Keinginan untuk Keluar TELAAH PUSTAKA

commit to user 22 22 nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Dengan kata lain, komitmen organisasi merupakan sikap kesetiaan karyawan untuk perusahaan tempatnya bekerja dan prosesnya berlangsung secara terus-menerus dimana karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut mengekspresikan perhatian mereka terhadap perkembangan, kesuksesan dan kesejahteraan perusahaan.

D. Keinginan untuk Keluar

Keinginan untuk keluar biasa disebut dengan intention to quit ataupun tingkat turnover. Keinginan untuk keluar berupa penarikan diri dari organisai dan dapat dipengaruhi dari kualitas penilaian kinerja. Bahwa karyawan cenderung untuk menarik diri dari situasi yang bertentangan dengan kepentingan mereka Fugate et al., 2008. Intensi keluar didefinisikan sebagai keinginan karyawan untuk melakukan pemisahan diri dengan organisasi atau perusahaan Good et al dalam Sunjoyo, 2002. Mobley et al., 1992 menyatakan bahwa intensi keluar menunjukkan langkah logis berikutnya setelah seseorang mengalami ketidakpuasan dalam proses withdrawal. Proses keputusan penarikan diri withdrawal menunjukkan thinking of quiting merupakan langkah logis berikutnya setelah mengalami ketidakpuasan dan bahwa intensi keluar diikuti beberapa langkah lainnya, menjadi langkah-langkah akhir sebelum aktual quiting. Beberapa tahapan yang dilalui seseorang karyawan sebelum memutuskan tetap berkerja pada pekerjaan sekarang atau berhenti berkerja adalah: commit to user 23 23 1. Mengevaluasi pekerjaan yang sekarang. 2. Mengalami job dissatisfaction atau satisfaction merupakan pernyataan emosional mengenai tingkat kepuasan dan ketidakpuasan seseorang. 3. Berpikir untuk keluar dari pekerjaan sekarang salah satu konsekuensi dari ketidakpuasan adalah menstimulasi pemikiran untuk keluar dari pekerjaan sekarang. Ada bentuk lain dari withdrawal sebagai konsekuensi ketidakpuasan yang tidak seekstrim keluar dari pekerjaan seperti; absen dan perilaku kerja lainnya. 4. Evaluasi dari manfaat yang mungkin didapatkan dari mencari pekerjaan lain, memperkirakan kemungkinan untuk menemukan pekerjaan lainnya, evaluasi terhadap alternatif yang ada termasuk biaya pencarian dan biaya yang ditanggung karena keluar dari pekerjaan saat ini seperti: pertimbangan kehilangan senioritas, kehilangan kepangkatan. 5. Jika ada kesempatan untuk menemukan alternatif pekerjaan lain dan jika biaya tidak menjadi halangan yang timbul selanjutnya adalah perilaku yang bermaksud untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Beberapa faktor di luar mencari pekerjaan lain juga dapat mempengaruhi alternatif untuk keluar dari organisasi seperti; pemindahan pasangan ke tempat lain, masalah kesehatan, dan lainnya. 6. Perilaku tersebut kemudian dilanjutkan dengan pencarian sesungguhnya. Jika tidak menemukan alternatif pekerjaan lain, individu terus mengusahakan pencarian, mengevaluasi kembali pekerjaan saat commit to user 24 24 ini, mengurangi pikiran untuk berhenti atau menarik diri dari pekerjaan saat ini. 7. Jika alternatif tersedia maka evaluasi alternatif dilakukan. Tiap idividu memiliki faktor-faktor spesifik untuk mengevaluasi alternatif yang ada. 8. Jika alternatif lebih baik dibandingkan pekerjaan saat ini, maka hal ini akan menstimulasi perilaku yang bermaksud untuk keluar dari pekerjaan yang akan diikuti oleh penarikan diri yang sesungguhnya. Sedangkan jika pekerjaan saat ini lebih baik dari alternatif yang ada, terdapat beberapa kemungkinan perilaku seperti; individu terus mengadakan pencarian, mengevaluasi kembali manfaat yang diperoleh dari mencari pekerjaan lainnya, mengevaluasi pekerjaan saat ini, mengurangi pikiran untuk berhenti dan menarik diri. Menurut Tett dan Meyer dalam Park, Jae San, 2009 turnover adalah kesediaan pegawai untuk meninggalkan suatu organisasi dan mencari alternatif organisasi lainnya. Sedangkan Mathis dan Jackson 2002 mendefinisikan turnover sebagai suatu proses dimana tenaga kerja meninggalkan organisasi dan harus ada yang menggantikannya. Turnover juga dapat dilihat sebagai fenomena yang positif dari pegawai perspektif. Selain alasan seperti telah menerima tawaran pekerjaan yang lebih baik dengan turnover merupakan fenomena positif bila dilihat dalam tenaga kerja. Sebagai contoh, pegawai dapat respon terhadap kebutuhan untuk beradaptasi terhadap perubahan pasar tenaga kerja, yang membutuhkan lebih dan lebih banyak fleksibilitas Hall, 1996; Van Dam, 2003. Khususnya pada saat gejolak ekonomi, commit to user 25 25 seorang pegawai menanggapi dengan cepat terhadap situasi yang stabil dengan mengubah pekerjaan yang proaktif, seseorang mengambil langkah-langkah untuk menghindari pengangguran. Pandangan berbeda berasal dari Mc Evoy dan Cascio 1985 yang menyatakan bahwa turnover dianggap sebagai fenomena yang menakutkan bagi organisasi karena terhubung dengan biaya, seperti biaya perekrutan ataupun biaya kegagalan yang dapat terjadi pada masa awal periode perekrutan. Turnover yang tinggi menimbulkan biaya yang tinggi, salah satunya adalah pengaruh atas produktivitasnya. Namun tidak semua organisasi pula melihat bahwa turnover selalu berdampak negatif. Banyak organisasi yang lantas lebih memilih pegawainya meninggalkan organisasi daripada memiliki kinerja yang buruk. Menurut Mathis dan Jackson 2002 turnover dibedakan menjadi dua, yaitu: voluntary turnover sukarela dan involuntary turnover tidak sukarela. Voluntary turnover terjadi pada saat tenaga kerja meninggalkan organisasi atas permintaan sendiri yang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor alasan termasuk kurang tantangan, kesempatan yang lebih baik di tempat lain, gaji, pengawasan, letak georgrafis dan tekanan. Menurut Mowday et al pada Muciri 2002 voluntary turnover memiliki konsekuensi positf dan negatif pada tiga analisis, yaitu individual, kelompok kerja, dan organisasi. Pengaruh paling negatif akibat voluntary turnover adalah meningkatnya biaya administratif yang berhubungan dengan turnover, diantaranya biaya rekruitmen, seleksi, pelatihan training, dan pengembangan. Karenanya, konsekuensi negatif ini telah mempercepat pencarian informasi commit to user 26 26 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi turnover pegawai, yang diharapkan kedepannya dapat dijadikan panduan program pengembangan terkait penyebab turnover di dalam organisasi. Sedangkan involuntary turnover terjadi pada saat tenaga kerja diberhentikan oleh organisasi.

E. Penelitian Terdahulu