dalam menetapkan hukum
36
. Sandaran dari al-mashlahah itu selalu bersandar kepada
petunjuk syara’ bukan senantiasa berdasarkan akal sehat, karena akal manusia tidak sempurna.
Dalam al-mashlahah mengutamakan kebaikan untuk umat, dan menghindarkan diri dari keburukan kerusakan. Sehingga, dalam al-
mashlahah meninggalkan hal-hal yang menjurus kepada keburukan kerusakan karena hal tersebut akan menjurus kepada kedzhaliman.
2. Ketentuan hukum
Metode pengakuan keuntungan Murabahah dan Pembiayaan Murabahah boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitas dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan dalam fatwa ini. Ketentuan hukum ini mempertegas bahwa, untuk menerapkan metode
pengakuan keuntungan baik secara poporsional maupun secara anuitas,
Lembaga Keuangan Syariah LKS harus menjalankan kegiatan
operasionalnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam fatwa ini.
Walaupun terdapat kejelasan makna bahwa dalam menjalankan metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah harus mengikuti
aturan-aturan yang dijelaskan dalam fatwa ini, namun tidak disebutkan
36
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, h. 325. Tujuan ditetapkannya syara’ yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda.
sanksi atau akibat yang akan diterima Lembaga Keuangan Syariah LKS jika menerapkan metode pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah,
tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam fatwa ini.
Sebaiknya DSN-MUI tidak hanya sekedar mengeluarkan fatwa untuk membawa LKS tetap pada jalur prinsip syariah, tetapi ikut serta dalam
memonitoring kegiatan LKS dalam menjalankan fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI dengan memberikan peringatan kepada LKS
yang menjalankan kegiatan operasionalnya tidak sesuai dengan fatwa DSN- MUI yang tertulis dalam fatwa. Peringatan ini dapat berbentuk peringatan
halus hingga pemberhentian produk, atau hingga produk harus benar-benar sesuai dengan ketetapan yang telah diatur. Hal ini bukan hanya untuk
kebaikan manusia atau untuk kemajuan penerapan prinsip syariah yang benar-benar dengan prinsip syariah, tetapi demi menegakkan ajaran agama
yang telah Allah SWT perintahkan.
3. Ketentuan khusus
a. Pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh
para pedagang al-tujjar, yaitu secara proporsional boleh dilakukan
selama sesuai dengan ‘urf kebiasaan yang berlaku di kalangan
pedangang;
Dalam hukum bisnis syariah, ‘urf atau adat kebiasaan merupakan salah
satu sumber hukum materiil
37
. ‘urf digunakan sebagai sumber hukum
atas dasar pertimbangan kemaslahatan kebutuhan orang banyak. ‘Urf
atau adat dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Namun
‘urf bukanlah sumber hukum yang dapat berdiri sendiri. Ia harus ada sandaran atau pendukungnya baik dalam bentuk ijma atau mashlahat.
Karena dalam akad murabahah marjin bertingkat ini telah bersandar pada mashlahah yang terdapat pada ketentuan umu huruf f, dan juga
bersandar pada ijma yang dalam hal ini adalah Fatwa DSN-MUI, maka
‘urf dapat dijadikan sebagai sumber hukum.
b. Pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah dalam bisnis yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah LKS boleh dilakukan
secara Proporsional dan secara Anuitas selama sesuai dengan ‘urf
kebiasaan yang berlaku di kalangan LKS; Dalam hukum bisnis syariah,
‘urf atau adat kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum materiil
38
. ‘urf digunakan sebagai sumber hukum
atas dasar pertimbangan kemaslahatan kebutuhan orang banyak. ‘Urf
atau adat dapat digunakan sebagai landasan dalam menetapkan hukum.
37
Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar hukum bisnis Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 14.
38
Ah. Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar hukum bisnis Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam, h. 14.
Namun ‘urf bukanlah sumber hukum yang dapat berdiri sendiri. Ia harus
ada sandaran atau pendukungnya baik dalam bentuk ijma atau mashlahat. Karena dalam akad murabahah marjin bertingkat ini telah bersandar
pada mashlahah yang terdapat pada ketentuan umu huruf f, dan juga bersandar pada ijma yang dalam hal ini adalah Fatwa DSN-MUI, maka
‘urf dapat dijadikan sebagai sumber hukum. c. Pemilihan metode pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah
pada LKS harus memperhatikan mashlahah LKS bagi pertumbuhan LKS yang sehat;
Dalam memilih metode pengakuan keuntungan dalam pembiayaan murabahah haru memperhatikan mashlahah Bank Syariah. Mashlalah
merupakan segala
sesuatu yang
dianggap paling
sedikit kemudharatannya. Bagi Bank Syariah menjadi penting karena Bank
memiliki kewajiban menjaga amanah yang dititipkan oleh para deposan. Sehingga, Bank harus sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan
untuk menjaga kepercayaan para deposan di Bank. Disisi lain, Bank dalam pengambilan keputusannya juga harus
meminimalisir segala kemudharatan yang akan timbul. Jika keputusan yang diambil tidak tepat, tidak hanya kemudharatan yang akan dirasakan
Bank, tetapi juga terhambatnya pertumbuhan Bank Syariah sehingga Bank tidak mampu bersaing di industri ini. Maka dari itu, penting bagi
Bank untuk
berhati-hati dalam
memilih keputusan
dengan
memperhatikan mashlahah demi meningkatnya pertumbuhan Bank agar mampu bersaing di industri ini.
d. Metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah yang ashlah dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode Anuitas;
Pada saat ini LKS, khususnya pada penelitian ini adalah Bank Syariah, masih dalam masa pertumbuhan
39
. Hal ini terkait pada market share Bank Syariah yang masih belum mampu bersaing dengan Bank
konvensional, yang masih diminati lebih banyak oleh nasabah. Untuk itu, agar Bank Syariah dapat bersaing dengan bank konvensional, penting
bagi Bank Syariah untuk terus memodifikasi produk-produknya. Agar mampu bersaing secara sehat, maka Bank Syariah harus menjaga
ketersediaan modalnya untuk dapat memberikan pembiayaan yang lebih maksimal sehingga dapat menambah market share Bank Syariah.
Pada metode pengakuan keuntungan dengan menggunakan metode anuitas, yaitu dalam setiap angsuran dengan jumlah tetap yang dilakukan
secara berkala oleh nasabah terdapat dua unsur pada angsuran tersebut, yaitu pokok pembiayaan dan marjin yang didapat oleh Bank Syariah.
Pada angsuran itu, porsi marjin yang diterima oleh Bank Syariah besar diawal, lalu semakin mengecil dari satu angsuran ke angsuran lainnya
hingga akad berakhir. Sedangkan pengembalian pokok pembiayaan,
39
Fatwa DSN-MUI No. 84DSN-MUIXII2012
berbanding kebalik dengan marjin, yaitu kecil diawal lalu semakin besar dari satu angsuran ke angsuran lainnya hingga berakhirnya akad. Ilustrasi
porsi angsuran tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :
Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa Bank mendahulukan mendapatkan marjin pada setiap angsuran yang dilakukan secara berkala
oleh nasabah. Hal tersebut bertujuan agar Bank dapat memutar kembali modal yang dimiliki Bank kepada sektor riil sehingga Bank dapat
mengembangkan usahanya. Pada dasarnya pada akad murabahah tidak ada ada pemisah antara marjin dengan harga beli atau plafond. Marjin
dan harga beli atau plafond melekat dan melebur menjadi satu, tanpa ada pemisah diantara keduanya. Walaupun dengan cara angsuran, pada
angsuran tersebut melebur antara harga beli atau plafond dengan marjin, tidak ada porsi yang lebih besar atau yang lebih kecil.
Selain itu, metode anuitas merupakan kebiasaan yang biasa dilakukan pada kegiatan lembaga keuangan konvensional yang berbasis
bunga. Dalam rumus penentuan angsuran pada metode anuitas, unsur
Plafond Marjin
bunga menjadi bagian dalam perhitungan angsuran tersebut. Jika model anuitas ini diterapkan pada lembaga keuangan yang berbasis syariah,
dikhawatirkan unsur bunga juga masuk ke dalamnya. Walaupun al- mashlahah menjadi alasan Bank menerapkan model anuitas ini, tetapi
tujuan syara’ tidak akan terwujud karena tidak dapat memelihara agama. Dan tentunya al-mashlahah menjadi batal demi hukum karena riba telah
dilarang oleh nash. e. Dalam hal LKS menggunakan metode pengakuan keuntungan at-Tamwil
bi al-Murabahah secara anuitas, porsi keuntungan harus ada selama
jangka waktu angsuran; keuntungan at-tamwil bi al-murabahah pembiayaan murbahah tidak boleh diakui seluruhnya sebelum
pengembalian piutang murabahah berakhirlunas dibayar. Ketentuan khusus pada huruf e ini menyangkut pada teknis pembiayaan
murabahah marjin bertingkat yang dapat dijelaskan oleh disiplin ilmu lainnya. Karena tidak berkenaan dengan permasalahan penelitian ini,
maka pada huruf e tidak ditelaah pada penelitian ini.
94
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan