8
2.3 KOTORAN SAPI
Indonesia  mempunyai  potensi  yang  baik  di  bidang  peternakan,  namun selama  ini  belum  dikembangkan  sepenuhnya.  Hal  ini disebabkan  sebagian  besar
peternakan  di  Indonesia  adalah  peternakan  yang  bersifat  tradisional,  termasuk dalam  pengolahan  hasil  dan  limbahnya  belum  tersentuh  teknologi.  Peternak
biasanya  menumpuk  feses  sebelum  membuang  atau  membawanya  ke  sawah. Perlunya  pengolahan  limbah  yang  tepat  akan  dapat  mengurangi  dampak
pencemaran terhadap lingkungan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu adanya teknologi tepat guna yang dapat memanfaatkan limbah sehingga dapat mengurangi
pencemaran terhadap lingkungan sekaligus menjadi sumber energi terbarukan yang dapat mengatasi permasalahan energi [17]. Baru-baru ini volume kotoran sapi yang
dihasilkan  dari pertanian meningkat setiap tahunnya, yang sebagian  besar dibuang ke tempat pembuangan atau diterapkan dalam tanah tanpa adanya pengolahan. Hal
ini  menyebabkan  masalah  lingkungan  dan  kesehatan  seperti  kontaminasi  patogen, bau, gas rumah kaca, dan sebagainya [18] [19].
Kotoran  sapi  dipilih  sebagai  bahan  pembuatan  biogas,  karena ketersediannya  yang  sangat  besar  di  seluruh  dunia. Bahan  ini  juga  mempunyai
keseimbangan  nutrisi,  yang  mudah  diencerkan  sehingga    dapat  diproses  secara biologi.  Pada  proses  fermentasi  kotoran  segar  lebih  mudah  diproses  dibandingkan
dengan  kotoran  yang  lama  atau  yang  telah  dikeringkan.  Kotoran  sapi  merupakan substrat  yang  dianggap  paling  cocok  sebagai  sumber  pembuat  biogas,  karena
substrat  tersebut  telah  mengandung  bakteri  penghasil  gas  metan  yang  terdapat dalam  hewan  ruminansia.  Keberadaan  bakteri  didalam  usus  ruminansia  tersebut
dapat  membantu  proses  fermentasi  sehingga  proses  pembentukan  biogas  dapat dilakukan lebih cepat [20].
Kandungan  nutrien  utama  pada  proses  pembuatan  biogas  adalah  nitrogen, fosfor,  dan  kalium.  Kandungan  nitrogen  dalam  bahan  sebaiknya  sebesar  1,45,
sedangkan fosfor dan kalium masing-masing sebesar 1,10. Nutrien utama tersebut dapat  diperoleh  dari  substrat  kotoran  ternak  yang  dapat  meningkatkan  rasio  CN
dalam biogas [21]. Kotoran sapi mengandung hemiselulosa sebesar 18,6, selulosa 25,2,  lignin  20,2,  nitrogen  1,67,  fosfat  1,11,  dan  kalium  sebesar  0,56
[22]. Feses sapi mempunyai rasio CN sebesar 16,6-25 [23]. Oleh karena bakteri
Universitas Sumatera Utara
9 yang  terkandung  pada  kotoran  sapi  dan  rasio  CN  nya  yang  cukup  tinggi  inilah
yang membuat kotoran sapi dipilih sebagai bahan baku pembuatan biogas. Berdasarkan data BPS tahun 2011, jumlah ternak sapi di provinsi Sumatera
Utara  mencapai  541.000  ekor  [24].  Sedangkan  untuk  tahun  2013,    jumlah  ternak sapi  yang  ada  mencapai  590.000  ekor.  Untuk  satu  ekor  sapi  rata-rata  dapat
menghasilkan 20 kg kotoran per hari [25]. Berdasarkan data tersebut beserta unsur- unsur yang terdapat dalam kotoran sapi, maka kotoran sapi sangat berpotensi untuk
digunakan dalam pembuatan biogas dan digunakan didalam penelitian ini.
2.4 FERMENTASI