Berdasarkan struktur Berdasarkan kegunaannya Berdasarkan penempatan dalam rangkaian detonasi Proses Ignisiasi Peledakan

dengan panas, disertai dengan shock compression dan membebaskan energi yang mempertahankan shock wave serta berakhir dengan ekspansi hasil reaksi, tetapi apabila reaksi yang terjadi berada pada kecepatan dibawah subsonic dikenal dengan deflagrasi deflagration yang umumnya terjadinya reaksi disebabkan oleh adanya konduksi panas. Bahan peledak secara umum dapat dikelompokkan menjadi bahan peledak organik misalnya TNT, PETN, RDX, Nitrogliceryne dan lain-lain yang dapat meledak berupa senyawa tunggal tanpa membutuhkan penambahan reduktor karena pada reaksinya terjadi autoredoks, sedangkan bahan peledak anorganik biasanya berfungsi sebagai bahan peledak berupa campuran senyawa misalnya campuran kalium nitrat, belerang dan karbon black powder, campuran kalium klorat dan aluminium powder flash powder yang mana reaksinya adalah berupa reaksi reduksi-oksidasi antara oksidator dan reduktor. Demikian juga sebagai pemicu ledakan dari kedua jenis bahan peledak ini berbeda yaitu untuk senyawa organik ledakan terjadi dengan adanya shock wave sedangkan untuk senyawa anorganik ledakan yang terjadi pada umumnya dipicu oleh adanya konduksi panas Murray S G, ” Mechanism of Explosion ” in Encyclopedia of Forensic Science .Ed By Siegel J,A.,at al. 2000.

2.1.1. Penggolongan bahan peledak.

Penggolongan bahan peledak bukan hanya ditentukan berdasarkan kedua jenis tersebut diatas tetapi juga dapat dilakukan berdasarkan struktur kimia, kegunaannya, penempatannya dalam rantai detonasi dan berdasarkan sifat-sifat ledakannya yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Berdasarkan struktur

kimianya 1 Bahan peledak nitro organik yang umumnya terdiri dari : - Nitro Aromatis : asam pikrat, TNT, 2,4 DNT dan lain-lain. - Nitrate ester : ethyleneglycol Dinitrate EGDN, Glycerol Trinitrate NG, Penta Eryhrithol Tetra Nitrat PETN dan lain-lain. - Nitramine : 1,3,5 trinito 1,3,5 triazacyclo hexane RDX,1,3,5,7 tetra nitro- 1,3,5,7 tetraza cyclooctane HMX. Universitas Sumatera Utara 2. Peroksida organik : TATP, HMTD dan lain-lain. 3. Garam organik : ammonium nitrat. 4. Campuran oksidator dan reduktor, black powder, propellant dan lain- lain.

b. Berdasarkan kegunaannya

1. Bahan peledak militer : TNT, PETN, RDX. 2. Bahan peledak industri dinamit, amonium nitrat, emulsion explosives. 3. Bahan peledak improvisasi pembuatan illegal : kalium klorat dan gula ; kalium klorat, sulfur dan aluminium powder dan lain-lain.

c. Berdasarkan penempatan dalam rangkaian detonasi

1. Primary Explosive : mercury fulminate, lead azide, dan lain-lain. 2. Booster : PETN 3. Main charge : TNT, RDX, black powder, flash powder .

d. Berdasarkan sifat ledakannya

1. High explosive : TNT, RDX. 2. Low explosive : black powder, smokless powder.

2.1.2 Tri Nitro Toluena

Bahan peledak 2,4,6 Tri Nitro Toluena banyak digunakan sebagai bahan peledak militer dan industri karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain titik leleh rendah, dapat digunakan sebagai bahan peledak senyawa tunggal atau tidak membutuhkan bahan reduktor, relatif stabil dan tidak sensitif terhadap benturan, gesekan, maupun suhu tinggi sehingga relatif aman untuk digunakan sebagai bahan peledak . Namun demikian bahan peledak ini sangat peka terhadap gelombang energi atau dengan kata lain apabila terhadap bahan peledak TNT dilewatkan shock wave gelombang kejut maka segera terjadi ledakan, dengan demikian untuk meledakkan TNT selalu menggunakan detonator dan karena ledakan yang terjadi dipicu oleh gelombang energi maka yang terjadi adalah proses detonasi maka ledakan yang terjadi adalah bersifat high explosive. Universitas Sumatera Utara Rumus molekul dari TNT adalah C 7 H 5 N 3 O 6 dengan berat molekul 227,15 dan strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut: Gambar 2.1. Struktur Tri Nitro Toluena Tri Nitro Toluena mempunyai beberapa isomer yaitu, 2,4,6 TNT, Titik leleh 80,65 C 2,3,4 TNT, Titik leleh 80,65 C 2,4,5 TNT, Titik leleh 80,65 C 3,4,5 TNT, Titik leleh 80,65 C 2,3,5 TNT, Titik leleh 80,65 C 2,3,6 TNT, Titik leleh 80,65 C Diantara semua isomer yang ada 2,4,6 Tri Nitro Toluena merupakan isomer yang paling tidak sensitif terhadap benturan, gesekan dan energi elektrostatik. Jika ada benda asing yang kasar atau keras seperti adanya karat besi, maka dapat menyebabkan TNT lebih sensitif terhadap benturan, demikian juga TNT dalam bentuk cair lebih sensitif lagi terhadap benturan. Secara umum TNT larut dalam beberapa pelarut organik, antara lain dalam etanol, dietil eter, kloroform, toluena, benzena, dimetil sulfoksida, dan lain-lain. Karakteristik lain dari TNT adalah mempunyai energi aktivasi 34,18 kKalmol, suhu ihnisi atau suhu deflagrasi adalah 300 C, panas ledakan diantara 4396 – 4564 kJkg dengan kecepatan detonasi 6900 mdet, volume gas dari detonasi 730 literkg. Pembuatan TNT dapat dilakukan melalui nitrasi terhadap toluena dengan campuran asam nitrat dan asam sulfat yang terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan niterasi membutuhkan campuran asam dalam konsentrasi tinggi dan bebas dari SO 3. Penggunaan TNT sebagai bahan peledak dapat berupa komponen tunggal atau berupa campuran dengan komponen lain yang sudah banyak dikenal di pasaran, antara lain jika dicampur dengan amonium nitrat dikenal dengan amatol, Universitas Sumatera Utara dengan aluminium powder disebut tritonal, dengan RDX disebut cyclonite dan beberapa campuran yang lain. Oleh karena itu TNT adalah satu komponen yang sangat penting dalam industri bahan peledak, tetapi karena sifatnya yang tidak sensitif maka TNT dalam penggunaanya sebagai bahan peledak dikelompokkan kedalam secondary explosive yang membutuhkan detonator untuk mengignisi ledakan Yinon and Zitrin 1993 .

2.1.3. Kalium Klorat

Secara kimia kalium klorat adalah suatu senyawa yang mengandung Kalium, Klorida dan Oksigen dengan rumus molekul KClO 3 , mempunyai berat molekul 122,6, titik leleh 370 C dan berat jenis 2,34 gcm, 3 titik didih 400 C dan titik nyala 400 C. Dalam bentuk murni kalium klorat berupa kristal monoklinik berwarna putih dan digolongkan dalam senyawa oksidator kuat. Kalium klorat sedikit larut dalam air dingin dan segera larut dalam air panas, tetapi tidak larut dalam alkohol Kohler and Meyer, 1993. Kalium klorat sangat reaktif dan peka terhadap panas yang apabila diberi panas akan terurai menjadi kalium klorida dan gas oksigen. 2 KClO 3 2 KCl + 3 O 2 Kalium klorat juga dapat bereaksi dengan beberapa logam tertentu dalam fase padat serbuk halus sambil melepaskan energi, yaitu antara lain dengan logam aluminium, magnesium dan logam-logam yang segolongan dengannya. KClO 3 + 2 Al KCl + Al 2 O 3 Reaksi lainnya dari kalium klorat yang berkaitan dengan sifat ledakannya adalah reaksi dengan Sulfur melalui tahapan reaksi dengan oksigen dari udara yaitu melalui pembentukan SO 2 dimana akan memberikan implikasi sifat ignisi spontan pada reaksi campuran antara klorat dan sulfur yang reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut: S + O 2 SO 2 2KClO 3 + SO 2 K 2 SO 4 + 2 ClO 2 4S + 2ClO 2 2SO 2 + S 2 Cl Universitas Sumatera Utara Reaksi tersebut diatas adalah merupakan salah satu kemungkinan mekanisme reaksi pada ignisi spontan yang terjadi antara kalium klorat dengan sulfur yang mana dapat dilihat bahwa 1 mol sulfur dapat menghasilkan 2 mol gas SO 2 B.J.Kosanke at al, 2004. Klorin dioksida ClO 2 mempunyai sifat reaktifitas sangat tinggi, mempunyai titik didih 11 C, bersifat paramagnetik. Klorin dioksida cair dapat meledak pada suhu diatas - 40 C, dan dalam bentuk gas pada tekanan partial 55 mm Hg apabila bercampur dengan reduktor akan segera terdetonasi dan terjadi ledakan yang kuat. Klorin dioksida adalah molekul berelektron ganjil yang sangat reaktif dan cenderung tetapi tidak memebentuk dimer seperti molekul-molekul berelektron ganjil lainnya, hal ini disebabkan oleh karena dapat disetabilkan energi resonansinnya J.D.Lee, 1994. Secara komersil dalam industri dan di kehidupan sehari – hari kalium klorat banyak digunakan sebagai komponen utama pembuatan korek api, desinfektan, penghasil oksigen dan juga untuk pembuatan petasan serta kembang api. Suatu campuran kalium klorat dengan tepung serbuk logam misalnya : aluminium, magnesium dikenal dengan flash powder. Campuran ini sangat peka terhadap panas maka dengan memberi sedikit panas akan terjadi reaksi spontan atau mengalami deflagrasi. Jika reaksi terjadi dalam wadah tertutup akan menimbulkan ledakan yang berkekuatan rendah atau bersifat low explosive. Beberapa campuran kalium klorat yang sudah dikenal antara lain adalah dengan gula pasir disebut sugar bomb, dan beberapa formulasi yang dimodifikasi yaitu menggunakan antimoni sulfida sebagai pengganti sulfur, magnesiun atau suatu alloy aluminium – magnesium magnalinium sebagai pengganti alluminium. Juga ditemukan bahan peledak flash powder yang diproduksi secara illegal yang dikenal dengan M-805 dan M-1005 Saferstein Richard, 2002 . Komposisi bahan peledak kalium klorat lainnya yang telah dikenal adalah berupa kalium klorat 9 bagian dicampur dengan 1 bagian vaseline atau petroleum jelly, kemudian diberi shock wave maka campuran ini akan terdetonasi dan ledakannya lebih kuat dari peledak black powder dan sifat ledakannya high explosive The Terrorist Handbook, Gunzenboom 2002 . Universitas Sumatera Utara Walaupun sifat dari bahan peledak ini dapat dirancang sebagai low explosive dan sebagai bahan peledak high explosive tetapi penggunaannya secara komersial dalam industri maupun untuk kepentingan militer kurang populer dan tidak banyak digunakan oleh karena sifatnya yang sangat sensitive terutama terhadap panas sehingga penanganan dan penyimpanannya relatif sulit dilakukan.

2.1.4. Aluminium

Aluminium dalam bentuk serbuk halus tepung biasanya ditambahkan kedalam bahan peledak dan propellant untuk menambah atau menaikkan efisiensinya. Pada reaksinya umumnya tidak terbentuk gas, tetapi dihasilkan aluminium oksidasi dalam bentuk padat, tetapi panas pembentukan oksida tersebut sangat tinggi, yaitu 396 kcamol = 1658 kJmol; 3883 kcalkg = 1620 kJkg. Penambahan aluminium diperkirakan akan menaikkan panas ledakan dan memberikan uap panas dengan suhu sangat tinggi dan dapat diyakini bahwa dalam gelombang detonasi pertama aluminium tidak beraksi sempurna, tetapi reaksi kemudian sempurna pada zone uap post-heating. Jika jumlah aluminium dalam campuran bahan peledak relatif tinggi akan dihasilkan pengaruh suatu gas impact, selanjutnya bagian dari campuran yang tidak bereaksi dari uap dengan oksigen di udara kemungkinan menghasilkan suatu penundaan ledakan kedua . Aluminium sudah digunakan luas sebagai campuran bahan peledak antara lain pada amatol, DBX, HBX-1, hexal, minex, minol, tarpex, trialenes, tritoral dan hexotonal. Pengaruh yang tampak dihasilkan oleh serbuk aluminium sering digunakan dalam slurries dan juga dalam composite propellants. Karakteristik yang sangat penting dari serbuk aluminium adalah bentuk dan ukuran butiran kecil dan keras Kohler and Meyer 1992. Ada beberapa reaksi aluminium yang erat kaitannya dengan proses pembakaran dan ledakan sehingga reaksi ini dikelompokkan dalam reaksi yang mempunyai resiko berbahaya dan secara umum digambarkan sebagai berikut: Aluminium + X Combustionexplosion Universitas Sumatera Utara X = Bahan oksidator Reaksi ini dapat melibatkan air, pembakaran spontan, material pyrotechnic sebagai sumber ignisi dalam korek api. Beberapa contoh jenis reaksi aluminium adalah : a. Reaksi Thermite. Reaksi ini jika di peragakan termasuk reaksi yang mengandung resiko berbahaya. 2 Al padat + Fe 2 O 3 padat 2 Fe + Al 2 O 3 panas reaksi = - 848 kJ. b. Reaksi Pyrotechnic. Reaksi ini umumnya melibatkan oksidator kuat. 6 NH 4 ClO 4 + 10 Al 5Al 2 O 3 + 6HCl + 3N 2 + 9H 2 O Campuran ini juga dapat dijadikan sebagai suatu sumber ignisi seperti pada pembuatan korek api. c. Aluminium khususnya dalam bentuk serbuk dapat bereaksi dengan air dan jika ada asam atau basa kuat akan menghasilkan gas hidrogen. 2Al + 2NaOH + 6 H 2 O 2NaAlOH 4 + 3H 2 NaAlO 2. 2H 2 O + 3H 2 2Al + 6 H + 2Al +3 + 3H 2 Beberapa contoh dari reaksi model ini adalah terdapat pada korek api, statik spark, sinar cosmis dan lain-lain. Dalam reaksi ini tidak dapat digunakan counter ion oleh karena reaksi oksidasi suatu logam umumnya menghasilka gas H 2 . Aluminium foil dapat dilarutkan dalam asam atau basa kuat dalam ruang yang confined padatsempit dan dapat menghasilkan panas tinggi yang sangat cepat dalam pembakaran dari hidrogen, hal ini juga dapat menjelaskan bahwa dengan adanya air dalam bahan peledak maka sifat ledakan tersebut menjadi makin rendah. Umumnya korek api yang digolongkan kedalam pyrotechnic adalah mengandung bahan phospor dan sebagai ignisiasi adalah sulfur yang ditambah dengan zat oksidator kuat untuk pembakarannya. Universitas Sumatera Utara Aluminium pada kenyataannya adalah suatu logam yang sangat reaktif dan flamable, sehingga umumnya dilindungi dengan suatu pelapis yang tidak reaktif innert dari aluminium oksida. Selanjutnya dengan melarutkan oksida tersebut akan memperlihatkan suatu permukaan aluminium yang cerah yang mana dapat bereaksi dengan air maupun dengan udara.

2.1.5. Belerang

Belerang atau sulfur bersama dengan charcoal telah lama digunakan sebagai komponen bahan bakar dalam black powder. Sulfur mempunyai berat atom 32,07, berat jenis 2,079cm3, titik leleh 113 C sedangkan titik didih 445 -0 C. Sulfur atau belerang banyak ditemui di alam dalam bentuk α-sulfur yang mengandung cincin S 8 dan biasanya belerang berbentuk padat warna kuning muda, tidak berasa dan tidak berbau. Sulfur mempunyai beberapa bentuk struktur yang dikenal dengan allotropic yaitu bentuk rombis, monoklinik, polimer dan bentuk lainnya akan tetapi struktur yang paling sering ditemukan adalah bentuk belah ketupat. Setiap bentuk allotropic dari sulfur tersebut memeberikan sifat-sifat yang berkata baik dalam kelrutan, bobot, kristal dan konstanta fisiknya, namun berbagai allotrop juga bisa eksis bersama-sama dalam keseimbagan dalam proporsi tertentu tergantung pada suhu dan tekanan. Bentuk belah ketupat dari kristal monoklim sulfur terdiri dari delapan atom belerang sulfur membentuk struktur cincin. Pada suhu kurang dari 95,40 C dengan tekanan tertentu kristal belah ketupat tersebut stabil tetapi pada suhu 118,9 C kristal akan mencair sedangkan pada suhu 160 C atau lebih , maka kedelapan anggota cincin molekul sulfur akan pecah dan rantai cincin menjadi terbuka kemudian rantai molekul sulfur yang terbentuk akan bergabung membentuk suatu struktur polimer bercabang melalui mekanisme radikal bebas. Pada temperatur tinggi, kristalin yang dibentuk oleh polimer sebagai rantai panjang sering berorientasi membentuk heliks melingkar kedalam membentuk sudut ikatan kepada delapan anggota cincin. Universitas Sumatera Utara Disamping dalam bentuk padat sulfur juga dapat ditemukan dalam bentuk gas yaitu untuk S 2 disulfur, S 3 trisulfur, dan S 4 tetrasulfur. Demikian juga dalam bentuk padat selain S- 8 juga dikural siklo S- 5 penta sulfur, siklo S- 6 hexa sulfur dan siklo S- 7 hepta sulfur sedangkan untuk S- 8 dapat dibagi menjadi α sulfur, β sulfur, φ sulfur. Siklo S- 8 α sulfur juga dikenal dengan “orthoromic sulfur” dan secara rumus lebih stabil terhadap panas hingga 95 C dan pada suhu 95,3 C berubah menjadi β sulfur adalah kristal kuning dengan bentuk kristal monoclinic dan lebih sedikit dari α sulfur dan hanya stabil setelah 95,3 C sebelumnya adalah dalam bentuk α sulfur, titik didih dari β sulfur adalah berkisar pada 119,6 - 119,8 C, sedangkan τ sulfur dikenal dengan “nacrus sulfur” mother of pearl sulfur” GerNezl’s sulfur ditemukan dalam bentuk padat bewarna kuning cerah ditemukan dari alam sebagai mineral rosickyfe. Gambar 2.2. Bentuk struktur S 8 Flat dan S 8 3 Dimensi

2.2. Proses Ignisiasi Peledakan

Suatu bahan peledak secara umum didefenisikan sebagai simpanan energi yang dapat dilepaskan untuk melakukan suatu pekerjaan. Energi tersebut dapat dilepaskan melalui reaksi pembakaran seperti yang digunakan dalam senjata atau propellant rocket atau dalam suatu detonasi dalam militer atau dalam blasting explosive. Universitas Sumatera Utara Bahan peledak yang dirancang hanya untuk terbakar saja biasanya digunakan sebagai propellant dan disebut dengan low explosive, sedangkan yang dirancang untuk didetonasi disebut dengan high explosive. Pada prinsipnya semua bahan peledak terutama pyrotechnic dapat mengalami pembakaran dan detonasi, tergantung dari metode inisiasinya, beberapa bahan pyrotechnic dapat di detonasi dengan cara yang sama, bahan peledak propellant dapat juga di desain untuk pembakaran dan detonasi dengan inisiasi tertentu. Tetapi permasalahannya adalah bagaimana cara menghandle bahan peledak dalam jumlah besar karena sensitivitasnya yang tinggi Saferstein, 2002 . Perbedaan diantara kedua cara tersebut dapat dijelaskan bahwa pada deflagrasi reaksi yang terjadi dimulai dari permukaan menuju kearah dalam dari bahan peledak dengan ditopang oleh adanya konduksi panas hasil pembakaran di dalam bahan tersebut. Sedangkan pada proses detonasi reaksi yang terjadi dari dalam kearah luarpermukaan bahan peledak dengan ditopang oleh adanya rambatan gelombang kejut shock wave dan kecepatan rambatnya paling lambat sama dengan kecepatan suara dalam bahan peledak tersebut yakni 1800 mdetik. Tetapi pada literatur lain ditetapkan kecepatan detonasi berada diantara 1500- 9000 mdetik. Kohler and Meyer,1993. Dengan demikian dapat dipahami dalam suatu ledakan bom rakitan adalah sangat ditentukan bagaimana rancangan mekanisme peledakannya karena pada prinsipnya semua bahan peledak dapat terbakar dan terdetonasi hanya berbeda pada sensivitasnya saja, sehingga bahan peledak campuran KClO 3 , sulfur dan alluminium powder kemungkinan juga dapat terdetonasi sehingga sifatnya menjadi high explosive, dan kekuatan dari ledakan bom tersebut juga sangat ditentukan oleh formula dan jumlah dari bahan peledak yang digunakan. Pada prakteknya metode inisiasi pada proses burning atau detonasi ditentukan oleh penggunaannya dalam rangkaian peledakan. Element pertama rangkaian peledak adalah primary explosive yang sangat sintesive dan dalam jumlah relative sedikit umumnya 0,1 - 0,5 g. Sedangkan main charge umumnya kurang sensitif sehingga hasil primary explosive biasanya diperkuat dengan menggunakan suatu booster yang berfungsi untuk menginisiasi main charge atau bahan peledak utama. Universitas Sumatera Utara Primary explosive yang banyak digunakan dalam sistim detonasi adalah lead azide terutama digunakan dalam transisi spontan dari burning ke detonasi dalam semua kondisi. Satu contoh sederhana penggunaan pellet lead azida dalam rangkaian ledakan adalah untuk burning, flash atau flame dari fuze atau dari suatu inisiasi elektrik dan pada fraksi kecil dalam millimeter terpecah menjadi gelombang kejut shock wave dan selanjutnya mendetonasi. Jika lead azida ditempatkan dekat dengan pellet booster akan terjadi proses shock to detonation dengan demikian shock dari lead azide akan mendetonasi booster dan selanjutnya pellet booster akan melakukan hal yang sama terhadap main charge. Booster yang banyak digunakan dalam proses peledakan antara lain seperti PETN atau RDX dimana biasanya lebih sensitif dibandingkan main charge. Baik booster maupun main charge keduanya digolongkan dalam secondary explosive yang mempunyai sensivitas yang lebih rendah dari primary explosive Murray S G., ” Mechanism of Explosion ” in Encyclopedia of Forensic Science .Ed By Siegel J,A.,at al. 2000. Secara komersil proses inisiator dikenal demolition detonator yang biasanya terbuat dari suatu tabung logam tipis dengan diameter 6 - 8 mm umumnya terbuat dari alluminium atau tembaga yang berisi bahan utama PETN dan lead azide dan sebagai pemicu digunakan konduksi panas atau elektrik. Salah satu tipe bahan peledak yang sudah lazim dikenal adalah gun powder atau sering disebut black powder yang dibuat dari campuran KClO 3 atau NaNO 3 75, charcoal 15 dan sulfur 10 untuk meningkatkan sensitifitasnya. Secara detail reaksinya sangat komplek dan menurut refrensi terdapat 14 produk yang berbeda. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa karbon dioksidasi dibakar oleh oksigen dari KNO 3 dan membebaskan energi 3000 kJ kg -1 dari energi panas berikut gas CO 2 dan CO secara bersamaan. Demikian juga gas dapat terbentuk dari nitrogen dalam kaluim nitrat menghasilkan N 2 melepaskan gas berkisar 3000 lkg - . 1 Secara sederhana reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut : 4 KNO 3 + 7C + S 3 CO 2 + 3CO+ 2N 2 + K 2 CO 3 + K 2 S Universitas Sumatera Utara Sejak abad ke-19 pengembangan ilmu kimia mengarah kepada sifat-sifat bahan peledak yang dikenal sebagai bahan peledak yang mengandung atom hidro karbon dan juga mengandung gugus nitro, yang didasarkan kepada 3 jenis gugus nitro yaitu type senyawa nitro yang mengandung gugus C- NO 2 , Nitrat ester C-O- NO 2 dan Nitramine C-N-NO 2 . Senyawa-senyawa ini dapat bereaksi sangat cepat dan mengakibatkan ledakan yang cukup besar. Dalam kenyataannya reaksi yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kesetimbagan oksigen yang ada pada molekul bahan peledak tersebut. Misalnya pada molekul Nitroglycerin akan terjadi kelebihan oksigen dan hal ini dapat dilihat pada reaksi berikut. C 3 H 5 N 3 O 9 3CO 2 + 2.5 H 2 0 + 1,5 N 2 + 0,25 O 2 Reaksi ini dikenal dengan kesetimbangan oksigen positif dimana pada sakhir reaqksi atau akhir ledakan masih ada oksigen yang tersisa dan dailepaskan dalam bentuk gas O 2 . Akan tetapi berbeda dengan molekul TNT dengan rumus molekul C 7 H 5 N 3 O 6 dalam molekulnya kekurangan oksigen atau yang disebut dengan kesetimbangan negative, sehingga pada akhir reaksi atau akhir ledakan dihasilkan banyak atom karbon yang tersisa dan dilepaskan dalam bentuk karbon bebas yang mengakibatkan adanya asap hitam pada ledakan tersebut dan hal ini sering digunakan sebagai salah satu alat identifikasi atau pengamatan awal terhadap suatu reaksi ledakan TNT. Persamaan reaksi detonasi TNT yang diberikan oleh Kistiakowsky dan Wilson adalah sebagai berikut : C 7 H 5 N 3 O 6 3,5CO + 3,5 C + 2,5 H 2 O + 1,5 N 2 Dalam kedua jenis ledakan tersebut terjadi reaksi yang dikenal dengan auto redoks, sehingga dalam reaksi ini tidak dibutuhkan adanya reduktor karena dalam molekul itu sendiri akan terjadi reaksi oksidasi reduksi yang dipicu oleh adanya energi dari shock wave yang biasanya dihasilkan dari ledakan detonator Murray S G, “Mechanism of Explosion ” in Encyclopedia of Forensic Science .Ed By Siegel J,A.,at al 2000. Universitas Sumatera Utara 2.3. Deflagrasi dan Detonasi. 2.3.1. Deflagrasi

Dokumen yang terkait

Penggunaan Campuran Tepung Tapoka Dengan Tepung Sagu Dan Natrium Nitrat Dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi

4 61 76

Nitrogliserin Dapat Digunakan Sebagai Bahan Peledak

2 53 7

PENGARUH PENGGUNAAN SERAT HIGH DENSITY POLYETHYLENE (HDPE) SEBAGAI BAHAN TAMBAH DALAM CAMPURAN BETON TERHADAP KUAT TARIK BETON

2 28 19

Pengaruh Tingkatan Tetes sebagai Campuran Tepung Daun Ketela Pohon terhadap Degradasi Bahan Kering, Bahan Organik Campuran dan Produksi Total VFA dalam Rumen Kerbau

0 5 96

PENGARUH VARIASI CAMPURAN SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN BATA BETON RINGAN DENGAN BAHAN TAMBAH Pengaruh Variasi Campuran Serbuk Aluminium Dalam Pembuatan Bata Beton Ringan Dengan Bahan Tambah Serbuk Gipsum.

0 2 17

PENGARUH VARIASI CAMPURAN SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN BATA BETON RINGAN DENGAN BAHAN TAMBAH Pengaruh Variasi Campuran Serbuk Aluminium Dalam Pembuatan Bata Beton Ringan Dengan Bahan Tambah Serbuk Gipsum.

0 1 12

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TEMPE SEBAGAI BAHAN PENSUBSTITUSI DAGING SAPI Pengaruh Penggunaan Tepung Tempe Sebagai Bahan Pensubstitusi Daging Sapi Terhadap Komposisi Proksimat Dan Daya Terima Bakso.

0 0 18

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TEMPE SEBAGAI BAHAN PENSUBSTITUSI DAGING SAPI TERHADAP KOMPOSISI Pengaruh Penggunaan Tepung Tempe Sebagai Bahan Pensubstitusi Daging Sapi Terhadap Komposisi Proksimat Dan Daya Terima Sosis.

1 1 18

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA FERMENTASI LIMBAH PADAT PEMBUATAN BIOETANOL OLEH CAMPURAN Trichoderma viride DAN Saccharomyces cerevisiae TERHADAP BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK.

0 0 2

SKEMA SERTIFIKASI KOMPETENSI INSPEKTUR BAHAN PELEDAK

0 1 8