Latar Belakang Masalah Studi Penggunaan Amida Asam Lemak Campuran Minyak Kelapa Sebagai Bahan Pengemulsi Lateks Pekat
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Kelapa merupakan salah satu tumbuhan penghasil minyak yang cukup tinggi. Sebagai negara kepulauan dan berada didaerah tropis, Indonesia merupakan salah
satu negara penghasil kelapa di dunia. Menurut Asia dan Pasifik Coconut Community APCC 2008, pada tahun 2000 luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai
3.76 juta Ha dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 miliar butir. Bahkan pada tahun 2005, produksi kelapa di Indonesia mencapai 849 miliar ton.
Produksi pengolahan minyak di Indonesia memiliki nilai ekonomis namun masih terbatas pada minyak goreng dan sebagai bahan baku industri Suhardiman, 1999.
Peningkatan produksi minyak kelapa akan memberikan dampak yang sangat berarti terhadap pendapatan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat petani kelapa.
Maka peningkatan nilai tambah tersebut dapat dilakukan dengan pemanfaatan minyak kelapa untuk menghasilkan produk seperti surfaktan.
Surfaktan banyak digunakan dalam industri antara lain sebagai bahan pengemulsi, deterjen, zat anti busa, zat pembasah dan penyebar. Minyak kelapa dapat digunakan
sebagai bahan untuk pembuatan surfaktan karena memiliki kandungan asam laurat yang cukup tinggi yaitu sekitar 44–52 Ketaren, 1986. Asam laurat merupakan
salah satu asam lemak jenuh yang dapat larut dalam pelarut polar seperti air maupun dalam lemak karena memiliki gugus hidrokarbon di salah satu ujung dan gugus
Universitas Sumatera Utara
karboksil di ujung lainnya. Surfaktan asam laurat banyak digunakan sebagai bahan pelembut, pengental, pelembab dan bahan pengemulsi Wikipedia, 2010.
Bahan pengemulsi merupakan bahan yang apabila ditambahkan akan menghambat laju koagulan pada lateks pekat. Penggunaan bahan pengemulsi bertujuan untuk
menjaga kestabilan lateks dan mengendapkan ion-ion logam yang dikandung lateks, karena apabila ion-ion tersebut tidak terendapkan maka akan ikut mempercepat laju
koagulasi yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan. Lateks pekat merupakan getah yang disadap yang mengandung Kadar Karet Kering
sekitar 60 Cut, 2006. Lateks pekat berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk
pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Cairan ini belum mengalami penggumpalan baik dengan tambahan atau tanpa bahan pengemulsi Hani,
2009. Beberapa bahan pengemulsi yang banyak digunakan pada perusahaan atau tempat
pengolahan lateks adalah natrium karbonat, amonium laurat, formaldehid, natrium sulfit, diamonium hidrofosfat dan kalium stearat. Dari beberapa bahan pemantap
tersebut, amonium laurat yang paling banyak digunakan. Namun pada saat ini penggunaan amonium laurat sangat mahal, ini dikarenakan amonium laurat
merupakan produk impor. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari pengganti amonium laurat
sebagai bahan pengemulsi lateks dengan menggunakan hasil alam Indonesia, diantaranya Rusdan 1985 yang menggunakan sabun natrium dari minyak inti sawit
sebagai bahan pemantap lateks pekat. Hasil penelitian menunjukkan pemberian sabun
Universitas Sumatera Utara
memberikan nilai waktu kemantapan mekanik yang baik, namun penggunaan sabun kurang praktis. Ini dikarenakan pada proses pencucian dan penyaringan sabun
memerlukan peralatan tambahan serta keterampilan kerja yang tinggi agar persentase sabun yang diperoleh tinggi.
Penelitian juga dilakukan oleh Darwin, dkk 1989 yang menggunakan derivat sulfonat dari asam lemak minyak kelapa dan inti sawit sebagai bahan pemantap.
Namun hasil penelitian ini belum sebaik amonium laurat karena bahan pemantap yang dihasilkan mengandung natrium yang memberikan hasil akhir yang tidak
disukai pihak industri pengolahan bahan cecair lateks. Pudjosunaryo 2000 juga pernah melakukan penelitian dengan menggunakan sabun
kalium dari fraksi stearin minyak sawit sebagai pemantap lateks dalam pembuatan karet alam cair namun hasilnya juga belum sebaik amonium laurat.
Selain itu ada juga penelitian tentang sintesa amida asam lemak dari minyak kelapa, inti sawit, stearin dan lemak lembu sebagai bahan pemantap lateks yang dilakukan
Brahmana 1991. Dalam penelitian ini minyak kelapa, inti sawit dijadikan amida asam lemak dengan menggunakan amonia sebagai pembentuk amida namun proses
ini agak rumit karena berlangsung pada suhu – 35 C.
Berdasarkan alasan diatas dan merujuk dari penelitian sebelumnya, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai studi penggunaan amida asam lemak campuran
minyak kelapa sebagai bahan pengemulsi lateks pekat dengan menggunakan urea sebagai pembentuk amida asam lemaknya.
Universitas Sumatera Utara