2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan
Grandjean 1991 menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara atau
mempertahankan kesehatan dan efesiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan
cancel out the stres
. Penyegaran terjadi terutama sewaktur tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat
memberikan penyegaran. Faktor-faktor penyebab kelelahan antara lain: intensitas lamanya kerja fisik dan mental, lingkungan iklim, penerangan, kebisingan,
getaran dll,
circadian rhythm
, problem psikis tanggung jawab, kekhawatiran, konflik dll, kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi Tarwaka, 2004.
Menurut Siswanto yang dikutip dari Ambar 2006, faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan:
a Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi
kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan, b
Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang kronis menahun.
c Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak
menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja. d
Status kesehatan penyakit dan status gizi. e
Monotonpekerjaan lingkungan kerja yang membosankan. Kelelahan yang disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis.
Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50 dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja dalam satu menit, sedangkan pada pengerahan tenaga
20 kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20 akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan
berlangsung sepanjang hari, lebih lanjut Suma’mur 2009 juga mengatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat, kemudian mereka membandingkan
antara kerja otot statis dan kerja otot dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi yang lebih tinggi, denyut nadi
meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama.
2.1.4 Proses Terjadinya Kelelahan Kerja Kelelahan terjadi karena berkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan
peredaran darah, di mana produk-produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan aktivasi otot. Ataupun mungkin bisa dikatakan bahwa produk sisa ini
mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.
Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia
oksida glukosa yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat produk sisa. Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk
merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontiniu. Ini
berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk-
produk sisa dalam otot dan peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan.
Secara lebih jelas proses terjadinya kelelahan fisik adalah sebagai berikut : 1.
Oksidasi glukosa dalam otot menimbulakan CO
2
, saerolatic, phospati, dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian
dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat- zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga
timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.
2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan
disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm
3
darah normal akan membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa
0,1 dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Oleh Karena itu, dengan adanya aktivitas bekerja persediaan glikogen dalam hati akan menipis.
Kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati hanya tersisa 0,7.
Untuk kelelahan fisiologis, para ahli meyakini bahwa keadaan dan perasaan kelelahan yang timbul karena adanya reaksi fungsional dari pusat
kesadaran
Cortex cerebri
atas pengaruh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat inhibisi dan sistem penggerak aktivasi. Sistem penghambat ini
terdapat dalam
thalamus
, dan bersifat menurunkan kemampuan manusia untuk bereaksi. Sedangkan sistem penggerak terdapat dalam
formatio retikolaris
yang bersifat dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari
peralatan-peralatan tubuh ke arah reaksi. Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil kerja kedua sistem antagonis tersebut.
Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya,
apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang akan mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang yang sedang lelah dapat
melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak terduga ketegangan emosi. Demikian juga kerja yang monoton bisa
menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat daripada sistem penggerak
Sutalaksana, 2005. Dalam bukunya “Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan
produktivitas”, Tarwaka 2004 menyebutkan bahwa sampai saat ini masih ada dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori klinis dan teori syaraf pusat terjadinya
kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatkan sisa metabolisme
sebagai penyebab hilangnya efesiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat
menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya ransangan syaraf
melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Ransangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga
frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akna menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan
gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.
2.1.5 Gejala-gejala Kelelahan Kerja