Pelaksanaan Asuransi Sosial Pada PT. Jasa Raharja (Persero) cabang Medan Terhadap Korban Kecelakaan Penumpang Dalam Lalu Lintas Pengangkutan Darat

(1)

PELAKSANAAN ASURANSI SOSIAL PADA PT JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG MEDAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PENUMPANG

DALAM LALU LINTAS PENGANGKUTAN DARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA HUKUM

HARRY F.G. SARAGI OLEH

NIM : 050200327

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

Pengangkutan memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena pengangkutan berpengaruh pada aspek kehidupan manusia. Aspek kehidupan manusia tersebut berupa aspek hukum dalam pengoperasian dan pelaksanaan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban dan tanggung-jawab serta perasuransian apabila terjadi kecelakaan. Banyaknya kendaraan bermotor angkutan penumpang umum di sektor perhubungan darat tidak diragukan lagi sangat memperlancar dan mempermudah hubungan antara suatu tempat dengan tempat lain, khususnya pada masa sekarang ini. Akan tetapi dampak negatif juga muncul akibat perkembangan jumlah kendaraan bermotor yang demikian pesat, sehingga sering menimbulkan kecelakaan dan bahkan tidak jarang menimbulkan korban jiwa.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah ruang lingkup pertanggungan PT asuransi kerugian Jasa Raharja (Persero) terhadap korban kecelakaan penumpang, dan bagaimana penentuan besarnya santunan asuransi serta bagaimana proses pengajuan santunan hingga penyelesaian kerugian yang dilakukan oleh PT asuransi kerugian Jasa Raharja (persero). Metode penulisan skripsi ini menggunakan metode

yuridis normatif dan yuridis empiris, jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, sedangkan metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab hukum PT asuransi keugian Jasa Raharja (persero) terhadap korban kecelakaan penumpang yang mengakibatkan luka-luka, cacat tetap atau meninggal dunia akan diberi ganti rugi berupa santunan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang jo Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 sebagai peraturan pelaksanaannya yaitu meninggal dunia maksimal biaya santunan sebesar Rp.25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), cacat tetap maksimal biaya santunan sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dan biaya rawatan maksimal Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah) serta biaya penguburan sebesar Rp.2.000.000 (dua juta rupiah).

1. Asuransi Sosial Kata kuncinya :

2. Kecelakaan penumpang 3. Pengangkutan Darat


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan karunia yang begitu besar kepada Penulis sehingga skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Asuransi Sosial Pada PT Jasa Raharja (Persero) cabang Medan Terhadap Korban Kecelakaan Penumpang Dalam Lalu Lintas Pengangkutan Darat” dapat terselesaikan. Sejalan dengan penyelesaian skripsi ini begitu banyak hikmah yang penulis terima terutama dalam hal kesabaran, ketekunan dan penyerahan diri kepada Tuhan. Disiplin dan kesabaran untuk memahami orang lain, kemampuan berpikir dan daya nalar, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini merupakan pengalaman berharga yang tidak terlupakan.

Penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki selama penulis menyeleasikan skripsi dan selama melakukan penelitian sehingga proses penyelesaian skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang memberi bantuan moril dan materiil serta berbagi kemudahan fasilitas bahkan doa yang tulus dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Tan Kamello, SH,. M.S, selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Nurmalawaty,S.H.,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Zaidar,S.H,, M.Hum selaku Dosen Wali yang telah membimbing penulis dalam akademik dari semester awal sampai dengan semester akhir.


(4)

5. Bapak M Siddik, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam membimbing, memberi waktu, sumbangan pikiran, tenaga dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan baik.

6. Bapak Mulhadi, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam membimbing, member waktu, sumbangan pikiran, tenaga dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan baik.

7. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan mengajar penulis selama perkuliahan.

8. PT Jasa Raharja (persero) cabang Medan yang menyediakan waktu dan tempat buat penulis dalam melakukan riset ataupun penelitian dan juga semua staf khususnya bagian pembinaan dan bagian pengawasan yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. khususnya Bapak Saptana selaku Inspektur dua dalam PT Jasa Raharja (persero) yang bersedia memberikan data-data dan wawancara secara langsung

9. Orangtuaku tercinta Papaie M. Saragi dan Mamaie S. Br Siahaan serta Abang Collin, Kakak Marida dan Kakak Menta Serta Kakak Masti atas kasih dan doanya untuk penulis. 10 Penulis juga berterima kasih kepada orang-orang yang saya kasihi keluarga besar

hukum 2005 dan teman-teman lainnya yang tidak disebutkan, semoga Tuhan Yesus memberkati kalian.

11. Penulis juga tidak lupa untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman di Fakultas Hukum yang telah memberikan dorongan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(5)

Akhirnya semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama adik-adik di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juni 2009


(6)

DAFTAR ISI

Abstrak ……….. i

Kata Pengantar ……… ii

Daftar Isi ……… iii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ………. 1

B.Perumusan Masalah ………. 5

C.Tujuan Penelitian ………. 6

D.Tinjauan Kepustakaan ……….. 7

E.Metode Penulisan ………. 12

F. Sistematika Penulisan ……….. 13

G.Keaslian Penulisan ……… 15

BAB II Tinjauan Umum Tentang Asuransi A.Pengertian Asuransi ……….. 16

B.Jenis-jenis Asuransi ……….. 21

C.Pengaturan Hukum Asuransi ……… 26

D.Pihak-pihak Dalam Asuransi ……… 31

E.Tujuan Asuransi ………. 34

BAB III Tinjauan Hukum Asuransi Sosial Pada PT Jasa Raharja A.Pengertian Asuransi Sosial ………. 40


(7)

C.Sejarah PT Jasa Raharja ………. 51 D.Peranan PT Jasa Raharja Terhadap Korban Kecelakaan Penumpang … 54

E.Dasar Hukum Asuransi Kecelakaan ……… 57

BAB IV Pelaksanaan Asuransi Sosial pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Medan Terhadap Korban Kecelakaan Penumpang Dalam Lalu Lintas Pengangkutan Darat

A.Ruang Lingkup Pertanggungan Asuransi Kecelakaan Penumpang Pada PT Jasa

Raharja ………... 61

B.Penentuan Besarnya Ganti Rugi Yang Diterima Dari PT Jasa Raharj ….. 64 C. Proses Pengajuan Ganti Kerugian Kepada PT Jasa Raharja ……… 66 D.Penyelesaian Kerugian Asuransi Kecelakaan Penumpang Oleh PT Jasa Raharja

……… 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ……… 75

B.Saran ……….. 77

Daftar Pustaka Lampiran - Lampiran


(8)

ABSTRAKSI

Pengangkutan memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena pengangkutan berpengaruh pada aspek kehidupan manusia. Aspek kehidupan manusia tersebut berupa aspek hukum dalam pengoperasian dan pelaksanaan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban dan tanggung-jawab serta perasuransian apabila terjadi kecelakaan. Banyaknya kendaraan bermotor angkutan penumpang umum di sektor perhubungan darat tidak diragukan lagi sangat memperlancar dan mempermudah hubungan antara suatu tempat dengan tempat lain, khususnya pada masa sekarang ini. Akan tetapi dampak negatif juga muncul akibat perkembangan jumlah kendaraan bermotor yang demikian pesat, sehingga sering menimbulkan kecelakaan dan bahkan tidak jarang menimbulkan korban jiwa.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah ruang lingkup pertanggungan PT asuransi kerugian Jasa Raharja (Persero) terhadap korban kecelakaan penumpang, dan bagaimana penentuan besarnya santunan asuransi serta bagaimana proses pengajuan santunan hingga penyelesaian kerugian yang dilakukan oleh PT asuransi kerugian Jasa Raharja (persero). Metode penulisan skripsi ini menggunakan metode

yuridis normatif dan yuridis empiris, jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, sedangkan metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab hukum PT asuransi keugian Jasa Raharja (persero) terhadap korban kecelakaan penumpang yang mengakibatkan luka-luka, cacat tetap atau meninggal dunia akan diberi ganti rugi berupa santunan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang jo Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 sebagai peraturan pelaksanaannya yaitu meninggal dunia maksimal biaya santunan sebesar Rp.25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), cacat tetap maksimal biaya santunan sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dan biaya rawatan maksimal Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah) serta biaya penguburan sebesar Rp.2.000.000 (dua juta rupiah).

1. Asuransi Sosial Kata kuncinya :

2. Kecelakaan penumpang 3. Pengangkutan Darat


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia selalu berusaha untuk memperoleh kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam mencapai kesejahteraan tersebut manusia selalu dihadapkan kepada sesuatu hal yang tidak pasti dimana manusia hanya bisa merencanakan dan berusaha mendapatkan kesejahteraan tersebut. Oleh karena banyaknya hal-hal yang mungkin terjadi yang dianggap sebagai risiko baik yang berasal dari alam maupun yang berasal dari orang lain maka manusia berusaha untuk mencegah atau setidak-tidaknya mengalihkan risiko yang dihadapinya karena manusia tidak ingin menderita kerugian.

Di Indonesia, setiap warga negara diberikan jaminan dan perlindungan untuk mendapatkan kesejahteraan sesuai dengan Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945, sehingga setiap risiko yang terjadi di dalam masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah, hal ini merupakan pemikiran sosial. Namun melihat keadaan keuangan negara yang belum mampu untuk menanggung semua risiko yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, maka pemerintah memberikan jaminan sosial yang merupakan asuransi wajib bagi setiap orang. Pada umumnya asuransi sosial meliputi jaminan keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja dan pemeliharaan kesehatan.

Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa yang dapat dilakukan melalui pengangkutan darat, laut dan udara, untuk mengangkut orang dan barang. Mustahil bila ada suatu usaha pemasaran yang mengabaikan segi pengangkutan ini, disamping mengenai pengangkutan benda-benda tersebut yang diperlukan di


(10)

tempat-tempat tertentu dalam keadaan yang lengkap dan utuh serta tepat pada waktunya, tetapi juga mengenai pengangkutan orang-orang yang memberikan perantaraan pada pelaksanaan pengangkutan.1

Pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat pada baik mengenai benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. Perkembangan peradaban manusia, khususnya dalam bidang teknologi telah membawa peradaban manusia kedalam suatu sistem transportasi yang lebih maju dibandingkan dengan era sebelumnya. Perkembangan tersebut disamping membawa manfaat bagi pemakai jasa perhubungan berupa kemudahan dan kenyamanan juga menimbulkan berbagai dampak negatif antara lain berupa kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan penumpang akibat alat pengangkutan umum yang mengalami musibah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.2

Sejak tahun 2008 hingga pertengahan tahun 2009, kecelakaan lalulintas di Medan telah merenggut nyawa 321 orang dengan kerugian materi Rp 306.260.000 (tiga ratus enam juta dua ratus enam puluh ribu rupiah). Hal itu diungkapkan Kasat Lantas Poltabes Medan Kompol Sabilul Alif, Jumat (31/7) sore. Disebutkannya, angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas di

Dirlantas Polda Sumut, Kombes Frans Falayukan mengatakan, displin masyarakat Sumut berlalulintas sangat buruk sehingga kasus kecelakaan lalu lintas cenderung meningkat tiap tahun. Disebutkannya, data tahun 2006 mencatat angka kecelakaan lalulintas sekitar 1.000 kasus dengan jumlah korban meninggal sekitar 2.000-an orang. Tahun 2007, persentasi kasus kecelakaan bertumbuh yakni sekitar 1.000-1.200 kasus dengan jumlah korban sekitar 3.000 orang, sedangkan tahun 2008 hingga Oktober, sudah mencapai 1.500 kasus dengan jumlah korban meninggal hampir 5.000 orang.

1

Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda transport, (Medan: USU Press, 2006). hal. 1. 2


(11)

Medan tergolong memprihatinkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Satlantas Poltabes Medan, pada tahun 2008 tercatat 272 jiwa melayang di jalan raya. Sedangkan luka berat sebanyak 978 orang, dengan menimbulkan kerugian materi Rp 306.260.000..3

Pelaksanaan dari Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang adalah dengan pembentukan dana-dana dari masyarakat yang pengumpulannya dengan mengadakan iuran-iuran wajib. Untuk memungut iuran wajib dari para penumpang untuk setiap kali perjalanan ditugaskan kepada pengelola alat pengangkutan umum yang bersangkutan dan biasanya di satukan dengan harga tiket, kemudian iuran wajib yang dipungut itu disetorkan oleh pengangkut kepada PT Jasa Raharja. Supaya penumpang mengetahui bahwa di dalam harga tiket telah termasuk iuran wajib, maka pada halaman depan tiket dicantumkan (dicap) perkataan “termasuk iuran wajib Jasa Raharja” atau cara lain untuk menunjukkan bahwa penumpang yang bersangkutan telah membayar iuran wajib untuk satu kali perjalanan itu.

Melihat banyaknya kecelakaan yang terjadi di Indonesia maka pemerintah membentuk peraturan perundang-undangan untuk meringankan beban yang diderita oleh para korban kecelakaan dengan memberikan santunan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 jo Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Undang-Undang Nomor 34 tahun 1964 jo Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

4

Pengelolaan jaminan sosial oleh PT Jasa Raharja diterapkan sistem gotong royong yang merupakan unsur pokok dari falsafah hidup dan kepribadian bangsa Indonesia. Berpedoman kepada falsafah gotong royong tersebut, maka pemerintah Indonesia menjalankan program jaminan sosial melalui pola mekanisme asuransi sosial.

3

.Irsan, Angka Kecelakaan di Jalan Raya Tiap Tahun Meningkat, dalam http://www.antarasumut.com/tanpa-kategori/angka-kecelakaan-di-jalan-raya-tiap-tahun-meningkat diakses Tanggal 18 Desember 2009

4


(12)

Penerapan undang-undang dan peraturan pelaksananya dipercayakan oleh pemerintah Indonesia kepada PT Jasa Raharja, yang didirikan pada tanggal 28 februari 1981, sebagai hasil pengalihan perusahaan yang semula dikenal sebagai perusahaan umum (perum) asuransi kerugian Jasa Raharja. Misi pokoknya adalah mengelola dana-dana yang dipungut dari penumpang (iuran) dan sumbangan dari para pemilik kendaraan dalam mewujudkan pemberian jaminan sosial kepada masyarakat yang menjadi korban dari kecelakaan lalu lintas, sebagai penumpang kendaraan/alat angkutan umum maupun bukan sebagai penumpang (korban lalu lintas jalan).

Sesungguhnya masih banyak hal-hal yang tidak diketahui tentang asuransi terhadap kecelakaan penumpang sehingga perlu dan merasa tertarik untuk menelaah melalui skripsi ini, disamping itu masih banyak masyarakat awam yang tidak/belum mengetahui peranan dari asuransi kecelakaan penumpang. Mudah-mudahan melalui penulisan skripsi yang singkat ini dapat memberikan sedikit pemahaman tentang asuransi kecelakaan bagi penumpang alat angkutan khususnya di Medan.

B. Perumusan Masalah

Seperti diketahui bahwa setiap penumpang umum baik melalui kendaraan umum, kereta api, pesawat terbang maupun melalui kapal laut untuk setiap perjalanan diwajibkan untuk membayar iuran, iuran wajib tersebut dibayarkan bersama-sama dengan pembayaran karcis atau tiket penumpang dan sebagai bukti telah dibayarnya iuran wajib tersebut penumpang mendapat kupon pertanggungan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan dalam skripsi ini, sebagai berikut :


(13)

1. Bagaimanakah ruang lingkup pertanggungan asuransi kecelakaan penumpang pada PT Jasa Raharja di dalam memberikan pertanggungan apabila terjadi kecelakaan penumpang pada lalu lintas pengangkutan darat.

2. Bagaimanakan penentuan besarnya ganti rugi yang diterima dari PT Jasa Raharja apabila terjadi kecelakaan penumpang serta apakah ada pengaturannya di dalam peraturan perundang-undangan.

3. Bagaimanakah proses pengajuan ganti kerugian yang diterima dari PT Jasa Raharja oleh pihak tertanggung yang berhak mendapatkan biaya ganti rugi tersebut

4. Bagaimanakah penyelesaian tuntutan ganti kerugian asuransi kecelakaan penumpang pada PT Jasa Raharja agar pihak tertanggung dapat menerima ganti rugi secara pasti.

C. Tujuan Penelitian

Banyaknya kecelakaan penumpang yang terjadi di Medan yang selalu meningkat dari tahun-ketahun menyebabkan pentingnya jasa perusahaan asuransi kecelakaan penumpang yaitu PT Jasa Raharja (persero) yang memberikan suatu jaminan asuransi sosial bagi masyarakat yang mengalami musibah sebagai akibat adanya kecelakaan dalam penggunaan alat angkutan umum. Namun dalam kenyataannya banyak masyarakat tidak atau kurang menyadari hak dan kewajibannya, disebabkan kurangnya pengetahuan hukum atau kurangnya penyuluhan dari PT Jasa Raharja (persero) tentang begitu pentingnya peranan asuransi kecelakaan diri bagi penumpang angkutan umum khususnya di Medan.

Relevan dengan permasalahan yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian ini pada dasarnya bertujuan, sebagai berikut :


(14)

1. Untuk mengetahui ruang lingkup pertanggungan asuransi kecelakaan penumpang pada PT Jasa Raharja (persero) cabang Medan.

2. Untuk mengetahui penentuan besarnya ganti rugi yang diterima dari PT Jasa Raharja (persero) oleh pihak tertanggung yang mengalami kecelakan tersebut untuk medapatkan kepastian hukum.

3. Untuk mengetahui proses pengajuan ganti kerugian kepada PT Jasa Raharja (persero), apabila terjadi kecelakaan penumpang untuk mempermudah masyarakat melakukan prosedur yang sebenarnya.

4. Untuk mengetahui penyelesaian kerugian asuransi kecelakaan penumpang oleh PT Jasa Raharja (persero) agar tertanggung tidak merasa khawatir di dalam mendapatkan dana pertanggungan tersebut.

Sedangkan manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai sumbangan pikiran kepada pembaca serta untuk kepentingan ilmu pengetahuan. 2. Untuk melatih diri dalam pengembangan cakrawala ilmu pengetahuan.

3. Sebagai sumbangan pikiran kepada instansi-instansi yang bersangkutan.

D. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan yang digunakan oleh penulis dalam pembuatan skripsi ini adalah tinjauan yuridis yaitu suatu kegiatan untuk mempelajari dan mengkaji sesuatu hal berdasarkan pandangan hukum atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1. Definisi Asuransi

Pasal 246 KUHD menyatakan bahwa pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan


(15)

penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenement.5

Sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa “asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan dirinya kepada tertanggung dengan menerima premi asurani untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang.”6

Para pihak yaitu subyek dalam perjanjian asuransi adalah penangggung dan tertanggung, penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta yang diasuransikan.

Unsur-unsur asuransi adalah para pihak, status para pihak, obyek asuransi, peristiwa asuransi dan hubungan asuransi yang dapat diuraikan sebagai berikut.

7

Status para pihak yaitu penanggung harus berbentuk perusahaan badan hukum berupa PT perseroan, koperasi dan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas obyek yang diasuransikan. Obyek asuransi yaitu dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat kepada benda dan sejumlah uang yang disebut premi. 8

5

R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Kepailitan, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2000), hal. 74.

6

Redaksi Sinar Grafika, Usaha Perasuransian, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hal. 343., Periksa Kembali Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

7

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 8. 8


(16)

Peristiwa asuransi yaitu merupakan perbuatan hukum berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dengan tertangggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenement) yang mengancam obyek asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku, persetujuan tersebut berbentuk tertulis yang disebut polis. 9

Hubungan asuransi adalah hubungan hukum yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung timbul karena adanya kesepakatan bebas untuk memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing, apabila terjadi evenemen premi penanggung wajib membayar kerugian, sedangkan apabila tidak terjadi evenemen premi menjadi milik penanggung.10

Penggolongan didasarkan kepada banyaknya roda, kegunaan atau tujuan penggunaan kendaraan bermotor, daya angkut dan kemungkinan besar kecilnya risiko. Golongan I terdiri dari mobil untuk penumpang, golongan II terdiri dari bis dan kendaraan pariwisata, golongan III terdiri dari kendaraan bermotor pengangkut barang seperti truck, trailer dan container. Golongan IV terdiri dari berbagai jenis dan tipe kendaraan bermotor beroda tiga dan beroda dua.

2. Asuransi pengangkutan darat

Kendaraan yaitu kendaraan angkutan darat adalah kendaraan pengangkut yang digerakkan oleh motor mekanik seperti mobil sedan, bis umum, pick_up trailer, container kendaraan beroda tiga dan beroda dua, kereta api, trem dan sebagainya. Klasifikasi kendaraan yaitu kendaraan bermotor digolongkan kedalam 4 golongan.

11

Obyek asuransi angkutan darat adalah kendaraan pengangkut darat dengan muatannya terhadap berbagai macam bahaya yang dapat menimbulkan kerusakan/kerugian pada kendaraan pengangkut maupun pada muatannya. Asuransi angkutan darat meliputi tiga macam asuransi,

9

Ibid., hal. 9 10

Ibid., hal. 9 11


(17)

yaitu asuransi keselamatan penumpang, asuransi barang yang diangkut dan asuransi kendaraan pengangkut.12

Asuransi terhadap penumpang yaitu jaminan terhadap keselamatan penumpang ditutup asuransinya oleh pengangkut kepada perusahaan asuransi kerugian, di Indonesia jaminan diberikan oleh perusahaan asuransi kerugian PT Jasa Raharja (persero). Premi asuransi ditentukan sepihak oleh penanggung ditambahkan kepada harga karcis penumpang, premi yang dipungut oleh pengangkut disetor kepada penanggung. 13

Bila terjadi musibah sehingga penumpang menderita luka-luka atau meninggal atau menjadi cacat permanen (seumur hidup) maka penanggung memberikan santunan sebagai berikut, biaya perawatan dan pengobatan bagi yang luka-luka sampai sembuh, santunan sejumlah uang diberikan kepada ahli waris dari penumpang yang meninggal dan biaya perawatan dan pengobatan serta sejumlah uang yang diberikan sebagai santunan bagi penumpang yang menjadi cacat selamanya.14

Asuransi sosial adalah asuransi yang dikelola oleh pemerintah atau instansi atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pengelola asuransi, berbeda dengan asuransi komersial dimana asuransi sosial hanya mencakup perlindungan dasar yang biasanya ditentukan dalam peraturan perundangan.

3. Asuransi Sosial

15

12

Ibid.,, hal. 88. 13

Ibid.,, hal. 88. 14

Ibid., hal. 88-89. 15

Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hal. 168.

Asuransi sosial pada umumnya dikelompokan bagi masyarakat tertentu sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:


(18)

1. Semua pegawai negeri menjadi anggota asuransi kesehatan pegawai negeri (KepPres Nomor 230 Tahun 1968) dan untuk itu setiap bulan gaji pegawai negeri dipotong 2%.

2. Semua pegawai negeri wajib menjadi anggota tabungan dan asuransi pegawai negeri (TASPEN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1963, untuk itu setiap pegawai negeri harus membayar iuran yang langsung dipotong sebesar 3,25% dari gaji setiap bulan.

3. Semua karyawan perusahaan swasta dan BUMN wajib menjadi anggota asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977, asuransi ini mencakup asuransi kecelakaan kerja, tabungan hari tua dan asuransi kematian.

4. Tiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

E. Metode Penulisan

Metode dapat diartikan sebagai jalan ke atau suatu cara atau jalan untuk mencapai sesuatu namun demikian menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :16

1. Cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

2. Cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud.

16

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999). Hal.652.


(19)

3. Prinsip dan praktek-praktek pengajaran bahasa.

Dalam pembahasan skripsi ini metodologi penelitian hukum yang digunakan penulis meliputi:

1. Yuridis normatif (library research/penelitian kepustakaan)

Yaitu suatu metode yang dilakukan dengan cara meneliti dari sumber-sumber bacaan atau bahan tertulis seperti karangan ilmiah, buku majalah, surat kabar serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan objek pembahasan skripsi dan dapat dipakai sebagai sandaran di dalam penelitian dan analisis terhadap masalah yang dihadapi.17

Yaitu suatu penelitian yang dilakukan di lapangan atau di lokasi penelitian, suatu tempat yang dipilih sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala objektif sebagaimana terjadi di lokasi tersebut, yang dilakukan untuk penyusunan laporan ilmiah.

2. Yuridis empiris (field research/penelitian lapangan)

18

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang dipakai penulis di dalam melakukan penulisan skipsi ini. Sistematika penulisan ini merupakan pembahasan yang dilakukan oleh penulis dengan membahas beberapa pokok bahasan yang kemudian diuraikan menjadi beberapa bagian yang lebih khusus (sub-sub pokok bahasan). Hal ini bertujuan untuk

Metode penelitian lapangan (yuridis empiris) penulis lakukan dengan cara wawancara yaitu dengan melakukan wawancara secara langsung dengan staf di PT Jasa Raharja cabang Medan, untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, nyata dan benar.

F. Sistematika Penulisan

17

Abdul Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, (Medan: Fakultas Hukum USU, 1990), hal. 47.

18

Abdurrahmat Fathoni, Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hal. 96.


(20)

mempermudah penulis dalam menyusun serta mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi dari skripsi ini. Keseluruhan skripsi ini meliputi 5 (lima) bab yang secara garis besar bab-perbab diuraikan sebagai berikut:

Bab I : Bagian Pendahuluan, pada bab ini dipaparkan hal-hal yang bersifat umum seperti, latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, sistematika penulisan dan keaslian penulisan.

Bab II : Pada bab ini dipaparkan tentang tinjauan umum asuransi yang meliputi pengertian asuransi, jenis-jenis asuransi, pengaturan hukum asuransi, pihak-pihak dalam asuransi dan tujuan asuransi.

Bab III : Pada bab ini dipaparkan tentang tinjauan hukum asuransi sosial pada PT jasa Raharja yang meliputi pengertian asuransi sosial, PT Jasa Raharja (persero) sebagai asuransi sosial, sejarah PT Jasa Raharja (persero), peranan PT Jasa Raharja (persero) terhadap korban kecelakaan penumpang serta dasar hukum asuransi kecelakaan penumpang. Bab IV : Pada bab ini membahas tentang penelitian yang dilakukan terhadap PT Jasa Raharja

(persero) meliputi ruang lingkup pertanggungan asuransi kecelakaan penumpang pada PT Jasa Raharja (persero), penentuan besarnya ganti rugi yang diterima dari PT Jasa Raharja (persero), proses pengajuan ganti kerugian kepada PT Jasa Raharja (persero) serta penyelesaian kerugian asuransi kecelakaan penumpang oleh PT Jasa Raharja (persero).

Bab V : Bagian Penutup berisi tentang kesimpulan berdasarkan atas uraian-uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dalam skripsi ini dan sekaligus memberikan saran-saran yang dianggap perlu yang berhubungan dengan skripsi ini.


(21)

Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran secara pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan penulusuran di perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Penulisan mengenai Pelaksanaan Asuransi Sosial pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Medan Terhadap Korban Kecelakaan Penumpang dalam Lalu Lintas Pengangkutan Darat belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama, karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya, kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini.

BAB II


(22)

A. Pengertian Asuransi

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa Inggris disebut Insurance Law, sedangkan dalam praktek sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah Assuransi (Assurantie)19

Menurut Abbas Salim, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti.

.

Perjanjian asuransi melibatkan 2 (dua) pihak dimana yang satu sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak lain akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan diderita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi (belum dapat ditentukan saat terjadinya). Pihak yang ditanggung itu diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung, uang tersebut akan tetap menjadi milik penanggung apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.

20

Sedangkan menurut Muhammad Muslehuddin, istilah asuransi menurut pengertian riilnya adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya.

Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perasuransian, istilah perasuransian berasal dari kata asuransi yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu obyek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata asuransi diberi imbuhan per-an, maka muncullah istilah hukum perasuransian, yang berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi.

21

19

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2005), Hal. 1.

20


(23)

Dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel

dijumpai suatu pengertian atau definisi resmi dari asuransi, pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita olehnya karena kejadian yang tidak pasti.22

Berdasarkan definisi tersebut dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan yaitu sebagai berikut :23

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat kepada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada 1. Pihak-Pihak

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi, penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan.

2. Status Pihak-Pihak

Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas obyek yang diasuransikan.

3. Obyek Asuransi

21

Muhammad Muslehuddin, Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta: PT Lentera Basritama,1999), hal. 3. 22

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Op.Cit., hal. 8. 23


(24)

tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko, sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.

4. Peristiwa Asuransi

Peristiwa asuransi adalah merupakan perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dengan tertangggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenement) yang mengancam obyek asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis, polis ini merupakan satu-satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.

5. Hubungan Asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena adanya persetujuan atau kesepakatan bebas untuk memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing, apabila terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan polis asuransi, sedangkan apabila tidak terjadi evenemen premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung.

Apabila kita perhatikan bunyi Pasal 1774 kitab undang-undang hukum perdata atau burgerlijk wetboek, maka perjanjian asuransi ini masuk dalam perjanjian untung-untungan (kans overeenkomst). Menurut pasal itu selain perjanjian asuransi yang termasuk dalam perjajian untung-untungan, juga adalah bunga cagak hidup (liferente) dan perjudian serta pertaruhan (spel en weddingschap).


(25)

Namun pengaturan yang memasukkan asuransi kedalam perjanjian untung-untungan rasanya kurang tepat, sebab dalam perjanjian untung-untungan pihak-pihak secara sadar dan sengaja menjalani suatu kesempatan untung-untungan dimana prestasi timbal balik tidak seimbang, sedangkan dalam asuransi hal itu tidak ada. Walaupun demikian ada juga sarjana yang mengatakan bahwa pengaturan demikian sudah tepat, hal ini disebabkan pembayaran uang asuransi selalu digantungkan kepada “peristiwa yang tidak pasti (onzekker voorval)”, dengan terjadinya onzekker voorval itu maka dibayar uang asuransi.

Hanya saja dengan perkembangan asuransi sekarang ini walaupun tidak terjadi onzekker voorval (peristiwa yang tidak pasti), pihak penanggung tetap membayar uang asuransi sesuai dengan kesepakatan mereka yang sudah dituangkan dalam perjanjian (polis asuransi). Hal ini dimungkinkan dengan adanya kebebasan berkontrak para pihak yang dianut dalam hukum perdata, jadi asuransi tersebut sudah mengandung unsur menabung (saving) dimana tertanggung mendapatkan kembali premi yang telah dibayarnya sesuai dengan kesepakatan yang mereka lakukan baik sebagai penanggung maupun sebagai tertanggung.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dalam Pasal 1 angka (1) disebutkan “asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”


(26)

Menurut Abdul Muis, bahwa definisi Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tersebut memberikan definisi asuransi yang lebih lengkap dibandingkan dengan Pasal 246 KUHD, dimana dari definisi di atas tercakup di dalamnya unsur-unsur yang lebih dikembangkan lagi seperti penegasan asuransi itu adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dan lebih diuraikan tentang jenis-jenis kerugian serta ditegaskan adanya asuransi kerugian dan asuransi jiwa.24

Untuk memahami lebih lanjut, Abdulkadir Muhammad membuat perbandingan antara rumusan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dan Pasal 246 KUHD25

1. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh bagian kalimat “penggantian karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan”. Asuransi jiwa dibuktikan oleh bagian kalimat “memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang”, Bagian ini tidak ada dalam Pasal 246 KUHD.

2. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 secara eksplisit meliputi juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga, hal ini terdapat dalam bagian kalimat “tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga”, Bagian ini tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD. 3. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi objek asuransi berupa benda,

kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah uang dan jiwa manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD.

4. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi evenement berupa peristiwa yang menimbulkan kerugian pada benda objek asuransi dan peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang tidak terdapat dalam Pasal 246 KUHD.

B. Jenis-jenis Asuransi

Menurut Abdul Muis ada dua (2) jenis asuransi yaitu asuransi sejumlah uang (sommen verzekering) dan asuransi ganti kerugian (schade verzekering). Tetapi dengan perkembangan usaha perasuransian muncul satu jenis asuransi lagi yaitu asuransi varia (varia verzekering)26

Untuk mengetahui suatu pertanggungan termasuk bentuk yang mana dari kedua macam pertanggungan di atas terlebih dahulu harus dilihat dari bentuk prestasi yang dilakukan si

24

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian,Op.Cit., hal. 4. 25

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia.,Op.Cit., hal. 11-12 26


(27)

Penanggung terhadap si Tertanggung. Apabila prestasi tersebut dalam bentuk memberikan sejumlah uang tertentu yang telah ditentukan sebelumnya, maka dikatakan pertanggungan sejumlah uang (sommen verzekering), sedangkan jika prestasi dalam bentuk pengganti kerugian sepanjang ada kerugian maka dikatakan pertanggungan kerugian (Schade Verzekering)

KUHD (Kitab Undang-undang Hukum dagang) yang disahkan pada tahun 1938 dalam pasal 247 merinci asuransi dalam 5 (lima) jenis yaitu :27

1. Asuransi terhadap kebakaran:

2. Asuransi yang mengancam hasil-hasil pertanian di sawah: 3. Asuransi jiwa:

4. Asuransi di lautan dan perbudakan:

5. Asuransi pengangkutan darat dan di sungai-sungai serta di perairan-perairan pedalaman.

Pasal 247 KUHD tersebut kalau dibandingkan dengan perkembangan pertanggungan itu sendiri pada saat ini sudah kurang tepat karena sekarang sudah banyak dikenal jenis-jenis pertanggungan yang tidak disebutkan di dalam pasal itu dan juga melingkupi atau kriteria yang dipakai pembuat undang-undang tidak sesuai seperti misalnya:

1. Pertanggungan kebakaran dalam arti murni hanya dipandang menanggung kepentingan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dikirim atau diangkut, sedangkan kerugian karena kebakaran yang menimpa kapal dan barang-barang yang dalam perjalanan untuk dikirim/diangkut menjadi digolongkan pada pertanggungan laut.

2. Mengenai pertanggungan sakit, dalam arti murni menurut sifatnya seseorang yang sedang sakit itu tidak dapat bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya sehingga untuk kerugiannya itu akan dibayar oleh penanggung dan masih banyak kepentingan lain dari tertanggung yang dapat dikaitkan dalam peristiwa sakit itu misalnya akibat sakitnya itu

27


(28)

menderita rugi karena harus membayar ongkos perawatan, pemondokan dan lain-lain, sehingga diperlukan pertanggungan biaya sakit (Ziektekosten Verzekerinh).

Berdasarkan pasal 247 KUHD tersebut, Abdul Muis berpendapat bahwa jenis pertanggungan dalam pasal tersebut masih membuka pintu menerima jenis pertanggungan lain yang diciptakan menurut perkembangan di dalam masyarakat, hal ini dimungkinkan karena pasal tersebut menunjuk jenis-jenis pertanggungan memakai kata “antara lain”.28

Menurut Nurhaida Aroyad. Bahwa jenis-jenis asuransi adalah sebagai berikut:29

1. Dilihat dari sudut pemerintah atau penguasa yang mengaturnya maka asuransi dapat dikelompokkan kepada:

a. Asuransi wajib (compulsory insurance) b. Asuransi sukarela (Voluntary Insurance)

2. Dilihat dari sudut penentuan besarnya jumlah pertanggugan maka asuransi dapat dikelompkkan menjadi:

a. Asuransi sejumlah uang b. Asuransi kerugian.

3. Dilihat dari tujuan diadakannya asuransi dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Asuransi jiwa

b. Asuransi Sosial c. Asuransi kerugian.

4. Dilihat dari pada sifatnya, asuransi dapat dikelompokan sebagai berikut: a. Asuransi secara premi (bersifat perusahaan)

b. Asuransi saling menjamin (bersifat perkumpulan)

Menurut Gunanto jenis-jenis asuransi menurut ditetapkan tidaknya terlebih dahulu jumlah yang harus dibayar, asuransi dapat dibagi menjadi :30

Jika ditinjau dari unsur persesuaian kehendak asuransi dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Asuransi sejumlah uang yaitu untuk membayar suatu jumlah uang yang besarnya sudah

ditentukan sejak awal. Ini berlaku untuk asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan orang.

2. Asuransi kerugian yaitu untuk mengganti kerugian yang terjadi, yang jumlahnya tidak ditetapkan sebelumnya.

31

28

Abdul Muis, Bunga Rampai Hukum Dagang, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2001), hal. 39. 29

Nurhaida Aroyad, Asuransi Kecelakaan di Indonesia, (Medan: AKP Perbanas, 1993), hal. 7-8. 30

Abdul Muis Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Op.Cit., hal. 13-14 31


(29)

a. Asuransi sukarela (voluntary insurance atau free voluntary insurance) yaitu Para pihak dalam jenis asuransi ini di dalam mengadakan perjanjian bebas atau tidak ada paksaan dari pihak luar atau pihak lawan. Penanggung secara sukarela dengan persetujuannya sendiri mengikatkan diri untuk memikul risiko, sedang pihak tertanggung juga dengan sukarela membayar premi sebagai imbalan memperalihkan risikonya kepada pihak penanggung.

b. Asuransi wajib (compulsary insurance) yaitu asuransi ini ada unsur paksaan bagi pihak tertanggung karena diwajibkan oleh suatu peraturan, pihak yang mewajibkan ini biasanya ialah pihak pemerintah tetapi tidak selalu dimonopoli pemerintah sebab bisa saja pemerintah menunjuk badan swasta sebagai penanggung. Tujuan pemerintah mewajibkan masuk asuransi ini adalah dengan pertimbangan melindungi golongan lemah dari bahaya-bahaya yang bakal menimpanya atau dengan perkataan lain untuk memberikan jaminan sosial sebagai suatu sosial security, asuransi sosial ini disebut dengan social insurance

atau social government insurance.

Istilah perasuransian melingkupi kegiatan usaha yang bergerak dibidang, usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Pasal 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian menyatakan bahwa “usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana dari masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.32

Dalam Pasal 3 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tersebut usaha asuransi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:33

a. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti

b. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.

c. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam asuransi ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.

Dalam Pasal 3 huruf (b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, usaha penunjang usaha asuransi dikelompokkan menjadi 5 (lima) jenis yaitu:

32

Abdulkadir Muhammad. Hukum Asuransi Indonesia., Op.Cit, hal. 23. 33


(30)

a. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung

b. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.

c. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaiaan terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.

d. Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultasi aktuaria.

e. Usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.

Pengelompokkan jenis usaha perasuransian dalam Pasal 3 tersebut didasarkan pada pengertian bahwa perusahaan yang melakukan usaha asuransi adalah perusahaan yang menanggung risiko asuransi. Selain itu dibidang perasuransian terdapat pula perusahaan-perusahaan yang kegiatan usahanya tidak menanggung risiko asuransi yang kegiatannya dikelompokkan sebagai usaha penunjang usaha asuransi.

Walaupun demikian sebagai sesama penyedia jasa di bidang perasuransian, perusahaan di bidang usaha asuransi dan penunjang usaha asuransi merupakan mitra usaha yang saling membutuhkan dan saling melengkapi yang secara bersama-sama perlu memberikan kontribusi bagi kemajuan sektor asuransi

Selain pengelompokkan menurut jenis usahanya, usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :34

1. Pengaturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)

a. Usaha asuransi sosial dalam rangka penyelenggaraan program asuransi sosial yang bersifat wajib (compulsory) berdasarkan undang-undang dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat.

b. Usaha asuransi komersil dalam rangka penyelenggaraan program asuransi kerugian dan asuransi jiwa yang bersifat kesepakatan (voluntary) berdasarkan kontrak asuransi dengan tujuan memperoleh keuntungan (motif ekonomi).

C. Pengaturan Hukum Asuransi

34


(31)

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) ada dua cara pengaturan hukum pertanggungan, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I, Bab IX (sembilan) dan pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab X (sepuluh), Buku II Bab IX (sembilan) dan X (sepuluh).

Rincian isi bab-bab tersebut adalah sebagai berikut:35

1. Bagian pertama : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran diatur dalam pasal 287-298 KUHD:

Buku I titel IX (sembilan) : mengatur tentang asuransi pada umumnya, Buku I titel X (sepuluh) ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu:

2. Bagian kedua : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian disawah diatur dalam pasal 299-301 KUHD

3. Bagian ketiga : mengatur asuransi jiwa diatur dalam pasal 302-308 KUHD.

Buku II titel IX (sembilan) : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya-bahaya perbudakan. Diatur dalam pasal 592-685 KUHD,

Buku II titel IX (sembilan) ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu: 1. Bagian pertama : mengatur tentang bentuk dan isi asuransi:

2. Bagian kedua : mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang diasuransikan: 3. Bagian ketiga : mengatur tentang awal dan akhir bahaya:

4. Bagian keempat : mengatur tentang hak dan kewajiban –kewajiban penanggung dan tertanggung:

5. Bagian kelima : mengatur tentang abandonnemen:

6. Bagian keenam : mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut.

35


(32)

Buku II titel X (sepuluh) : mengatur tentang asuransi terhadap bahaya-bahaya pengangkutan di darat dan sungai-sungai serta perairan pedalaman diatur dalam pasal 689-695 KUHD. Buku I titel X (sepuluh) dan buku II titel X (sepuluh) pengaturannya bersifat secara ringkas saja,

tidak seperti yang diatur dalam buku I titel IX (sembilan) dan buku II titel IX (sembilan) yang pengaturannya cukup luas.

Pengaturan asuransi dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara bertimbal balik, sebagai perjanjian khusus asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi.

Pengaturan asuransi dalam Kitab Undang-undang hukum dagang (KUHD) meliputi substansi sebagai berikut 36

2. Pengaturan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian a. Asas-asas asuransi:

b. Perjanjian asuransi: c. Unsur-unsur asuransi

d. Syarat-syarat (klausula) asuransi e. Jenis-jenis asuransi

Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan maka Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian dalam Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 Tanggal 11 februari 1992, mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif yang jika dilanggar mengakibatkan sangsi pidana dan administratif. 37

36

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Op.Cit., hal. 18. 37


(33)

Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sangsi pidana dan sangsi administratif menurut undang-undang perasuransian. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dalam Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992.38

Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 bab dan 28 pasal dengan rincian substansi sebagai berikut:39

a. Usaha asuransi dan

1. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan b. Usaha penunjang asuransi.

2. Jenis usaha perasuransian meliputi

a. Usaha asuransi terdiri dari asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi.

b. Usaha penunjang asuransi terdiri dari : pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan akturia dan agen asuransi.

3. Perusahaan perasuransian meliputi a. Perusahaan asuransi kerugian b. Perusahaan asuransi jiwa c. Perusahaan reasuransi d. Perusahaan pialang asuransi e. Perusahaan pialang reasuransi

f. Perusahaan penilai kerugian asuransi g. Perusahaan konsultan akturia

h. Perusahaan agen asuransi.

4. Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari: a. Perusahaan perseroan (persero)

b. Koperasi

c. Perseroan terbatas d. Usaha bersama (mutual).

5. Kepemilikan perusahaan perasuransian oleh:

a. Warga negara Indnesia dan atau badan hukum indonesia

b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum indonesia bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.

38

Ibid., hal. 19. 39

Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Pertanggungan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 19-21.


(34)

6. Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan.

7. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan mengenai a. Kesehatan keuangan perusahaan asuransi melalui keputusan pengadilan negeri.

b. Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha.

8. Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan pengadilan negeri. 9. Ketentuan sangsi pidana dan sangsi administratif meliputi:

a. Sangsi pidana karena kejahatan : menjalankan usaha perasuransian tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan perusahaan asuransi dan reasuransi menerima, menadah, membeli kekayaan perusahaan asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen perusahaan asuransi, reasuransi.

b. Sanksi administratif berupa : ganti kerugian, denda admnistratif, peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.

c. Pengaturan dalam perundang-undangan Republik Indonesia

Selain dari Kitab Undag-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Pemerintah Republik Indonesia telah mengundangkan beberapa perundang-undangan mengenai pertanggungan (asuransi), Perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Asuransi wajib kecelakaan Penumpang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964.

2. Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964. 3. Asuransi Kredit yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1971. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 1964.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), dengan berbagai peraturan pelaksanya.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1971 tentang penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan perseroan dalam bidang perasuransian kredit.


(35)

8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1963 tentang tabungan asuransi pegawai negeri (PN. Taspen).

9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971 tentang asuransi angkatan bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).

10.Surat Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968 tentang asuransi kesehatan (Askes) untuk pegawai negeri dan pensiunan beserta keluarganya.

D. Pihak-pihak dalam Asuransi

Untuk mengetahui pihak-pihak yang dapat dikualifikasikan sebagai subyek asuransi maka ada baiknya terlebih dahulu diketahui pengertian dari subyek hukum itu sendiri, yang dimaksud dengan subyek hukum adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum.40

Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh, mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban. Kewenangan untuk dapat menyandang hak dan kewajiban itu disebut kewenangan hukum.41

Di dalam suatu perjanjian selalu ada dua macam subyek hukum yaitu di satu pihak seorang atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk melakukan sesuatu dan di lain pihak ada seorang atau badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu. Oleh karena itu di dalam setiap perjanjian selalu ada pihak berkewajiban dan pihak berhak.42

Akan tetapi berbeda halnya dalam perjanjian asuransi yang merupakan perjanjian timbal balik (wederkering overeenkomst), dimana satu pihak tidak selalu menjadi pihak yang berhak,

40

Djanius Djamin, Bahan Dasar Hukum Asuransi, (Medan: STIE Tri Karya, 1994), hal. 30. 41

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), hal. 74. 42


(36)

melainkan dari sudut lain mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak yang lain, yang dengan demikian tidak selalu menjadi pihak berwajib melainkan menjadi pihak yang berhak pula terhadap kewajiban dari pihak pertama yang harus dilaksanakan. yang disebut sebagai Penanggung dan Tertanggung di dalam perjanjian asuransi43

Sahnya suatu perjanjian asuransi adalah harus dibuat oleh pihak-pihak yang berkompeten (mampu), berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada tiga (3) kelompok orang yang dianggap tidak mampu (kompeten) yaitu : anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang secara mental tidak kompeten (mampu) dan wanita bersuami.44

43

Ibid., hal. 102-103 44

Hasymi Ali, Pengantar Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 102.

Jadi dalam setiap mengadakan perjanjian asuransi haruslah sekurang-kurangnya terdiri dari dua pihak (subyek), dimana pihak yang satu disebut sebagai penanggung dan pihak yang lain disebut pihak tertanggung, dimana kedua pihak tersebut saling melengkapi dan sama-sama harus ada dalam suatu perjanjian asuransi.

Subyek hukum dalam asuransi adalah sebagai berikut: 1. Pihak Penanggung

Penanggung adalah pihak terhadap siapa diperalihkan risiko yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita kerugian sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak tertentu. Risiko ini hanya diperalihkan kepadanya berdasarkan adanya premi yang juga dinikmatinya, jadi pihak penanggung mengikatkan dirinya untuk menanggung risiko apabila ia menikmati suatu premi. penanggung harus berbentuk perusahaan badan hukum berupa PT perseroan, koperasi


(37)

Pihak tertanggung adalah orang-orang yang berkepentingan dalam mengadakan perjanjian asuransi sebagai pihak yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur. Dengan tujuan akan mendapat penggantian suatu kerugian yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi. tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas obyek yang diasuransikan

Sedangkan pihak-pihak dalam asuransi kecelakaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 dan 34 Tahun 1964 adalah sebagai berikut:45

1. Pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan atau alat angkutan penumpang di darat, laut maupun udara sebagai pihak yang diwajibkan membayar premi.

2. Perusahaan Negara yang ditunjuk oleh menteri keuangan khusus untuk itu sebagai penanggung, menjalankan hak sebagai penerima premi dan menjalankan kewajiban sebagai pembayar santunan, dimana sebagai pelaksananya adalah PT (persero) asuransi kerugian Jasa Raharja.

3. Masyarakat/setiap orang yang menjadi korban kecelakaan angkutan umum/penumpang di darat, laut maupun udara dan korban kecelakaan lalu lintas jalan sebagai tertanggung (penerima santunan).

E. Tujuan Asuransi

Setiap orang yang memiliki suatu benda tentu menghadapi suatu risiko bahwa nilai dari miliknya itu akan berkurang baik karena hilangnya benda itu, maupun karena kerusakan atau karena musnah terbakar atau karena sebab lainnya. Banyak diantara sebab-sebab yang menjadikan pengurangan nilai itu dapat dicegah dan sudah diharapkan akan terjadinya, tetapi

45


(38)

banyak juga sebab-sebab yang mengurangi nilai benda itu mempunyai sifat yang tidak dapat diharapkan lebih dahulu.

Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, asuransi itu mempunyai tujuan pertama-tama ialah : mengalihkan segala risiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko itu untuk mengganti kerugian46

Menurut Sri Rejeki Hartono, asuransi atau pertanggungan adalah suatu usaha guna menanggulangi adanya risiko.

47

Menurut Gunanto “risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu kerugian atau batalnya seluruh atau sebahagian dari suatu keuntungan yang semula diharapkan karena suatu kejadian di luar kuasa manusia kesalahan sendiri atau perbuatan manusia lain”.

Dari pengertian tersebut berarti bahwa secara luas siapapun pasti mengandung dan mempunyai risiko. Pertanggungan mempunyai tujuan yang utama yaitu mengalihkan risiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko untuk mengganti kerugian.

48

Sedangkan risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidak-pastian dari kerugian financial atau kemungkinan terjadinya kerugian.49

Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa tujuan asuransi adalah sebagai berikut:50

Tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya dan terhadap jiwanya. jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan 1. Pengalihan Risiko

46

Djanius Djamin, Op.Cit., hal. 8. 47

Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hal. 13. 48

Salusra Satria, Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian di Indonesia, (Jakarta: fakultas ekonomi UI, 1994), hal. 10.

49

Bagus Irawan, Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi, (Bandung: PT Alumni, 2007), hal. 105. 50


(39)

menderita kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

Asuransi sebagai alat pengalihan risiko artinya asuransi dapat dipakai sebagai salah satu wahana untuk mengadakan pengalihan risiko, dimana risiko pihak yang satu (tertanggung) dialihkan kepada pihak lain (penanggung) yang peralihannya dilakukan dengan suatu perjanjian51

Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil-alih beban risiko (ancaman bahaya) dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis perusahaaan asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk megambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengacam harta kekayaanya atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung) sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berkahirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan penangggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.52

Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengacam itu sungguh-sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung 2. Pembayaran Ganti Kerugian

51

Sri Redjeki Hartono, “Reasuransi Kebutuhan yang tidak dapat Dikesampingkan oleh Penanggung Guna Memenuhi Kewajibannya terhadap Tertanggung”: (Semarang, 1989). Hal.61.

52


(40)

mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian

3. Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance), tetapi undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artinya tertanggung terikat dengan penangggung karena perintah undang-undang bukan karena perjanjian, asurani jenis ini disebut asuransi social (social security insrance). Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaaan yang menagakibatkan kematian atau cacat tubuh, dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.

Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaanya atau selama angkutan berlangsung. Mereka (ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung (BUMN) yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.

4. Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang


(41)

mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan.

Wirjono Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan (perkumpulan koperasi). asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung (omderlinge verzekering) atau asuransi usaha bersama (mutual insurance) yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan angggota.53

Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung tidak dapat digolongkan kedalam asuransi murni, melainkan hanya mempunyai unsur-unsur yang mirip dengan asuransi kerugian atau asuransi jumlah. Penyetoran uang iuran oleh anggota perkumpulan (semacam premi oleh tertanggung) merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya atau untuk mengurus kepentingan anggotanya misalnya bantuan upacara bagi anggotanya yang mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan bagi anggota yang meninggal dunia dan biaya perawatan bagi anggota yang mengalami kecelakaan atau sakit, serta cacat tetap.54

53

Ibid., hal. 15. 54


(42)

BAB III

TINJAUAN HUKUM ASURANSI SOSIAL PADA PT JASA RAHARJA

A. Pengertian Asuransi Sosial

Dalam nota keuangan dan rencana anggaran pendapatan dan belanja Negara tahun 1983/1984, disebutkan bahwa usaha di bidang asuransi dibagi dalam tiga (3) sektor, yaitu sektor asuransi kerugian, sektor asuransi jiwa dan sektor asuransi sosial.55

Asuransi sosial adalah asuransi yang dikelola oleh pemerintah atau instansi atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pengelola asuransi, berbeda dengan asuransi komersial dimana asuransi sosial hanya mencakup perlindungan dasar yang biasanya ditentukan dalam peraturan perundangan.56

1. Semua pegawai negeri menjadi anggota asuransi kesehatan pegawai negeri (keppres nomor 230 tahun 1968) dan untuk itu setiap bulan gaji pegawai negeri dipotong 2%.

Asuransi sosial pada umumnya dikelompokan bagi masyarakat tertentu sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:

55

Djoko Prakoso, Op.Cit.,hal. 338. 56


(43)

2. Semua pegawai negeri wajib menjadi anggota tabungan dan asuransi pegawai negeri (TASPEN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1963, untuk itu setiap pegawai negeri harus membayar iuran yang langsung dipotong sebesar 3,25% dari gaji setiap bulan.

3. Semua karyawan perusahaan swasta dan BUMN wajib menjadi anggota asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977, asuransi ini mencakup asuransi kecelakaan kerja, tabungan hari tua dan asuransi kematian.

4. Tiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Robert I. mehr dan Emerson cammack dalam bukunya yang berjudul “Principle of Insurance” yang diterjemahkan oleh A.Hasymi dengan judul “Bidang Usaha Asuransi”, memberikan definisi tentang asuransi pemerintah atau asuransi sosial adalah suatu alat untuk menghimpun risiko dengan pemindahannya kepada oraganisasi yang biasanya adalah organisaasi pemerintah, yang diharuskan oleh undang-undang untuk memberikan manfaat keuangan atau pelayanan kepada atas nama orang yang diasuransikan itu pada waktu terjadinya kerugian-kerugian tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.57

Sedangkan menurut Prof. Emmy Pangaribuan Simajuntak memberikan istilah asuransi wajib bagi asuransi sosial. Asuransi sosial dinamakan asuransi wajib oleh karena adanya salah satu pihak kepada pihak lain di dalam mengadakan perjanjian dimonopoli oleh pemerintah jadi pemerintah dalam hal ini sebagai penanggung tetapi didasarkan atas pertimbangan untuk

57


(44)

melindungi golongan ekonomi lemah dari bahaya yang menimpanya dan selain itu dimaksudkan untuk mengumpulkan dana.58

Pada dasarnya asuransi sosial hampir sama dengan asuransi pada umumnya, tetapi harus ada satu unsur lagi yaitu adanya unsur wajib. Sehingga unsur asuransi sosial adalah:59

1. Penanggung (biasanya suatu organisasi di bawah wewenang pemerintah). 2. Tertanggung (biasanya masyarakat luas anggota/golongan masyarakat tertentu). 3. Risiko (suatu kerugian yang sudah diatur dan ditentukan lebih dahulu).

4. Wajib (berdasarkan suatu ketentuan undang-undang atau peraturan lain).

Program asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat.60

Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan. Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai dengan ketentuan pasal 9 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Peraturan perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut

Asuransi sosial timbul karena suatu kebutuhan masyarakat akan terselenggarakannya suatu jaminan sosial (social security), jadi karena adanya suatu kebutuhan masyarakat berhubung keadaan dan perkembangannya dimana suatu jaminan sosial itu sudah merupakan suatu hal yang demikian mendesak dan tidak dapat ditunda.

61

58

Ibid., hal.71. 59

Djoko Prakoso., op.cit., Hal.339. 60

Dr. Sentosa Sembiring, SH.MH, asuransi jaminan social, (bandung: Nuansa aulia, 2006). hal.21. 61

Abdulkadir Muhammad Hukum Asuransi Indonesia.,Op.Cit., hal. 21-22


(45)

1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang, peraturan pelaksananya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965. 2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang dana kecelakaan lalu-lintas jalan

b. Asuransi sosial tenaga kerja (Astek):

1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). 2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1990 tentang penyelenggaraan asuransi sosial tenaga

kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1977).

3) Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang asuransi sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI)

4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang asuransi sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS)

c. Asuransi sosial pemeliharaan kesehatan (ASKES)

1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang pemeliharaan kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan beserta keluarganya.

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian dan perundang-undangan asuransi sosial di samping ketentuan asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan maupun dari segi publik administratif62

Menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, SH. Bahwa Jenis-jenis asuransi sosial dapat dibedakan sebagai berikut:

B. Asuransi Sosial kecelakaan Penumpang

63

1. asuransi sosial kecelakaan penumpang (ASKEP) 2. Asuransi sosial kecelakaan lalu lintas jalan (ASKEL) 3. Asuransu sosial tenaga kerja (ASTEK)

4. Asuransi sosial pegawai negeri sipil (ASPENS) 5. Asuransi sosial Angkatan bersenjata RI (ASABRI) 6. Asuransi sosial kesehatan (ASKES)

Asuransi sosial kecelakaan penumpang (ASKEP) diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang, Lembaran Negara

62

Ibid., hal. 22. 63


(46)

Nomor 137 Tahun 1964 yang mulai berlaku Tanggal 31 desember 1964. Undang-undang ini dilakasanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 yang mulai berlaku tanggal 10 april 1965, undang-undang ini beserta peraturan pelaksananya merupakan dasar berlakunya ASKEP.

Asuransi Sosial Kecelakaan penumpang (ASKEP) termasuk jenis asuransi wajib (compulsory insurance) dikatakan asuransi wajib karena64

a. Berlakunya Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (ASKEP) karena diwajibkan oleh undang-undang, bukan karena perjanjian, undang-undangnya sendiri berjudul pertanggungan wajib kecelakaan penumpang.

b. Pihak penyelenggara asuransi ini adalah pemerintah yang dilegasikan kepada badan usaha milik negara (Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian).

c. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (ASKEP) bermotif perlindungan masyarakat (social security), yang dananya dihimpun dari masyarakat dan digunakan untuk kepentingan masyarakat yang diancam bahaya kecelakaan.

d. Dana yang sudah terkumpul dari masyarakat tetapi belum digunakan sebagai dana kecelakaan, dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat melalui program investasi. Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964, bahwa hubungan hukum pertanggungan wajib kecelakaan penumpang diciptakan antara pembayar iuran dan penguasa dana. Berdasarkan ketentuan ini dapat dipahami dari segi hukum asuransi bahwa penguasa dana berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan pembayar iuran berkedudukan sebagai tertanggung. Penguasa dana sebagai penangggung memikul risiko kecelakaan yang mungkin dialami oleh pembayar iuran sebagai tertanggung.

Penguasa dana sebagai penanggung ditentukan dalam Pasal 1 huruf (e) dan (f) Peraturan Pemeritah Nomor 17 Tahun 1965, menurut ketentuan pasal tersebut pertanggungan adalah hubungan hukum antara penanggung dengan tertanggung, yaitu perusahaan negara yang dimaksud dalam Pasal 8 dan penumpang alat angkutan penumpang umum yang sah.

64


(47)

Perusahaan Negara yang dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 adalah perusahaan negara menurut Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 yang khusus ditunjuk oleh menteri keuangan untuk itu. Peusahaan negara yang ditunjuk itu adalah perusahaan negara asuransi kerugian Jasa Raharja yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965. Perusahaan negara ini sekarang berubah menjadi badan usaha milik negara yang berbentuk Perusahaan Perseroan, yaitu PT asuransi kerugian Jasa Raharaja (persero).

Pembayaran iuran sebagai tertanggung diatur dalam dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 yang menentukan setiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pemilik perusahaan yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan.

Tetapi penumpang kendaraan bermotor umum dalam kota dibebaskan dari pembayaran iuran wajib. Berdasarkan ketentuan ini, jelaslah bahwa yang berkedudukan sebagai Tertanggung adalah setiap penumpang yang sah, yang wajib membayar iuran melalui perusahaan angkutan yang bersangkutan, kecuali penumpang angkutan dalam kota.

Dalam hukum asuransi, premi adalah sejumlah uang yang dibayar Tertanggung kepada Penanggung sebagai imbalan risiko yang ditanggungnya. Karena ASKEP adalah asuransi, maka dalam ASKEP (asuransi sosial kecelakaan penumpang) dikenal juga premi. menurut ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 untuk menjamin pertanggungan kecelakaan diri tiap penumpang kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional untuk tiap perjalanan, wajib membayar suatu iuran.


(48)

Jumlah iuran wajib yang dimaksud ditentukan oleh Menteri Keuangan menurut suatu tarif yang bersifat progresif. Dengan demikian premi ASKEP (asuransi sosial kecelakaan penumpang) adalah iuran wajib yang dibayar oleh setiap penumpang yang jumlahnya ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Iuran sebagai premi ASKEP (asuransi sosial kecelakaan penumpang) harus dibayar bersama dengan pembayaran biaya angkutan penumpang kepada pengusaha alat angkutan penumpang umum yang bersangkutan. Pengusaha/pemilik alat angkutan penumpang umum tersebut, wajib memberi pertanggung-jawaban seluruh hasil pungutan iuran wajib para penumpangnya dan menyetorkannya kepada penanggung, yaitu perusahan PT asuransi kerugian Jasa Raharja (persero) setiap bulan, selambat-lambatnya pada tanggal 27 secara langsung atau melalui bank atau badan usaha lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menurut cara yang ditentukan oleh direksi (Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965). Iuran wajib yang dibayar oleh setiap penumpang digunakan untuk mengganti kerugian berhubung dengan kematian dan cacat tetap/cedera akibat dari kecelakaan penumpang.65

Menurut ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 jo Pasal 21 ayat (20) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965, perusahaan angkutan penumpang umum yang melakukan tindakan sebagai incaso, bilamana kepada penumpang dan atau tidak menyetorkan hasil pendapatannya pada waktu yang ditentukan, dikenakan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 1000.000,00 (satu juta rupiah). Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965

Pengusaha/pemilik alat angkutan penumpang umum dilarang menjual karcis atau tiket penumpang umum, tanpa sekaligus memungut iuran wajib (Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 dalam praktik sekarang kupon tanda bukti tersebut tidak diterbitkan tersendiri, melainkan sudah tertulis pada karcis atau tiket penumpang.

65


(1)

Direksi Perusahaan berhak untuk menolak pembayaran ganti kerugian pertanggungan, selama mereka yang mengadakan atau mengaku berhak atas pembayaran ganti kerugian pertanggungan itu, menurut pendapatnya belum cukup membuktikan dirinya sebagai yang berhak, penundaan pembayaran ganti kerugian pertanggungan yang disebabkan oleh karena hal demikian ini, tidak memberikan hak kepada yang berhak untuk memperoleh penggantian biaya-biaya, kerugian-kerugian atau bunga-bunga apapun, sekalipun dalam hal gugatan kemuka hakim.

PT jasa raharja (Persero) memberikan santunan asuransi tersebut kepada korban kecelakaan penumpang dengan cara yaitu bisa dibayarkan secara tunai langsung kepada pihak yang bersangkutan atau melalui rekening tabungan. Hal ini dilakukan untuk lebih meningkatkan pengamanan, agar tidak terjadi pembayaran ganda.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian terdahulu maka pada bab ini peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut :


(2)

1. Ruang lingkup pengaturan pertanggungan yang dilakukan oleh PT Jasa Raharja (Persero) cabang Sumatera Utara terhadap korban kecelakaan penumpang adalah sebagai berikut:

Undang-undang nomor 33 tahun 1964 tentang dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang jo Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 1965 sebagai peraturan pelaksanaannya yaitu setiap penumpang yang sah dari alat angkutan penumpang umum seperti bis, non bis, kereta api, pesawat terbang milik perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan pelayaran nasional, kapal angkutan sungai danau dan penyeberangan wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik alat angkutan yang bersangkutan untuk menutup kerugian keuangan akibat kecelakaan penumpang selama dalam perjalanan sehingga dalam tiket iuran wajib tersebut telah di satukan

2. Penentuan besarnya biaya ganti kerugian yang diberikan oleh PT Jasa Raharja terhadap korban kecelakaan penumpang ditentukan oleh Peraturan Menteri Keuangan yaitu dengan ketentuan sebagai berikut

Besarnya santunan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, ditetapkan berdasarkan Pasal 2 angka (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008 tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum di Darat/Sungai/Danau, Ferry/Penyeberangan, Laut dan Udara dapat dibuat tabel sebagai berikut:

Jenis Santunan

Angkutan Umum Darat/Laut Udara Meninggal Dunia Rp.25.000.000,- Rp.50.000.000,- Cacat Tetap (maksimal) Rp.25.000.000,- Rp.50.000.000,- Biaya Rawatan

(maksimal)

Rp.10.000.000,- Rp.25.000.000,- Biaya penguburan Rp.2000.000,- Rp.2000.000,-


(3)

3. PT Jasa Raharja telah menyediakan formulir isian yang disebut daftar isian untuk mendapatkan santunan dana dan merupakan dokumen dasar dalam penyelesaian permintaan santunan asuransi.

Dalam garis besarnya, daftar isian yang dimaksud berisikan :

a. Keterangan tentang kecelakaan yang terjadi dan korban kecelakaan yang diakibatkan, yang di isi oleh pengaju korban/ahli waris korban.

b. Keterangan singkat tentang kejadian kecelakaan, yang di isi oleh petugas Jasa Raharja, dengan melampirkan laporan polisi dan sket gambar tempat kejadian perkara (TKP) c. Keterangan pemeriksaan dokter/rumah sakit tentang keadaan korban, yang di isi oleh pihak

Rumah Sakit dengan membubuhkan tandatangan dokter dan stempel Rumah Sakit atau Puskesmas yang merawat.

d. Keterangan keabsahan ahli waris bagi korban yang meninggal dunia diakibatkan oleh kecelakaan yang bersangkutan, yang di isi dan ditandatangani serta di cap stempel oleh lurah setempat atau Pamongpraja serta yang berwewenang lainnya apabila korban meninggal dunia.

4. PT jasa raharja (Persero) memberikan santunan asuransi tersebut kepada korban kecelakaan penumpang dengan cara yaitu dibayarkan secara tunai langsung kepada pihak yang bersangkutan atau melalui rekening tabungan. Hal ini dilakukan untuk lebih meningkatkan pengamanan, agar tidak terjadi pembayaran ganda.

B. SARAN

1. Masyarakat pada umumnya masih kurang mengetahui tentang bagaimana caranya mendapatkan santunan Jasa Raharja, jadi masyarakat membutuhkan penyuluhan dari PT Jasa


(4)

Raharja baik secara langsung maupun tidak langsung agar masyarakat lebih mengerti dan memudahkan masyarakat memperoleh santunan asuransi.

2. Penyuluhan yang dilakukan PT Jasa Raharja secara langsung dapat dilakukan dengan cara mengadakan seminar baik kepada mahasiswa maupun masyarakat secara umum sedangkan secara tidak langsung penyuluhan dapat dilakukan dengan cara membagikan selebaran atau tulisan-tulisan yang dibagikan kepada masyarakat khususnya para penumpang umum.

3. Besarnya dana santunan yang ditentukan oleh Menteri Keuangan terlalu rendah, sehingga masyarakat membutuhkan dana yang lebih besar untuk dapat melanjutkan kelangsungan hidupnya sendiri dan keluarganya, sehingga para korban membutuhkan dana santunan yang lebih layak untuk mengurangi beban hidupnya setelah terjadi kecelakaan tersebut.

4. Pemberlakuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Keceakaan Penumpang pasal 17 bagian ketiga (3) yang menyatakan “bahwa Direksi Perusahaan berhak untuk menolak pembayaran ganti kerugian pertanggungan, selama mereka yang mengadakan, mengaku berhak atas pembayaran ganti kerugian pertanggungan itu, menurut pendapatnya belum cukup membuktikan dirinya sebagai yang berhak. Penundaan pembayaran ganti kerugian pertanggungan yang disebabkan oleh karena hal demikian ini , tidak memberikan kepada yang berhak untuk memperoleh penggantian biaya-biaya, kerugian-kerugian atau bunga-bunga apapun, sekalipun dalam hal gugatan kemuka hakim. Hal ini tidak adil karena Direksi Perusahaan dapat menolak pembayaran hanya karena menurut pendapatnya belum cukup membuktikan dirinya sebagai yang berhak. Pasal ini harus dikaji lebih dalam agar terjamin rasa keadilan bagi para tertanggung.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Sution Usman,et al., Hukum Pengangkutan di Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta 1990). Ali, Hasymi., Pengantar Asuransi, Cetakan Kedua, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)

__________., Bidang Usaha Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993)

Aroyad, Nurhaida., Asuransi Kecelakaan di Indonesia, (Medan: Akp Perbanas, 1990). Company profile, Jasa Raharja dalam http://www.jasaraharja.co.id/page.CFM?id=1 Company profile, Jasa Raharja dalam http://www.jasaraharja.co.id/page.CFM?id=2

Darmawi, Herman., Manajemen Asuransi, Edisi Pertama: Cetakan ketiga, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004)

Djanius, Djamin, Bahan Dasar Hukum Asuransi,(Medan: STIE Tri Karya, 1993).

Irawan, Bagus., Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi, (Bandung: PT Alumni, 2007)

Irsan, Angka Kecelakaan di Jalan Raya Tiap Tahun Meningkat, dalam

http://www.antarasumut.com/tanpa-kategori/angka-kecelakaan-di-jalan-raya-tiap-tahun-meningkat

Mertokusumo, Sudikno., Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003).

Muhammad, Abdulkadir., Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan Keempat, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006)

__________., Pengantar Hukum Pertanggungan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994)

Muis, Abdul., Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, (Medan: Fakultas Hukum USU, 1990)

__________., Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Cetakan Kedua, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2005)

__________., Bunga Rampai Hukum Dagang, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2001)

Muslehuddin, Muhammad., Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta: PT Lentera Basritama, 1999) Prakoso, Djoko, et.al., Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan Kelima, (Jakarta: Rineke Cipta,


(6)

___________., Asuransi angkutan laut, (Jakarta: PT Rineke Cipta, 1998)

Redjeki, Sri Hartono., “Reasuransi Kebutuhan yang Tidak Dapat Dikesampingkan oleh Penanggung Guna Memenuhi Kewajibannya Terhadap Tertanggung”, (Semarang, 1989). _________________., Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika,

2001)

Salim, Abbas., Dasar-dasar Asuransi, Edisi Kedua: Cetakan kelima, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1995)

__________., Asuransi dan Manajemen Resiko, (Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2000)

Satria, Salusra., Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1994)

Sembiring Sentosa., Asuransi Jaminan Sosial, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006) Sinar, Redaksi Grafika., Usaha Perasuransian, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992)

Subekti, R., Kitab Undang-undang Hukum dagang dan Undang-undang Kepailitan, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2000).

Uli, Sinta., Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, (Medan: USU Press, 2006).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian jo Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 sebagai peraturan pelaksananya.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang jo Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 sebagai peraturan pelaksananya. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan jo Peraturan


Dokumen yang terkait

Peran dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

2 53 98

Analisa Kelayakan Besaran Dana Santunan Bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas Oleh PT. Jasa Raharja (Persero) Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 36 dan 37 /PMK .010 /2008

7 48 67

Peran Dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi Pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

8 76 98

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN.

0 0 17

KUALITAS PELAYANAN PT. JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG JAWA TIMUR DALAM MEMBERIKAN SANTUNAN ASURANSI BAGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS.

0 1 111

Peran dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

0 1 11

Peran dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

0 0 8

Peran Dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi Pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

0 0 11

Peran Dan Tanggung Jawab PT. Jasa Raharja (Persero) Dalam Memberikan Santunan Asuransi Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ( Studi Pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Rantauprapat)

0 0 8

KUALITAS PELAYANAN PT. JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG JAWA TIMUR DALAM MEMBERIKAN SANTUNAN ASURANSI BAGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS

0 0 20