Determinan Perilaku Terkait Penelitian

d. Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan Selanjutnya, teori ini kemudian dikembangkan dan ditambahkan dengan faktor- faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, yaitu: a. Variabel sosio-demografi; seperti usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, dsb. b. Variabel sosio-psikologis; seperti kepribadian, sosial-ekonomi, dsb. c. Variabel struktural; seperti pengetahuan, pengalaman, dsb. d. Cues to action; pengaruh dari luar dalam mempromosikan perilaku kesehatan yang disarankan, seperti pemberian informasi melalui media massa, artikel surat kabar dan majalah, saran dari ahli, dsb.

2.2.3 Determinan Perilaku Terkait Penelitian

a. Faktor Sosio demografi Variabel sosio demografi umur, pendidikan dan status perkawinan adalah berhubungan dengan perilaku kesehatan. Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur Notoatmodjo, 2007. Pada kasus AIDS, umur berhubungan dengan perilaku yang menyebabkan penularan HIV. Chicago Multicenter AIDS Cohort Study MACS menemukan bahwa lelaki gay yang berusia lebih muda berisiko lebih besar untuk tertular AIDS dibanding yang lebih tua Ostro, 1990. Universitas Sumatera Utara Pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menerima dan merespon terhadap berbagai informasi. Menurut Notoatmodjo 1989, pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk- bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana dia hidup. Pendidikan merupakan proses sosial dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, khususnya yang datang dari sekolah sehingga mereka dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Studi Barliantari L. 2007 tentang perilaku penggunaan kondom pada pasangan tetap WPS di Jakarta menyimpulkan bahwa pendidikan berpengaruh signifkan terhadap perilaku penggunaan kondom. Status pernikahan, kawin, tidak kawin, cerai dan jandaduda menurut penelitian juga menunjukkan hubungan antara angka kesakitan maupun kematian. Angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu. Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak menikah dibandingkan yang menikah Notoatmodjo, 2007. Dalam Survei Surveilens Perilaku SSP tahun 2004-2005 ditemukan bahwa status pernikahan berhubungan dengan perilaku seksual berisiko. Status pernikahan telah menikah terkadang malah menunjukkan hubungan dengan perilaku seksual berisiko seseorang. Ini dibuktikan oleh hasil survey tersebut bahwa dari 60 sopirkernet truk dan 55 pelautABK yang membeli seks dalam setahun terakhir adalah pria beristri. Universitas Sumatera Utara b. Faktor Psikososial Faktor psikososial dalam penelitian ini adalah faktor dorongan PSK. Dorongan PSK mempunyai pengaruh terhadap penggunaan kondom pada pelanggan. Menurut Widodo E. 2009 dalam penelitiannya tentang praktek WPS dalam pencegahan IMS dan HIVAIDS di lokalisasi Koplak, Kabupaten Grobogan, sebanyak 93 pelanggan WPS tidak memakai kondom karena posisi tawar para WPS yang lemah sehingga tidak berhasil mempengaruhi pelanggan. Hanya 7 WPS yang tetap mempertahankan agar pelanggan memakai kondom saat berhubungan seksual walaupun mengalami kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi, misalnya waktu yang dibutuhkan lebih lama untuk merayu pelanggan supaya tetap selalu memakai kondom, malah terkadang merelakan pelanggan untuk mencari WPS yang lain jika pelanggan tidak mau memakai kondom. c. Faktor Struktural Faktor struktural dalam penelitian ini adalah pengetahuan ABK. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoatmodjo, 2010. Menurut Bloom dalam Notoatmodjo 2010, pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan : c.1 Tahu know Universitas Sumatera Utara Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. c.2 Memahami comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c.3 Aplikasi application Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. c.4 Analisis analysis Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa Universitas Sumatera Utara pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut. c.5 Sintesis synthesis Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. c.6 Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukan suatu tindakan. Pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan dalam mengambil suatu keputusan Notoatmodjo, 2010. Pengetahuan yang benar tentang HIVAIDS dapat menjadi pedoman untuk melakukan tindakan pencegahan yang benar agar tidak tertular virus tersebut. Dalam temuan kunci STBP 2011 dilaporkan bahwa tingkat pengetahuan pelanggan Universitas Sumatera Utara seks komersil masih sangat rendah, hal ini berbanding lurus dengan tingkat pemakaian kondom yang rendah pula. d. Persepsi Persepsi adalah suatu proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan dan menapsirkan stimulus lingkungan. Proses memperhatikan dan menyeleksi terjadi karena setiap saat panca indera kita indera pendengar, perasa, penglihatan, penciuman dan indera peraba dihadapkan kepada begitu banyak stimulus lingkungan. Akan tetapi tidak semua stimulus tersebut kita perhatikan, karena kalau semuanya dipersepsikan akan menyebabkan kita bingung dan kewalahan. Oleh karenanya, kemudian ada proses pemilihan perceptual selection untuk mencegah kebingungan tersebut menjadi lingkungan kita lebih berarti Gitosudarmo dan Sudita, 2000 Menurut Skiner dalam Notoatmodjo 2010 ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut. d.1.Faktor eksternal : terdiri dari : 1 kontras, yaitu cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan ; 2 Perubahan intensitas yaitu suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang ; 3 Pengulangan repetition misalnya iklan yang diulang-ulang akan Universitas Sumatera Utara lebih menarik perhatian seseorang, walaupun sering kali kita merasa jengkel dibuatnya. Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak masuk dalam rentang perhatian kita, maka akhirnya akan mendapat perhatian kita; 4 Sesuatu yang baru novelty yaitu suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui; dan 5 Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak yaitu suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian kita. d.2.Faktor internal : Faktor yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itu sebabnya stimulus yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda. Contoh faktor internal adalah 1.Pengalamanpengetahuan; 2 Harapan atau expectation; 3 Kebutuhan, dimana kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara berbeda; 4 Motivasi dimana seseorang yang termotivasi untuk menjaga kesehatannya akan selalu melakukan tindakan pencegahan penyakit; 5 Emosi; 6 Budaya, seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan mempersepsikan orang-orang didalam kelompoknya secara berbeda.. Menurut teori HBM persepsi terdiri atas persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi terhadap perilaku pencegahan serta persepsi kemampuan diri, dimana persepsi seseorang akan mempengaruhi perilaku pencegahan terhadap penyakit. Studi Widodo 2009 terhadap WPS di kabupaten Grobogan Universitas Sumatera Utara menyimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak memakai kondom dalam berhubungan seksual 93 disebabkan karena rendahnya persepsi manfaat dan persepsi kemampuan diri terhadap perilaku pencegahan. Penelitian Yusnita E. 2002 menyatakan bahwa rendahnya proporsi penggunaan kondom pada PSK Waria di wilayah Jakarta Barat 38,3 berhubungan dengan persepsi keseriusan AIDS dimana 66 responden menganggap aspek finansial sebagai masalah yang paling serius, persepsi positif terhadap perilaku pencegahan dan persepsi kemampuan sendiri untuk menggunakan kondom 62,85.

2.2.4 Prilaku Seksual Berisiko Tertular HIVAIDS