struktur ini, mereka akan menuju ke level eksekutif perusahaan. GE menerapkan kebijakan bahwa setidaknya 80 dari eksekutif puncak merupakan Black Belt
atau Master Black Belt. Dengan demikian, di GE Six Sigma dapat diterapkan secara berkelanjutan, terintegrasi dengan budaya kerja perusahaan dan menjadi
bagian dari sistem promosi pekerja. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa penerapan Six Sigma di
PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk masih memerlukan perbaikan. Perbaikan yang penting antara lain adalah penambahan jumlah Green Belt dan Black Belt
yang ada, penambahan pelatihan bagi Green Belt dan Black Belt, dan integrasi mekanisme proyek dengan sistem promosi. Dalam kaitannya dengan perbaikan
motivasi karyawan, perbaikan penerapan metode Six Sigma akan berpengaruh terhadap meningkatnya motivasi karyawan. Peningkatan ini karena dengan
perbaikan penerapan Six Sigma, karyawan akan berupaya untuk memenuhi kebutuhannya untuk mewujudkan diri. Tentunya, sebelumnya perusahaan harus
terlebih dahulu mengubah model perilaku organisasi yang ada, menjadi model perilaku organisasi suportif yang lebih cocok untuk landasan penerapan metode
Six Sigma . Keseluruhan perbaikan tersebut harus berjalan secara simultan dan
seimbang.
B. PENGUJIAN ALAT UKUR
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, kuesioner yang digunakan merupakan alat ukur yang valid. Dari uji tersebut menunjukan bahwa setiap
pertanyaan pada kuesioner sudah reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.
Jumlah pertanyaan setiap variabel adalah : variabel pertama tingkat motivasi terdiri dari 14 pertanyaan, variabel kedua tingkat kompensasi terdiri
dari 5 pertanyaan, variabel ketiga suasana kerja dan variabel keempat hubungan kerja masing-masing terdiri dari 6 pernyataan. Untuk variabel tingkat penerapan
Six Sigma dalam perusahaan terdiri dari 14 pernyataan. Seluruh pernyataan dari
setiap variabel tersebut reliabel dan valid.
C. ANALISIS VARIABEL PENELITIAN
Usaha untuk mengetahui kondisi karyawan tentang keempat variabel tersebut dilakukan dengan menanyakan penilaian atau tanggapannya terhadap
pernyataan-pernyataan yang tercakup dalam keempat variabel. Pengukuran terhadap penilaian atau tanggapan karyawan pada setiap pernyataan
menggunakan pengukuran skala Likert dengan enam variasi nilai, dimulai dari angka terendah, satu sampai angka tertinggi, enam. Pengukuran yang sama
dilakukan pula pada tingkat penerapan Six Sigma. Tingkat penerapan Six Sigma dalam perusahaan dihubungkan dengan setiap variabel yang menjadi sumber
motivasi. Nilai pada setiap variabel empat variabel sumber motivasi dan variabel
tingkat penerapan Six Sigma diperoleh dengan menjumlahkan nilai-nilai pada setiap pernyataan yang tercakup dalam variabel yang dimaksud. Selanjutnya nilai
variabel tingkat motivasi diperoleh dari kumulatif nilai kempat variabel sumber motivasi tingkat motivasi pribadi, tingkat kompensasi, suasana kerja dan
hubungan kerja. Penghitungan nilai dengan cara ini digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat penerapan Six Sigma pada tingkat motivasi karyawan.
Analisis dilakukan pada setiap variabel tunggal variabel tingkat motivasi pribadi, tingkat kompensasi, suasana kerja, hubungan kerja dan tingkat motivasi
serta tingkat penerapan Six Sigma. Berikut analisis terhadap variabel tunggal. Karyawan PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk memiliki tingkat motivasi
pribadi yang rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5, sebanyak 24 atau 68,6 karyawan memiliki tingkat motivasi pribadi yang rendah. Sisanya hanya sebesar
11 atau 31,4 adalah karyawan dengan motivasi pribadi yang tinggi.
Tabel 5. Tingkat Motivasi Pribadi Karyawan PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk.
Tingkat Motivasi Pribadi Frekuensi
Persentase Rendah
24 68,6
Tinggi 11
31,4
Total
35 100
Dalam Flippo 1994 dinyatakan bahwa karyawan dapat dimotivasi dengan memperhatikan kebutuhannya. Hal-hal yang dibutuhkan karyawan
misalnya adalah uang, jaminan pekerjaan, suasana kerja yang menyenangkan, penghargaan dan pujian, kesempatan untuk maju serta kondisi kerja yang baik.
Sedangkan teori Maslow menyatakan tingkatan kelompok kebutuhuan manusia yang berperan dalam memotivasi seseorang. Kelompok-kelompok kebutuhan
tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan esteem atau harga diri, dan kebutuhan untuk aktualisasi
diri. Bila satu tingkat kebutuhan sudah terpenuhi, maka seseorang akan bergerak untuk mencari pemenuhan tingkat kebutuhan berikutnya. Pada saat tingkat
kebutuhan selanjutnya tidak tercapai, secara psikologis, pekerja akan bekerja kurang optimal.
Sementara itu, karyawan menilai bahwa tingkat kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan sudah tinggi. Dari 35 karyawan, hanya 12
karyawan atau 34,3. Sisanya, sebesar 65,7 menilai bahwa perusahaan sudah memberikan kompensasi yang tinggi kepada karyawan. Kompensasi yang
diberikan berupa gaji yang tinggi, fasilitas yang memadai dan tunjangan. Persepsi responden mengenai tingkat kompensasi di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Tingkat Kompensasi Karyawan
Tingkat Kompensasi Frekuensi
Persentase Rendah
12 34,3
Tinggi
23 65,7
Total 35 100
Secara umum, PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk telah mememnuhi kebutuhan finansial pekerjanya. Kompensasi yang diberikan perusahaan meliputi
gaji pokok, tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, pesangon dan bonus. Diberikan pula fasilitas makan siang bagi pekerja. Dengan demikian, kebutuhan
dasar pekerja dipenuhi oleh perusahaan. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa dengan terpenuhinya
kebutuhan dasar ini, pekerja akan bergeser untuk mencari pemenuhan kebutuhannya yang selanjutnya, dan kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan untuk mengubah model perilaku perusahaan dan meningkatkan motivasi pekerjanya.
Bila dianalisis, salah satu penyebab rendahnya motivasi internal pekerja adalah karena pekerja merasa tidak tertantang dalam bekerja. Pekerja mencari
keamanan finansial dan hal itu sudah terpenuhi oleh perusahaan. Selanjutnya pekerja berupaya untuk memenuhi kebutuhan sosialnya, dan hal ini harus
difasilitasi oleh manajemen agar tingkat motivasi pekerja kembali tinggi. Karyawan di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk merasakan suasana
kerja yang kondusif, namun karyawan yang lain merasakan suasana kerja yang kurang kondusif. Berdasarkan Tabel 7, terdapat 14 atau 40 karyawan
merasakan yang tidak kondusif, sedangkan sebagian besar karyawan yaitu 60 merasakan suasana kerja yang kondusif untuk bekerja.
Tabel 7. Distribusi Tingkat Penilaian Karyawan terhadap Suasana Kerja di PT GOODYEAR INDONESIA Tbk
Suasana Kerja Frekuensi
Persentase Tidak Kondusif
14 40,0
Kondusif
21 60,0
Total
35 100
Suasana kerja dikatakan kondusif jika secara fisik memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, keadaan ruang kerja dan fasilitas penunjangnya memenuhi
standar kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja. Kedua, pekerja dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaannya, dimana
peralatan tersebut memenuhi persyaratan keselamatan kerja. Ketiga, bila paparan polusi di ruang kerja tidak terhindarkan, pekerja dilengkapi dengan sarana untuk
meminimalkan gangguan dalam bekerja. Keempat, keamanan lingkungan kerja terjamin. Berdasarkan persyaratan diatas, dari pengamatan yang dilakukan di
ruang kerja adalah perusahaan sudah berupaya memenuhi standar keselamatan kerja. Walaupun demikian, pekerja merasa peralatan yang digunakan kurang
bersifat ergonomis, dalam artian cukup melelahkan untuk dipakai. Responden juga menyatakan bahwa fasilitas yang ada, terutama untuk fasilitas umum seperti
kamar kecil dan mushola perlu ditingkatkan kebersihannya. Dalam hubungannya dengan jenis pekerjaan, responden berpendapat
bahwa pada umumnya pekerjaan mereka menyenangkan dan memuaskan. Responden juga menyatakan bahwa mereka mendapat rasa aman dengan adanya
jaminan masa depan. Dengan demikian, sebagian besar responden menyatakan bahwa suasana kerja di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk cukup kondusif
Bedasarkan Tabel 8 diketahui bahwa dari 35 karyawan terdapat 20 karyawan atau sebesar 57.1 karyawan menyatakan bahwa hubungannya dengan
pimpinan dan sesama karyawan kurang baik. Persentase tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan persentase karyawan yang menyatakan bahwa
hubungannya baik-baik saja baik dengan pimpinannya maupun dengan sesama karyawan.
Tabel 8. Distribusi Tingkat Penilaian Karyawan terhadap hubungan Kerja di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk
Hubungan Kerja Frekuensi
Persentase Kurang Baik
20 57,1
Baik 15 42,9
Total
35 100
Responden menyatakan bahwa umumnya hubungan mereka dengan atasan kurang baik secara profesional dan secara pribadi. Hal ini dapat dimengerti,
karena dengan model kustodial yang diterapkan perusahaan, pekerja akan lebih memiliki ketergantungan terhadap perusahaan, daripada terhadap atasan. Karena
ketergantungan pekerja lebih tinggi pada organisasinya, tidak ada rasa saling memerlukan yang besar dari pekerja. Tentunya hal ini tidak berarti bahwa peran
atasan tidak penting dalam organisasi. Alasan lain yang dapat dikemukakan adalah karena atasan tidak
memenuhi kebutuhan pekerja untuk dukungan dan penghargaan personal. Dalam Newstrom dan Davis 1995 dinyatakan bahwa kurangnya dukungan dan
penghargaan serta pendekatan yang bersifat personal dari atasan dapat mengakibatkan penurunan motivasi dan penurunan kinerja. Dengan demikian,
perusahaan dan atasan secara langsung dapat mengubah pendekatan terhadap bawahan mereka menjadi lebih personal, dan lebih memperhatikan kebutuhan
personal pekerja. Dalam hubungannya dengan rekan kerja, umumnya responden menilai
bahwa secara pribadi hubungan mereka cukup baik. Namun, dalam hubungan kerja profesional responden menyatakan bahwa hubungan mereka masih perlu
ditingkatkan. Hal ini merupakan salah satu ciri dan akibat dari pola perilaku organisasi kustodial, dimana karyawan memperlihatkan kerjasama yang bersifat
pasif saja Newstrom dan Davis, 1995. Karena tidak mendapatkan kerjasama yang aktif, maka pekerja merasa hubungan profesional mereka dengan rekan kerja
kurang baik. Kerjasama aktif adalah kondisi dimana pekerja saling mendukung dan saling membantu dengan inisiatif sendiri dan untuk kemajuan bersama.
Dari keempat variabel di atas, diberikan gambaran bahwa tingkat kompensasi yang diterima karyawan dinilai sudah tinggi oleh karyawan dan
suasana kerja di perusahaan juga dirasakan sudah kondusif. Namun demikian, dua
variabel lainnya yaitu tingkat motivasi pribadi dan hubungan kerja karyawan dengan pimpinan maupun dengan sesama karyawan menunjukkan hal yang
berlawanan. Tingkat motivasi pribadi karyawan masih rendah begitu pula dengan hubungan kerja karyawan dengan pimpinan maupun dengan sesama karyawan
masih kurang baik. Dari kondisi tersebut, dapat dikatakan bahwa perilaku organisasi yang ada
di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk kurang cocok dengan sebagian besar pegawai yang menjadi responden. Terlihat bahwa perusahaan menerapkan model
perilaku organisasi custodial yang menekankan pada keamanan finansial pekerja. Sebagai akibatnya, pekerja menjadi kurang termotivasi secara internal untuk
bekerja maksimal. Mengingat model yang diterapkan sudah kurang sesuai, maka sebaiknya perusahaan mempertimbangkan untuk mengubah model perilaku
organisasi yang ada mejadi model suportif, untuk kemudian bergeser menggunakan model kolegial sebagai dasar untuk dapat mengaplikasikan Six
Sigma secara optimal.
Namun demikian, secara umum tingkat motivasi karyawan di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk yang dilihat dari keempat variabel tersebut
sudah tinggi. Dari 35 karyawan, hanya 15 karyawan atau 42,9 memiliki motivasi yang rendah, sedangkan sisanya sebanyak 57,1 memiliki motivasi
yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 9. Tabel 9. Distribusi Tingkat Motivasi Kerja Karyawan PT GOODYEAR
INDONESIA, Tbk
Tingkat Motivasi Frekuensi Persentase
Rendah 15 42,9
Tinggi
20 57,1
Total 35 100
D. KORELASI RANK SPEARMAN