15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Akad
Saat kekuatan penawaran dan kekuatan permintaan bertemu, maka terjadilah transaksi antara kedua belah pihak. Namun, sebelum terjadi
transaksi, terdapat akad yang harus dipenuhi untuk terpenuhinya tingkat kepuasan manusia tersebut. Maka dari itu, akad merupakan bagian terpenting
dalam sebuah transaksi.
1. Definisi Akad
Akad secara istilah berasal dari kata al- ‘aqdu. Kata al-‘aqdu
merupakan bentuk jamak dari ‘aqada, ya’qidu, ‘aqdan yang berarti
meyimpul, membuhul, mengikat atau mengikat janji
1
. Secara terminologi, akad memiliki arti umum al-
ma’na al-am dan khusus al-
ma’na al-khas
2
. Adapun arti umum dari akad adalah “segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk dikerjakan, baik yang muncul
dari kehendaknya sendiri, seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang, thalak, dan sumpah, maupun yang membutuhkan pada kehendak
1
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia, 2012, h. 129.
2
Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, Jakarta: UIN Press, 2005, h. 60.
dua pihak dalam melakukannya, seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan, dan gadaijaminan
”. Sedangkan arti khusus akad didefinisikan dengan
3
:
”Pertalian ijab pernyataan melakukan ikatan dan Kabul pernyataan penerimaan ikatan sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh
kepada objek perikatan.” Menurut Wahbah Zuhaili, akad adalah ikatan antara dua hal, baik
ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi. Menurut istilah para ahli hukum Islam, aqad diartikan sebagai
hubungan antara ijab dan Kabul sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh akibat hukum pada objek perikatan
4
. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
akad adalah kesepakatan antara para pihak untuk saling mengikatkan diri dalam suatu perbuatan hukum tertentu sesuai dengan kehendak syariah.
Maka dari itu, setiap akad yang dilakukan harus terbebas dari unsur-unsur yang telah ditetapkan oleh syar’i, yaitu Allah SWT dan Rasulullah, seperti
akad yang tidak terdapat unsur riba dan hal-hal yang dilarang lainnya.
3
Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, h.51.
4
A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia, 2012, h. 129.
Akad terbentuk karena adanya ijab dan qabul antara pihak-pihak yang melakukan kerjasama. Dengan melakukan akad, maka akan timbul akibat
hukum pada objek-objek akad. Jika akad jual-beli, maka akibat hukum yang timbul pada objek akad adalah perpindahan hak atas kepemilikan
barang. Jika yang disepakati merupakan akad sewa-menyewa, maka akibat hukum yang timbul pada objek akad adalah perpindahan atas manfaat
barang, bukan berpindah hak atas kepemilikan barang.
2. Rukun dan Syarat Akad