Latar Belakang Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus HIV atau orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang. Dua pertiganya tinggal di Afrika kawasan selatan Sahara. Di kawasan itu kasus infeksi baru mencapai 70 persen. Di Afrika Selatan diperkirakan sekitar 5,6 juta orang terinfeksi HIV. Jumlah yang jauh lebih besar dibanding kawasan lainnya di dunia. Sementara di Eropa Tengah dan Barat, jumlah kasus infeksi baru HIV dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome AIDS sekitar 840 ribu. Di Jerman, warga yang terjangkit penyakit HIVAIDS, secara kumulasi ada 73 ribu orang tetapi jumlah infeksi baru HIV mengalami penurunan menjadi 2.700 kasus. Untuk kawasan Asia Pasifik terdapat 5 juta penderita HIVAIDS, jumlah terbesar kedua di dunia setelah Afrika Selatan UNAIDS, 2011 Menurut Laporan World Health Organization WHO tentang HIVAIDS di Asia Tenggara tahun 2011, 3,5 juta orang diperkirakan hidup dengan HIV AIDS, termasuk 140 ribu anak-anak dan perempuan 37 dari populasi ini. Myanmar, Nepal, dan Thailand menunjukkan tren penurunan untuk infeksi baru HIV, hal ini sebagai bukti keberhasilan negara tersebut dalam program pencegahan HIVAIDS yaitu salah satunya ‘kondom 100 persen’. Indonesia merupakan negara dengan penularan HIVAIDS tercepat di Asia Tenggara. Data Kemenkes menunjukkan kasus Universitas Sumatera Utara AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini ada sebanyak 26.483 pengidap AIDS, dan lebih dari 66.600 orang telah terinfeksi HIV positif. Gambar 1.1 Grafik Tren Kasus AIDS Januari 2000-Juni 2011 Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi di Indonesia, sampai dengan Juni 2011 dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun 49,4, disusul kelompok umur 30-39 tahun 31,5 dan kelompok umur 40-49 tahun 9,8. Rate kumulatif kasus AIDS Nasional adalah 11,09 per 100.000 penduduk. Kasus AIDS berdasarkan jenis kelamin yang paling tinggi adalah laki-laki yaitu 64,9 sedangkan wanita 39,1. Berdasarkan cara penularannya, heterosex berada ditingkat tertinggi yaitu 76,3. Adapun untuk Propinsi Sumatera Utara prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk adalah sebesar 3,73, dimana jumlah kumulatif AIDS sampai Juni 2011 sebanyak 222 orang dengan jumlah kematian 94 orang Kemenkes RI, 2011 Sumber: Laporan Surveilens AIDS Kemenkes RI Jan 2000-Juni Universitas Sumatera Utara Pelabuhan Internasional Belawan yang merupakan pintu masuk bagi lalu lintas perdagangan baik antar pulau maupun antar negara juga rentan terhadap penularan HIV. Anak Buah Kapal ABK yang merupakan salah satu komponen dalam komunitas pelabuhan adalah sasaran yang berisiko cukup tinggi untuk tertular HIVAIDS, karena sering menggunakan jasa pekerja seksual. Hal ini disebabkan tugas dan fungsinya yang mempunyai mobilitas tinggi sehingga hanya punya sedikit waktu bertemu keluarga dan sering mengalami stres berkepanjangan Hugo, 2001. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Biologis dan perilaku STBP tahun 2011 di 5 lokasi pelabuhan termasuk Belawan, ditemukan bahwa sebanyak 58 ABK berhubungan dengan Wanita Pekerja Seks WPS dalam setahun terakhir, dan 16 berhubungan dengan pasangan tidak tetapnya. Dari hubungan seksual dengan WPS dan pasangan tidak tetap tersebut hanya 8 yang menggunakan kondom sedangkan 57 lagi melakukan seks tanpa pelindung. Studi yang dilakukan oleh Dachlia 2000 terhadap pelautpekerja pelabuhan di Jakarta, Manado dan Surabaya juga menyimpulkan bahwa 41,6 responden pernah berhubungan seks dengan penjaja seks komersil dengan tidak selalu menggunakan kondom pada setahun terakhir. Terdapat lima faktor yang berhubungan bermakna dengan perilaku seksual berisiko yaitu pasangan seksual pertama, tingkat pendidikan, usia dan status kawin responden. Alasan terbanyak dilakukannya hubungan seks di luar nikah oleh para ABK adalah butuh variasi, iseng, dan diajak teman. Apabila dikaitkan dengan usia ABK Universitas Sumatera Utara maka alasan-alasan tersebut cukup berarti. dimana pada masa-masa usia produktif itu merupakan usia yang suka mencari variasi dalam hubungan seks. Di samping itu, faktor pendidikan juga ikut mendukung perilaku seksual mereka. Hal ini terlihat dari gambaran tingginya proporsi ABK yang menjadi pelanggan PSK adalah pada pendidikan rendah 87,1. Dengan pengetahuan yang minim, terutama tentang risiko terjadinya infeksi menular seksual, mereka cenderung melakukan perilaku seksual berisiko Budijanto Wijiartini, 2001. Hasil penelitian I Gde Puja Astawa pada ABK di pelabuhan Benoa, Bali, 1995, mengungkapkan bahwa 40 responden memiliki pengetahuan yang rendah dan sikap yang negatif terhadap AIDS. Pola perilaku seksual mereka sangat berisiko tertular penyakit karena seringnya berhubungan 50 dengan WPS, dan berganti- ganti pasangan tanpa memakai kondom 31.2. Alasan tidak memakai kondom adalah kurang enak, kurang praktis, dan adanya perasaan kurang terancam untuk tertular penyakit. Ditemukan bahwa sebagian 60 ABK pernah terinfeksi penyakit seksual. Kenyataan ini sangat mengkhawatirkan sebab sebagian ABK ternyata telah menikah. Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melihat beberapa variabel yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK dengan menggunakan pendekatan Health Belief Model HBM. HBM ini memfokuskan kepada persepsi subjektif seseorang, antara lain : persepsi seseorang terhadap risiko tertular penyakit perceived susceptibility, dalam hal ini HIVAIDS; persepsi Universitas Sumatera Utara seseorang terhadap keseriusan suatu penyakit baik medis maupun sosial, seperti kematian, dikucilkan dari teman dan keluarga Perceived severity; persepsi positif terhadap perilaku pencegahan perceived benefit;persepsi negatif terhadap perilaku pencegahan perceived barriers dan persepsi terhadap kemampuan diri sendiri untuk melakukan perilaku pencegahan perceived self efficacy, yaitu perilaku penggunaan kondom. Dalam konsep HBM, persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi umur, pendidikan, status pernikahan, sosiopsikologi dorongan PSK, struktural pengetahuan, dengan demikian secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku pencegahan Rosenstock dkk. dalam Kalichman., 1998

1.2 Permasalahan