79
Lanjutan No
Dimensi Hasil
Evaluasi
4 Kesediaan kamtib pelabuhan
membantu operasional pengawasan kapal perikanan
3 5
Kesediaan lembaga HNSI di pelabuhan mendukung pengawasan kapal dalam
bentuk dukungan moril 1
6 Kesediaan pemilik kapal dan nakhoda
kapal menerima dan proses pengawasan kapal perikanan, baik dalam tahap
pemeriksaan dokumen maupun tahap pemeriksaan fisik di atas kapal
2
7 Kesediaan nakhoda mengisi LBP dan
menyerahkan ke pengawas pada saat kapal masuk pelabuhan
2 8
Kesediaan masyarakat nelayan melapor dan membantu pengawas dalam hal terjadi
pelanggaran perikanan di lapangan 2
9 Kesediaan pemilik kapal dan nakhoda
menerima dan mematuhi SLO kapal perikanan sebagai hasil pengawasan
2 Dari
Tabel 10
terlihat bahwa sebagian besar stakeholder tidak mendukung pengawas dalam menjalankan tugasnya. Hanya syahbandar dan POLRI saja yang
mampu mendukung atau membantu pengawas dalam melaksanakan pengawasan perikanan. Selainnya, kurang mampu mendukung kegiatan pengawasan, seperti
nakhoda jarang mengisi SLO dan LBP.
5.5 Strategi Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ
Kinerja pengawas di PPSNZJ dilihat dari 10 faktor yang ada dapat dikatakan kurang baik. Kondisi ini mengharuskan pihak yang berkepentingan
harus mencari jalan keluar dari masalah ini. Perlu rumusan alternatif jalan keluar yang sesuai di PPSNZJ yang mampu diterapkan secara optimal oleh petugas
pengawas kapal perikanan. Strategi alternatif yang dirumuskan adalah 1 kecakapan pengawas, 2
dukungan stakeholder dan pemerintah, dan 3 kesungguhan pengawas. Tujuan atau fokus dari permasalahan yang terkait dengan rendahnya tingkat kinerja
pengawas adalah bagaimana cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Kriteria yang ada adalah pihak yang berkepentingan meliputi 1
pemerintah, 2 pengelola PPSNZJ 3 nakhoda atau pemilik kapal, dan 4 syahbandar, sedangkan kriteria pengawas meliputi 1 motivasi kerja, 2
penguasaan materi, dan 3 jumlah pengawas.
80 Hasil dari perhitungan PHA untuk perbandingan prioritas antara pihak yang
berkepentingan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan
No Pihak yang berkepentingan
Vektor Prioritas VP
1 Pemerintah
P 0,487
2 Pihak pelabuhan Pl
0,304 3
Nakhodapemilik kapal N 0,116
4 Syahbandar Ps
0,092 Keterangan:
: Prioritas pembobot tertinggi Pada
Tebel 11 diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah
merupakan pihak yang paling mempengaruhi peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ dengan nilai vektor prioritas 0,487. Pihak pelabuhan menempati urutan
prioritas kedua dengan vektor prioritas 0,304. Nakhoda atau pemilik kapal menempati urutan prioritas ke-tiga dengan vektor prioritas 0,116. Syahbandar
menempati urutan prioritas keempat dengan vektor prioritas 0,092. Kinerja pengawas kapal perikanan ditentukan oleh faktor motivasi,
penguasaan materi, dan jumlah pengawas. Perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan terhadap kriteria pengawas di PPSNZJ dapat dilihat pada
Tabel 12
berikut.
Tabel 12 Perbandingan prioritas antara faktor pengawas dengan pihak yang berkepentingan di PPSNZJ
Vektor Prioritas VP P Pl N S
M 0,059 0,188
0,018 0,025
Pm
0,315 0,047
0,038 0,050
Jp 0,111
0,068 0,059 0,015
Keterangan: : Prioritas pembobot tertinggi
P : Pemerintah
M : Motivasi
Pl : Pihak pelabuhan
Pm : Penguasaan materi N
: Nakhoda atau pemilik kapal Jp
: Jumlah pengawas S
: Syahbandar.
81 Dari
Tabel 12 terlihat bahwa pada tingkat pengawas, perlu ditingkatkan
penguasaan materi seorang pengawas dengan dukungan pihak pelabuhan. Selanjutnya prioritas kedua adalah kemungkinan motivasi pengawas dan untuk itu
dibutuhkan dukungan pemerintah. Prioritas ketiga adalah peningkatan jumlah pengawas dan untuk itu diperlukan dukungan nakhoda atau pemilik kapal.
Alternatif tindakan untuk memperbaiki kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ meliputi peningkatan kecakapan pengawas, peningkatan dukungan
stakeholder dan pemerintah, serta peningkatan kesungguhan pengawas. Adapun
prioritas ketiga alternatif tindakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Prioritas tindakan untuk meningkatkan kinerja pengawas
perikanan di PPSNZJ Vektor Prioritas VP
P-Pm Pl-M N-Jp
S-Pm Jumlah
Kp
0,382 0,197 0,023
0,070 0,674
Ds 0,122 0,132
0,058 0,026 0,340
Ksp
0,240 0,069 0,013
0,013 0,336 Keterangan:
Kp : Kecakapan pengawas Ds : Dukungan stakeholder dan pemerintah
Ksp : Kesungguhan pengawas : Prioritas pembobot tertinggi
: Alternatif tindakan yang direkomendasikan.
Dari Tabel 13 terlihat bahwa tindakan yang menempati prioritas pertama
untuk memperbaiki kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ adalah memperbaiki kecakapan pengawas. Prioritas kedua adalah meningkatkan
dukungan stakeholder dan pemerintah, dan urutan terakhir adalah meningkatkan kesungguhan pengawas perikanan itu sendiri.
6 PEMBAHASAN
6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas Kapal Perikanan 6.1.1 Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan
Faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal nilainya adalah 3,46 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang baik atau bisa
dikatakan juga cenderung mendekati baik. Hal ini disebabkan oleh, pengawas tidak memeriksa dokumen dengan kondisi aslinya karena beranggapan akan
menyita waktu.
Dari Gambar 11 terdapat indikator yang kurang mampu dilakukan oleh
pengawas perikanan di PPSNZJ dalam hal pemeriksaan dokumen perizinan. Indikator tersebut adalah dokumen alat penangkapan ikan, dokumen mengenai
DPI, dokumen spesifikasi kapal, dan dokumen mengenai masa berlaku kapal. Pengawas perikanan kurang mampu untuk memeriksa data alat tangkap
yang tertera pada SIPI. Hal ini dikarenakan, pengawas kurang memiliki pengetahuan mengenai identifikasi dan jenis alat tangkap yang diperbolehkan dan
dilarang, serta kaitannya alat tangkap dengan daerah penangkapan dan pelabuhan pangkalan.
Pengawas perikanan kurang mampu memeriksa daerah penangkapan ikan kapal perikanan yang sedang diperiksanya. Hal ini dikarenakan belum memiliki
pengetahuan dan memahami cara pemeriksaan data daerah penangkapan yang tertera pada SIPI dikaitkan dengan alat tangkap dan hasil tangkapan. Pemeriksaan
hanya bersifat pendataan mengenai daerah penangkapan, sehingga data mengenai daerah penangkapan atau daerah muat singgah yang tertera pada SIPI atau SIKPI
sudah dianggap benar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengawas perikanan di PPSNZJ tidak mampu memeriksa data spesifikasi
kapal. Pengawas perikanan hanya melakukan pendataan ukuran kapal, bahan kapal, kekuatan mesin. Hal ini terjadi karena pengawas kurang memiliki
pengetahuan tentang spesifikasi kapal. Bahkan beranggapan bahwa data spesifikasi kapal merupakan wewenang dari instansi lain, sehingga mengenai
spesifikasi kapal yang tertera pada SIPI atau SIKPI sudah dianggap benar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
83 Pengawas perikanan kurang mampu untuk memeriksa data masa berlaku
izin yang tertera pada SIPI. Hal ini dikarenakan pengawas kurang memahami ketentuan masa berlaku izin disesuaikan dengan masing-masing alat tangkap dan
jenis kapal perikanan KII atau KIA. Indikasi lainnya, dengan adanya penyelewengan ketentuan; dimana sekurang-kurangnya 1 bulan akan habis masa
berlaku izinnya tetap melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan di laut dan diberikan SIB dari syahbandar. Pada saat kapal datang dari laut masa berlaku
izinnya sudah habis. Kondisi ini juga mengindikasikan kekurangtegasan pengawas perikanan dalam menjalankan aturan yang berlaku. Harus ada
peningkatan kemampuan dari pengawas perikanan supaya kecurangan yang ada tidak terus terjadi.
6.1.2 Pemeriksaan fisik kapal Dari Gambar 12 terdapat indikator yang kurang mampu dilakukan oleh
pengawas perikanan di PPSNZJ dalam hal pemeriksaan fisik kapal. Indikator tersebut adalah pemeriksaan ukuran kapal, spesifikasi mesin kapal, design dan
kelengkapan navigasi, dan alat penangkapan ikan. Pengawas perikanan kurang mampu dalam memeriksa ukuran kapal. Hal ini
terjadi karena mereka beranggapan bahwa pengukuran ukuran kapal diterbitkan oleh intansi lain dan pengukurannya berpedoman pada dasar kewenangannya
berlaku di instansi tersebut. Pengawas perikanan tidak mengetahui cara pengukuran kapal yang sebenarnya. Oleh karena selama ini jika terjadi
penyimpangan ukuran kapal yang diperiksa tidak dapat dilakukan penindakan langsung oleh pengawas karena kewenangan berada pada instansi lain yakni
Ditjen Perhubungan Laut. Perlu pembekalan pengetahuan kepada pengawas perikanan di PPSNZJ mengenai cara menentukan ukuran kapal.
Pemeriksaan spesifikasi mesin kapal terutama merk, nomor mesin dan kekuatan mesin dan bahan kapal sangat penting. Hal ini untuk menghindari
penyalahgunaan dokumen perizinan. Pada umumnya kapal-kapal illegal fishing menggunakan satu dokumen perizinan yang resmilegal, namun izin tersebut
dilakukan duplikasi dokumen untuk digunakan kapal-kapal illegal fishing lainnya, sehingga pengawas harus mampu memeriksa fisik spesifikasi kapal dari masing-
masing kapal perikanan terutama pada merk, nomor seri mesin dan kekuatan mesin dikaitkan dengan data yang tertera pada SIPISIKPI.
84 Pengawas perikanan tidak dan kurang mampu dalam melakukan
pemeriksaan spesifikasi kapal. Pemeriksaan yang dilakukan hanya bersifat pendataan dan tidak melakukan pencocokan pada nomor mesin, kekuatan dan
merek mesin. Hal ini terjadi karena mereka beranggapan bahwa nomor dan merek mesin bisa dilakukan perubahan setiap saat apabila mesin kapal mengalami
kerusakan seperti halnya yang selama ini mesin kapal diganti dengan mesin jenis lain misalnya bagi KIA diganti dengan mesin truk atau dumping yang memiliki
kekuatan mesin sama atau lebih besar dari mesin kapal sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengawas perikanan di PPSNZJ belum menunjukkan
pencegahan upaya duplikasi dokumen perizinan kapal perikanan yang selama ini dilakukan oleh pelaku illegal fishing.
Pemeriksaan desain kapal dilakukan terhadap kapal berukuran di atas 30 GT dan atau mesin berkekuatan di atas 90 PK terutama pada KIA dilakukan
pemeriksaan gambar rencana umum general arragement yang biasanya terpasang pada dinding kapal terhadap kesesuaian tata letak ruang mesin, palkah
dan sebagainya. Apabila dalam pemeriksaan terdapat perbedaan antara general arragement
dengan tata ruang pada kapal, maka dapat diindikasikan bahwa kapal tersebut telah dilakukan perubahan bentuk desain dan dikaitkan dengan data pada
gross akte apakah telah dilakukan perubahan desain kapal sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Pemeriksaan kelengkapan alat navigasi dan komunikasi harus sesuai dengan izin yang ada.
Pengawas perikanan kurang mampu dalam pemeriksaan desain kapal dan kelengkapan navigasi. Pengawas di PPSNZJ sebagian mengetahui kaitannya
gambar rencana umum general arragement dengan desain kapal atau bentuk kapal secara fisik. Namun di lapangan sebagian besar gambar rencana umum
general arragement pada kapal perikanan tidak di pasang pada dinding kapal dan tidak terlalu cukup besar penyimpangannya, sehingga pengawas perikanan
menganggap data desain kapal sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengawas perikanan harus memberikan teguran kepada nakhoda untuk menempel
gambar rancangan umum kapal di tempat yang seharusnya. Pengawas perikanan juga harus mempunyai pengetahuan yang baik mengenai cara membaca gambar
rancangan umum kapal terkait desain dan kelengkapan navigasi.
85 Pemeriksaan alat penangkapan ikan yang meliputi panjang jaring, panjang
bagian kantong, mesh size kantong dan sebagainya disesuaikan dengan spesifikasi dan komponen yang tertera pada SIPI dari masing-masing alat penangkap ikan
yang diizinkan. Pengawas perikanan kurang mampu dalam memeriksa alat penangkap ikan. Pengawas perikanan pada umumnya hanya memeriksa jenis alat
tangkap, tidak mengukur panjang jaring, mesh kantong, sehingga tidak menutup kemungkinan masih terjadinya pelanggaran pada panjang jaring. Pengawas
perikanan di PPSNZJ beranggapan hanya membuang waktu saja dan mereka sudah percaya pada dokumen perizinannya. Pemeriksaan alat tangkap sangat
penting untuk dilakukan karena terkait dengan kelestarian sumberdaya ikan. Pada saat mengukur alat tangkap, perlu dibantu oleh pihak lain, seperti ABK atau
lainnya supaya lebih cepat. Indikasi pelanggaran biasanya dapat dimulai dari ukuran kapal yaitu ukuran
kapal yang tertera pada SIPI atau SIKPI lebih kecil dari fisik kapal. Hal ini untuk menghindari ketentuan dalam proses penerbitan izin kapal yang berkaitan dengan
pungutan dan kewenangan pemberi izin. Apabila hal tersebut terjadi maka negara akan kehilangan penerimaan dari sektor pungutan perikanan.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004 bahwa praktek-praktek illegal fishing
antara lain: penangkapan dengan menggunakan bahan atau alat berbahaya atau menggunakan alat tangkap yang dilarang pengoperasiannya di
Indonesia, mengunakan alat tangkap tidak pada jalur yang diperbolehkan dan penggunaan alat tangkap yang desain dan konstruksinya tidak sesuai dengan ijin
penggunaannya dan kegiatan at sea transhipment yang langsung dibawa ke luar negeri. Lebih lanjut Ditjen PSDKP 2005 mengemukakan bahwa pelanggaran
yang terjadi di lapangan sebagian besar memanipulasi ukuran kapal, nama, nomor mesin dan sebagainya terkait fisik kapal, yang merupakan tahap pertama untuk
melakukan illegal fishing. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawas perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta umumnya hanya
melakukan pemeriksaan dokumen perizinan tanpa melakukan pemeriksaan fisik kapal secara optimal.
86
6.1.3 Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan nilainya 3,11 yang artinya
tingkat kinerja pengawas masih kurang baik. Di lapangan memperlihatkan bahwa pengawas hanya memiliki pengetahuan dan kecakapan yang biasa saja akibat
kurangnya pelatihan dan pendidikan yang mereka peroleh. Dalam pelaksanaan kegiatan operasional pengawasan yang optimal
dibutuhkan suatu kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum yang berkaitan dengan bidang perikanan. Kecakapan pengawas perikanan
dapat dilihat dari pendidikan formal dan non-formal pengawas perikanan, antara lain :
1 Tingkat pendidikan formal SLTP, SLTA, Diploma, Sarjana; 2 Jenis pendidikan formal perikanan atau non perikanan;
3 Pendidikan dan latihan pengawasan sumberdaya ikan; 4 Diklat penyidik pegawai negeri sipil PPNS;
5 Kursus perwira pemeriksa SUSPARIKSA; 6 Coacing clinic PPNS ; dan
7 Peningkatan kemampuan penegak hukum perikanan
Dari Gambar 13 terlihat bahwa kecakapan pengetahuan pengawas terbatas,
terkait dengan jenis ikan dan penyebarannya, jenis fisik kapal perikanan, pengetahuan bidang terkait dengan peraturan pemerintah, peraturan presiden,
peraturan menteri, dan peraturan dirjen. Kondisi ini disebabkan karena tingkat pendidikan dan pelatihan belum sepenuhnya didapat oleh pengawas kapal
perikanan di PPSNZJ. Mengingat kegiatan pengawasan sumberdaya perikanan bertujuan untuk
mengawasi tertib pelaksanaan peraturan di bidang perikanan, maka pengawas diharapkan dapat menguasai hukum dibidang perikanan sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan pengawasan. Di lapangan menunjukkan kecakapan penguasaan hukum hanya terbatas
pada pengetahuan mengenai Undang-Undang tentang perikanan dan keputusan bersama atau MOU yang berkaitan dengan perizinan perikanan. Kondisi ini
mengharuskan pihak pemerintah untuk mengadakan pelatihan dan pendidikan penyetaraan kemampuan para pengawas kapal perikanan di PPSNZJ.
87
6.1.4 Kecepatan pemeriksaan kapal perikanan
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan nilainya 2,68 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih
kurang. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah pangawas yang masih kurang, sehingga pengawas dalam melakukan pengecekan dokumen dan lainnya lambat.
Pengawas kapal perikanan dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan harus sesuai dengan prosedur mekanisme pengawasan, yang sekiranya tidak
menghambat keberangkatan kapal ke laut atau pembongkaran hasil tangkapan ikan saat datang ke pelabuhan. Apabila waktu pemeriksaan yang dilakukan
pengawas dalam pemeriksaan baik dokumen maupun fisik kapal dan sebagainya membutuhkan waktu yang lama, maka akan terjadi kemunduran mutu ikan yang
berdampak pada harga ikan. Sedangkan, pada kapal perikanan yang akan berangkat ke laut untuk melakukan penangkapan ikan akan kehilangan waktu
musim ikan serta menambah biaya tambat labuh kapal di pelabuhan.
Pada Gambar 14 terdapat indikator yang memperlihatkan pengawas kapal
perikanan kurang cepat dalam melakukan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan, pemeriksaan fisik kapal perikanan,
pemeriksaan alat penangkapan ikan, pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan, pemeriksaan peralatan lainnya, pemeriksaan hasil penangkapan dan pengangkutan
ikan, ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau pelabuhan lapor, pemeriksaan jalur penangkapan ikan, pemeriksaan daerah operasi penangkapan
dan pengangkutan ikan. Kurang cepatnya pemeriksaan disebabkan oleh ketidaksungguhan pengawas
di lapangan, pemahaman atau kecakapan yang masih kurang, dan kurangnya bantuan dari pihak lain. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas dapat optimal
berdasarkan pembagian piket atau regu kelompok dari jam kerja atau jam piket pengawas yang ditetapkan sesuai dengan jumlah kapal yang berpangkalan di
pelabuhan tersebut. Peran serta nakhoda dan pemilik kapal dengan memberikan data yang lengkap dan sesuai dengan peraturan juga perlu ditingkatkan guna
mempercepat proses pemeriksaan. Kelambatan atau kurang cepatnya waktu pemeriksaan dapat berdampak pada menghilangnya unsur-unsur prosedur
mekanisme pemeriksaan kapal perikanan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
88
6.1.5 Kualitas hasil pemeriksaan
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor kualitas hasil pemeriksaan nilainya 2,58 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang. Kondisi ini
disebabkan oleh ketidakakuratan data hasil pengawasan per kapal yang dilakukan. Disamping itu pengawas tidak memperhatikan akurasi dan validasi data dalam
pemeriksaan kapal perikanan dan yang lebih diperhatikan adalah kelengkapan data.
Pemeriksaan kapal perikanan yang dilakukan oleh pengawas harus sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang ditetapkan, agar menghasilkan
pemeriksaan.yang berkualitas. Pengawas harus mempunyai kelengkapan informasi dan relevansi data terhadap obyek yang diperiksa, agar tidak terdapat
suatu penyimpangan dalam melakukan colecting atau identifikasi data. Pengawas kapal perikanan harus mempunyai akurasi dan validitas data, sehingga pengawas
dalam melakukan pemeriksaan dapat menunjukkan tingkat legalitas hasil pemeriksaan. Dengan harapan tingkat akurasinya dapat dijadikan suatu dasar
dalam pengambilan keputusan hasil pemeriksaan atau kebijakan untuk selanjutnya dalam kegiatan pengawasan.
Pada Gambar 15 terdapat indikator yang memperlihatkan kualitas hasil
pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan di PPSNZJ kurang baik, yaitu kelengkapan data, relevansi data, akurasi data, validitas data, dan quality kontrol.
Kondisi tersebut disebabkan oleh kekurangseriusan pengawas dalam melakukan pemeriksaan, pengetahuan atau kecakapan pengawas yang masih kurang, dan
kurangnya dukungan nakhoda atau pemilik kapal. Bahkan setiap hasil pemeriksaan kapal perikanan dari pengawas tidak dilakukan pemeriksaan ulang
terlebih dahulu oleh koordinator pengawas sebagai quality control sebelum dijadikan suatu keputusan hasil pemeriksaan, sehingga hasil pemeriksaan belum
menunjukkan kualitas yang sangat baik. Pengawas tidak memperhatikan akurasi dan validasi data dalam pemeriksaan kapal perikanan. Bahkan setiap pemeriksaan
kapal perikanan dari pengawas tidak dilakukan pemeriksaan ulang. Perlu adanya dukungan dari nakhoda dan pemilik kapal dengan mengisi
LBP yang akurat, sehingga didapat data yang akurat juga. Peningkatan kecakapan pengawas kapal perikanan di PPSNZJ juga perlu ditingkatkan dengan
mengadakan pelatihan dan pendidikan.
89 Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, 2000 bahwa permasalahan
pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi: a data dan informasi tentang potensi dan pemanfaatan sumberdaya ikan laut belum akurat, b penyalahgunaan
dan pelanggaran perijinan, c lemahnya pengawasan, d tersebarnya kewenanganan di beberapa instansi terkait.
6.1.6 Kesungguhan dalam pemeriksaan
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor kesungguhan dalam pemeriksaan bernilai 2,88, yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang
baik. Kondisi ini disebabkan oleh gaji atau penghasilan yang mereka peroleh masih rendah. Disamping itu karier pengawas belum mendapatkan perhatian dan
dukungan dari atasan atau pimpinan. Dari
Gambar 16
terlihat bahwa pengawas kapal perikanan di PPSNZJ kurang sungguh-sungguh dalam pemeriksaan. Kemauan pengawas untuk bekerja
keras, kemauan untuk bekerjasama, dan kemauan memiliki tanggung jawab yang masih rendah. Kondisi ini disebabkan oleh pengawas beranggapan bahwa bekerja
keras belum tentu mendapat imbalan sesuai dengan yang diharapkan, terutama imbalan materi karena pengawas kapal perikanan di PPSNZJ berstatus PNS yang
bergaji standar. Disamping itu karier pengawas belum mendapatkan perhatian dan dukungan dari atasan atau pimpinan, sehingga dalam melakukan pemeriksaan
hanya bersifat pendataan dan kelengkapan data tanpa memperhatikan SOP pengawasan.
Perlu adanya perhatian yang serius untuk meningkatkan penghasilan pengawas kapal perikanan di PPSNZJ supaya kinerja mereka dapat maningkat.
Disamping itu, perlu pembentukan mental yang kuat mengenai tanggung jawab pekerjaan sebagai pengawas perikanan.
6.1.7 Ketersediaan anggaran biaya
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor ketersediaan anggaran biaya nilainya 2,75 yang artinya masih kurang mendukung pengawasan. Hal ini
disebabkan oleh, penggunaan dan realisasi anggaran biaya, masih terdapat sisa anggaran tiap tahunnya, sehingga keduanya tidak dan kurang memberikan
dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas. Kesiapan anggaran sering terlambat turunnya, sehingga tidak memberikan dukungan yang maksimal
terhadap kinerja pengawas di PPSNZJ.
90
Biaya pengawasan merupakan masalah penting yang harus diperhatikan agar
pengawasan tetap dapat dilaksanakan, pengawasan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yaitu untuk mengawasi
tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang perikanan. Akibat ketidakoptimalan pengawasan perikanan, negara mengalami kerugian yang
mencapai US 2– 4 milliar per tahun akibat praktek illegal fishing. Perlu adanya tindakan guna menekan praktek illegal fishing. Harapan ini dapat dicapai apabila
pengawas mampu bekerja secara optimal yang didukung dengan ketersediaan anggaran biaya pengawasan yang sesuai, sehingga dapat digunakan untuk
membiayai pelaksanaan pengawasan perikanan secara berkesinambungan. Alokasi anggaran biaya pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005
meliputi penyiapan operasional, pemeliharaan, sistem dan sarana prasarana pengawasan, operasional pengawasan sumberdaya ikan, pengembangan sistem
pengawasan berbasis masyarakat, dan pentaatan dan penegakan hukum.
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut. Tabel 14 Alokasi anggaran pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005
No Kegiatan Jumlah
Rp
1 Penyiapan operasional, pemeliharaan, sistem dan
sarana prasarana pengawasan 532.100.000,-
2 Operasional Pengawasan Sumberdaya Ikan
63.800.000,- 3
Pengembangan Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat
62.100.000,- 4
Pentaatan dan Penegakan Hukum 82.000.000,-
Jumlah 740.000.000,-
Sumber : UPT PPSNZJ, 2006 Realisasi anggaran biaya tersebut di atas pada tanggal 31 Desember 2005
sebesar Rp. 651.782.765,- 88,08 , yang berarti sisa anggaran sebesar Rp 88.217.205 atau 11.92 . Hal ini terjadi karena keterbatasan tenaga dan waktu
membuat realisasi anggaran tersebut. Sisa anggaran terjadi pada berbagai kegiatan
seperti disajikan pada Tabel 15.
91
Tabel 15 Realisasi anggaran pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005 No Kegiatan Realisasi
Rp Sisa
Rp
1 Penyiapan operasional,
pemeliharaan, sistem dan sarana prasarana pengawasan
513.829.115,- 18.270.885,- 2
Operasional pengawasan sumberdaya ikan 37.351.150,- 26.448.850,-
3 Pengembangan sistem
pengawassan berbasis masyarakat
42.027.000,- 20.073.000,- 4
Pentaatan dan penegakan hukum 58.575.500,- 23.424.500,-
Jumlah 651.782.765,- 88.217.235,-
Sumber : UPT PPSNZJ, 2006
Anggaran biaya pengawasan dilihat dari faktor jumlah anggaran sudah baik atau mendukung aktivitas pemeriksaan, akan tetapi dilihat dari realisasi dan
kesiapan anggaran kurang mendukung aktivitas pemeriksaan Gambar 17. Realisasi dan kesiapan anggaran masih menjadi kendala dalam mendukung
kegiatan pengawasan. Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan analisa data sekunder, masih terdapat sisa anggaran tiap tahunnya, sehingga keduanya tidak
dan kurang memberikan dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas. Kesiapan anggaran sering terlambat turunnya, sehingga tidak memberikan
dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas di PPSNZJ. Perlu penetapan anggaran dan untuk pengawasan yang baru dan sesuai dengan kebutuhan, supaya
kinerja pengawas dapat optimal dan ketersediaan dana juga harus selalu ada. Perencanaan pengalokasian dana juga perlu diperbaiki, supaya dana yang ada
dapat digunakan semua secara optimal.
6.1.8 Sarana prasarana
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor sarana dan prasarana nilainya 2,5 yang artinya masih kurang mendukung pengawasan. Hal ini disebabkan oleh,
sarana prasarana yang ada kondisinya kurang dan anggaran biaya operasional masih kurang.
Sarana prasarana sangat penting untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pengawasan yang optimal. Pada umumnya sarana prasarana yang diperlukan
pengawas dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan diantaranya alat barcode, sinar ultraviolet, kaca pembesar, alat pengukur jaring, meteran, camera,
form LBP dan LLO, kendaraan motor roda dua, speed boad, pos pengawasan, darmaga spead boad, dan sebagainya. Fasilitas sarana prasarana pengawasan di
PPSNZJ dapat dilihat pada Tabel 16.
92
Tabel 16 Fasilitas sarana prasarana pengawasan di PPSNZJ tahun 2005 No Sarana
Prasarana Jumlah buah Keterangan
1 Barcode 2
Baik 2 Sinar
ultraviolet 2
Baik 3 Kaca
pembesar 2
Baik 4
Alat pengukur jaring 1
Baik 5 Meteran
50 m
1 Baik
6 Form LBP dan SLO
1500 Baik
7 Kendaraan roda dua
1 Baik
8 Kendaraan roda
empat 1
Baik 9
Spead boad 1 Baik
10 Pos pengawasan
1 Baik
11 Darmaga spead boad
1 Baik 12 Mess
ABK 1
Baik 13 Ruang
tahanan 1
Baik 14 Kantor
pengawasan 1
Baik Sumber : Data Primer, 2006
Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait memberikan informasi bahwa jumlah sarana dan prasarana yang ada kurang mampu dalam
menunjang kinerja pengawas. Hal ini terkait dengan jumlah dan kecanggihan alat yang digunakan, meskipun sarana yang ada sudah cukup lengkap. Hal ini
disebabkan operasional sarana prasarana tidak menunjang kinerja pengawas karena jarang difungsikan. Penggunaannya hanya sesekali saja. Begitu juga
dengan cara dan biaya pemeliharaan sarana prasarana tidak menunjang kinerja pengawas. Hal ini dikarenakan biaya pemeliharaan sarana prasarana yang kecil
dan pemeliharaan sarana prasarana tidak dilakukan sebagaimana mestinya, sehingga terdapat sarana prasarana yang kurang baik kondisinya.
Perlu pendataan ulang mengenai sarana prasarana yang rusak dan belum lengkap, yang nantinya akan diperbaiki dan dilengkapi. Penyusunan dan
perencanaan anggaran operasional juga sangat penting dilakukan, guna mendukung kelancaran aktivitas pemeriksaan.
93
6.1.9 Hukum dan kelembagaan
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor hukum dan kelembagaan nilainya 3,00 yang artinya kurang mendukung aktivitas pengawasan. Begitu juga
dilihat dari faktor jumlah pengawas nilainya 2,5 yang artinya masih kurang mendukung aktivitas pengawasan. Keberadaan hukum yang ada sebenarnya sudah
mampu memberikan landasan petugas dalam melakukan pengawasan, tetapi dengan adanya sumberdaya manusia petugasnya yang terbatas dan
pengetahuannya yang masih relatif kurang menyebabkan kinerja pengawas masih kurang baik.
Dukungan hukum dan kelembagaan mutlak diperlukan dalam mengefektifkan pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di pelabuhan perikanan.
Diperlukan suatu dukungan hukum bersifat mengikat dan wajib diindahkan yang menjadi dasar pelaksanaan pengawasan di lapangan, sehingga secara hukum dapat
dibenarkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kelembagaan pengawas merupakan hal yang penting untuk kelancaran
pelaksanaan pengawasanan sumberdaya kelautan dan perikanan. Untuk mencapai tujuan pengawasan sangat ditentukan oleh dukungan kelembagaan yang ada.
Selama ini kelembagaan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan masih melekat dalam struktur organisasi pelabuhan perikanan atau di Dinas Kelautan
dan Perikanan setempat dan UPT. Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait memberikan
penilaian bahwa dasar hukum pengawas dan kewenangannya sangat mendukung kinerja pengawas di PPSNZJ. Sedangkan SOP pengawasan, struktur organisasi
pengawas, pembinaan pengawas, dan jenjang karir pengawas masih kurang memadai dalam meningkatkan kinerja pengawas. Pembinaan pengawas yang
jarang dilakukan, mengakibatkan kemampuan dan semangat dari pengawas yang rendah. Begitu juga dengan jenjang karir pengawas yang kurang memberikan
harapan kehidupan di masa depan, mengakibatkan kinerja pengawas menjadi rendah. Perlu adanya penetapan mengenai pembinaan dan jenjang karir pengawas
kapal perikanan di PPSNZJ yang menjanjikan guna menjaga motivasi mereka untuk bekerja lebih baik.
94
6.1.10 Jumlah pengawas
Jumlah pengawas kapal perikanan di PPSNZJ kurang mendukung peningkatan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Kondisi ini dapat
dilihat dari jumlah kapal dengan jumlah pengawas tidak sebanding dengan jumlah kapal yang merapat, sehingga menurunkan motivasi karena beban kerja yang tidak
sebanding dengan imbalan yang diterima baik berupa materi maupun prestasi. Dilihat dari jumlah kapal yang berpangkalan di PPSNZJ tidak sebanding dengan
jumlah pengawas, yang seharusnya satu orang dibanding tujuh kapal Ditjen PSDKP, 2005 dan kenyataannya di PPSNZJ adalah satu orang dibanding sepuluh
kapal. Disamping itu penilaian prestasi kerja bagi pengawas sampai sekarang belum dirasakan oleh pengawas dan belum mendapat jaminan sosial yang layak.
Mengingat jumlah kapal masuk dan keluar pelabuhan yang diperiksa oleh pengawas tidak sebanding, maka pengawas dalam melakukan tugasnya tidak
sepenuhnya mengutamakan unsur-unsur prosedur dan mekanisme pengawasan. Jumlah pengawas yang kurang mengakibatkan ada waktu tertentu yang
dalam pelaksanaan pengawasan kurang optimal. Sebagai contoh, jika kapal datang sore hari dan pengawas kapal ingin pulang terkait jam kerja maka pengawasan
hanya dilakukan sekedarnya saja. Kondisi inilah yang menyebabkan ketidakoptimalan kinerja pengawas di PPSNZJ. Perlu penambahan pengawas
kapal perikanan di PPSNZJ guna meminimalkan pelanggaran akibat ketidakseriusan pengawas kapal perikanan dalam melakukan pemeriksaan.
6.1.11 Dukungan stakeholder dan instansi terkait
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor dukungan stakeholder dan instansi terkait nilainya 2,42 yang artinya keberadanya tidak mendukung aktivitas
pengawasan. Kondisi ini disebabkan, stakeholder dan instansi terkait belum sadar dalam mendukung pengawasan.
Partisipasi stakeholder
di PPSNZJ dapat terbangun atas prakarsa pengawas perikanan dan didukung kepala pelabuhan serta intansi terkait di pelabuhan
syahbandar, POLRI, imigrasi kamtib, sehingga lembaga nelayan dan pemilik kapal perikanan menerima dan mengikutinya. Partisipasi HNSI dan pemilik kapal
serta nakhoda kapal terbangun karena adanya kewenangan pengawas dalam memberikan SLO kapal perikanan sebagai syarat penerbitan SIB dari syahbandar.
95 Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait mamberikan
informasi bahwa sebagian stakeholder yang ada tidak mampu mendukung kinerja pengawas. Sebagai contoh, banyak dari nakhoda yang tidak mengisi LBP
sehingga keberadaan nakhoda tidak mendukung kinerja pengawas.Hal ini disebabkan kesadaran nakhoda atau pemilik kapal yang masih rendah. Kepala
pelabuhan juga jarang sekali memberikan motivasi dan perhatian kepada pengawas. Keberadaan HNSI juga kurang membantu dalam pengawasan kapal
perikanan. Tetapi ada juga stakeholder yang mampu mendukung kinerja pengawas, seperti halnya keikutsertaan POLRI dalam membantu pengawas dalam
memeriksa kapal perikanan. Dukungan stakeholer di pelabuhan sangat menentukan efektifitas
pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di pelabuhan, dan pada gilirannya akan menumbuhkan partisipasi masyarakat secara lebih luas. Selanjutnya agar
partisipasi dukungan stakeholder dapat terwujud secara proporsional perlu diciptakan sistem partisipasi dukungan melalui langkah-langkah yang harus
dilakukan antara lain : 1 Membangun persepsi masyarakat terutama stakeholder terkait tentang
kebijakan pengawasan kapal perikanan, melalui langkah sosialisasi secara terus menerus dengan berbagai bentuk dan kesempatan dengan tujuan
menjelaskan maksud dan tujuan serta manfaatnya bagi masyarakat saat ini dan masa yang akan datang dalam rangka menjaga kelestarian sumberdaya
kelautan dan perikanan. 2 Membangun kemauan para stakeholder terutama yang berkaitan langsung,
dalam pelaksanaan kebijakan pengawasan kapal perikanan dengan cara menumbuhkan motivasi sesuai kebutuhannya.
3 Membangun kemampuan para stakeholder agar dapat mengekspresikan kemauannya, dalam bentuk partisipasi aktif, dilakukan dengan cara penjelasan
tentang teknis pengawasan kapal perikanan, yaitu pemeriksaan dokumen dan fisik kapal dan tentang bentuk partisipasi dan cara berpartisipasi.
Membangun kondisi lingkungan yang kondusif agar para stakeholder terdorong untuk partisipasi aktif dalam pengawasan kapal perikanan, kondisi
lingkungan yang dimaksud antara lain kondisi kelembagaan, perangkat hukum, dukungan sumberdaya pengawas perikanan, biaya tersedia memadai, sarana
memadai dan waktu.
96
Secara umum, kinerja pengawas di PPSNZJ dilihat dari 10 faktor yang ada masih kurang baik
. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kekurangan kinerja pengawas di PPSNZJ baik dari faktor internal dan eksternal.
Untuk itu, perlu dirumuskan alternatif jalan keluar supaya pengawasan oleh petugas di PPSNZJ berjalan optimal.
6.2 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Menentukan Tingkat Kinerja Pengawas Perikanan