Potret Kesejahteraan Pembantu Rumah Tangga (Studi Kasus di Perumahan Griya Satria Pesona Kampung Busa Desa Satria Jaya Tambun Utara Bekasi Jawa Barat)

(1)

POTRET KESEJAHTERAAN PEMBANTU RUMAH TANGGA

(Studi Kasus di Perumahan Griya Satria Pesona Kampung Busa

Desa Satria Jaya Tambun Utara Bekasi Jawa Barat)

Skripsi

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kesejahteraan Sosial

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Kominikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

AHMAD SYAUQI NIM. 107054102499

Program Studi Kesejahteraan Sosial

Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

UIN Syarif Hidyatullah

Jakarta


(2)

(3)

(4)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi ini yang berjudul:

POTRET KESEJAHTERAAN PEMBANTU RUMAH TANGGA

(Studi Kasus di Perumahan Griya Satria Pesona Kampung Busa

Desa Satria Jaya Tambun Utara Bekasi Jawa Barat)

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakartra.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Agustus 2014


(5)

i

ABSTRAKSI

Nama : AHMAD SYAUQI

NIM : 107054102499

Judul : Potret Kesejahteraan Pembantu Rumah Tangga (Studi Kasus di Perumahan Griya Satria Pesona Kampung Busa Desa Satria Jaya Tambun Utara Bekasi Jawa Barat)

Stigma masyarakat terhadap pembantu rumah tangga masih dianggap sebagai profesi rendahan. Bahkan pembantu rumah tangga memperoleh upah yang tidak sesuai dengan beban kerja mereka; nominal (upah) yang diterima oleh para pembantu rata-tata masih di bawah standar UMK/UMR. Kisaran upah yang diterima oleh pembantu rumah tangga Rp 200,000,- s/d Rp 500,000,- setiap bulan. Nominal tersebut masih tergolong sangat rendah di bawah standar Upah Minimum Kota (UMK) Bekasi sebesar Rp 2.441.954. Selain itu, pembantu rumah tangga bisa mendapatkan perlakuan yang tidak wajar dari majikannya, baik pelakuan fisik maupun psikis.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui Potret Kesejahteraan Pembantu Rumah Tangga (Studi Kasus di Perumahan Griya Satria Pesona Kampung Busa Desa Satria Jaya Tambun Utara Bekasi Jawa Barat). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesejahteraan pembantu rumah tangga; pola relasi yang dibangun antara majikan dan pembantu rumah tangga; serta beban kerja yang dimiliki pembantu rumah tangga.

Penelitian ini merupakan studi kasus yang menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam melakukan kegiatan penelitian ini, dibutuhkan data primer dan data skunder. Pertama, data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti atau data yang diperoleh melalui responden. Dalam proses penelitian ini, data yang dibutuhkan adalah data yang berkaitan dengan peran pembantu rumah tangga dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya, serta hal-hal yang berkaitan dengan peran pembantu rumah tangga dalam menjalankan tugas atau kewajibannya. Selain itu, informasi juga digali dari para majikan supaya data yang diperoleh lebih akurat. Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan nara sumber yang kompeten, terkait keterangan mengenai masalah yang sedang diteliti. Kedua, data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan pembantu rumah tangga (secara ekonomi) masih belum terpenuhi. Hal ini disebabkan karena gaji atau upah yang diterima oleh pembantu rumah tangga masih kecil dan tidak sebanding dengan beban kerja yang diberikan oleh majikannya.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT. Dengan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya, penulis dapat menyesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan para sahabatnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengakui mengalami banyak hambatan. Berkat dukungan dan dorongan dari berbagai pihak semua kesulitan dapat dilalui dengan baik. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Ayahanda Siddik dan Ibunda Utiyah yang tanpa henti mendoakan kesuksesan putra-putranya, mendidik dengan penuh kasih sayang, dan selalu memberikan dukungan moral. Sehingga penulis bisa menyelesaikan studi sampai selasai.

2. Dr. Arief Subhan, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta para pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW., selaku pembimbing dan Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial, yang dengan sabar meluangkan waktu memberikan bimbingan, motivasi, kritik dan saran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ahmad Zaky, M.Si., selaku sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial, yang selalu memberikan arahan dan dukungan sehingga skripsi ini terselesaikan.


(7)

iii

5. Lisma Dyawati Fuaida, M.Si., dan Nurhayati Nurbus, M.Si. yang juga tak henti-henti memberikan motivasi sehingga skripsi terselesaikan. 6. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Kesejahteraan Sosial

yang tak mungkin penulis sebut satu persatu. Terima kasih yang tak terhingga atas segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan dan pengalaman yang mendorong penulis selama menempuh studi di Program Studi Kesejahteraan Sosial.

7. Istri tercinta Munadhiratul Lailiyah, S.Hum yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk putri tercinta kami Naflatul Laila Asy-Syauqi menjadi motivasi tersendiri bagi penulis di dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari akan segala keterbatasan yang ada pada penulis, sehingga penulis yakin dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari para pembaca untuk perbaikan di masa mendatang sangat penulis harapkan.

Jakarta, 18 Agustus 2014


(8)

iv

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 6

1. Pembatasan Masalah ……… 6

2. Perumusan Masalah ……….. 6

C. Tujuan Penelitian ………. 7

D. Manfaat Penelitian ……….. 7

1. Manfaat akademis ………. 2. Manfaat praktis ………. 7 8 E. Kerangka Teori dan Konseptual ……….. 8

1. Kerangka Teori ………. 2. Kerangka Konseptual ………... 8 9 F. Tinjauan Pustaka ………. 10

G. Metode Penelitian ……… 12

H. Tehnik Pengumpulan Data ……….. 13

I. Tehnik Analisa Data ……… 16

J. Sistematika Penulisan ……….. 17

BAB II : LANDASAN TEORI A. Pengertian Kesejahteraan ………... 19


(9)

v

2. Pengertian Kesejahteraan Pekerja/Buruh ………. 22

B. Kategori Kemiskinan ………... 22

a. Miskin secara absolut ………... b. Kemiskinan relatif atau kemiskinan struktural ………. c. Kemiskinan kultural ………. 22 23 23 C. Pembantu Rumah Tangga ……… 24

1. Pengertian Pembantu Rumah Tangga ……….. 24

2. Hak-Hak Pekerja/Pembantu Rumah Tangga ……… 27

BAB III : GAMBARAN UMUM A. Kecamatan Tambun Utara ……….. 30

B. Monografi / Gambaran Perumahan GSP ……… 32

C. Profil Majikan dan Pembantu Rumah Tangga ……… 35

a. Majikan Pembantu Rumah Tangga ……….. b. Pembantu Rumah Tangga ……… 35 37 BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS A. Konteks Sosial ………. 40

B. Relasi Majikan dan Pembantu Rumah Tangga ………... 44

C. Kesejahteraan Pembantu Rumah Tangga ……… 49


(10)

vi

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ……….. 62 B. Rekomendasi ………... 63

DAFTAR PUSTAKA ………. 65


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selama ini pembantu rumah tangga masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat Indonesia. Bahkan pembantu rumah tangga dianggap sebagai profesi rendahan dan hina. Padahal pekerjaan pembantu rumah tangga sama seperti pekerjaan lainnya. Hanya saja yang menjadi perbedaan mencolok dengan pekerjaan lainnya adalah cara kerja dan nominalnya saja.

Hakikatnya, status pekerja adalah sama. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan: (1) Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja; (2) Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat; (3) Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Meskipun dalam Undang-Undang sudah jelas bahwa tidak ada perbedaan antara pembantu rumah tangga dengan pekerja lainnya (berdasarkan istilah pekerja), akan tetapi sampai sekarang nasib pembantu rumah tangga tidak semujur dengan pekerja lainnya (di sektor formal). Hal ini kemudian memunculkan wacana bahwa terdapat perbedaan antara pembantu rumah tangga dengan para pekerja di sektor formal. Kemujuran para pekerja di sektor formal memiliki payung hukum yang jelas sedangkan para pembantu rumah tangga tidak. Selain


(12)

2 itu perolehan upah yang diterima oleh para pekerja di sektor formal rata-rata lebih besar dari pada upah yang diterima oleh pembantu rumah tangga. Ironisnya lagi, pembantu rumah tangga tidak memiliki kontrak kerja yang jelas dengan majikannya.

Hal tersebut tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 D Ayat: (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 sangat menghargai setiap pekerja tanpa adanya diskriminasi. Namun, ketika dihadapkan dengan realitas ternyata keberadaan Undang-Undang Dasar 1945 ini sebagai acuan berbangsa dan bernegara, masih belum mampu mengubah nasib pembantu rumah tangga. Artinya, para pembantu rumah tangga sangat membutuhkan payung hukum secara spesifik untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja yang terlindungi.

Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dalam sebuah kunjungan ke kantor Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI), menyatakan bahwa pekerjaan pembantu rumah tangga perlu adanya payung hukum (seperti UU PRT di India, pen). Ketiadaan pengakuan dan perlindungan hukum terhadap pembantu rumah tangga secara khusus dalam konteks pembantu rumah tangga sebagai pekerja, menimbulkan banyak ketidakadilan bagi pembantu rumah tangga. Perlakuan yang tidak manusiawi pun sering dialami para pembantu rumah tangga, baik di dalam maupun di luar negeri.


(13)

3 Upah yang diterima tidak sesuai dengan beban kerja yang mereka tanggung. Tunjangan kesehatan seperti asuransi dan kemerdekaan untuk berorganisasi juga tidak mereka miliki.

Dalam hal pengupahan JALA PRT mengharapkan adanya standarisasi dengan memberlakukan upah minimum. Upah bisa diberikan berdasarkan perjanjian kerjasama yang setara antara calon majikan dan pembantu rumah tangga. Upah diberikan tidak sesuai dengan beban kerja yang diterima pembantu rumah tangga.1

Berdasarkan laporan Edwin (Republika), potret pembantu rumah tangga memang masih memprihatinkan, memiliki waktu kerja yang tidak terbatas dan ruang lingkup pekerjaan yang sangat luas.2 Mulai dari membuka pintu, mengambilkan minum, memasak, dan segundang pekerjaan lainnya. Padahal upah yang diterimanya hanya Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu per bulan.3 Nominal tersebut masih tergolong sangat rendah di bawah standar Upah Minimum Kota (UMK) Bekasi sebesar Rp 2.441.954.4

Selain itu, padatnya beban kerja yang dimiliki pembantu rumah tangga mengakibatkan kurangnya kesempatan memiliki hari libur. Padahal, dalam buku yang ditulis Adnan Buyung Nasution, dikatakan bahwa, “Setiap orang berhak

1

KPPRI. Audensi JALA PRT (Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga). dalam situs resmi Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI). Tanggal 13 januari 2011. http://kppri.dpr.go.id/?p=565.

2

Edwin. Sepenggal Renungan Soal Nasib Pembantu Rumah Tangga. Dalam Republika. Minggu, 23 Mei 2010. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/05/23/1166 99-sepenggal-renungan-soal-nasib-pembantu-rumah-tangga.

3

Berdasarkan hasil temuan penulis dibeberapa blog atau situs tidak resmi bahwa upah yang diterima pembantu rumah tangga saat ini berada pada kisaran 400.000 s/d 750.000 (bahkan ada yang lebih tetapi jarang).

4

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 561 Tentang Upah Minimum Kabupaten Jawa Barat Tahun 2014.


(14)

4 atas istrahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari-hari liburan berkala dengan tetap menerima upah.”5

Di sisi lain, tidak sedikit pembantu rumah tangga yang mendapat perlakuan kasar dari majikan. Ironisnya lagi pembantu rumah tangga yang disiksa dan diperkosa pun tidak sedikit ditemukan. Negara, dalam hal ini pemerintah pusat/daerah dan DPR RI/DPRD, seharusnya memberikan perhatian lebih serius lagi terhadap fenomena ini. Namun, kenyataanya mereka tidak mendapat perlindungan hukum yang jelas dan tegas dari negara.

Contoh kasus pekerja rumah tangga bernama Marlena (17 tahun) yang dilakukan oleh majikannya sekeluarga yaitu: Tan Fang May (47 tahun), Eddie Budianto (50 tahun), Ezra Tantoro Suryaputra (27 tahun), Rony Agustian Hutri (32 tahun) di Jl. Darmo Permai Selatan I/38 Surabaya, terhadap PRT tersebut di atas yang bekerja di rumahnya sehingga mengakibatkan penderitaan fisik dan psikis kerugian ekonomi di waktu sekarang dan juga ke depannya.6

Keberadaan Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 dinilai belum mengakomodasi kepentingan pekerja rumah tangga. Pasalnya, undang-undang ini hanya mengatur hubungan industrial. Para pembantu rumah tangga masih dianggap pekerja sektor non formal yang belum diatur hak dan kewajibannya. Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dianggap

5

Adnan Buyung Nasution. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia. Edisi ke 3. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal. 115.

6

Data ini diperoleh berdasarkan surat edaran dan seruan yang keluarkan oleh Jala PRT (Jogjakarta, 23 Mei 2011) yang ditujukan kepada seluruh media massa lokal maupun nasional.


(15)

5 melindungi pembantu rumah tangga ternyata tidak mengatur hubungan kerja antara pembantu rumah tangga dengan pemberi kerja atau majikan.7

Untuk itu, penulis melakukan penelitian di Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) yang merupakan salah satu perumahan yang terdapat di daerah Tambun Utara Bekasi yang diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah dan masyarakat kelas bawah. Perumahan ini dibangun oleh pengembang (developer) yang bekerjasama dengan Koperasi Astra Internasional untuk proses pembangunanya dan Bank Tabungan Negara (BTN) untuk memberikan KPR kepada masyarakat yang membutuhkan rumah siap huni. Meskipun penghuni perumahan ini (GSP) tergolong kelas menengah dan kelas bawah ternyata banyak yang menggunakan jasa pembantu rumah tangga untuk membantu meringankan beban pekerjaan rumah mereka.

Sekarang yang menjadi pertanyaan besar adalah dari beberapa pembantu rumah tangga yang bekrja di lingkungan perumahan ini malah banyak yang berhenti. Belum ada data ilmiah tentang penyebab kenapa mereka (pembantu rumah tangga) berhenti dari pekerjaannya. Berdasarkan hasil temuan sementara penulis, melalui obrolan (informal) dengan salah satu masyarakat perumahan ini, bahwa yang menjadi faktor pembantu rumah tangga di perumahan ini berhenti adalah persoalan gaji yang masih rendah dan adanya tindak kekerasan pada PRT.

Penulis kemudian berpikir apa yang menyebabkan upah mereka kecil dan/atau tidak sesuai dengan pekerjaan yang mereka kerjakan. Mungkin dari faktor ekonomi sang majikan atau mungkin hal lainnya. Hal ini masih menjadi

7


(16)

6 pertanyaan bagi penulis untuk mencari jawaban yang komprehensif. Penulis kemudian melakukan penelitian di perumahan ini untuk memperoleh jawaban yang lebih akurat.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembantu rumah tangga. Oleh karena itu, penulis mengajukan judul, “Potret Kesejahteraan Pembantu Rumah Tangga (Studi Kasus di Perumahan Griya Satria Pesona Kampung Busa Desa Satria Jaya Tambun Utara Bekasi Jawa Barat)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk membuat penelitian ini terarah dan tidak melebar, maka penulis perlu membatasi penelitian ini pada kesejahteraan dan beban kerja pembantu rumah tangga, serta relasi antara majikan dan pembantu rumah tangga. Penelitian dilakukan di Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) Kampung Busa Tambun Utara Bekasi Jawa Barat.

2. Perumusan Masalah

Sedangkan rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kesejahteraan pembantu rumah tangga di Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) Kampung Busa Tambun Utara Bekasi Jawa Barat?

2. Bagaimana pola relasi yang dibangun antara majikan dan pembantu rumah tangganya?


(17)

7 3. Bagaimana beban kerja yang dimiliki pembantu rumah tangga?

C. Tujuan Penelitian

Di dalam kegiatan penelitian harus memiliki tujuan jelas untuk memperoleh hasil yang terarah dan sesuai dengan harapan. Pada penelitian ini penulis memiliki tujuan untuk mengetahui beberapa hal penting terkait dengan peran pembantu rumah tangga dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kesejahteraan pembantu rumah tangga;

2. Untuk mengetahui pola relasi yang dibangun antara majikan dan pembantu rumah tangga.

3. Untuk mengetahui beban kerja yang dimiliki pembantu rumah tangga.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis

- Mampu memberikan kontribusi pengetahuan dan pemahaman terhadap permasalahan yang diteliti yaitu tentang kesejahteraan pembantu rumah tangga dan perlakuan majikan terhadap pembantu rumah tangganya;

- Menambah khazanah pengetahuan kesejahteraan sosial relevansinya dengan kesejahteraan pembantu rumah tangga dan perlakuan majikan terhadap pembantu rumah tangganya.


(18)

8 2. Manfaat praktis

- Untuk memberikan informasi penting kepada masyarakat luas tentang kesejahteraan pembantu rumah tangga dan perlakuan majikan terhadap pembantu rumah tangganya;

- Sebagai model untuk memberikan kontribusi bagi pemerintah, swasta dan masyarakat (khususnya pembantu rumah tangga).

E. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Kesejahteraan sosial apabila ditarik pada kondisi sebaliknya dapat melahirkan beberapa hal salah satunya, yaitu: kemiskinan, pengangguran, kurangnya kesempatan kerja, dan lain sebagainya. Kondisi tersebut melatar belakangi eksistensi pekerja informal dalam hal ini pekerja domistik atau pembantu rumah tangga. Pembantu rumah tangga pada hakikatnya berasal dari keluarga tidak mampu alias keluarga miskin.

Pembantu rumah tangga sebagai aktor yang dipandang mampu menggantikan posisi majikannya di dalam mengurus dan melaksanakan kegiatan rumah tangga yaitu melaksanakan kegiatan memasak, menghidangkan makanan, mencuci, membersihkan rumah, mengasuh anak-anak, dan lain sebagainya. Namun, adanya pembantu rumah tangga, banyak menimbulkan problema secara general berkaitan dengan hak dan kewajiban antara pembantu rumah tangga dengan majikannya.

Hal tersebut merupakan bagian dari masalah kesejahteraan sosial yang dialami para pekerja domistik. Pada dasarnya kesejahteraan sosial itu


(19)

9 sendiri diartikan sebagai suatu keadaan atau kondisi dimana seseorang diliputi oleh rasa aman, tenteram, makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan dan kesukaran. Gangguan atau kesukaran ini sering diwujudkan berupa gangguan kesehatan, gangguan kenikmatan atau gangguan kerja.8

2. Kerangka Konseptual

a. Kesejahteraan (welfare) adalah keadaan sejahtera yaitu keamanan, keselamatan, ketenteraman.9

b. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. (Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009)

c. Kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari kerentanan”.10

d. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi

8

C. Pramuwito. 1996. Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: Departemen Sosial RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial. hal. 23.

9

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). dengan kata kunci “Sejahtera” dalam Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. http://badanbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi.

10

Ade Cahyat, Cristian Gorner, dkk. Mengkaji Kemiskinan dan Kesejahteraan Rumah Tangga. Borog Barat: CIFOR. hal 2.


(20)

10 kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan).

e. Pembantu rumah tangga atau pekerja domestik adalah pekerja yang melakukan pekerjaan dilingkungan keluarga orang lain. Secara prakatis pembantu rumah tangga adalah pekerja yang melaksanakan kegiatan memasak, menghidangkan makanan, mencuci, membersihkan rumah, mengasuh anak-anak, serta merawat orang lanjut usia yang mengalami keterbatasan fisik.11

f. Potret adalah gambaran tentang suatu kondisi lingkungan atau masyarakat.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam hal ini penulis melakukan penelusuran atau mencari informasi tentang karya ilmiah yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini. Baik di perpustakaan online, search engine, dan perpustakaan yang ada di lingkungan UIN Syarif hidayatullah Jakarta (keyword: pembantu dan rumah tangga). Dengan usaha yang telah dilakukan untuk menemukan informasi tersebut penulis menemukan beberapa karya tulis ilmiah.

Pertama, Hak-hak Pembantu Rumah Tangga dalam Hukum Positif menurut hukum Islam. Penelitian ini dilakukan oleh HILMAN SHOPI AMARULLAH pada tahun 2012 (Konsentrasi Perbandingan Hukum Program

11

Panji. Pembantu Rumah Tangga (RT) Beralih jadi Asisten RT. Dalam Super Artikel Media. Selasa, 21 September 2010. http://superartikel.com/2010/09/21/pembantu-rumah-tangga- berralih-menjadi-asisten-rumah-tanggasemoga-nasib-mereka-sebaik-perubahan-status-nama-mereka.


(21)

11 Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).

Dalam penelitian (skripsi) ini membahas tentang persoalaan hak-hak pembantu rumah tangga dalam hukum positif menurut perspektif hukum Islam. Dengan kata lain, produk hukum yang terdapat dalam hukum positif kemudian ditinjau menurut hukum Islam relevansinya dengan hak-hak pembantu rumah tangga.

Kedua, Perilaku Kekerasan Majikan terhadap Pembantu Rumah Tangga ditinjau dari HAM dan Hukum Islam. Penelitian ini dilakukan oleh LIA MUZDALIFAH pada tahun 2005 (Konsentrasi Perbandingan Hukum Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).

Dalam penelitian (skripsi) ini membahas tentang perilaku kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap pembantu rumah tangga. Terjadinya tindak kekerasan tersebut merupakan salah satu persoalan pembantu rumah tangga. Dalam hal ini peneliti meninjau tindak kekerasan para majikan yang hakikatnya melawan HAM dan Hukum Islam.

Ketiga, Pembantu Rumah Tangga (Studi Antropologi Perkotaan Tentang Pembantu dan Majikan), penelitian ini dilakukan oleh Roritskie H. Naibaho pada tahun 2009 (Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara).

Dalam penelitian (skripsi) ini membahas tentang pembantu rumah tangga sebagai suatu bentuk profesi atau pekerjaan telah banyak dipergunakan dalam


(22)

12 rumah tangga, keterkaitan penulisan ini adalah ketika pembantu rumah tangga didefinisikan kembali sebagai suatu jenis pekerjaan tertentu yang menurut keahlian dan pola hubungan kekerabatan yang terjalin antara pembantu rumah tangga dan majikan (rumah tangga).

Pada penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yaitu di dalam penelitiannya terdapat isu-isu kesejahteraan, hak asasi, relasi antara pembantu dan majikan. Dan yang menjadi perbedaan antara penelitian ini dengan beberapa penelitian tersebut, yaitu pada penelitian ini berusaha menjelaskan secara detil tentang potret kesejahteraan pembantu rumah tangga.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus yang menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dan Studi kasus lazimnya sering dihubungkan dengan penyelidikan insentif terhadap sebuah lokasi, organisasi atau kampanye12. Sedangkan penelitian kualitatif itu sendiri adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif. Penulis menggambarkan permasalahan dan berusaha memberikan pemecahan masalah dengan didasari data-data, menyusun, mengklasifikasikan, dan menganalisa dan kemudian menyimpulkan.

12

Christine Daymon dan Immy Holloway. 2002. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relation dan Marketing Communications. Cet. I, Mei 2008. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka. hal. 162


(23)

13 2. Jenis dan Sumber Data.

Dalam melakukan kegiatan penelitian ini membutuhkan data primer dan data skunder. Pertama, data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti atau data yang diperoleh melalui responden. Dalam proses penelitian ini, data yang dibutuhkan adalah data yang berkaitan dengan peran pembantu rumah tangga dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Serta hal-hal yang berkaitan dengan peran pembantu rumah tangga di dalam menjalankan tugas dan atau kewajibannya. Selain itu, mencari informasi dari para majikan pembantu rumah tangga agar data yang diperoleh lebih akurat. Untuk memdapatkan data tersebut peneliti harus melakukan wawancara dengan narasumber yang kompeten, untuk memberikan keterangan mengenai masalah yang sedang diteliti.

Kedua, data sekunder yaitu data sekunder ini diperoleh dengan cara melakukan studi dokumen. Melalui studi dokumen ini yaitu untuk menambah data-data yang diperlukan dalam penelitian dan sesuai dengan ruang lingkup masalah yang peneliti tentukan.

H. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam penelitiaan ini, penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Wawancara

Untuk memperoleh data akurat sesuai dengan kebutuhan penelitian, maka penulis akan menggali informasi atau melakukan wawancara secara langsung kepada majikan dan pembantu rumah


(24)

14 tangga. Dalam pemilihan informan tersebut dianggap sangat mendukung dalam penelitian ini. Berikut data informan:

TABEL 1

DATA INFORMAN

NO. NAMA

INFORMAN DATA YANG DICARI KET.

1 Moh. Muqit

- Alasan menggunakan jasa PRT - Perlakuan terhadap PRT

- Gaji yang dibayarkan kepada PRT dan ketepatan waktu penggajian - Beban kerja terhadap PRT

Majikan/Wiraswasta

2 Ach. Suhaimi

- Alasan menggunakan jasa PRT - Perlakuan terhadap PRT

- Gaji yang dibayarkan kepada PRT dan ketepatan waktu penggajian - Beban kerja terhadap PRT

Majikan/Konsultan Politik

3 Siswandi

- Alasan menggunakan jasa PRT - Perlakuan terhadap PRT

- Gaji yang dibayarkan kepada PRT dan ketepatan waktu penggajian - Beban kerja terhadap PRT

Majikan/Pegawai Swasta

4 Jabatan Damatik

- Alasan menggunakan jasa PRT - Perlakuan terhadap PRT

- Gaji yang dibayarkan kepada PRT dan ketepatan waktu penggajian - Beban kerja terhadap PRT

Majikan/Dokter

5 Alif Layyinah

- Alasan/tujuan menjadi PRT - Perlakuan majikan

- Sikap dan Perilaku terhadap majikan

- Ketepatan waktu penggajian - Bagaimana menggunakan gaji dan

terpenuhinya kebutuhan sehari-hari - Beban kerja sebagai PRT

PRT/ Mahasiswi (UT)

6 Mukimah

- Alasan/tujuan menjadi PRT - Perlakuan majikan

- Sikap dan Perilaku terhadap majikan

- Ketepatan waktu penggajian - Bagaimana menggunakan gaji dan

terpenuhinya kebutuhan sehari-hari

PRT/ Mahasiswi (UT)


(25)

15 - Beban kerja sebagai PRT

7 Siti Rofikoh

- Alasan/tujuan menjadi PRT - Perlakuan majikan

- Sikap dan Perilaku terhadap majikan

- Ketepatan waktu penggajian - Bagaimana menggunakan gaji dan

terpenuhinya kebutuhan sehari-hari - Beban kerja sebagai PRT

PRT/Buruh

8 Suswanti

- Alasan/tujuan menjadi PRT - Perlakuan majikan

- Sikap dan Perilaku terhadap majikan

- Ketepatan waktu penggajian - Bagaimana menggunakan gaji dan

terpenuhinya kebutuhan sehari-hari - Beban kerja sebagai PRT

PRT/ Buruh

2. Observasi.

Secara umum pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan objek pengamatan.13

Observasi ini dilakukan untuk mengetahui realitas pembantu rumah tangga dalam melaksakan aktivitas sehari-hari dan interaksi yang dilakukan antara pembantu rumah tangga dengan majikannya. Penulis membuat catatan lapangan untuk menulis setiap kejadian berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan di perumahan GSP.

13

Djaali dan Pudji Muljono. 2008. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Cet. Pertama. Hal. 16.


(26)

16 3. Review Dokumentasi

Pada bagian dokumentasi ini peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis yang mendukung atau memperkuat hasil penelitian yang telah dilakukan (baik berbentuk gambar, buku, jurnal, portal, koran, dan lain sebagainya).

I. Tehnik Analisa Data

Data yang terkumpul akan dianalisa secara kualitatif, yaitu akan dideskripsikan dan disimpulkan melalui tahapan-tahapan berikut ini:

1. Reduksi data

Data yang diperoleh melalui studi pustaka dan studi lapangan akan diperiksa kelengkapannya kemudian klasifikasi berdasarkan satuan konsep, kategori atau tema tertentu. Dalam hal ini data yang tidak diperlukan disisihkan sehingga hanya data yang diperlukan saja yang akan dipakai.

2. Display data

Mengingat data yang harus dianalisis dan untuk mengurangi tingkat kesulitan dalam pemaparan dan penegasan kesimpulan, maka perlu dibuat sketsa, grafik, sehingga keseluruhan data dan bagian-bagian rinciannya dapat dipetakan dengan jelas.


(27)

17 3. Triangulasi data

Peneliti dapat menguji data yang diperoleh dari satu sumber kemudian dibandingkan dengan data dari sumber yang lain. Dengan demikian peneliti akan menemukan salah satu kemungkinan (konsisten, tidak konsisten, atau berwlawanan). Dengan cara melahirkan deskripsi yang lebih memadai mengenai gejala yang diteliti.

4. Kesimpulan

Data yang telah dipolakan dan disusun secara sistematik, baik melalui penentuan tema maupun yang telah dibuat sketsa akan dianalisis dan kemudian diambil kesimpulan sehingga makna data dapat ditemukan.

J. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan ini menjadi sistematis serta untuk mempermudah analisa materi dalam penulisan skripsi ini, maka penulis akan menjelaskan dalam sistematika penulisan. Secara garis besar, skripsi ini terdiri dari lima bab yang dibagi dalam sub bab dan setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-masing yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

BAB I Pendahuluan berisi tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, Kerangka Teori, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.


(28)

18 BAB II Landasan teori akan menjelaskan dan memperkuat pemahaman teoritis relevansinya dengan penelitian ini. Maka dalam bab ini akan menjelsakan teori tentang pengertian peran, bentuk-bentuk peran, buruh, kesejahteraan sosial.

BAB III Gambaran umum tentang KecamatanTambun Utara, Profil Majikan dan Pembantu Rumah Tangga, Perumahan Griya Satria Pesona yang dilengkapi profil Koperasi Astra dan PT. Arya Lingga Manik.

BAB IV Analisis deskriptif kesejahteraan pembantu rumah tangga dan perlakuan majikan terhadap pembantu rumah tangga.


(29)

19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kesejahteraan

1. Pengertian Kesejahteraan Sosial

Menurut bahasa, kata sejahtera (well-being) bermakna aman sentosa, makmur, dan selamat (terlepas dari segala macam gangguan). Sedangkan kesejahteraan (welfare) dapat dimaknai sebagai hal atau keadaan sejahtera yaitu keamanan, keselamatan, dan ketenteraman.1 James Midgley dalam bukunya mengatakan, bahwa kesejahteraan sosial (social welfare) ini memiliki arti yang sangat mulia dengan merujuk pada keadaan lebih baik, kebahagiaan dan kemakmuran.2

Terkait dengan pengertian kesejahteraan sosial, C. Pramuwito menjelaskan dalam bukunya, bahwa secara etimologis (sejarah asal kata), kesejahteraan sosial terdiri atas dua kata yaitu kesejahteraan dan sosial. Kata kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang mendapat imbuhan ke-an. Imbuhan ke-an adalah imbuhan yang membedakan kata sifat/keadaan sejahtera. Perkataan sejahtera sendiri merupakan perkataan yang berasal dari bahasa sansakerta “Jaitra”, yang berarti damai, aman, sentosa atau senang.

Menurut W.J.S Poewodarminto, seperti yang dikutip C. Pramuwito, bahwa kata sejahtera sebagai keadaan aman, sentosa makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran dan sebagainya.

1

Ibid. KBBI. Kata kunci “Sejahtera”.

2

James Midgley. 2005. Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam (Diperta Islam) Departemen Agama RI. hal. 18.


(30)

20 Oleh karena itu, C. Pramuwito menyimpulkan, bahwa kesejahteraan diartikan sebagai keadaan atau kondisi di mana seseorang diliputi oleh rasa aman, tenteram, makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan dan kesukaran. Gangguan atau kesukaran ini sering diwujudkan berupa gangguan kesehatan, gangguan kenikmatan atau gangguan kerja.3 Dengan demikian, secara khusus, Robert L Baker memaknai kesejahteraan sebagai kondisi mengenai kesehatan fisik, ketenangan emosi/batin. Serta ketenangan di bidang ekonomi, serta kemampuan masyarakat untuk menolong masyarakatnya untuk mencapai kondisi atau keadaan tersebut.4

Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, bahwa Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Dalam buku yang berjudul “Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai” dikatakan, bahwa istilah kesejahteraan sosial dapat mengacu pada gejala-gejala sosial pada tingkat-tingkat yang beragam. Merujuk pada gagasan F. Benda Beckmann, terdapat tiga unsur yang terkait dengan kesejahteraan sosial. Pada tingkat pertama, istilah kesejahteraan menunjukkan keragaman nilai, ideal, ideologi, dan dalam bentuknya yang lebih konkret: tujuan kebijakan. Pada tingkat ini tidak ada satu masyarakat pun yang memiliki gagasan yang sama tentang kesejahteraan sosial. Setiap

3

Ibid. C. Pramuwito. Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial. hal. 23.

4


(31)

21 orang, kelompok, yang dibedakan oleh gender, usia dan kelas sosial dapat mempunyai definisi yang berbeda tentang kesejahteraan sosial.

Pada tingkat kedua kesejahteraan sosial mengacu pada lembaga penyelenggara. Pada sebagian masyarakat terdapat lembaga-lembaga khusus yang didirikan untuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Namun, pada sebagian masyarakat yang lain, lembaga semacam itu tidak ada.

Pada tingkat yang terakhir, kesejahteraan sosial terkait pada tingkat pelaksanaan, yaitu kegiatan kesejahteraan sosial yang diupayakan oleh individu atau kelompok yang dapat mewarnai beragamnya proses sosial. Kegiatan membangun rumah, misalnya, bukanlah bentuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Namun membangun rumah untuk orang miskin, kerabat yang membutuhkan pertolongan, barulah digolongkan ke dalam upaya kesejahteraan sosial.

Dalam buku ini dikatakan juga bahwa, bila disadari adanya gejala-gejala sosial tersebut yang berpengaruh pada kesejahteraan sosial, maka diperlukan suatu koreksi terhadap konsep-konsep mengenai kesejahteraan sosial konvensional. Konsep kesejahteraan sosial selama ini hampir selalu mengacu kepada konsep-konsep Eropa-Amerika yang mengidentikkan kesejahteraan sosial dengan social security (Ingris) atau sociale zekerheid (Belanda), yang tampaknya hanya cocok untuk kondisi masyarakat Eropa dan Amerika saja. Pada umumnya, dalam masyarakat kita dikenal sebagai kegiatan bekerja yang selalu memiliki hubungan dengan jaminan sosial yang dasar hukumnya terformulasi secara jelas dalam sistem hukum Negara. To a


(32)

22 large extent, conventional social security protects the protected, i.e. those who earning regular wages (d). Jadi, mekanisme kesejahteraan sosial konvensional itu adalah perlindungan terhadap mereka yang terjamin. Bahkan mereka yang tidak bekerja pun terjangkau oleh mekanisme kesejahteraan sosial yang sepenuhnya ada di tangan pemerintah, dengan dukungan finansial yang kuat di negara-negara tersebut.5

2. Pengertian Kesejahteraan Pekerja/Buruh

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Bab II Pasal I Ayat 31 tentang Ketenagakerjaan, bahwa kesejahteraan pekerja atau buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

B. Kategori Kemiskinan

Kemiskinan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut:

a. Miskin secara absolut

Seseorang dikategorikan miskin secara absolut bilamana pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan hidup minimum yang digambarkan dengan garis kemiskinan tersebut. Sedangkan kebutuhan

5

T.O. Ihromi. 2003. Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal. 237-239.


(33)

23 minimum tersebut antara lain diukur dengan kebutuhan pangan, sandang, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup.

b. Kemiskinan relatif atau kemiskinan struktural

Seseorang masuk pada level kemiskinan relatif atau kemiskinan struktural apabila pendapatan seseorang sudah berada di atas garis kemiskinan, namun secara relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan masyarakat di sekitarnya. Kemiskinan relatif erat kaitannya dengan masalah pembangunan yang bersifat yang bersifat struktural, yakni kebijaksanaan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan. c. Kemiskinan kultural

Pada kategori yang terkhir, yaitu kemiskinan kultural, merupakan jenis kemiskinan yang mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang karena budayanya tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya, meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya, karena mereka merasa sudah cukup dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak mudah melakukan perubahan, sering menolak mengikuti perkembangan, serta tidak mau berusaha untuk meningkatkan taraf hidupnya, sehingga pendapatan mereka tetap rendah menurut ukuran yang umum dipakai.


(34)

24 Tetapi karena tidak merasa miskin dan tidak mau dikatakan miskin, berbagai tolak ukur dan kebijakan pembangunan tidak mudah untuk menjangkau mereka.6

Selain itu, menurut Emil Salim7, dalam pidatonya pada pengukuhan Guru Besar Universitas Indonesai, seperti yang dikutip oleh Nommy Horas Thombang Siahaan, dikatakan bahwa terdapat tiga ciri-ciri kemiskinan yaitu:

a. Sebagian besar masyarakatnya hidup di pedesaan, terdiri dari buruh-buruh tani;

b. Sebagai penganggur atau setengah menganggur. Meskipun bekerja, tetapi sifatnya tidak teratur dan tidak mencukupi bagi kebutuhan hidup yang wajar. Ini terdapat di pedesaan dan perkotaan;

c. Berusaha sendiri dan dengan menyewa peralatan orang lain; dengan modal yang kecil dan serba terbatas, banyak didapati di kota dan ada juga di pedesaan.

C. Pembantu Rumah Tangga

1. Pengertian Pembantu Rumah Tangga

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, didefinisikan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang

6

Nommy Horas Thombang Siahaan. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. hal. 81-82.

7

Pengukuhan Guru Besar Universitas Indonesia (11 Februari 1976) dengan judul,

Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan, lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.


(35)

25 mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa penggunaan istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa dalam Undang-Undang ini, dua istilah tersebut memiliki kondisi yang sama. Dalam pasal 1 angka 3, dapat dilihat pengertian dari Pekerja/Buruh, yaitu: “Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.8

Menurut Agusmidah,9 terdapat dua unsur yang melekat dari istilah pekerja dan buruh yaitu:

a. Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja tetapi harus bekerja);

b. Menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan tersebut.

Secara spesifik, pembantu rumah tangga merupakan pekerja rumah tangga, alias pekerja domestik yang melakukan pekerjaan di lingkungan keluarga orang lain. Pekerjaan para pembantu rumah tangga adalah mengurus pekerjaan rumah tangga, seperti memasak serta menghidangkan makanan, mencuci, membersihkan rumah, dan mengasuh anak-anak.

8

Agusmidah. 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Medan: USU Press. hal. 6.

9


(36)

26 Bahkan di beberapa negara, pembantu rumah tangga dapat pula merawat orang lanjut usia yang mengalami keterbatasan fisik.10

Dengan demikian, pembantu rumah tangga dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis pekerjaannya, yaitu sebagai berikut:

a. Tukang Cuci (memiliki tugas untuk mencuci pakaian dan atau mencuci semua peralatan rumah tangga);

b. Tukang Masak (memiliki tugas memasak untuk kebutuhan rumah tangga);

c. Penjaga Rumah (memiliki tanggungjawab atau berkewajiban menjaga rumah beserta isinya);

d. Supir (memiliki tugas mengemudikan mobil majikan);

e. Tukang Kebun (memiliki tugas merawat semua bentuk tanaman yang dipelihara oleh majikannya);

f. Mengasuh Anak/baby sitter (diberi tanggungjawab untuk mengurus dan mengasuh anak);

g. Perawat Jompo (memiliki tugas untuk merawat jompo atau lansia);

Kemiskinan dapat dijadikan salah satu indikasi terhadap eksistensi pembantu rumah tangga. Pasalnya pembantu rumah tangga pada hakikatnya dan mayoritas berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi. Sedangkan keluarga yang demikian dapat dikategorikan dalam keluarga miskin.

10

Ibid. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). dengan kata kunci “Pembantu” dalam Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.


(37)

27 2. Hak-Hak Pekerja/Pembantu Rumah Tangga

Hak-hak pembantu rumah tangga wajib menjadi perhatian dan diperhatikan oleh semua pihak. Sebagai gambaran relevansinya dengan hak-hak pembantu rumah tangga dapat mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:

a. Pasal 5 (bab III, kesempatan dan perlakuan yang sama) setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan;

b. Pasal 6 setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusahal;

c. Pasal 11 setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemempuannya melalui pelatihan kerja;

d. Pasal 23 tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi;

e. Pasal 31 (Bab VI, penempatan tenaga kerja) setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri;

f. Pasal 77 (waktu kerja) pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja:


(38)

28 - jam sehari dan 40 jam seminggu (6 hari kerja);

- 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (5 hari kerja). g. Pasal 79 waktu istirahat bagi pekerja:

- Sekurangnya setengah jam setelah bekerja 4 jam; - Istirahat mingguan 1 hari utk 6 hari kerja, 2 hari untuk

5 hari kerja;

- Cuti tahunan, sekurangnya 12 hari kerja setelah bekerja 12 bulan berturut-turut;

- Istirahat panjang, sekurangnya 2 bulan setelah bekerja 6 tahun.

h. Pasal 80 kesempatan yang secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yg diwajibkan oleh agamanya;

i. Pasal 81 (Waktu Kerja) pekerja perempuan dalam masa haid, merasa sakit dan memberitahukan kepad pengusaha tidak wajib bekerja pada hari pertama dan hari kedua waktu haid;

j. Pasal 82 pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 setelah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai keterangan dokter atau bidan; k. Pasal 83 pekerja perempuan yang anaknya masih menyusui

harus diberikan kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja;


(39)

29 l. Pasal 84 Pekerja yang menggunakan hak waktu istirahat berhak

mendapat upah penuh.

m. Pasal 86 (K3) setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

- Keselamatan & kesehatan kerja; - Moral & kesusilaan;

- Perlakuan yg sesuai dgn harkat & martabat manusia serta nilai-nilai agama.

n. Pasal 88 (pengupahan) setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan;

o. Pasal 99 (kesejahteraan) setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja;

p. Pasal 104 (SP/SB) setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota sp/sb;

q. Pasal 137 (mogok kerja) mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan SP dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan;

r. Pasal 151 (PHK) pengusaha, pekerja, SP dan Pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK.


(40)

30

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Kecamatan Tambun Utara

Secara administratif, Kecamatan Tambun Utara1 yang memiliki luas 2.935,81 Ha terbagi menjadi 8 desa, yang terdiri dari: Karangsatria, Satriajaya, Jalenjaya, Satriamekar, Sriamur, Srimukti, Srijaya, Srimahi. Ditinjau dari topografinya, Kecamatan Tambun Utara termasuk dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 19 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan pemanfaatan ruang pada tahun 2006, sebanyak 89% luas wilayah Kecamatan Tambun Utara, yaitu 3.227,03 Ha, merupakan kawasan permukiman perkotaan. Banyaknya permukiman yang ada merupakan perpanjangan dari permukiman di daerah Tambun Selatan. Penggunaan lahan lainnya, seperti hutan lindung dan pertanian lahan basah sangat minim, masing-masing hanya 3% dan 8% dari luas wilayah Tambun Utara.

Berdasarkan data tahun 2008, Kecamatan Tambun Utara dengan pusat kecamatan di Sriamur memiliki 115.608 jiwa penduduk, dengan penduduk laki-laki (58.567 jiwa) lebih banyak daripada perempuan (57.041 jiwa). Persebaran penduduk di Kecamatan Tambun Utara tidak merata, penduduk terkonsentrasi pada wilayah permukiman yang tumbuh berkembang di pusat-pusat kegiatan ekonomi yang dekat dengan Kota Bekasi. Hal tersebut ditunjukkan oleh kepadatan penduduk pada Desa Karangsatria yang berkepadatan penduduk 124

1

Kecamatan Tambun Utara. dalam situs resmi Program Peningkatan Nilai Tambah Mata Rantai Produksi. Tanggal 15 December 2010. http://phki.pl.itb.ac.id/sip/index.php?option=com_ content&view=article&id=58:kecamatan-tambun-utara&catid=52:profil-kecamatan&Itemid=74.


(41)

31 jiwa/Ha, dimana daerah tersebut memiliki sumber penghasilan utama dari sektor jasa dan berbatasan langsung.

Kecamatan Tambun Utara memiliki 79 industri kecil yang tersebar pada sebagian besar desa, Desa Satriamekar dan Srijaya tidak memiliki industri kecil/kerajinan rumah tangga. Bentuk industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang cukup berkembang di Kecamatan Tambun Utara adalah kerajinan dari kayu seperti pembuatan perabotan rumah tangga (lemari, kursi, meja, dan sebagainya), kerajinan dari logam, anyaman, industri makanan, dan lainnya. Ditinjau dari angka sementara PDRB Kecamatan Tambun Utara tahun 2007 yaitu sebesar Rp 399.800.410.000,00, maka sektor perdagangan, hotel, dan restoran memegang peranan penting dengan menyumbang 42% bagi PDRB, sedangkan sektor industri pengolaha hanya memberi kontribusi sebesar 29%. Laju pertumbuhan PDRB dari sektor industri mengalami penurunan dari tahun ke tahun, yaitu dari 6,75% pada tahun 2005 hingga mencapai 5,48% pada tahun 2007. Sektor lainnya, seperti pertanian, jasa, bagunan/konstruksi, dan lainnya memberikan kontribusi yang kecil, kurang dari 10%.

Sebagian besar kebutuhan tenaga listrik bagi rumah tangga di Kecamatan Tambun Utara disuplai oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang sudah menjangkau hampir seluruh rumah tangga. Pada tahun 2008, jumlah pelanggan listrik mencapai 31.314 pelanggan yang didominasi oleh pelanggan rumah tangga di Desa Karangsatria. Dalam hal penyediaan air bersih, hanya sebagian kecil rumah tangga, yaitu sebanyak 1430 pelanggan, yang sudah dapat disuplai oleh


(42)

32 PDAM, sedangkan penduduk cenderung lebih memilih memanfaatkan sumur atau air tanah di lingkungan mereka.

Dari sisi sarana telekomunikasi, sampai dengan tahun 2008 hanya 3.518 pelanggan di 6 desa yang terlayani oleh PT. TELKOM. Telepon kabel belum dapat menjangkan Desa Srimukti dan Srimahi. Berkembangnya sarana dan prasarana telekomunikasi di Kecamatan Tambun Utara juga ditunjukkan dengan adanya penempatan 25 BTS yang tersebar pada seluruh desa, dengan konsentrasi pada Desa Sriamur dan Karangsatria yang memiliki pelanggan terbanyak dan merupakan pusat kegiatan ekonomi. Sedangkan, penggunaan jaringan internet masih sangat terbatas di daerah-daerah yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, seperti sentra-sentra bisnis.

Pada umumnya, ketersediaan prasarana jalan sudah cukup baik, terutama dalam menghubungkan pusat-pusat kegiatan. Berdasarkan permukaan jalan pada 2008, maka dari panjang jalan 45,1 km, terdapat jalan berbutir sepanjang 19,08 km, jalan perkerasan aspal 5,40 km, dan jalan perkerasan beton sepanjang 20,62 km. Sedangkan, ditinjau dari sarana angkutannya mayoritas daerah di Kecamatan Tambun Utara dapat dijangkau dengan angkutan umum dan ojeg motor. Kondisi lalu lintas di Kecamatan Tambun Utara relatif ramai dengan tingkat huniannya yang tinggi, terutama pada Desa Karangsatria yang merupakan perbatasan dengan Kota Bekasi.

B. Monografi / Gambaran Perumahan GSP

Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) terdiri dari 1000 rumah yang sudah dibangun oleh developer tetapi sampai saat ini masih terdiri dari 720 KK yang


(43)

33 sudah dihuni. Dan Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) terdari dari 2 (dua) Rukun Warga (RW) serta 19 Rukun Tetangga (RT). Warga Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) terdiri dari kalangan atau status pekerjaan:

a. Buruh / Pekerja • Pegawai Negeri • Pegawai Swasta • Dokter

• Buruh Industri

• Kuli Bangunan / Tukang b. Wirasawasta / Entrepreneur

Dari sisi kostruk bangunan rumah di Perumahan Griya Satria Pesona (GSP), bahwa sebagian rumah sudah mengalami perubahan bentuk dari kondisi bangunan sebelumnya (standar bangunan dari developer). Dan tipe bangunan di Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) adalah tipe bangunan yang mendapatkan subsidi dari pemerintah selama 2 (dua) tahun.

Untuk mendapatkan KPR atau kredit rumah di Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) harus memenuhi persyaratan yang diberlakukan oleh Bank Tabungan Negara (BTN). Setoran awal atau DP sebesar Rp. 10.000.000,- dan setoran per bulan sebesar Rp. 600.000,-. Dengan setoran per bulan Rp. 600.000,- setelah dikurangi dengan subsidi yang diberikan oleh pemerintah, maka setoran KPR di Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) selama 2 (dua) tahun menjadi Rp.


(44)

34 280.000,-.2 Cicilan KPR ini berlangsung selama 15 (lima belas) tahun atau bisa 10 (sepuluh) tahun dengan catatan DP kredit rumah yang disetorkan diatas standar BTN yang sudah ditentukan.

Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) dibangun oleh pihak pengembang dengan konstruk bangunan sederhana. Tujuannya agar masyarakat tidak mampu bisa atau mampu membeli rumah dengan cara kredit melalui KPR. Berdirinya Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) tidak lepas dari dua peran penting instansi swasta. Kedua instansi swasta yang dimaksud, yaitu sebagai berikut:

1. Koperasi Astra

Koperasi Astra berdasarkan fungsi utamanya merupakan salah satu koperasi di Indonesia yang memiliki tujuan untuk membantu orang-orang yang sedang mengalami kesulitan dalam keuangan. Informasi lebih lengkap tentang Koperasi Astra bisa kunjungi situs resminya di http://www.koperasi-astra.com.

2. PT. Arya Lingga Manik

PT. Arya Lingga Manik didirikan pada tahun 2004 dibuat oleh Ir. Prabawa Lingga. Proyek pertamanya adalah Kompleks Perumahan di Sangiang, Tangerang dan diikuti oleh proyek kedua pada tahun 2005 berlokasi di Jurumudi Tangerang yang merupakan pusat bisnis kecil. Rencana untuk menyediakan rumah dilanjutkan ke Panorama Serpong pada tahun 2007 dan Pada pertengahan tahun 2009 ia memutuskan untuk membangun sebuah kompleks perumahan di Griya Satria Pesona di Bekasi. Informasi

2

Data ini diperoleh dari pengakuan responden atau penghuni Perumahan Griya Satria Pesona (GSP) Bekasi.


(45)

35 lebih lengkap tentang PT. Arya Lingga Manik bisa kunjungi situs resminya di http://www.aryalinggamanik.com atau Panorama Residence http://www. panorama-residence.web.id.

PETA LOKASI GRIYA SATRIA PESONA

C. Profil Majikan dan Pembantu Rumah Tangga

Berikut ini adalah data majikan dan pembantu rumah tangga di Perumahan Griya Satria Pesona (GSP):

a. Majikan Pembantu Rumah Tangga

- Nama Lengkap : MOH. MUQIT

Tempat/Tanggal Lahir : Bondowoso, 26 Maret 1983 Jenis Kelamin : Laki – Laki


(46)

36 Agama : Islam

Status : Kawin

Pendidikan : S1 / Pendidikan Agama Islam Pekerjaan : Wirausaha

Pekerjaan Istri : Pegawai Negeri Sipil (PNS) Jumlah Putra/Puteri : 1 Anak

- Nama Lengkap : JABATAN DAMATIK Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 06 September 1974 Jenis Kelamin : Laki – Laki

Agama : Islam Status : Kawin

Pendidikan : S1 / Kedokteran Pekerjaan : Dokter

Pekerjaan Istri : Dokter Jumlah Putra/Puteri : 2 Anak

- Nama Lengkap : ACH. SUHAIMI

Tempat/Tanggal Lahir : Sumenep, 10 September 1980 Jenis Kelamin : Laki – Laki

Agama : Islam Status : Kawin Pendidikan : S1 / Hukum Pekerjaan : Konsultan Politik Pekerjaan Istri : Ibu Rumah Tangga


(47)

37 Jumlah Putra/Puteri : 2 Anak

- Nama Lengkap : SISWANDI

Tempat/Tanggal Lahir : Kuningan, 23 Februari 1976 Jenis Kelamin : Laki – Laki

Agama : Islam Status : Kawin

Pendidikan : S1 / Ekonomi

Pekerjaan : Bank Rakyat Indonesia (BRI) Pekerjaan Istri : Dokter

Jumlah Putra/Puteri : 3 Anak

b. Pembantu Rumah Tangga

- Nama Lengkap : SUSWANTI

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Januari 1985 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam Status : Kawin Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga / Buruh Pekerjaan Suami : Buruh

Jumlah Putra/Puteri : 1 Anak

Alamat : Bulak Jaya RT/RW 010/008, Kel/desa Pulo Gebang, Kecamatan Cakung


(48)

38 - Nama Lengkap : ALIF LAYYINAH

Tempat/Tanggal Lahir : Sumenep, 20 Januari 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Kawin

Pendidikan : Madrasah Aliyah (MA)

Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga / Mahasiswa Pekerjaan Suami : 0

Jumlah Putra/Puteri : 0 Anak

Alamat : Dusun Tambak, dengan RT/RW. 012/006, Ging-ging, Kecamatan Bluto - Nama Lengkap : SITI ROFIKOH

Tempat/Tanggal Lahir : Kuningan, 12 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam Status : Kawin

Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA) Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga / Buruh Pekerjaan Suami : Buruh

Jumlah Putra/Puteri : 0 Anak

Alamat : Dusun III Dukuhbadag, RT/RW.

001/003, Desa Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan


(49)

39 - Nama Lengkap : MUKIMAH

Tempat/Tanggal Lahir : Kuningan, 11 Desember 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Kawin

Pendidikan : Madrasah Aliah (MA)

Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga / Mahasiswa Pekerjaan Suami : Buruh

Jumlah Putra/Puteri : 0 Anak

Alamat : Dusun Ibai Desa Sana Tengah Pasean Kabupaten Pamekasan


(50)

40

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS

A. Konteks Sosial

Dalam kehidupan modern yang ditandai dengan semakin cepat dan padatnya dinamika kerja masyarakat, pembantu rumah tangga memiliki peranan penting dalam mendukung lancarnya dinamika kerja tersebut. Banyak tenaga kerja profesional tidak memiliki waktu untuk mengurusi pekerjaan domestik; mereka terlalu disibukkan oleh aktivitas atau pekerjaannya di luar, sehingga mereka tentu membutuhkan pembantu rumah tangga untuk menangani berbagai pekerjaan domestik, seperti memasak, menyuci, menyapu dan sebagainya.

Berdasarkan konteks itulah banyak kelas menengah di Indonesia menggunakan tenaga pembantu rumah tangga untuk meringankan beban kerja mereka, sehingga bisa fokus pada pekerjaan atau profesinya. Semua majikan yang diwawancarai mengidentifikasi bahwa padatnya aktivitas kerja tidak memungkinkan mereka untuk mengerjakan pekerjaan domestik. Moh. Muqit yang memiliki pembantu rumah tangga sejak tahun 2010 mengungkapkan bahwa tujuannya menggunakan pembantu rumah tangga adalah untuk meringankan beban pekerjaan rumah yang tidak mungkin dikerjakannya sendiri. Ketika ditanya tentang alasan dan tujuan menggunakan pembantu rumah tangga, Moh. Moqit menjawab, “Untuk meringankan beban di rumah.” 1

Ach. Suhaimi, majikan kedua yang diwawancarai, juga menegaskan bahwa kebutuhannya pada jasa pembantu rumah tangga adalah untuk mengurusi

1

Wawancara pribadi dengan Moh. Muqit (sebagai majikannya Alif Layyinah). Bekasi, 23 Maret 2013.


(51)

41 pekerjaan rumah tangga, bahkan pembantu rumah tangga yang dipekerjakan dirumahnya sempat berganti lima kali dengan beragam alasan yang berbeda.

Ketika ditanya tentang alasan bergantinya pembantu hingga lima kali, Ach. Suhaimi menjawab:

“Karena ada yang berhenti, ada yang mau pulang kampung, ada yang mau membantu orang tuanya, jadi berhenti. Dan ada sebagian yang berkasus.”2

Berdasarkan besarnya kebutuhan Ach. Suhaimi pada pembantu rumah tangga, dia selalu mencari penggantinya. Selain untuk meringankan pekerjaan rumah tangga seperti masak dan nyuci, Ach. Suhaimi juga menggunakan jasa pembantu rumah tangga untuk mengasuh dan mengantar anaknya ke sekolah, sehingga dia tidak terlalu terbebani dengan persoalan rumah tangga.

Ketika ditanya tentang alasan dan tujuan menggunakan jasa pembantu rumah tangga, Ach. Suhaimi menjawab:

“Iya, itu untuk mengasuh anak, untuk nganter sekolah. Karena tidak mungkin saya dan istri harus melakukan itu.”

Begitu pula dua majikan lainnya yang diwawancarai, Siswandi dan Jabatan Damatik, menggunakan jasa pembantu rumah tangga untuk mengurusi berbagai pekerjaan rumah tangga, seperti menyuci, membersihkan rumah, dan menjaga anak. Mereka menyatakan bahwa tuntutan untuk masuk kerja hampir setiap hari tidak memungkinkan mereka mengerjakan berbagai pekerjaan domestik, sehingga penggunaan jasa pembantu rumah tangga menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi jika mereka menginginkan aktivitas kerjanya tetap lancar.

2

Wawancara pribadi dengan Ach. Suhaimi (sebagai majikannya Mukimah). Bekasi, 09 Juni 2013.


(52)

42 Ketika ditanya tentang alasan dan tujuan mempekerjakan pembantu rumah tangga, Jabatan Damatik menjawab:

“Iya, untuk meringankan beban keluarga saya. Saya dan istri kan bekerja tiap harinya, jadi saya butuh tenaga pembantu rumah tangga untuk menghendel semua kebutuhan keluarga saya.”3

Berbeda dengan majikan yang tidak memiliki waktu untuk mengerjakan pekerjaan domestik, para pembantu rumah tangga menerima pekerjaan sebagai pembantu karena beralasan bahwa pendapatannya tidak mencukupi atau menginginkan tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan lainnnya. Selain itu, pekerjaan lainnya yang layak sangat sulit diperoleh dengan ketatnya dinamika dan persaingan kerja.

Alif Layyinah menjadi pembatu Moh. Muqit selama dua tahun. Dia menerima pekerjaan sebagai pembantu supaya gajinya bisa digunakan untuk biaya kuliahnya di Universitas Terbuka, selain juga dikirim untuk kebutuhan orang tuanya di kampung.

Ketika ditanya tentang alasan dan tujuannya menjadi pembantu rumah tangga, Alif Layyinah menjawab:

“Untuk mendapat uang, gajinya yang lumayan. Bisa menghidupi orang tua di kampung dan biaya kuliah.”4

Pembantu Ach. Suhaimi, Mukimah, mengaku menerima pekerjaan sebagai pembantu karena terdorong oleh rasa penasaran tentang kehidupan di Kota Jakarta. Dia ingin mencari pengalaman di Kota Jakarta. Karenanya, Mukimah pergi ke Jakarta dan hanya berprofesi sebagai pembantu.

3

Wawancara pribadi dengan Jabatan Damatik (sebagai majikannya Suswanti). Bekasi, 16 Februari 2014.

4

Wawancara pribadi dengan Alif Layyinah (pembantu rumah tangga dari keluarga Moh. Muqit). Bekasi, 23 Maret 2013.


(53)

43 Ketika ditanya tentang alasan dan tujuannya menjadi pembantu rumah tangga, Mukimah menjawab:

“Cuma ingin cari pengalaman, penasaran. Kota jakarta seperti apa gitu. Cuma ingin cari pengalaman gitu.”5

Dua pembantu lainnya yang diwawancarai juga memiliki latar dan alasan yang serupa. Selama dua tahun, Siti Rofikoh bekerja sampingan sebagai pembantu rumah tangga Siswandi. Dia menyatakan bahwa alasannya menjadi pembantu karena membutuhkan pendapatan tambahan. Karena itulah dia menyatakan bahwa ekonomilah yang menjadi tujuan utamanya menjadi pembantu rumah tangga.

Seperti halnya Siti Rofikoh, Suswanti beralasan bahwa tujuannya menjadi pembantu rumah tangga karena membutuhkan pendapatan tambahan. Dia mengaku terpaksa menerima pekerjaan sebagai pembantu karena kesulitan memperoleh pekerjaan di luar, selain jauhnya lokasi kerja.

Ketika ditanya tentang alasannya menjadi pembantu, Suswanti menjawab: “Sampingan ja sih karena di sini susah nyari kerjaan kan. Kondisinya kan di sini jalan jauh, jadi mau kerja di luar susah, adanya itu, ya sementara. Itu dulu.”6

Dengan demikian, pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dilatari oleh dua dinamika sosial yang saling berhubungan dan saling mendukung. Pekerja profesional kelas menengah ke atas memiliki aktivitas kerja yang cukup padat dan masuk kerja hampir setiap hari, kecuali sabtu dan minggu, sehingga tidak memungkinkan mereka melakukan berbagai pekerjaan domestik. Oleh karena itulah mereka membutuhkan orang lain yang bisa mengerjakan urusan rumah

5

Wawancara pribadi dengan Mukimah (pembantu rumah tangga dari keluarga Ach. Suhaimi). Bekasi, 09 Juni 2013.

6

Wawancara pribadi dengan Suswanti (pembantu rumah tangga dari keluarga Jabatan Damatik). Bekasi, 16 Februari 2014.


(54)

44 tangga dengan pembayaran atau penggajian yang terjangkau oleh kondisi keuangan mereka. Konteks sosial inilah yang melatari kebutuhan majikan untuk mempekerjakan pembantu rumah tangga.

Berbeda dengan konteks sosial kelas menengah ke atas, masyarakat kelas bawah mengalami kesulitan untuk memperoleh pekerjaan, sehingga tidak heran bila banyak masyarakat kelas bawah yang menjadi pengangguran. Berdasarkan kebutuhan untuk memperoleh pendapatan, melanjutkan pendidikan, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga pun menjadi pekerjaan alternatif yang dipilih, selain karena pekerjaan domestik tidak membutuhkan keahlian khusus atau dapat dipelajari dan dilakukan oleh semua orang. Berdasarkan konteks sosial inilah pembantu rumah tangga menjadi profesi tersendiri yang diminati, meski dengan konsekuensi rendahnya gaji yang diterima.

B. Relasi Majikan dan Pembantu Rumah Tangga

Berdasarkan posisinya sebagai pengurus pekerjaan domestik, pembantu rumah tangga tentunya sering berada dan berinteraksi dengan majikannya. Karena itulah majikan sangat mungkin menjalin hubungan unik secara personal dengan pembantu rumah tangga. Di satu sisi, pembantu rumah tangga dianggap sebagai bagian dari keluarga. Namun di sisi lain, pembantu rumah tangga berperan tidak lebih sebagai karyawan yang harus siap mengerjakan tugas-tugas domestik, dan karena itulah mereka menerima bayaran.

Semua majikan yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka membangun sistem kekeluargaan dalam relasinya dengan pembantu rumah


(55)

45 tangga. Berdasarkan pentingnya peran pembantu rumah tangga, majikan cenderung menganggap pembantu rumah tangga sebagai bagian dari keluarga dan menyadari perlunya membangun kedekatan atau ikatan emosional dengannya. Seperti yang dinyatakan Moh. Muqit bahwa dia tidak memaksakan pekerjaan atau membebaskan pembantunya untuk mengerjakan urusan rumah tangga semampunya, bahkan berkomunikasi secara terbuka.

Ketika ditanya tentang bagaimana membangun relasi dengan pembantunya, Moh. Muqit menjawab:

“Seperti keluarga sendiri, dan apa yang kita makan, dia juga makan, disamaratakan, dan termasuk pekerjaan kita sesuaikan saja dengan kemampuannya. Kalau tidak mampu kita tidak pernah memaksanya.”7 Hal itu juga diperkuat dengan kejujuran yang ditunjukkan oleh pembantunya. Kejujuran pembantu itulah yang menjadikan Moh. Muqit memberikan perlakuan istimewa, seperti mendorong pembantunya untuk melanjutkan kuliah. Pembantu Moh. Moqit, Alif Layyinah, membenarkan pernyataan majikannya. Ketika ditanya tentang perlakuan istimewa yang diberikan majikannya, dia menjawab, “Mendorong saya untuk kuliah, yang daftarin kuliah majikan saya.”8

Alif Layyinah mengikuti kuliah dua kali seminggu secara online yang disediakan oleh Universitas Terbuka. Biaya kuliahnya diambil dari gaji bulanannya sebesar Rp. 550.000,- (lima ratus lima puluh ribu). Berdasarkan kebaikan majikannya itulah Alif Layyinah berupaya bekerja lebih rajin untuk

7

Wawancara pribadi dengan Moh. Muqit (sebagai majikannya Alif Layyinah). Bekasi, 23 Maret 2013.

8

Wawancara pribadi dengan Alif Layyinah (pembantu rumah tangga dari keluarga Moh. Muqit). Bekasi, 23 Maret 2013.


(56)

46 membalas kebaikan tersebut. Ketika ditanya tentang sikapnya terhadap perlakuan majikannya, dia menjawab, “Menyikapi dengan bekerja yang rajin, harus lebih dari kebaikannya lah.”9

Sistem kekelurgaan juga dibangun oleh Ach. Suhaimi, majikan kedua yang diwawancarai. Dia menyatakan bahwa apabila pembantu rumah tangga melakukan kesalahan, hanya perlu ditegur secara halus, sehingga tidak merusak hubungan mereka. Menururtnya, dia memperlakukan pembantunya dengan istimewa karena pembantunya juga berasal dari daerah yang sama dengannya, sehingga dia pun menganggap pembantunya seperti saudara.

Ketika ditanya tentang perlakuannya terhadap pembantunya, Ach. Suhaimi menjawab:

“Ya, mungkin istimewanya karena dia dari kampung kita sendiri, juga kita anggap saudara, kita kasih duit, kalau kita makan di warung dia juga dikasih.”10

Ach. Suhaimi hanya menegur pembantunya dengan cara halus apabila melakukan kesalahan, seperti yang diungkapkannya, “Ya, dengan halus aja, kadang ditegur.” Pembantu Ach. Suhaimi, Mukimah, membenarkan pernyataan majikannya bahwa dia diperlakukan seperti keluarga. Majikannya selalu bersikap baik terhadapnya, bahkan dia juga didukung untuk melanjutkan kuliah.

Ketika ditanya tentang perlakuan istimewa yang diberikan majikannya, Mukimah menjawab:

9

Wawancara pribadi dengan Alif Layyinah (pembantu rumah tangga dari keluarga Moh. Muqit). Bekasi, 23 Maret 2013.

10

Wawancara pribadi dengan Ach. Suhaimi (sebagai majikannya Mukimah). Bekasi, 09 Juni 2013.


(57)

47 “Ada istimewanya si, istimewanya dia mendukung dan sangat mendukung aku untuk sekolah, dia pengen aku gak apaya? Ga putus belajar.”11

Namun bayaran kuliah Mukimah, tetap harus ditanggung sendiri, karena menurutnya, majikannya ingin mendidiknya untuk bisa menjadi mandiri dan merasakan susahnya mencari uang. Dia juga menganggap bahwa motivasi yang dilakukan majikannya sangat penting baginya.

Ketika ditanya tentang pembayaran kuliah dan kondisinya di kampus, Mukimah menjawab:

Klo pembayaran kuliahnya gak, karena dia tu ingin mendidik aku kayak gimana gitu kan, kayak gimana susahnya cari uang dan bisa mandiri. Klo jajan si ya dikasih, karena dia mungkin berpikir kasian takut di kampus kelaparan.”

Begitu pula kedua majikan lainnya yang diwawancarai, Siswandi dan Jabatan Damatik, menegaskan pentingnya membangun sistem kekeluargaan dengan pembantu mereka. Siswandi menganggap pentingnya memperlakukan pembantunya sebagai manusia, bahkan dia memberikan dua hari libur ketika dia dan istrinya juga libur. Jabatan Damatik juga memperlakukan pembantunya dengan cara baik dan hanya menegurnya bila melakukan kesalahan. Kondisi pembantunya yang juga memiliki anak mendorong Jabatan Damatik untuk memberikan keringanan kepada pembantunya, bahkan kadang dia memberikan tambahan gaji untuk kebutuhan keluarganya.

Ketika ditanya tentang bagaimana membangun relasi dengan pembantunya, Jabatan Damatik menjawab:

11

Wawancara pribadi dengan Mukimah (pembantu rumah tangga dari keluarga Ach. Suhaimi). Bekasi, 09 Juni 2013.


(58)

48 “Ya dengan cara baiklah, dia kan bekerja untuk mendapatkan uang, masak saya mau jahatin dia, kalau dia salah, saya tegur. Itu saja.”12

Pembantu Siswandi dan Jabatan Damatik membenarkan pernyataan majikan mereka. Pembantu Siswandi, Siti Rofikoh, mengungkapkan bahwa dia hanya ditegur kalau melakukan kesalahan, namun dia tidak keberatan menjalaninya karena dianggap sebagai bagian dari konsekuensi kerjanya sebagai pembantu.

Ketika ditanya tentang bagaimana perlakukan majikan terhadapnya, Siti Rofikoh menjawab:

“Ya, klo menyakiti perasaan si kadang klo kitanya ada salah ya, iya. Namanya orang kerja. Klo gak ada salahnya si baik-baik saja”13

Begitu pula Pembantu Jabatan Damatik, Suswanti, juga mengungkapkan bahwa majikannya bersikap pengertian. Majikannya sering memperlakukannya dengan baik, dan dia bersyukur mendapatkan majikan yang baik dan pengertian. Ketika ditanya tentang bagaimana majikannya memperlakukannya, Suswanti menjawab, “Baik si, ngerti. Alhamdulillah dapet yang ngerti. Dapet yang baik.”14

Dengan demikian, relasi yang dibangun antara majikan dan pembantu adalah sistem kekeluargaan. Majikan berupaya membangun kedekatan emosional dengan pembantunya, misalnya dengan memberikan tambahan upah untuk kebutuhan pembantu sehari-hari, atau dengan keikutsertaan majikan dalam mengerjakan urusan domestik ketika sedang libur kerja. Bahkan pembantu rumah

12

Wawancara pribadi dengan Jabatan Damatik (sebagai majikannya Suswanti). Bekasi, 16 Februari 2014.

13

Wawancara pribadi dengan Siti Rofikoh (pembantu rumah tangga dari keluarga

Siswandi). Bekasi, 08 Desember 2013.

14

Wawancara pribadi dengan Suswanti (pembantu rumah tangga dari keluarga Jabatan Damatik). Bekasi, 16 Februari 2014.


(59)

49 tangga mengaku tidak pernah dimarahi dan hanya ditegur oleh majikannya kalau melakukan kesalahan.

Kedekatan yang dibangun oleh majikan tersebut mendorong pembantu rumah tangga untuk lebih rajin bekerja sebagai balasan atas kebaikan majikannya. Meski banyak pekerjaan rumah tangga yang harus diselesaikan, namun pembantu rumah tangga merasa nyaman dan terbiasa melakukan pekerjaannya. Sikap dan perlakuan baik yang ditunjukkan majikan juga bisa menjadi alasan bertahannya pembantu rumah tangga dalam profesinya, meski gaji yang diterima hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.

C. Kesejahteraan Pembantu Rumah Tangga

Bayaran yang diberikan oleh majikan kepada pembantunya cukup beragam. Moh. Muqit menggaji pembantunya, Alif Layyinah, sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus lima puluh ribu) setiap bulan, yang diberikan pada tanggal satu. Dia menyatakan bahwa tidak pernah terlambat memberikan gaji. Bahkan dia sering memberikan tambahan untuk uang saku dan juga pakaian.

Ketika ditanya tentang tambahan upah yang diberikan kepada pembantunya, Moh. Muqit menjawab:

“Uang si hampir tiap bulan kita kasih di luar gaji yang kita nggap sebagai uang jajan, pakaian juga.”15

Namun, meski membenarkan kebaikan yang diberikan majikannya, Alif Layyinah menyangkal kalau selalu digaji tepat waktu. Selain sering telat digaji, dia mengaku gajinya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya karena sebagian

15

Wawancara pribadi dengan Moh. Muqit (sebagai majikannya Alif Layyinah). Bekasi, 23 Maret 2013.


(60)

50 gajinya digunakan untuk membayar kuliah dan dikirimkan ke orang tuanya di kampung. Namun, dia sudah terbiasa dan menjalaninya dengan nyaman.

Ketika ditanya tentang bagaimana gajinya digunakan, Alif Layyinah menjawab:

“Biaya pendidikannnya ya ngambil dari gaji saya. Disamping menghidupi orang tua ya, buat biaya kuliah juga.”16

Majikan kedua yang diwawancarai, Ach. Suhaimi, menggaji pembantunya sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu) per bulan, meski pembantunya yang sekarang, Mukimah, selalu menitipkan sebagian bayarannya untuk ditabung dan diminta semuanya saat berkeinginan mudik atau pulang kampung.

Ketika ditanya tentang ketepatan waktu penggajian, Ach. Suhaimi menjawab:

“Gak pernah, kalau yang sekarang dia kan mintanya ditabung, jadi kalau pas mudik dia ambil uang semua yang ada di saya. Gajinya ditabung.”17 Selain tabungan gaji, Ach. Suhaimi sering memberikan kebutuhan sehari-hari seperti pulsa dan uang jajan. Ketika ditanya tentang pemberian upah tambahan, Ach. Suhaimi menjawab:

Sering, kalau uang, jika saya nyuruh sesuatu buat beli di warung, nanti sisanya suruh ambil buat dia. Pulsa tiap minggu diisi. Dan kalau lagi keluar, diajak makan, diajak refreshing juga.”

Pembantu Ach. Suhaimi, Mukimah, membenarkan pernyataan majikannnya. Selain gaji yang ditabungnya, dia juga memperoleh uang jajan.

16

Wawancara pribadi dengan Alif Layyinah (pembantu rumah tangga dari keluarga Moh. Muqit). Bekasi, 23 Maret 2013.

17

Wawancara pribadi dengan Ach. Suhaimi (sebagai majikannya Mukimah). Bekasi, 09 Juni 2013.


(61)

51 Gajinya memang tidak pernah terlambat dibayar, tetapi kadang bayarannya tidak diberikan secara penuh ketika majikannya sedang tidak memiliki cukup uang.

Ketika ditanya tentang ketepatan pembayaran gaji oleh majikannya, Mukimah menjawab:

Upah tiap bulan biasanya kan lima ratus, sekarang uda naik lima ratus lima puluh. Ya tergantung, kadang lima ratus kadang lima ratus lima puluh. Tergantung ada duitnya mereka.”18

Gaji yang diterima Mukimah digunakan untuk kebutuhan sehari-harinya, sehingga dia mampu menabung. Biasanya dia menggunakan gajinya untuk membeli baju dan pulsa internet.

Ketika ditanya tentang bagaimana menggunakan gajinya, Mukimah menjawab:

Ya, kebutuhan sehari-hari aku. Kadang ya buat beli baju, pulsa hp, pulsa modem. Pulsa modem kan buat online, buat kebutuhan sekolah aku.” Begitu pula Siswandi mengaku selalu menggaji pembantunya tepat waktu dan kadang memberikan tambahan uang untuk memenuhi kebutuhan pembantunya sehari-hari. Ketika ditanya tentang pemberian untuk kebutuhan pembantunya, Siswandi menjawab:

“Iya, pernah. Tidak nentu kapan, terkadang kalau dia butuh saya dan istri memberikan apa yang dia butuhkan.”19

Dengan gaji Rp. 1.100.000,- (satu juta seratus ribu) setiap bulan, Siti Rofikoh dapat memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari, dan bahkan sisanya bisa ditabung. Selain itu, dia mampu menyewa kontrakan karena terbantu oleh

18

Wawancara pribadi dengan Mukimah (pembantu rumah tangga dari keluarga Ach. Suhaimi). Bekasi, 09 Juni 2013.

19

Wawancara pribadi dengan Siswandi (sebagai majikannya Siti Rofikoh). Bekasi, 08 Desember 2013.


(62)

52 suaminya yang juga bekerja merenovasi bangunan. Dengan adanya pendapatan suaminya tersebut, Siti Rofikoh tidak terbebani oleh besarnya kebutuhan untuk membayar kontrakan dan kebutuhan-kebutuhan keluarganya.

Ketika ditanya tentang bagaimana menggunakan gajinya dalam sebulan, Siti Rofikoh menjawab:

Buat kebutuhan sehari-sehari, buat kebutuhan keluarga, dan buat ditabung.”20

Majikan terakhir yang diwawancarai, Jabatan Damatik, menggaji pembantunya sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu) per bulan, selain juga kadang memberikan baju kepada pembantunya. Nampaknya Jabatan Damatik juga memberikan uang tambahan yang tidak tentu waktunya, sesuai dengan kondisi ekonominya.

Ketika ditanya tentang tambahan upah yang diberikan oleh majikannya, Jabatan Damatik menjawab:

“Iya, pernah. Seperti memberi uang di luar gaji, kadang baju juga pernah.”21

Pembantu Jabatan Damatik, Suswanti, membenarkan bahwa dia tidak pernah telat dibayar, namun dia mengaku bahwa gajinya tidak mampu mencukupi kebutuhannya karena memang dimaksudkan sebagai sampingan. Menurutnya, gajinya hanya cukup menjadi tambahan untuk kebutuhan sehari-harinya, seperti

20

Wawancara pribadi dengan Siti Rofikoh (pembantu rumah tangga dari keluarga

Siswandi). Bekasi, 08 Desember 2013.

21

Wawancara pribadi dengan Jabatan Damatik (sebagai majikannya Suswanti). Bekasi, 16 Februari 2014.


(63)

53 membeli sayuran dan sebagainya. Ketika ditanya tentang penggunaan gajinya, Suswanti menjawab, “Ya untuk tambahan beli sayuran.”22

Dalam memetakan perbedaan kesejahteraan di antara pembantu rumah tangga, tabel berikut menunjukkan besarnya pendapatan dan penggunaannya:

Tabel 4.1

Kesejahteraan Pembantu Rumah Tangga

No Nama PRT Gaji/Bulan Kegunaan Gaji Mencukupi

Kebutuhan

1 Alif Layyinah Rp 500.000

Membayar kuliah, dikirimkan ke orang tuanya di kampung.

Tidak Cukup 2 Mukimah Rp 550.000

Membayar kuliah, membeli baju dan pulsa internet atau modem.

Cukup 3 Siti Rofikoh Rp 1.100.000 Kebutuhan harian,

keluarga, dan ditabung Cukup 4 Suswanti Rp 300.000 Kebutuhan harian, seperti

tambahan beli sayur Tidak Cukup Sumber: Diolah

Dengan demikian, pendapatan atau gaji yang diterima oleh pembantu rumah tangga sangat beragam, tergantung pada kesepakatan dengan majikannya. Cukup atau tidaknya pendapatan dalam memenuhi kebutuhan tergantung pada kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masing-masing pembantu rumah tangga, sebab kondisi yang dialami pembantu rumah tangga juga cenderung beragam.

Mukimah menyatakan bahwa gaji yang diterimanya mencukupi kebutuhan sehari-harinya, karena memang tidak banyak kebutuhan yang harus dipenuhinya,

22

Wawancara pribadi dengan Suswanti (pembantu rumah tangga dari keluarga Jabatan Damatik). Bekasi, 16 Februari 2014.


(64)

54 selain juga karena sebagian kebutuhan hariannya, seperti uang jajan, sering diberi tambahan upah oleh majikannya.

Begitu pula Siti Rofikoh menyatakan bahwa gaji yang diterimanya mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Namun, berbeda dengan Mukimah yang mendapatkan uang tambahan dari majikannya, Siti Rofikoh terbantu oleh suaminya yang juga memiliki pekerjaan atau pendapatan sendiri. Sehingga Siti Rofikoh tidak kesulitan memenuhi kebutuhan keluarganya, membayar kontrakan, dan bahkan gajinya masih tersisa untuk ditabung.

Berbeda dengan Mukimah dan Siti Rofikoh, Alif Layyinah menyatakan bahwa gaji yang diterimanya tidak mencukupi kebutuhannya. Hal itu disebabkan banyaknya kebutuhan yang perlu dipenuhinya. Selain untuk membiayai kuliahnya, dia juga perlu mengirimkan sebagian gajinya untuk orang tuanya di kampung. Sehingga dengan gaji yang hanya sebesar Rp 500.000,- dia merasa kekurangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Begitu pula Suswanti mengungkapkan bahwa gajinya yang hanya sebesar Rp. 300.000,- terlalu sedikit untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun, dia menyadari bahwa pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga hanya dimaksudkan sebagai sampingan.

D. Beban Kerja Pembantu Rumah Tangga

Pembantu rumah tangga biasanya melakukan pekerjaannya tanpa dibatasi waktu atau selama dibutuhkan oleh majikannya ketika tidak ada di rumah. Seperti diungkapkan Moh. Muqit bahwa pembantunya bekerja setiap kali dibutuhkan, dan mendapat kesempatan libur ketika majikannya juga libur. Ketika ditanya tentang


(65)

55 jam kerja yang bebankan pada pembantunya, Moh. Muqit menjawab, “Tiap kali dibutuhkan, tidak ada waktu.”23

Namun, ketika berada di rumah, Moh. Muqit dan istrinya juga menemani pembantunya dalam mengerjakan pekerjaan domestik. Dia menyadari kalau pembantunya juga memiliki keterbatasan tenaga dengan banyaknya pekerjaan rumah tangga. Hal itu ditunjukkan dalam pernyataannya:

“Kita tidak pernah membatasi, semampunya saja. Selebihnya kita kerjakan bersama.”24

Namun, selama Moh. Muqit bekerja dan tidak ada di rumah, pembantunya Alif Layyinah memiliki beban kerja yang tidak ringan, seperti mengajari anak majikannya, Haidar, untuk mengaji dan menulis, dan juga mengerjakan berbagai pekerjaan domestik seperti memasak, menyuci, mengepel, menyiapkan bekal kerja, hingga mengantar Haidar ke sekolah. Hanya karena terbiasalah Alif Layyinah melakukannya dengan baik.

Banyaknya beban kerja tersebut diperkuat dalam pernyataan Alif Layyinah sebagai berikut:

“Kendalanya, tenaga terforsir kadang masih masak, dan masih banyak. Ga ada yang sulit sebenarnya karena saya hadapi dengan enjoy aja karena itu sudah biasa saya kerjakan.”25

Majikan kedua yang diwawancarai, Ach. Suhaimi, menegaskan bahwa tujuannya mempekerjakan pembantu rumah tangga adalah untuk meringankan pekerjaan rumah tangganya, selain juga mengasuh dan mengantar anaknya ke

23

Wawancara pribadi dengan Moh. Muqit (sebagai majikannya Alif Layyinah). Bekasi, 23 Maret 2013.

24

Wawancara pribadi dengan Moh. Muqit (sebagai majikannya Alif Layyinah). Bekasi, 23 Maret 2013.

25

Wawancara pribadi dengan Alif Layyinah (pembantu rumah tangga dari keluarga Moh. Muqit). Bekasi, 23 Maret 2013.


(1)

Tanya : Apa saja yang dikerjakan disini mbk?

Jawab : Ngajarin ngaji Haidar, ngajarin nulis, masak, nyuci, ngepel, nyiapain bekal bunda dibawa kerja. Habis nyuci nganterin haidar sekolah.

Tanya : Pake motor ya mbk jemputnya? Dimana sekolahnya mbk jauh ya? Jawab : Gak, jalan kaki. Deket dari sini.

Tanya : Mbk menetap disini atau pulang pergi? Jawab : Netep disni.

Tanya : Sejauh mana mbk mengetahui tentang majikannya? Jawab : Ya, baik lah.

Tanya : Bagaimana perlakuan majikan mbk? Jawab : Baik.

Tanya : Apakah ada perlakuan istimewa selam mbk bekerja? Jawab : Wah, ada banyak.

Tanya : Berbentuk apa mbk?

Jawab : Mendorong saya untuk kuliah, yang daftarin kuliah majikan saya. Tanya : Kuliahnya dimana mbk?

Jawab : Di UT.

Tanya : Seminggu berapa kali mbk? Jawab : Dua kali, tapi saya kuliah online.

Tanya : Bagaimana mbk menyikapi perlakuan majikannya?

Jawab : Menyikapi dengan bekerja yang rajin, harus lebih dari kebaikannya lah. Tanya : Berapa upah yang diperoleh tiap bulannya?


(2)

Jawab : Biaya pendidikannnya ya ngambil dari gaji saya. Disamping menghidupi orang tua ya, buat baiaya kuliah juga.

Tanya : Pernah telat gak uapah yang diterima dari majikan mbk? Jawab : Pernah telat, sering lah.

Tanya : Ow,, sering telat ya? Jawab : Tapi ya gpp.

Tanya : Apakah upah yang diterima mencukupi kebutuhan mbk? Jawab : Gak mencukupi.

Tanya : Gaji yang diperoleh untuk apa saja? Jawab : Untuk biaya kuliah.

Tanya : SPP kuliah tu ditanggung ya? Jawab : Gak, bayar sendiri dari gaji saya.

Tanya : Kesulitan apa saja selama mbk jadi pembamtu rumah tangga?

Jawab : Kendalanya, tenaga terforsir kadang masih masak, dan masih banyak. Gada Yang sulit sebenarnya karena saya hadapi dengan enjoy aja karena itu sudah biasa saya kerjakan.


(3)

LAMPIRAN FOTO


(4)

(5)

LAMPIRAN FOTO

RUMAH YANG DIHUNI


(6)