35 Pada Gambar 4 dan Gambar 5 terlihat bahwa total mikroba daging
sapi giling yang dijual di supermarket nilainya lebih besar dari total mikroba potongan daging sapi yang dijual di supermarket yang sama, karena
penggilingan menyebabkan bertambahnya luas permukaan daging yang dapat kontak dengan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada daging sapi
tersebut maupun dengan mikroorganisme yang berasal dari lingkungan, tangan pekerja, maupun peralatan pekerja seperti mesin penggiling daging.
Selain itu, luas permukaan yang semakin besar mendukung pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk yang bersifat aerob. Penyebab lainnya adalah
penggunaan alat penggiling daging yang biasanya tidak didisinfeksi setiap kali digunakan sehingga banyak mengandung mikroba yang dapat berpindah
dari alat ke permukaan daging sapi pada saat penggilingan daging Jay et al., 2005.
Secara keseluruhan,
hasil analisis
total mikroba pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket berkisar antara 4,41
sampai 8,34 log kolonig. Standar TPC Total Plate Count maksimal untuk daging sapi segar berdasarkan SNI 0163662000 adalah 4,00 log kolonig,
sehingga daging sapi yang dijual baik pada pasar tradisional maupun supermarket belum memenuhi standar yang telah ditetapkan tersebut. Namun
menurut ICMSF 1986, standar TPC Total Plate Count untuk karkas sapi adalah n=5, c=3, m=10
5
dan M=10
6
, artinya maksimal 3 sampel dari 5 sampel yang dianalisis boleh mengandung total mikroba 10
5
- 10
6
CFUg, sehingga beberapa sampel daging sapi memenuhi syarat TPC yang ditetapkan oleh
ICMSF.
3. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi Potong dan Daging
Sapi Giling
Salmonella merupakan bakteri yang sering mengontaminasi makanan
seperti telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju Jay et
al ., 2005. Salmonella merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan
keracunan pangan.
36 Pada penelitian ini dilakukan uji lengkap Salmonella untuk
mengetahui ada tidaknya Salmonella pada potongan daging sapi dan daging sapi giling yang dijual di pasar tradisional dan supermarket. Dalam SNI
0163662000 ditetapkan bahwa pada daging sapi segar tidak boleh mengandung Salmonella Salmonella negatif.
Analisis Salmonella
dimulai dari tahap pra pengkayaan. Pada tahap pra pengkayaan, media yang digunakan adalah Lactose Broth LB. Tahap
pra pengkayaan dilakukan untuk memperkaya populasi Salmonella karena diduga Salmonella jumlahnya sedikit pada sampel. Hasil menunjukkan bahwa
dari 30 sampel daging sapi yang ditumbuhkan pada media LB, seluruhnya menunjukkan kekeruhan positif.
Tahap selanjutnya adalah pengkayaan selektif dengan menggunakan dua jenis media yaitu Rappaport Vassiliadis RV dan Tetrathionate Broth
TTB. Kedua media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella yang terdapat pada sampel. Pada media RV senyawa selektif seperti
malachite green dan magnesium klorida yang dikombinasikan dengan pH
rendah 5,2 ±2 menghambat pertumbuhan mikroba alami yang berasal dari saluran pencernaan selain Salmonella D’Aoust, 1989. Selain itu,
pertumbuhan Salmonella didukung juga dengan adanya soy peptone pada media. Soy peptone yang terdapat pada media RV berfungsi sebagai sumber
nitrogen, karbon, dan asam amino bagi Salmonella Oxoid Manual, 1995. Pada media TTB, senyawa selektif berupa garam empedu
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Selain itu terdapat senyawa selektif seperti natrium tiosulfat dan tetrationat untuk menghambat
pertumbuhan bakteri koliform. Tetrationat terbentuk di dalam media akibat penambahan iodin dan kalium iodida I
2
-KI. Pada media TTB, Salmonella dapat tumbuh karena memiliki enzim tetrationat reduktase Oxoid Manual,
2009. Adanya enzim tetrationat reduktase pada Salmonella menyebabkan Salmonella
tahan terhadap efek toksik dari tetrationat S
4
O
6 2-
selama pengkayaan. Pada kedua media hasil menunjukkan positif apabila terjadi
kekeruhan pada media seperti pada Gambar 6. Hasil menunjukkan bahwa dari 30 sampel isolat dari LB yang diinokulasikan ke dalam media RV dan TTB,
37 keseluruhannya menunjukkan hasil positif, yang berupa kekeruhan pada
media RV serta kekeruhan dan pengendapan pada media TTB.
Gambar 6. Hasil Positif pada Media TTB kanan dan RV kiri Selanjutnya dilakukan isolasi
Salmonella
dengan menggunakan tiga media spesifik yaitu Hektoen Enteric Agar HEA, Xylose Desoxycholate
Agar XLDA, dan Bismuth Sulfite Agar BSA. Koloni tipikal pada media
HEA berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap
di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Koloni tipikal pada media XLDA berwarna merah muda dengan atau
tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni
yang semuanya berwarna hitam BAM, 2007. Koloni tipikal dan atipikal pada media HEA dan XLDA dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Koloni tipikal pada BSA berwarna coklat, abu-abu atau hitam, kadang tampak berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan berwarna
coklat pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan bertambahnya waktu inkubasi, yang dinamakan halo effect. Koloni tipikal pada media BSA dapat
dilihat pada Gambar 9.
38 Gambar 7. Pertumbuhan Koloni Tipikal dan Non Tipikal Salmonella pada HEA
Gambar 8. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media XLDA www.prise-pcp.org
39 `
Pada beberapa cawan berisi media HEA, XLDA, dan BSA yang telah digores dengan ose berisi kultur dari TTB dan RV, tidak terdapat koloni
tipikal Salmonella, maka media tersebut diinkubasi kembali selama 24 ± 2 jam. Namun setelah diinkubasi, koloni tipikal Salmonella tidak muncul juga,
sehingga diambil koloni yang atipikal tersebut..
Gambar 9. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media BSA Koloni
tipikal maupun
tidak tipikal
Salmonella yang diisolasi dari
media HEA, XLDA, dan BSA selanjutnya diinokulasikan pada media agar miring Triple Sugar Iron Agar TSIA dan Lysine Iron Agar LIA untuk
konfirmasi biokimia dengan cara gores dan tusuk, kemudian diamati pertumbuhannya setelah diinkubasi pada suhu 35 ± 2°C selama 24 jam.
Konfirmasi biokimia pada TSIA ditandai dengan terbentuknya warna merah di bagian permukaan dan warna hitam di bagian dasar tabung
menghasilkan H
2
S serta adanya gas pada agar. Warna merah terjadi karena Salmonella
dapat memfermentasi glukosa yang jumlahnya terbatas dalam media, sehingga jika glukosa habis bakteri ini menggunakan pepton sebagai
sumber energi yang terjadi di permukaan agar dan menghasilkan produk sampingan berupa basa merah. Terbentuknya H
2
S ditandai dengan warna
40 hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H
2
S yang kemudian bereaksi dengan garam besi menghasilkan warna hitam.
Konfirmasi biokimia pada LIA ditandai dengan terbentuknya warna ungu di bagian permukaan dan berwarna hitam di bagian dasar tabung
menghasilkan H
2
S. Warna ungu terjadi karena Salmonella dapat mendekarboksilasi lisin menghasilkan amin kadaverin yang ditunjukkan
dengan berubahnya indikator pH bromkresol ungu menjadi warna ungu. Reaksi biokimia yang menunjukkan hasil positif dapat dilihat pada Gambar
10 berikut.
Gambar 10. Reaksi positif TSIA kiri dan LIA kanan Persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi
biokimia pada media TSIA dan LIA miring disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 memperlihatkan hasil bahwa media yang paling banyak menghasilkan uji
positif konfirmasi biokimia adalah koloni tipikal dari XLDA baik dari media pengkaya selektif RV dan TTB, dimana 7 dari 17 koloni tipikal 41,18
yang berasal dari RV dan 5 dari 18 koloni tipikal 27,78 yang berasal dari TTB diduga Salmonella. Hasil analisa dari media BSA menunjukkan bahwa 5
dari 29 koloni tipikal 17,24 yang berasal dari RV dan 1 dari 30 koloni
41 tipikal 3,33 yang berasal dari TTB diduga sebagai Salmonella. Hasil
analisa dari media HEA menunjukkan bahwa 3 dari 8 koloni tipikal 37,50 yang berasal dari RV dan 6 dari 27 koloni tipikal 22,22 yang berasal dari
TTB juga diduga sebagai Salmonella. Dari koloni atipikal yang diuji baik dari media HEA, XLDA, dan BSA, tidak ada koloni yang tidak tipikal diduga
sebagai Salmonella 0 setelah uji konfirmasi biokimia dengan media TSIA dan LIA.
Tabel 12. Persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada media TSIA dan LIA
Media Tipikal Atipikal
tipikal atipikal
Positif TSIA
LIA positif
TSIA LIA
XLDA 17 13 56,67 43,33 7 41,18
BSA 29 1 96,67 3,33 5 17,24
RV HEA 8 22 26,67
73,33 3 37,50 XLDA 18
12 60,00 36,67 5 27,78 BSA 30
0 100,00 0,00 1 3,33
TTB HEA 27
3 90,00 10,00 6 22,22
Gambar 11 menunjukkan persentase koloni yang diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada media TSIA dan LIA terhadap jumlah
koloni yang diisolasi dari media XLDA, BSA, dan HEA. Berdasarkan hasil konfirmasi tersebut terlihat bahwa kemungkinan tertinggi mendapatkan
koloni yang diduga Salmonella adalah dengan mengisolasi koloni tipikal dari media XLDA, dimana media XLDA menunjukkan hasil 34,48 koloni
tipikal diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada TSIA dan LIA sedangkan pada media HEA sebesar 29,86 dan media BSA sebesar 10,29.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin 2004, dimana dari tiga media agar selektif untuk mengisolasi Salmonella pada 50
sampel selada segar, media HEA menunjukkan hasil 28,57 koloni tipikal diduga Salmonella setelah uji konfirmasi biokimia pada TSIA dan LIA
42 miring, sedangkan pada media XLDA sebesar 24,4 dan media BSA sebesar
22,45.
Gambar 11. Histogram Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji Konfirmasi Biokimia pada Media TSIA dan LIA Terhadap Jumlah
Koloni yang Diisolasi dari Media XLDA, BSA, dan HEA Namun, hasil isolasi ini sejalan dengan ISO 6579 : 2002 dimana
XLDA merupakan media agar selektif paling utama dalam mendeteksi Salmonella
. Adapun senyawa selektif yang terdapat dalam XLDA adalah sodium desoksikolat dan natrium tiosulfat yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif. Berdasarkan hasil konfirmasi tersebut juga dapat terlihat bahwa
kemungkinan tertinggi mendapatkan koloni yang diduga sebagai Salmonella adalah dengan mengisolasi koloni tipikal maupun atipikal dari media
pengkaya selektif cair RV yaitu sebesar 27,77, bila dibandingkan dengan media cair TTB 16. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sylviana 2008, dimana dari dua media pengkaya selektif yang
43 digunakan untuk mendeteksi Salmonella pada 40 sampel karkas ayam,
diketahui bahwa media RV 68,52 lebih efektif dibandingkan dengan media TTB 23,33.
Media broth
Rappaport Vasiliadis RV dalam BAM 2007 sangat
dianjurkan untuk dipakai dalam mendeteksi Salmonella pada daging segar dan pangan yang mengandung mikroba dalam jumlah tinggi. RV
menggantikan Selenite Cystine Broth SCB sebagai media pengkayaan selektif. Hal ini disebabkan karena dalam SCB terkandung selenium yang
bersifat toksik, sehingga meningkatkan biaya pengolahan limbah, dimana selenium diklasifikasikan ke dalam limbah berbahaya bagi lingkungan. Selain
itu, dari beberapa studi pada hewan, diketahui bahwa selenium bersifat embriotoksigenik dan teratogenik Hammack et al., 1998.
Tidak semua
Salmonella akan tumbuh sama baiknya pada semua
media agar cawan selektif untuk menekan tumbuhnya kontaminan non Salmonella
sehingga proses perbaikan dari jenis Salmonella kemungkinan besar memerlukan dua atau lebih media agar cawan selektif. Kesalahan dalam
deteksi ketika melihat koloni pada media agar cawan juga dapat terjadi karena tidak ada media selektif yang secara penuh bersifat selektif Oxoid Manual,
1995. Hasil yang positif pada media TSIA dan LIA selanjutnya dikonfirmasi
dengan media Urea Broth dan perangkat API 20E untuk memastikannya sebagai Salmonella. Pengujian dengan Urea Broth bertujuan untuk
mengetahui bahwa organisme yang diuji tidak menghasilkan urease, karena spesies Salmonella merupakan urease negatif. Urea positif ditunjukkan
dengan berubahnya warna Urea Broth dari kuning pH 6,8 menjadi merah atau merah muda pH 8,1.
Hasil pengujian TSIA dan LIA menunjukkan bahwa koloni positif dari 30 sampel yang dianalisis, ada 16 sampel yang diduga Salmonella
53,33 dan setelah dikonfirmasi dengan Urea Broth, terdapat 15 koloni sampel 50 yang positif menunjukkan reaksi negatif. Gambar 12
menunjukkan hasil uji konfirmasi Urea Broth yang positif, sedangkan data
44 sampel yang menunjukkan hasil uji konfirmasi Urea Broth negatif disajikan
pada Lampiran 3. Kultur yang diperoleh setelah uji urease selanjutnya dikonfirmasi
dengan API 20E untuk memastikannya sebagai Salmonella. Perangkat API 20E merupakan rapid test kit untuk mengidentifikasi bakteri-bakteri pada
keluarga Enterobacteriaceae dan bakteri Gram negatif tertentu dengan memberikan kemudahan untuk inokulasi dan membaca hasil uji yang relevan.
Gambar 12. Uji Konfirmasi dengan Menggunakan Urea Broth Isolat bakteri yang diperoleh dari sampel terlebih dahulu digoreskan
pada media NA dalam cawan petri untuk mendapatkan koloni terpisah. Setelah diperoleh satu koloni terpisah, maka koloni tersebut dilarutkan dalam
5 ml larutan fisiologis. Suspensi kultur tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mikrotube dengan volume yang berbeda-beda sesuai dengan kode yang
ada. Hasil identifikasi Salmonella dengan API 20E kit disajikan pada Gambar 13 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 4.
Uji API 20E menunjukkan bahwa 5 dari 15 sampel 33,33 merupakan Salmonella spp., dimana 1 sampel teridentifikasi sebagai
Salmonella spp. dengan id. 99,9 excellent identification dan 4 sampel
45 teridentifikasi sebagai Salmonella spp. dengan id. 89,4 excellent
identification . Sisanya, 9 dari 15 sampel 66,67 dipastikan bukan
Salmonella spp.
1
2
Keterangan: 1. Salmonella spp. ATCC 14028 2. Bukan Salmonella
Gambar 13. Hasil Identifikasi Salmonella spp. dengan API 20E kit Tingkat
isolasi Salmonella
spp. pada 30 sampel yang dianalisis ditunjukkan dengan hasil identifikasi dengan API 20E kit. Pada Tabel 13
dapat dilihat bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada sampel daging sapi diperoleh sebesar 16,67. Persentase terbesar terdapat pada supermarket
dimana dari 20 sampel terdapat 4 sampel 20 positif sedangkan pada pasar tradisional diperoleh 1 dari 10 sampel 10 positif mengandung Salmonella
spp. Keseluruhan hasil uji Salmonella mulai dari tahap pra pengkayaan sampai uji API 20E dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 13. Persentase Salmonella spp. yang Dapat Diisolasi pada Sampel Asal sampel
Jenis sampel Jumlah
sampel Jumlah
sampel yang positif
Persentase
Pasar tradisional
Daging potong 10
1 10
Supermarket Daging potong 10
2 20
Supermarket Daging giling 10
2 20
Total 30
5 16,67
46 Angka isolasi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan isolasi
Salmonella spp. pada sampel daging ayam yang dilakukan oleh Sylviana
2008 sebesar 55, dimana dari pasar tradisional diperoleh isolat Salmonella spp. sebanyak 17 dari 40 sampel 42,5 sedangkan dari supermarket
diperoleh 5 dari 40 sampel 12,5. Pada penelitian ini, tingkat isolasi Salmonella spp. pada sampel
daging yang dijual di supermarket nilainya lebih tinggi 20 dibandingkan dengan pasar tradisional 10 padahal penerapan sanitasi dan higiene pasar
tradisional sangat buruk. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan bakteri
Salmonella dan adanya cemaran bakteri lain. Adanya bakteri-bakteri lain
pada daging sapi seperti bakteri pembusuk dan bakteri asam laktat merupakan salah satu faktor penghambat pertumbuhan Salmonella, sebagaimana yang
diutarakan oleh Ray 2001 bahwa bakteri Salmonella tidak dapat berkompetisi secara baik dengan bakteri-bakteri yang umum terdapat di
dalam bahan makanan. Faktor utama yang diduga dapat memungkinkan terjadinya cemaran
Salmonella spp. pada daging sapi yang terdapat di pasar tradisional dan
supermarket adalah kontaminasi Salmonella spp. dari saluran pencernaan daging sapi itu sendiri terutama pada saat pemotongan, karena habitat utama
Salmonella adalah saluran usus binatang dan manusia Jay et al., 2005.
Selain itu dapat juga disebabkan akibat air yang digunakan untuk mencuci karkas atau daging sapi, peralatan yang digunakan seperti pisau, talenan,
wadah, mesin giling, dan cemaran dari pekerja serta kontaminasi silang dari bahan makanan lainnya saat penyimpanan.
47
B. PENELITIAN TAHAP II Pengaruh Pembekuan dan Pendinginan