sari larut air.

Ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut diklorometan, etil asetat dan metanol. Metode pengujian aktivitas antioksidan yang digunakan adalah 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) yang merupakan radikal bebas kemudian dilihat serapannya menggunakan spektrofotometer visibel. Sejauh ini belum ada penelitian resmi mengenai uji aktivitas antioksidan pada ekstrak tumbuhan sisik naga (Pyrossia piloselloides (L.) M.G Price) pada pohon inang jambu air yang dipublikasikan.

Parameter aktivitas antioksidan yang digunakan berupa IC50 (Inhibition

Concentration 50) yaitu konsentrasi senyawa antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas (DPPH) sebesar 50%. Hasilnya pada pembanding rutin didapatkan rata-rata IC50 sebesar 47,3±1,255 µg/mL. Sedangkan IC50 pada sampel ekstrak

diklorometan 902,136±31,711 µg/mL, ekstrak etil asetat 920,526±69,588 µg/mL dan ekstrak metanol 466,833±9,824 µg/mL.

Kata kunci: radikal bebas, sisik naga, DPPH, ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat, ekstrak metanol, IC50


(19)

xvi

ABSTRACT

Sisik naga were epiphytic plants that propagate life and stick to the host trees such as tea, coffee, rose apple, mango, etc. This studied proves the antioxidant activity of extracts sisik naga (Pyrossia piloselloides (L.) MG Price) on the host tree rose apple. Characterization of simplicia, dichloromethane extract, ethyl acetate extract and methanol extract useful to know the quality test in the form of ash content, ash content acid insoluble, soluble extract content of ethanol and water soluble extract content.

Extraction using maceration with dichloromethane, ethyl acetate and methanol. Antioxidant activity test method by 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) which is a free radical absorbance is then seen using spectrophotometer visible. So far there has been no formal studies on the antioxidant activity test on plant extracts sisik naga (Pyrossia piloselloides (L.) MG Price) on the host tree rose apple have been published.

Parameters used in the form of antioxidant activity IC50 (Inhibition

Concentration 50) was the concentration of antioxidant compounds that can reduce 50% of free radicals (DPPH). The result in rutine IC50 obtained an average of

47.300±1.255 mg/mL. While the result of IC50 in dichloromethane was about

902.136±31.711 mg/mL, ethyl acetate extract 920.526±69.588 mg/mL and methanol extract 466.833±9.824 mg/mL.

Keywords: free radicals, sisik naga, DPPH, dichloromethane extract, ethyl acetate extract, methanol extract, IC50


(20)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Radikal bebas dapat ditemui dengan mudah pada gaya hidup sehari-hari

seperti merokok, semakin banyaknya kendaraan yang menyebabkan polusi,

makanan cepat saji yang mengesampingkan kandungan gizi dan banyak lagi.

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron

bebas yang tidak berpasangan. Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh

maupun dari lingkungan. Radikal bebas juga dapat dihasilkan dari dalam tubuh

melalui proses metabolisme, fagositosis yang terjadi dalam mitokondria, retikulum

endoplasma dan sitosol. Radikal bebas reaktif melakukan reaksi oksidasi patogenik

terhadap sel atau komponennya, sehingga dapat menyebabkan disfungsi atau

mutasi yang berakibat pada timbulnya penyakit degenertif seperti kanker, penyakit

kardiovaskular, kerusakan hati dan penuaan dini (Winarsi, 2007).

Cara pertahanan terbaik untuk mencegah kerusakan akibat radikal bebas

adalah meningkatkan pertahanan tubuh dengan olahraga, mengatur pola makan, dan

mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan. Antioksidan merupakan

senyawa yang dapat menangkal radikal bebas, senyawa antioksidan dapat

memberikan elektron (electron donor). Dengan kata lain antioksidan merupakan

senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas


(21)

Antioksidan merupakan senyawa pendonor elektron yang mampu

menginaktivasi reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal.

Senyawa antioksidan dapat menghambat reaksi oksidasi dengan meredam atau

menetralkan radikal bebas sehingga kerusakan sel bisa terhambat. Senyawa

antioksidan dapat diperoleh dari senyawa-senyawa metabolit sekunder tumbuhan

yang dalam strukturnya memiliki cincin aromatis fenol atau senyawa fenolik.

Cincin aromatis fenol tersebut yang akan berkontribusi terhadap aktivitas

antioksidan (Shahidi, 1997; Winarsi, 2007).

Salah satu cara untuk mengendalikan kualitas simplisia dan ekstrak yang

dibuat adalah dengan melakukan uji karakterisasi. Uji karakterisasi atau

standarisasi mempunyai pengertian bahwa simplisia atau ekstrak yang digunakan

sebagai bahan baku harys memenuhi persyaratan tertentu. Parameter mutu simplisia

dan ekstrak meliputi pemeriksaan secara mikroskopik, penetapan kadar abu total,

penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut air, penetapan

kadar sari larut etanol dan uji kandungan kimia ekstrak untuk mengetahui senyawa

apa yang berperan dalam aktivitas antioksidan (DepkesRI, 2000).

Tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) merupakan

salah satu familia Polypodiaceae berupa tumbuhan herba yang hidup epifit pada

pohon inang. Sisik naga dapat hidup epifit pada tumbuhan teh, kopi, jambu, palem

dan lain-lain. Pada penelitian sebelumnya diperoleh hasil ekstrak diklorometana

tumbuhan sisik naga berefek antioksidan dengan nilai IC50 12,82 ug/mL

(Wulandari, et al., 2013). Tumbuhan sisik naga mengandung minyak atsiri,


(22)

. Salah satu metode untuk menguji aktivitas antioksidan adalah metode

DPPH. Tujuan metode DPPH adalah mengetahui parameter konsentrasi yang

ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50). Hal ini dapat dicapai

dengan cara menginterpretasikan data eksperimental dari metode tersebut. DPPH

merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat

mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan

komponen tertentu dalam suatu ekstrak. DPPH memberikan serapan kuat pada 517

nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal

bebas, maka absorbansinya menurun secara stoikiometri sesuai jumlah elektron

yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan

DPPH dari ungu menjadi kuning (Dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel, dan Mohammad,

2009).

Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk

menguji kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas. Metode

DPPH merupakan metode yang mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas

antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tumbuhan (Koleva, van Beek, Linssen,

de Groot, dan Evstatieva, 2002; Prakash, Rigelhof, dan Miller, 2010).

1. Permasalahan

a. Bagaimana karakter simplisia, ekstrak diklorometan, ekstrak etil

asetat dan ekstrak metanol tumbuhan sisik naga (Pyrrosia

piloselloides (L.) M.G Price) pada pohon inang jambu air?

b. Berapakah nilai aktivitas antioksidan ekstrak diklorometan, ekstrak


(23)

piloselloides (L.) M.G Price) pada pohon inang jambu air dengan

menggunakan radikal bebas DPPH yang dinyatakan dengan IC50? 2. Keaslian penelitian

Sejauh yang peneliti telusuri, belum ada penelitian yang sama seperti

penelitian ini. Menurut penelitian (Wulandari, et al., 2013) ekstrak sisik

naga (secara umum, mengabaikan pengaruh inang) memiliki aktivitas

antioksidan. Dalam penelitian ini digunakan tumbuhan sisik naga yang

menempel pada inang pohon jambu air dan digunakan 3 pelarut yang

berbeda.

3. Manfaat

a. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah akan diketahuinya aktivitas

antioksidan yang berupa IC50 dari ekstrak diklorometan, ekstrak etil

asetat dan ekstrak metanol dan karakter dari simplisia, ekstrak

diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol tumbuhan sisik

naga pada pohon inang jambu air.

b. Manfaat praktis dari penelitian ini apabila terbukti, diharapkan

masyarakat dapat memanfaatkan sisik naga yang menempel pada

inang jambu air sebagai antioksidan alami.

B. Tujuan 1. Tujuan umum:

Menguji aktivitas antioksidan ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan

ekstrak metanol tumbuhan sisik naga pada pohon inang jambu air terhadap


(24)

2. Tujuan khusus:

a. Mengetahui karakter simplisia, ekstrak diklorometan, ekstrak etil

asetat dan ekstrak metanol tumbuhan sisik naga pada pohon inang

jambu air.

b. Mengetahui nilai aktivitas antioksidan ekstrak diklorometan, ekstrak

etil asetat dan ekstrak metanol tumbuhan sisik naga pada pohon inang

jambu air dengan menggunakan radikal bebas DPPH yang dinyatakan


(25)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Sisik Naga

Famili : Polypodiaceae

Genus : Drymoglossum

Spesies : Drymoglossum piloselloides (L.) C. Presl

(Steenis, et al, 1992).

Sinonim : Pyrrosia piloselloides (L.) M.G. Price

(United States Department of Agriculture, 2015).

Sisik naga merupakan tumbuhan epifit kecil dengan akar rimpang tipis,

merayap. Daun satu sama lain tumbuh berdekatan, tangkai pendek, tidak terbagi,

pinggir utuh, berdaging atau seperti kulit, permukaan buah tidak berbulu sama

sekali atau sedikit (Heyne, 1987).

Nama lain sisik naga, Sumatra: picisan, sisik naga, sakat riburibu (Melayu).

Jawa: paku duduwitan (Sunda), pakis duwitan (Jawa) (Anonim, 1989).

Daun tumbuhan paku ini bentuknya bulat dan ukurannya kecil menyerupai

sisik naga. Terdapat dua tipe daun, yaitu tropofil dan sporofil. Pada jenis yang

tropofil, daun berbentuk bulat dan kecil, sedangkan jenis sporofil daunnya lebih

panjang dibandingkan tropofil, sporofil juga memiliki sporangium. Sporangium

terdapat pada daun fertil (Purnawati, 2014).

Tumbuhan sisik naga tersebar di seluruh Asia Tropik, di daerah dengan


(26)

permukaan laut, tumbuh secara umum pada batang, dahan pohon dan perdu yang

daunnya tidak begitu lebat (Heyne, 1987). Tumbuhan paku ini ditemukan di hutan

kerangas, rawa dan gambut, menempel pada batang pohon atau hidupnya epifit.

Akarnya menjulur dan melekat kuat pada inangnya (Purnawati, 2014).

Tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) merupakan

salah satu familia Polypodiaceae berupa tumbuhan herba yang hidup epifit pada

pohon Inang. Sisik naga dapat hidup epifit pada pohon mangga, angsana, mahoni,

flamboyan, ketapang, palma, nangka, kerai payung, dan lain sebagainya (Sahid, et

al, 2013).

Sisik naga mengandung minyak atsiri, sterol/triterpene, fenol, flavonoid,

gula, dan tanin. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak diklorometana

tumbuhan sisik naga berefek antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 12,82 µg/mL

(Wulandari, et al., 2013).

B. Fenolik dan Metabolit Sekunder

Senyawa fenolik merupakan sekelompok metabolit sekunder yang

mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen gugus

hidroksi (OH) yang terbentuk melalui jalur metabolisme asam sikimat-fenil

propanoid dan jalur aseat-polimalonat. Termasuk dalam kelompok senyawa ini

adalah fenol sederhana, asam fenolat, kumarin, tanin dan flavonoid. Dalam

tananaman, senyawa-senyawa ini biasanya berada dalam bentuk glikosida atau

esternya (Proestos, Sereli, Komaitis, 2006).

Golongan yang terbanyak dari senyawa fenolik adalah flavonoid. Pada


(27)

ditambahkan basa atau amonia warnanya akan berubah, jadi mudah dideteksi

dengan kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik

yang terkonjugasi dan menunjukan serapan yang kuat pada spektrum UV-Vis.

Flavonoid dan aglikon flavonoid pada tumbuhan umumnya terikat pada gula

sebagai glikosida. Penggolongan flavonoid dalam jaringan tumbuhan didasarkan

pada sifat kelarutan dan reaksi warna (Harborne, 1987).

Tanin merupakan senyawa polifenol larut air yang dapat memiliki bobot

molekul tinggi. Secara garis besar, tanin dibagi menjadi dua golongan: tanin dapat

terhidrolisis yang terbantuk dari esterifikasi gula (misalnya glukosa) dengan asam

fenolat sederhana yang merupakan tanin turunan sikimat (misalnya asam galat) dan

tanin yang tidak dapat terhidrolisis disebut tanin terkondensasi, yang berasal dari

reaksi polimerisasi (kondensasi) antar flavonoid (Heinrich, et al, 2005).

Eugenol merupakan komponen dari minyak cengkeh dan minyak wangi

yang memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, dan efek antiviral

(Pavithra,2015).

Mekanisme senyawa fenolik sebagai antioksidan dijelaskan oleh Janeiro

dan Brett (2004) yaitu melalui kemampuan dari gugus fenol untuk mengikat radikal

bebas dengan memberikan atom hidrogennya melalui proses transfer elektron

sehingga fenol berubah menjadi radikal fenoksil. Radikal fenoksil yang terbentuk

sebagai hasil reaksi fenol dengan radikal bebas kemudian akan menstabilkan diri

melalui efek resonansi. Karena alasan ini maka derivat dari fenol merupakan donor

hidrogen yang baik yang dapat menghambat reaksi yang terjadi oleh senyawa


(28)

C. Ekstraksi

Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai dan semua atau hampir semua pelarut diuapkan

kemudian massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI , 2000).

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan kandungan kimia dari suatu

bahan yang dapat larut dalam pelarut cair sehingga terpisah dari bahan yang tidak

dapat larut. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan ke dalam minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur

kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas

senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat

keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif dalam suatu simplisia, maka

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi dapat dilakukan dengan cepat dan tepat

(Depkes RI, 2000).

Maserasi adalah proses ekstraksi dengan cara merendam serbuk simplisia

dalam cairan penyari sehingga cairan penyari mampu menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif kemudian zat aktif tersebut

akan terlarut, adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan luar sel akan

mengakibatkan terjadinya pendesakan larutan pekat ke luar sel (Depkes RI, 1986).

Perkolasi merupakan metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara

mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Serbuk


(29)

kerucut terbalik. Perkolasi cukup sesuai untuk ekstraksi pendahuluan maupun

dalam jumlah besar. Bahan padat basah dimasukkan dalam jumlah yang tepat

kemudian didiamkan selama sekitar 4 jam dalam keadaan tertutup. Setelah itu

penyari akan menetes melewati serbuk tumbuhan mengganti pelarut yang keluar

berupa ekstrak. Untuk mengekstrak secara menyeluruh dilakukan dengan

penambahan pelarut yang baru dan semua ekstrak dikumpulkan. (Handa, et al,

2008)

Sokletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan diekstraksi diletakkan

dalam kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat

ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu (perkulator). Wadah gelas yang

mengandung kantung diletakkan diantar labu penyulingan dengan pendingin aliran

balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut

yang menguap dan mencapai kedalam pendingin aliran balik. Menetes di atas bahan

yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul

didalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis

dipindahkan kedalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi

melaui penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1995).

D. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu

atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron tidak

berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan

dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang ada di sekitarnya.


(30)

serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga molekul tersebut, yang paling

rentan terhadap radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh, akibatnya dinding sel

menjadi rapuh karena membran sel yang rusak akibat radikal bebas. Radikal bebas

juga mampu merusak bagian dalam pembuluh darah sehingga meningkatkan

pengendapan kolesterol dan menimbulkan aterosklerosis. Selain itu, radikal bebas

juga berpotensi merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem info genetika,

dan berlanjut pada pembentukan sel kanker (Winarsi, 2007).

Radikal bebas selain berguna bagi tubuh untuk memerangi mikroba patogen

juga membahayakan tubuh karena dapat merusak sel-sel jaringan di sekitarnya.

Radikal bebas akan terus mencari elektron dari molekul-molekul di sekitarnya dan

apabila tidak dikendalikan reaksi ini dapat berlangsung berantai secara

terus-menerus (Muchtadi, 2013).

Radikal bebas dapat merusak membran sel kemudian merusak komponen

sel termasuk inti sel dan DNA dan berakibat matinya sel. Selain mengakibatkan

kematian, destruksi tersebut juga meninggalkan sisa yang tidak mudah dibuang oleh

tubuh. Akumulasi sisa-sia tersebut dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit

degeneratif bahkan menyebabkan kematian (Muchtadi, 2013).

E. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang memiliki pasangan elektron

bebas yang dapat memutus jalannya reaksi dan radikal bebas dengan cara

menyumbang elektronnya pada senyawa radikal bebas. Senyawa antioksidan dapat

dibagi menjaadi antioksidan endogen yang berasal dari dalam tubuh dan


(31)

Antioksidan primer disebut juga sebagai antioksidan enzimatis. Antioksidan

primer meliputi enzim superoksida dismutase, katlase, dan glutation peroksidase.

Enzim-enzim ini menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus

reaksi berantai (polimerisasi), dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil.

Antioksidan kelompok ini disebut juga chain-breaking-antioxidant (Winarsi, 2007).

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus tau non

enzimatis. Cara kerja sistem antioksidan non-enzimatis yaitu dengan cara

memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas. Akibatnya, radikal bebas

tidak bereaksi dengan komponen seluler. Contoh antioksidan sekunder: vitamin C,

vitamin E, flavonoid, asam urat, bilirubin dan albumin (Lampe, 1999).

Antioksidan tersier contohnya enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida

reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal

bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh

rusaknya single dan double strand, baik gugus basa maupun non-basa. Perbaikan

kerusakan basa dalam DNA yang diinduksi oleh senyawa oksigen reaktif terjadi

melalui perbaikan jalur eksisi basa. Pada umumnya, eksisi basa terjadi dengan

memusnahkan basa yang rusak yang dilakukan oleh DNA glikosilase (Winarsi,

2007).

F. Penetapan Karakter Ekstrak

Penetapan karakter ekstrak merupakan suatu proses yang bertujuan untuk

mengetahui kualitas dari eksrak yang dibuat hingga kandungan senyawa yag

terkandung dalam ekstrak. Menurut literatur, tumbuhan sisik naga mengandung


(32)

hidroksi yang tidak tersubstitusi atau tersubstitusi suatu gula. Oleh karena itu,

umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol,

butanol, aseton, etil asetat, dimetilsulfoksida, dimetilformamid dan air (Markham,

1988). Aktivitas sebagai antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid karena

adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya (Cuvelier, Richard dan

Besset, 1992).

Karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar abu total, kadar abu tidak

larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol, dilakukan dengan tujuan

untuk menjamin keseragaman mutu simplisia agar memenuhi persyaratan standar

simplisia dan ekstrak. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan

karakteristik simplisia, diantaranya adalah bahan baku simplisia, cara pembuatan

dan penyimpanan simplisia. Selain itu pemeriksaan ini juga menentukan jumlah

cemaran dan pengotor yang terkandung pada simplisia (Febriani, Mulyanti dan

Rismawati, 2015)

G. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas

perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase

yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media

hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir.

Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka teknik ini disebut kromatografi

penjerapan (adsorbtion chromatography), sementara bila berupa zat cair maka

disebut dengan kromatografi pembagian (partition chromatography) (Harmita,


(33)

Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan fisikokimia yang

didasarkan atas penjerapan, partisi atau gabungannya. Metode ini digunakan untuk

pemisahan senyawa dengan cepat dengan menggunakan zat penjerap berupa serbuk

harus yang dilapiskan secara merata pada lempeng kaca (Harmita, 2006; Depkes

RI, 1979).

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran

kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata

partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka semakin baik

kinerja KLT dalam hal efisiesi dan resolusinya. Penjerap yang sering digunakan

adalah silika dan serbuk selulosa. Mekanisme sorbsi yang utama yaitu partisi dan

adsorbsi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan

mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling

sederhana adalah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua

pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi

secara optimal. Petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak, antara lain:

a. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif

b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf antara

0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan

c. Untuk pemisihan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti


(34)

d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran

pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan

perbandingan tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

H. Metode Uji Antioksidan

Metode DPPH merupakan salah satu metode yang paling sering dilakukan

untuk uji aktivitas antioksidan suatu tumbuhan obat. Metode DPPH menggunakan

radikal bebas 2,2 Diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) (Shivaprasad, et, al., 2005).

DPPH merupakan suatu senyawa radikal nitrogen yang tidak stabil karena memiliki

elektron yang tidak berpasangan yang menyebabkan DPPH memiliki sifat yang

reaktif. DPPH akan mengalami reduksi melalui proses donasi hidrogen atau

elektron sehingga warna DPPH dapat mengalami perubahan warna dari ungu

menjadi kuning (Halliwell dan Gutteridge, 2000).

Metode ini bertujuan untuk mengetahui parameter yang menunjukan

aktivitas antioksidan yaitu parameter konsekuensi yang ekuivalen dapat

memberikan efek aktivitas antioksidan sebesar 50% (IC50). Parameter IC50 dapat

diketahui dengan menginterpretasikan hasil uji dalam suatu data eksperimental

(Molyneux, 2004).

Radikal DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm

dengan warna violet gelap. DPPH dapat memberikan serapan karena memiliki

gugus kromofor dan auksokrom pada struktur kimianya dan dengan adanya

delokalisasi elektron pada DPPH akan memberikan warna violet (Dehpour,


(35)

Gambar 1. Struktur DPPH (Molyneux, 2004)

Gambar 2. Reduksi DPPH oleh senyawa antioksidan (Prakash, Rigelhof dan Miller, 2001)

Metode deoksi ribosa, disebut juga sebagai hydroxyl radical scavenging

assay merupakan saah satu metode sederhana dalam pengukuran aktivitas

antioksidan. Metode deoksiribosa memiliki sensitivitas tinggi dan tidak

memerlukan alat canggih dalam analisisnya. Prinsip dari metode deoksiribosa ini

berdasarkan pemecahan oksidatif 2-deoksiribosa oleh senyawa radikal hidroksil

dan hasil dari pemecahan tersebut akan bereaksi dengan asam tiobarbiturat dan


(36)

akan melindungi deoksiribosa dari radikal hidroksil sehingga pembentukan warna

menjadi berkurang (Haliwell, 1987).

Prinsip dari uji CUPRAC (Cupric Reducing Antioxidant Capacity) adalah

pembentukan kelat oleh bis (neukuproin) besi (II) menggunakan pereaksi redoks

kromogenik pada pH 7. Absorbansi dari pembentukan kelat Cu (I) Ne diperoleh

dengan mereaksikan asam askorbat berbagai konsentrasi dengan reagen CUPRAC.

Kondisi reaksi seperti konsentrasi reagen, pH, dan waktu oksidasi pada suhu kamar

dan peningkatan suhu pada percobaan dapat berasal dari sumber lain (Apak et al,

2005)

I. Spektrofotometri visibel

Spektrofotometri visibel merupakan salah satu teknik analisis fisika-kimia

yang mengamati tentang atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik pada

panjang gelombang 380-780 nm. Serapan maksimum suatu senyawa kimia

dipengaruhi oleh adanya kromofor dan gugus auksokrom. Interaksi antara senyawa

kimia yang memiliki gugus kromofor dengan radiasi elektromagnetik dan spektra

serapan elektromagnetik. Tiga hal yang mungkin timbul ketika terjadi interaksi

molekul dengan radiasi elektromagnetik adalah hamburan, absorbsi dan emisi

(Mulja dan Suharman, 1995).

Terikatnya gugus auksokrom pada gugus kromofor akan meningkatkan

absorbansinya dan menggeser puncak serapan ke panjang gelombang yang lebih

panjang. Peningkatan intensitas absorbsi disebut efek hiperkromik. Pergeseran

panjang gelombang dibedakan menjadi pergeseran batokromik, yaitu pergeseran


(37)

atau pengaruh pelarut, dan pergseran hipsokromik, yaitu pergeseran serapan ke arah

panjang gelombang yang lebih pendek yang disebabkan karena substitusi atau

pengaruh pelarut (pergeseran biru) (Sastrohamidjojo, 2001).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis:

1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal yang perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap

pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi

senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang

digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:

 Reaksinya selektif dan sensitif

 Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel

 Hasil reaksi stabil dalam dalam jangka waktu yang lama

Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent

atau penggunaan teknik ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Waktu Operasional (Operating Time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau

pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran

yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara

waktu pengukuran dengan absorbansi larutan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada saat awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang berwarna ini

meningkat sampai waktu tertentu hingga diperoleh absorbansi yang stabil.


(38)

tersebut menjadi rusak atau terurai sehingga intensitas warnanya turun

akibatnya absorbansinya juga turun (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Pemilihan Panjang Gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih

panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan

antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada

konsentrasi tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang

maksimal, yaitu:

 Pada panjang gelombang maksimal, bentuk kurva kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan

absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar

 Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi

 Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan

panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Pembuatan Kurva Baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai

konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi

diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi


(39)

disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, dan reaksi ikutan

yang terjadi (Gandjar dan Rohman, 2007).

5. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan

Absorban yang terbaca hendaknya antara 0,2 - 0,8 atau 15% - 70% jika

dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini ini berdasarkan anggapan bahwa

kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (Gandjar dan Rohman,

2007).

J. Landasan Teori

Radikal bebas merupakan senyawa yang memiliki elektron tidak

berpasangan penyebab terjadinya mutasi patogenik yang memicu timbulnya

berbagai penyakit. Radikal bebas dapat dicegah dengan gaya hidup sehat dan

diredam dengan antioksidan. Antioksidan meredam radikal bebas dengan memutus

reaksi dari radikal bebas.

Antioksidan banyak terdapat pada tumbuhan yang ada disekitar kita, salah

satunya sisik naga. Sisik naga merupakan tumbuhan epifit yang menempel pada

inang. Pada penelitian (Wulandari, et al., 2013), sisik naga telah terbukti

mengandung senyawa yang dapat menimbulkan aktivitas antioksidan. Sampling

dilakukan pada sisik naga yang menempel pada inang jambu air karena jambu air

mempunyai banyak kandungan bermanfaat yang diperkirakan akan meningkatkan

aktivitas dari ekstrak sisik naga. Kandungan senyawa yang dapat menimbulkan

aktivitas antioksidan diketahui melalui uji kualitatif KLT dilanjutkan uji


(40)

kualitas simplisia, ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol

sisik naga.

Metode yang digunakan adalah DPPH, karena relatif mudah dan spesifik

untuk uji antioksidan menggunakan metode ini. Simplisia sisik naga dimaserasi

kemudian dibuat ekstrak kental yang kemudian menjadi larutan uji untuk dihitung

IC50. Penetapan karakter dilakukan menurut Farmakope Indonesia. Untuk

mengetahui kandungan senyawa pada ekstrak sisik naga yang berpotensi

menimbulkan aktivitas antioksidan digunakan KLT dengan berbgai standar.

Perhitungan IC50 dilakukan dengan melakukan pengukuran absorbansi

menggunakan Spektrofotometer UV-Vis double beam. Larutan uji (sisik naga)

dibandingkan dengan kurva baku yang dibuat dengan standar rutin dengan

konsentrasi tertentu. Digunakan rutin karena rutin (dalam hal ini baku) mempunyai

efek antioksidan yang sudah diketahui secara pasti kadarnya. Penurunan absorbansi

yang terjadi seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak merupakan respon

yang kemudian dihitung menjadi IC50.

K. Hipotesis

1. Simplisia, ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol

tumbuhan sisik naga yang menempel pada inang jambu air memiliki

kualitas yang baik sesuai dengan standar.

2. Ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol tumbuhan

sisik naga yang menempel pada inang jambu air memiliki aktivitas


(41)

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dengan rancangan

acak lengkap pola searah. Merupakan jenis penelitian eksperimental karena

penelitian ini mencari hubungan sebab akibat dari ekstrak tumbuhan sisik naga yang

menempel pada inang jambu air yang digunakan dengan nilai IC50 yang dihasilkan.

Rancangan acak karena pengambilan sampel tumbuhan sisik naga yang menempel

pada inang jambu air dilakukan secara acak, tidak ada pemilihan secara khusus.

Rancangan lengkap karena terdapat kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok

perlakuan.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas: konsentrasi ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat

dan ekstrak metanol tumbuhan sisik naga.

b. Variabel tergantung: aktivitas antioksidan konsentrasi ekstrak

diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol tumbuhan sisik

naga (%IC).

c. Variabel pengacau terkendali: waktu pemanenan, tempat tumbuh.


(42)

2. Definisi operasional

a. Ekstrak diklorometan tumbuhan sisik naga adalah hasil dari maserasi

simplisia tumbuhan sisik naga menggunakan penyari diklorometan

selama 24 jam lalu diuapkan membentuk cairan berwarna hijau kental.

b. Ekstrak etil asetat tumbuhan sisik naga adalah hasil dari maserasi

simplisia tumbuhan sisik naga menggunakan penyari etil asetat selama

24 jam lalu diuapkan membentuk cairan berwarna hijau kental.

c. Ekstrak metanol tumbuhan sisik naga adalah hasil dari maserasi

simplisia tumbuhan sisik naga menggunakan penyari metanol selama

24 jam lalu diuapkan membentuk cairan berwarna hijau kental.

d. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang menyatakan

kemampuan ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak

metanol tumbuhan sisik naga dalam meredam radikal bebas dalam hal

ini DPPH.

e. Inhibition concentration 50 (IC50) adalah konsentrasi ekstrak

diklorometan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol tumbuhan sisik

naga yang dapat meredam 50% radikal bebas (DPPH).

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitin ini: tumbuhan sisik naga yang diperoleh dari

Madukismo Kasihan Bantul Yogyakarta; bahan kimia kualitas pro analitik E.Merck

berupa etanol; bahan kimia kualitas pro analitik Sigma Chem. Co., USA berupa

fenol, bahan kimia kualitas teknis CV. General Labora berupa etanol dan


(43)

(teknis), toluen (pro analisis), etil asetat (proanalisis), asam asetat (pro analisis),

DPPH (Aldrich), metanol (pro analisis), n-butanol (pro analisis), lempeng KLT

(Merck), Eugenol (Merck), Rutin (Sigma), Asam tanat (Sigma), β sitosterol

(Sigma), Vanilin (Merck), asam sulfat (Merck), Dragendorf (Sigma), FeCl3, AlCl3. D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: Shaker (Innova TM

2100), vortex (Janke&Kunkel), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV double

beam, alat penggiling, bejana maserasi, peralatan kromatografi lapis tipis, pH meter

(Eutech Instrumen pH 510) penguap putar (rotary evaporator) (Buchi R-205,

Jerman), peralatan gelas, mikropipet (Acura 825, Socorex).

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi Tanaman

Determinasi dilakukan terhadap tumbuhan sisik naga di

Laboratorium Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta menggunakan acuan United States Department of Agriculture.

2. Pembuatan Simplisia

Tumbuhan sisik naga diambil dari kebun di daerah Madukismo

Kaasihan Bantul Yogyakarta. Tumbuhan sisik naga yang sudah dipetik

kemudian disortasi basah. Hasil sortasi kemudian dicuci untuk

menghilangkan kotoran yang menempel seperti debu dan serangga dan

pengotor lainnya. Tumbuhan sisik naga kemudian dicuci dengan air

mengalir untuk menghilangkan kotoran yang melekat lalu ditiriskan sampai


(44)

Tumbuhan sisik naga dikeringkan dengan panas sinar matahari

dengan ditutup kain hitam kemudian dalam oven pada suhu 40 ºC.

Dikatakan kering jika daun dapat hancur ketika diremas dengan tangan.

Tumbuhan sisik naga yang telah dikeringkan kemudian diserbuk

menggunakan blender, lalu diayak menggunakan ayakan nomor 40.

3. Ekstraksi Tumbuhan Sisik Naga

Ditimbang kurang lebih 500 g serbuk kering tumbuhan sisik naga

kemudian dimaserasi dengan pelarut diklorometan. Maserasi dilakukan

berulang-ulang dengan pelarut yang sama sampai filtrat hasil maserasi

jernih. Ampas diangin-anginkan kemudian dimaserasi kembali dengan

pelarut etil asetat dilanjutkan metanol, kemudian hasil maserasi disaring dan

filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada

suhu lebih kurang 50 ºC sehingga diperoleh ekstrak kental etil asetat dan

ekstrak kental metanol. Masing-masing ekstrak ditimbang dan dihitung

rendemen ekstrak.

4. Karakterisasi Ekstrak

a. Pemeriksaan mikroskopik simplisia

Pemeriksaan mikroskopik penampang melintang dan penampang

membujur daun serta batang tumbuhan sisik naga. Daun dan batang diiris

setipis mungkin supaya didapatkan hasil yang bagus ketika diamati

menggunakan mikroskop. Pengamatan mikroskopi juga dilakukan serbuk

tumbuhan sisik naga kering dengan bantuan kloralhidrat kemudian


(45)

b. Penetapan kadar abu total

Sejumlah 2 sampai 3g serbuk, ekstrak diklorometan, ekstrak etil

asetat dan ekstrak metanol ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam

krus silika yang telah dipijarkan dan ditara, dipijarkan pelahan-lahan hingga

arang habis, didinginkan dan ditimbang. Jika dengan cara trsebut arang

tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, diaduk, disaring melalui

kertas saring bebas abu. Kertas saring beserta sisa penyaringan dipijarkan

dalam krus yang sama. Filtrat dimasukan kedalam krus, diuapkan dan

dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan

uji, dinyatakan dalam % b/b.

c. Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan

menggunakan 25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Dikumpulkan

bagian yang tidak larut asam, disaring melalui kertas saring bebas abu,

dicuci dengan air panas, dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar

abu yang tidak larut asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan

dalam % b/b.

d. Penetapan kadar sari larut air

Sejumlah 5g serbuk, ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan

ekstrak metanol ditimbang seksama. Dimasukkan kedalam labu bersumbat,

ditambahkan 100 mL air jenuh kloroform, dikocok berkali-kali selama 6

jam, dibiarkan selama 18 jam, disaring, diuapkan 20 mL filtrat hingga


(46)

ditara, dipanaskan sisa pada suhu 105 oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air.

e. Penetapan kadar sari larut etanol

Sejumlah 5g serbuk, ekstrak diklorometan, ekstrak etil asetat dan

ekstrak metanol ditimbang seksama, dimasukkan kedalam labu bersumbat,

ditambahkan 100 mL etanol 95% P, dikocok berkali-kali selama 6 jam

pertama, dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari

penguapan etanol, diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan

dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105 oC dan ditara, dipanaskan sisa pada suhu 105 oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut etanol.

f. Uji kandungan kimia ekstrak

Ekstrak diklorometan/ekstrak etil asetat/ekstrak metanol tumbuhan

sisik naga yang digunakan untuk identifikasi ekstrak secara KLT dibuat

dengan melarutkan 0,5 g ekstrak diklorometan/ekstrak etil asetat/ekstrak

metanol tumbuhan sisik naga dengan pelarut yang sesuai dimana ekstrak

larut. Ekstrak diklorometan/ekstrak etil asetat/ekstrak metanol kemudian

ditotolkan pada fase diam silika 60 GF 254 dengan menggunakan pipa

kapiler sebanyak 5-10 µL. Fase gerak yang digunakan meliputi:

 toluen : etil asetat (93:7 v/v) dengan pembanding eugenol

 n butanol : asam asetat : air (4:1:5 v/v) dengan pembanding rutin

 n butanol : asam asetat : air (5:1:4 v/v) dengan pembanding asam tanat 0,05% dalam etanol 70%


(47)

 etil asetat : toluen (9:1: v/v) dengan pembanding β-sitosterol

Deteksi dilakukan pada sinar UV 254 dan 366 nm dan pereaksi

semprot vanillin asam sulfat, Dragendorf, FeCl3, AlCl3. Bercak yang

muncul dibandingkan dengan standar.

5. Uji aktivitas antioksidan

Pada masing-masing ekstrak tumbuhan sisik naga (ekstrak

diklorometan, ekstrak etil asetat, ekstrak metanol) diuji aktivitas antioksidan

menurut metode Bloiss dengan beberapa modifikasi. Nilai IC50 dihitung

dengan menggunakan rumus persamaan regresi.

a. Uji pendahuluan (optimasi panjang gelombang DPPH)

Larutan DPPH yang telah dibuat dengan konsentrasi 20 µg/ml

ditentukan spektrum serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada

panjang gelombang 400 nm hingga 600 nm dan ditentukan panjang

gelombang optimumnya.

b. Pembuatan larutan

1) Pembuatan larutan DPPH

Sejumlah 10 mg DPPH ditimbang dan dilarutkan dalam 100 mL

metanol p.a didapatkan kosentrasi 100 µg/mL. Kemudian dipipet 20

mL kemudian ditambahkan volumenya dengan 100 mL metanol p.a (20


(48)

2) Persiapan Larutan Uji Ekstrak

a. Ekstrak diklorometan dan etil asetat

Pembuatan larutan induk (konsentrasi 5000 µg/mL).

Sejumlah 50 mg ekstrak ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL

metanol p.a hingga homogen.

Pembuatan larutan seri (konsentrasi 0,05; 0,25; 0,5; 0,75; dan 1 mg/mL). Sejumlah masing-masing 0,1; 0,5; 1; 1,5; dan 2 mL dipipet dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan

volumenya dengan metanol p.a hingga 10 mL.

b. Ekstrak metanol

Pembuatan larutan induk (konsentrasi 2000 µg/mL).

Sejumlah 20 mg ekstrak ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL

metanol p.a hingga homogen.

Pembuatan larutan seri (konsentrasi 0,06; 0,12; 0,2; 0,35; dan 0,5 mg/mL). Dipipet masing-masing 0,3; 0,6; 1; 1,75; dan 2,5 mL dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan volumenya

dengan metanol p.a hingga 10 mL.

3) Pembuatan larutan kontrol

Larutan blanko yang digunakan adalah 0,2 mL metanol p.a

dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 3,8 mL DPPH,

dikocok hingga homogen. Didiamkan selama 30 menit (operating


(49)

4) Pembuatan larutan rutin sebagai pembanding

Pembuatan larutan induk (konsentrasi 1000 µg/mL).

Sejumlah 10 mg rutin ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL metanol

p.a hingga homogen.

Pembuatan larutan seri (konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 µg/mL). Dipipet masing-masing 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 mL dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan volumenya dengan metanol

p.a hingga 10 mL.

b. Pengujian aktivitas antioksidan

Dari masing-masing larutan uji dipipet 0,2 mL dimasukkan

kedalam tabung reaksi, ditambahkan 3,8 mL DPPH 20 µg/mL, digojog

hingga homogen, didiamkan selama 30 menit (reaction time) dan diukur

serapannya pada panjang gelombang 516 nm (hasil orientasi). Dilakukan

pengujian yang sama untuk pembanding rutin.

c. Perhitungan nilai IC50

Nilai IC50 dihitung berdasarkan presentase inhibisi terhadap radikal

DPPH dari masing-masing konsentrasi larutan sampel dengan rumus :

% = − � × %

Setelah didapatkan presentasi inhibisi dari masing-masing

konsentrasi, kemudian dintentukan persamaan y = a + bx dengan

perhitungan secara regresi linear dimana x adalah konsentrasi (µg/mL) dan


(50)

Inhibition Concentration 50% (IC50) yaitu konsentrasi sampel yang dapat


(51)

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan berfungsi untuk memastikan tumbuhan yang

digunakan benar Pyrrosia piloselloides (L.) M.G. Price atau biasa disebut dengan

sisik naga yang dimaksudkan menurut ciri-cirinya. Determinasi dilakukan dengan

cara mencocokan sampel tumbuhan yang diambil dengan literatur yang ada.

Kecocokan yang telah didapat kemudian akan menyimpulkn hingga pada nama

spesies yaitu Drymoglossum piloselloides (L.) C. Presl. Karena dari awal peneliti

menggunakan nama spesies Pyrrosia piloselloides (L.) M.G. Price peneliti harus

mencari sinonim dan (United States Department of Agriculture, 2015) menyatakan

bahwa kedua nama spesies tersebut sama atau bersinonim. Hasil determinasi

didukung dengan surat determinasi (lampiran 1) yang diterbitkan oleh

Laboratorium Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

B. Pengumpulan Bahan

Tumbuhan sisik naga diperoleh dari pohon inang jambu air yang berada di

daerah Madukismo Kasihan Bantul Yogyakarta. Sisik naga yang digunakan sebagai

sampel penelitian diambil dari 3 pohon jambu air yang berbeda dengan jarak pohon

kurang lebih 100m. Pengambilan sampel sisik naga dilakukan pada bulan Mei 2015


(52)

Gambar 3. Jambu air (Syzygium aqueum). (dokumen pribadi)

Pengambilan sampel dilakukan pagi hari karena terkait dengan kandungan

metabolit sekunder yang lebih baik ketika diambil pagi hari. Pada pagi hari,

tumbuhan belum terpapar sinar matahari. Kandungan metabolit sekunder akan

berkurang ketika tumbuhan diambil pada siang hari karena terjadi penguapan dan

proses fotosintesis. Pemanenan pada musim kemarau juga berpengaruh terhadap

kondisi tumbuhan, sebab pada musim penghujan tingkat kelembapan tinggi yang

membuat jamur mudah tumbuh dan banyaknya kadar air sehingga mempersulit

proses pengeringan (Agoes, 2006).

Dipilih herba yang kondisinya baik supaya hasil yang didapatkan juga baik,

setidaknya terhindar dari serangga. Daun yang digunakan berupa tropofil dan

sporofil, daun tropofil berbentuk bulat berukuran lebih kecil dari sporofil, keduanya


(53)

Gambar 4. Daun sisik naga. (dokumen pribadi) C. Uji Mikroskopik

Uji mikroskopik merupakan salah satu uji untuk memastikan bahwa

tumbuhan yang diambil dan digunakan oleh peneliti tepat sesuai denga tumbuhan

yang diharapkan, dalam hal ini sisik naga. Uji mikroskopik dapat digunakan untuk

uji identifikasi kebenaran dalam pengambilan sampel karena setiap tumbuhan

memiliki unsur-unsur anatomi yang khas, termasuk pada sisik naga.

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan pada serbuk simplisia, irisan daun

membujur dan irisan daun melintang. Menurut Materia Medika Indonesia Jilid V,

pengamatan mikroskopik pada penampang irisan melintang yang melalui tulang

daun sisik naga akan tampak epidermis atas yang terdiri dari 1 lapis sel yang

berbentuk empat persegi panjang, kutikula tebal di antaranya terdapat sel

bernoktah, stomata sedikit, kadang-kadang terdapat rambut penutup berbentuk

bintang. Epidermis bawah terdiri dari 1 lapis sel yang berbentuk empat persegi

panjang, kutikula tebal, stomata lebih banyak daripada epidermis atas, terkadang

ada ramput penutup berbentuk bintang. Mesofil tidak mempunyai jaringan palisade,

jaringan bunga karang terdiri dari beberapa lapis sel, terdapat sel sekresi, berkas


(54)

pengenal adalah sel epidermis atas bentuk tidak beraturan, dinding tebal

bergelombang, sel epidermis bawah tidak beraturan, pada epidermis bawah terdapat

stomata kriptopor dengan tipe anomisitik, sel sekresi, rambut penutup bentuk

bintang, dan sel parenkim mesofil besar bentuk poligonal (DepkesRI, 1989).

Sedangkan fragmen khas serbuk simplisia sisik naga yang ada pada Materia

Medika Indonesia jilid V yaitu sel epidermis atas bentuk tidak beraturan, dinding

tebal bergelombang, warna kuning, ada sel bernoktah. Epidermis bawah bentuk

tidak beraturan, dinding tebal bergelombang, dinding berwarna kuning, terdapat

stomata kriptopor dengan tipe anomisitik. Sel parenkim mesofil besar, bentuk

poligonal. Rambut penutup bentuk bintang atau tangan terdiri dari 1 sampai 2 sel,

panjang ujung runcing, lumen lebar, sel sekresi dengan isi berwarna kuning coklat

(DepkesRI, 1989).

Hasil pemeriksaan mikroskopik tumbuhan sisik naga pada pohon inang

jambu air didapatkan unsur-unsur anatomi antara lain: stomata, epidermis bawah

dan rambut penutup. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk tumbuhan sisik naga

pada pohon inang jambu air didapatkan unsur-unsur anatomi yaitu epidermis


(55)

Hasil Mikrokopik MMI Jilid V Keterangan

2

1

Sayatan permukaan bawah daun

2 1

1. Stomata

2. Epidermis bawah

1

1

Penampang membujur daun

1

1. Rambut penutup

1

Fragmen serbuk simplisia

1

1. Epidermis bawah


(56)

D. Pembuatan Simplisia

Herba tumbuhan sisik naga yang telah dipanen kemudian disortasi basah

terlebih dahulu dengan tujuan menghilangkan bahan atau tumbuhan asing.

Kemudian herba sisik naga dicuci dengan air bersih dengan tujuan untuk

menghilangkan pengotor khususnya pengotor polar dan debu yang menempel pada

herba. Digunakan air bersih supaya herba sisik naga tidak tercemar oleh bakteri

yang banyak terdapat pada air yang tidak bersih. Setelah dicuci bersih, tumbuhan

sisik naga dijemur dengan bantuan panas matahari karena daunnya yang tebal

sehingga perlu bantuan sinar matahari supaya proses pengeringan dapat

berlangsung lebih cepat. Pada saat penjemuran, sebisa mungkin herba sisik naga

dihindarkan dari sinar matahari secara langsung karena sinar matahari langsung

berpotensi merusak kandungan senyawa yang terdapat pada herba sisik naga.

Pengeringan merupakan proses yang sangat penting dalam pembuatan

simplisia. Tujuan pengeringan adalah menurunkan kadar air, sehingga tidak mudah

ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan aktivitas enzim yang bisa

menguraikan kandungan zat aktif, memudahkan proses pengolahan selanjutnya,

sehingga dapat lebih ringkas, tahan lama dan mudah disimpan. Selain

memperpanjang umur simpan juga menentukan kualitas simplisia. Hal yang perlu

diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban

udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Selama proses

pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga

diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama


(57)

E. Ekstraksi

Sisik naga yang telah dikeringkan kemudian diblender dengan tujuan untuk

mengecilkan partikel, kemudian diayak mengunakan ayakan dengan nomer mesh

40. Ukuran partikel (simplisia) yang kecil akan memperluas area kontak dengan

pelarut. Area kontak yang lebih luas meningkatkan proses penarikan senyawa kimia

yang diinginkan karena jarak zat yang terlarut untuk berdifusi menuju cairan

penyari lebih kecil (Rahayu, 2009).

Tabel I. Nomor Mesh Ayakan dan Ukurannya.

(Netafim, 2016)

Ekstraksi dilakukan pada simplisia yang sudah dibuat oleh peneliti

menggunakan metode maserasi. Kelebihan dari metode maserasi yaitu

pengerjaannya yang sederhana dan waktu kontak sampel dan penyari yang lama

(Agoes, 2006). Pada proses maserasi terjadi pemecahan membran sel dan dinding

sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan luar sel sehingga senyawa


(58)

tidak membutuhkan panas, hal ini juga menurunkan resiko terjadi penurunan

aktifitas antioksidan yang terdapat pada sampel. Proses maserasi dilakukan selama

24 jam kemudian sampel dan ekstrak dipisahkan dengan disaring. Dilakukan

remaserasi pada setiap pelarut yang digunakan hingga pelarut menjadi bening,

kemudian diganti dengan pelarut yang lain, hal ini bertujuan supaya senyawa kimia

yang terdapat pada simplisia sisik naga dapat terambil dengan optimal. Proses

maserasi ini dibantu dengan orbital shaker untuk pengadukan. Pengadukan dapat

meningkatkan kontak antara cairan penyari dengan partikel-partikel sampel

sehingga ekstraksi dapat berlangsung dengan efektif (Tanjung dan Utami, 2008).

Penyaringan menggunakan kain putih bersih yang telah dijenuhkan

menggunakan penyari terlebih dahulu sebelum digunakan. Menggunakan kain

bertujuan untuk meningkatkan efisiensi. Ekstrak cair yang didapatkan dari hasil

penyaringan kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator hingga

mengental. Prinsip kerja dari vacuum rotary evaporator yaitu menguapkan pelarut

dengan menurunkan tekanan sehingga pelarut akan menguap pada suhu dibawah

titik didihnya sehingga suhu yang diperlukan untuk pemanasan tidak tinggi, sekitar

50-60 oC. Penguapan menggunakan vacuum rotary evaporator harus dihentikan

sebelum ekstrak mengering karena akan kesulitan pada saat pengeluaran ekstrak

dari LAB. Untuk mengoptimalkan penguapan penyari, penguapan dilanjutkan

dengan waterbath pada suhu 60 oC dan penyimpanan ekstrak pada oven dengan suhu 40 oC hingga bobot tetap untuk menghitung rendemen.

Penggunaan pelarut dalam suatu metode ekstraksi harus disesuaikan dengan


(59)

melarutkan senyawa yang lebih polar, dalam simplisia bahan alam dan pelarut non

polar akan melarutkan senyawa yang lebih non polar sehingga ekstraksi akan lebih

efisien dalam menyari senyawa alam yang diinginkan (Heinrich, et al., 2012).

Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan 3 pelarut yaitu

diklorometan, etil asetat dan metanol. Jika dilihat dari kepolarannya, urutan proses

pengambilan senyawa kimia berawal dari senyawa non polar–polar dengan teori like dissolve like dimana pelarut polar cenderung akan mengambil senyawa polar,

demikian juga dengan pelarut non polar. Tujuan digunakan 3 pelarut yaitu supaya

senyawa pada ekstrak tumbuhan sisik naga dapat terambil dengan optimal. Menurut

Reichardt dan Welton (2011), diklorometan merupakan pelarut atau penyari yang

bersifat non polar, etil asetat semi polar dan metanol cenderung dapat mengambil

senyawa-senyawa polar. Jika dilihat dari rendemen yang didapatkan, dapat

dikatakan bahwa sisik naga mempunyai kandungan senyawa kimia bersifat polar

yang lebih dominan.

Tabel II. Data Rendemen Ekstrak Diklorometan, Etil Asetat dan Metanol.

Nama ekstrak Cawan kosong Cawan + isi Berat ekstrak Rendemen Diklorometan 56,2379 g 74,7981 g 18,5602 g 3,71204% Etil asetat 51,8946 g 57,2253 g 5,3307 g 1,06614% Metanol 56,5946 g 117,2851 g 60,6905 g 12,1381%

F. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Uji karakterisasi simplisia dan ektstrak bertujuan untuk memastikan bahwa

simplisia dan ekstrak yang digunakan oleh peneliti memenuhi standar mutu dan

kualitas yang telah ditentukan. Hal ini penting dilakukan apalagi jika simplisia yang


(60)

Prosedur uji karakterisasi simplisia dan ekstrak ini mengacu pada Parameter

Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Uji yang dilakukan meliputi:

1. Uji kadar abu total

Tujuan dari uji kadar abu total adalah untuk melihat gambaran

kandungan mineral internal dan eksternal berupa senyawa organik dan

anorganik yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes

RI, 2000).

Penetapan kadar abu dilakukan dengan memijarkan serbuk dan ekstrak

menggunakan tanur. Serbuk atau ekstrak diletakan pada krus platina yang tahan

terhadap temperatur tinggi kemudian dipijarkan hingga menjadi abu. Pemijaran

dengan temperatur tinggi bertujuan untuk mendetruksi senyawa organik yang

mengandung karbon sehingga akan menguap dan tertinggal hanya bahan

anoranik baik yang logam maupun non logam.

Tabel III. Data Kadar Abu Total.

Replikasi

% Kadar abu total Serbuk Ekstrak

diklorometan

Ekstrak etil asetat

Ekstrak metanol 1 6,7394 % b/b 2,8661 % b/b 4,1110 % b/b 3,2546 % b/b

2 5,5806 % b/b 3,0865 % b/b 2,9093 % b/b 3,0727 % b/b

3 4,6422 % b/b 2,9582 % b/b 2,7238 % b/b 3,0163 % b/b

Kadar abu total simplisia menurut Materia Medika Indonesia jilid V tidak

boleh lebih dari 8%, jika dilihat dari tabel III data pengujian kadar abu total

yang didapatkan peneliti, dapat dikatakan bahwa simplisia yang dibuat oleh


(61)

2. Uji kadar abu tidak larut asam

Uji ini bertujuan untuk mengetahui jumlah abu yang diperoleh dari faktor

eksternal, berasal dari pengotor yang berasal dari pasir atau tanah silikat

(Depkes RI, 2000).

Uji penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan dengan cara

mendidihkan abu simplisia dan ekstrak hasil penetapan kadar abu total dengan

asam Klorida encer P dengan tujuan untuk melarutkan bahan anorganik logam

yang terlarut dalam asam kuat, sehingga yang tersisa adalah bahan anorganik

non logam.

Tabel IV. Data Pengujian Kadar Abu Tidak Larut Asam.

Replikasi

% Kadar abu tidak larut asam Serbuk Ekstrak

diklorometan

Ekstrak etil asetat

Ekstrak metanol 1 0,4079 % b/b 0,2338 % b/b 0,9529 % b/b 0,4 % b/b

2 0,6122 % b/b 0,4109 % b/b 0,7415 % b/b 0,389 % b/b

3 0,4941 % b/b 0,1671 % b/b 0,7821 % b/b 0,3501 % b/b

Jika dilihat dari data uji kadar abu tidak larut asam yang diperoleh

peneliti pada tabel IV kemudian dibandingkan dengan literatur yang telah

ditetapkan oleh Materia Medika Indonesia jilid V yaitu tidak lebih dari 4,5 %,

dapat dikatakan bahwa simplisia telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh

MMI jilid V.

3. Uji kadar sari larut air

Uji kadar sari larut air bertujuan untuk memberikan gambaran awal

jumlah senyawa yang dapat tersari degan pelarut air dari suatu simplisia dan

ekstrak (Depkes RI, 2000).

Air yang digunakan pada uji ini adalah air-kloroform. Kloroform


(62)

maserasi karena air sangat berpotensi menjadi tempat tumbuh bagi mikroba

yang dapat menyebabkan pembusukan. Dalam penetapan kadar sari larut air,

sejumlah simplisia dan ekstrak disari dengan pelarut air-kloroform. Proses

maserasi ini bertujuan agar senyawa dalam simplisia dan ekstrak dapat

tereksitasi ke dalam pelarut, kemudian maserat disaring dan diuapkan diuapkan

untuk menghilangkan pelarut.

Tabel V. Data Pengujian Kadar Sari Larut Air.

Replikasi

% Kadar sari larut air Serbuk Ekstrak

diklorometan

Ekstrak etil asetat

Ekstrak metanol 1 24,5549 % b/

b 1,7784 % b/b 15,6721 % b/b 83,1518 % b/b

2 24,3365 % b/

b 4,2555 % b/b 15,1781 % b/b 73,6732 % b/b

3 24,4322 % b/b 1,6018 % b/b 14,919 % b/b 78,8817 % b/b

Uji kadar sari larut air yang dilakukan oleh peneliti disajikan pada tabel

V. Menurut Materia Medika Indonesia jilid V, kadar sari yang larut dalam air

pada simplisia yang memenuhi syarat yaitu tidak kurang dari 25,5%. Jika

dibandingkan dengan data yang didapatkan oleh peneliti, simplisia sisik naga

inang jambu air tidak memenuhi standar yang telah ditentukan menurut

Materia Medika Indonesia jilid V. Hal ini dapat disebabkan karena sedikit

kandungan dari simplisia sisik naga pohon inang jambu air yang dapat larut

dalam air.

4. Uji kadar sari larut etanol

Uji kadar sari larut etanol bertujuan untuk memberikan gambaran awal

jumlah senyawa yang dapat tersari degan pelarut etanol dari suatu simplisia

dan ekstrak (Depkes RI, 2000). Digunakan pelarut etanol 95% dengan tujuan


(63)

selama 24 jam, maserat disaring dan diuapkan untuk menghilangkan

pelarutnyanya.

Tabel VI. Data Pengujian Kadar Sari Larut Etanol.

Replikasi

% Kadar sari larut etanol Serbuk Ekstrak

diklorometan

Ekstrak etil asetat

Ekstrak metanol 1 25,3760 %b/b 20,8984 % b/b 48,6896 % b/b 72,3463 % b/b

2 23,3859 %b/

b 20,7057 % b/b 48,1501 % b/b 81,1258 % b/b

3 44,7363 %b/b 20,3409 % b/b 52,3617 % b/b 84,1402 % b/b

Menurut Materia Medika Indonesia jilid V, kadar sari yang larut dalam

etanol pada simplisia tidak boleh kurang dari 6%. Jika dibandingkan dengan

tabel VI data uji kadar sari larut etanol yang dilakukan oleh peneliti pada

simplisia daun sisik naga dapat dikatakan bahwa simplisia telah memenuhi

kriteria yang telah ditentukan dalam MMI jilid V. Sedangkan dalam MMI jilid

V tidak menetapkan kadar sari larut etanol untuk ekstrak.

G. Uji Kromatografi Lapis Tipis

Pada penelitian ini, uji KLT bertujuan untuk mengetahui kandungan pada

ekstrak dengan menggunakan standar sebagai pembanding. Kromatografi lapis tipis

merupakan proses pemisahan menggunakan fase diam dan fase gerak. Fase diam

yang digunakan dalam penelitian ini adalah silika gel GF254, silika gel dipanaskan

terlebih dahulu pada suhu 110 oC selama 30 menit supaya penyerapan dan elusi dapat berjalan dengan baik, karena keberadaan air dalam silika dapat mengganggu

elusi. Fase gerak dalam penelitian ini berfungsi sebagai pelarut pengembang yang

bergerak secara menaik disepanjang fase diam.

Dalam penelitian ini optimasi fase gerak dilakukan dengan menggunakan

empat jenis fase gerak dan empat pembanding, yaitu toluen : etil asetat (93:7 v/v)


(64)

pembanding rutin, n butanol : asam asetat : air (5:1:4 v/v) dengan pembanding asam

tanat dan etil asetat : toluen (9:1: v/v) dengan pembanding β-sitosterol . Fase gerak yang digunakan dalam KLT harus memiliki kemurnian yang tinggi, sehingga

digunakanlah pelarut pro analisis dalam penelitian ini. Deteksi yang digunakan

dalam penelitian ada deteksi fisika dan kimia. Deteksi fisika menggunakan lampu

UV 254 nm dan 366 nm, sedangkan deteksi kimia menggunakan FeCl3 dan AlCl3.

Fase Diam : Silika gel GF254

Fase Gerak : Toluen : Etil asetat (93:7 v/v)

Pembanding : Eugenol

Tabel VII. Data KLT dengan Pembanding Eugenol. No. Ekstrak Deteksi Pereaksi

Kimia (FeCl3)

Deteksi UV 254 Deteksi UV 366

Rf Warna Rf Warna Rf Warna

1. Dikloro metan

0,16 0,19 0,34

Hijau 0,3 Pemada man 0,16 0,19 0,28 0,34 0,55 0,63 0,68 0,81 Merah

2. Etil Asetat

- - - - 0,15 0,17 0,27 0,31 0,33 0,55 0,62 Merah

3. Metanol - - - - 0,32 Merah 4. Standar

Eugenol

0,51 Ungu 0,51 Pemada man

0,11 0,31

0,55

Biru

Dari hasil KLT pada tabel VII, menunjukkan bahwa ekstrak diklorometan

dan etil asetat mengandung eugenol yang ditunjukan oleh nilai rf yang sama


(65)

tetapi jika dilihat pada UV 366 (lampiran 10), warna pemendaran yang ditimbulkan

oleh standar eugenol dan sampel berbeda. Dengan adanya perbedaan warna yang

ditimbulkan, maka belum bias dikatakan bahwa sampel mengandung eugenol. Pada

standar eugenol didapatkan beberapa rf, hal ini dapat disebabkan karena standar

eugenol yang digunakan tidak murni.

Fase Diam : Silika gel GF254

Fase Gerak : n butanol : asam asetat : air (4:1:5 v/v)

Pembanding : Rutin

Tabel VIII. Data KLT dengan Pembanding Rutin (Flavonoid). No. Ekstrak Deteksi Pereaksi

Kimia (AlCl3) pada UV 366

Deteksi UV 254 Deteksi UV 366

Rf Warna Rf Warna Rf Warna

1. Dikloromet an

0,45 0,52

Putih 0,88 Pemada man

0,88 Merah

2. Etil Asetat 0,52

0,6 0,73

Kuning Biru muda

- - 0,57 Biru

3. Metanol 0,15 0,39 0,41 0,52 0,6 0,65 Kuning Biru 0,15 0,65 Pemada man Pemada man 0,15 0,41 0,52 0,65 0,77 Biru

4. Rutin (flavonoid)

0,52

0,6

Kuning 0,52 Pemada man

0,52 Pemada man

Dari hasil uji KLT pada tabel VIII, menunjukan bahwa hasil uji kualitatif KLT

dari ekstrak etil asetat dan metanol sisik naga inang jambu air memiliki kandungan

flavonoid. Hal ini dapat dilhat dari nilai rf (dicetak warna merah) pada ekstrak etil

asetat, metanol dan standar rutin sebagai pembanding yaitu 0,52 dengan deteksi


(1)

Konsentrasi Seri 2 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 3 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 4 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 5 : �⁄

, �⁄ × = ,

Absorbansi kontrol: 0,487 y = -0,2816x + 0,4922 r = 0,997647

y = 57,822x - 1,0705 r = 0,997647

0 10 20 30 40 50 60

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Ab so rb an si Konsentrasi (mg/mL)

KURVA KONSENTRASI VS %IC EKSTRAK ETIL

ASETAT

Rep 1 Rep 2 Rep 2

KONSENTRASI ABSORBANSI

0,05 0,474

0,25 0,427

0,5 0,357

0,75 0,27

1 0,215

KONSENTRASI % IC 0,05 2,669405 0,25 12,32033 0,5 26,69405 0,75 44,55852


(2)

Konsentrasi Seri Metanol Replikasi 1

Konsentrasi baku: , mg

mL = , mg mL⁄

Konsentrasi Seri 1 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 2 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 3 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 4 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 5 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Absorbansi kontrol: 0,542 y = -0,5779x + 0,535 r = 0,998299

y = 106,62x + 1,2986 r = 0,998299

Replikasi 2

Konsentrasi baku: , mg

mL = , mg mL⁄

Konsentrasi Seri 1 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 2 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 3 : , �⁄

, �⁄ × = ,

KONSENTRASI ABSORBANSI

0,06 0,498

0,12 0,472

0,2 0,418

0,35 0,324

0,5 0,251

KONSENTRASI % IC 0,06 8,118081 0,12 12,91513 0,2 22,69373 0,35 40,2214


(3)

Konsentrasi Seri 4 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 5 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Absorbansi kontrol: 0,541 y = -0,5756x + 0,54 r = 0,998849

y = 106,2x + 0,369 r = 0,998849

Replikasi 3

Konsentrasi baku: , mg

mL = , mg mL⁄

Konsentrasi Seri 1 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 2 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 3 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 4 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Konsentrasi Seri 5 : , �⁄

, �⁄ × = ,

Absorbansi kontrol: 0,527 y = -0,543x + 0,5222 r = 0,995289

KONSENTRASI ABSORBANSI

0,06 0,504

0,12 0,468

0,2 0,431

0,35 0,334

0,5 0,253

KONSENTRASI % IC 0,06 7,01107 0,12 13,65314

0,2 20,1107 0,35 38,37638

0,5 53,32103

KONSENTRASI ABSORBANSI

0,06 0,487

0,12 0,455

0,2 0,412

0,35 0,348


(4)

y = 103,03x + 0,9159 r = 0,995289

Lampiran 12. Data uji statistik.

0 10 20 30 40 50 60

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Ab

so

rb

an

si

Konsentrasi (mg/mL)

KURVA KONSENTRASI VS %IC EKSTRAK METANOL

Rep 1 Rep 2 Rep 3

KONSENTRASI % IC 0,06 7,590133 0,12 13,66224 0,2 21,82163 0,35 33,96584 0,5 54,26945


(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi yang berjudul “Uji Antioksidan Ekstrak Tanaman Sisik Naga (Pyrossia piloselloides (L.) M.G Price) pada Pohon Inang Jambu Air (Syzygium aqueum) dengan Metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl (DPPH) dan Penetapan Karakter Ekstrak“ memiliki nama lengkap Eugenius Yogia Wirawan. Penulis lahir di Bantul, 8 Juli 1994 dari pasangan Suparjana dan Monika Sarjiyanti. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Immaculata I Ganjuran pada tahun 1998 hingga 2000. Penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Kanisius Ganjuran pada tahun 2000 hingga 2006, kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMP Kanisius Bambanglipuro pada tahun 2006 hingga 2009 dan SMA Kolese De Britto Yogyakarta pada tahun 2009 hingga 2012. Penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2012 hingga 2016. Selama menjadi mahasiswa Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta, penulis cukup aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, kepanitiaan dan kegiatan lain yang terdapat di dalam maupun di luar Universitas Sanata Dharma antara lain: panitia Titrasi (2013); panitia Pharmacy Performance and Event Cup (2012); panitia Pharmacy Performance and Road to School (2013); Ketua Umum Titrasi (2013); Asisten Praktikum Farmakognosi Fitokimia (2014 dan 2015).


Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

7 53 83

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

2 28 83

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KOMPONEN KIMIA TEH DAUN SISIK NAGA (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price.).

4 12 5

Uji aktivitas antioksidan dan penetapan karakter ekstrak tumbuhan sisik naga (Pyrrosia piloselloides (L.) M.G Price) pohon inang teh (Camellia sinensis (L.) O.K) dengan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH).

0 10 123

Penetapan karakter dan uji antioksidan ekstrak tumbuhan sisik naga (Pyrossia piloselloides (L ) M.G price pohon inang kopi (Coffea SP) dengan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil (DPPH).

0 5 120

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

0 0 14

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

0 0 2

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

1 2 5

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

0 0 13

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak n-heksan Etilasetat dan Etanol Daun Sisik Naga (Pyrrosia piloselloides (L) M.G.Price)

0 0 3