Tokoh bulat, merupakan tokoh yang memiliki berbagai kemungkinan dalam sisi kehidupannya, kepribadian dan jati dirinya.
Tokoh ini menampilkan watak dan tingkah laku yang berubah – ubah yang bisa saja bertentangan dan sulit
diduga.
3. Latar
Latar atau setting yang disebut sebagai landasan tumpu, mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas Sumardjo, 1986: 75. Latar fiksi bukan hanya menunjukkan
tempat tertentu, daerah tertentu, orang-orang tertentu dengan watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup tertentu, dan cara berfikir
tertentu. Latar dibagi menjadi tiga macam:
1. Latar tempat, menunjukkan tempat dimana peristiwa dalam suatu cerita terjadi.
2. Latar waktu, menunjukkan pada kapan peristiwa dalam suatu cerita terjadi.
3. Latar sosial, menunjukkan pada macam masyarakat dalam cerita termasuk perilaku masyarakat seperti tradisi
kebiasaan, kepercayaan, dan nilai moral Nurgiyantoro, 1995: 227-234.
Selain itu, terdapat pula struktur dalam pembagian waktu pengambilan
gambar, yaitu: shot, scene, dan sequence. Shot, merupakan: hasil tangkapan
kamera yang berlangsung sejak kamera dinyalakan ON hingga dimatikan OFF. Ketika Sutradara memberi aba-aba untuk memulai adegan, biasanya dengan
teriakan “kamera siap..rolling.. action”, lalu diakhiri dengan teriakan “cut”. Hal
tersebut berarti satu shot telah dirampungkan. SceneSequence: Scene merupakan
kumpulan dari beberapa shot, sedangkan sequence merupakan kumpulan dari beberapa scene. Keduanya memiliki pengertian yang hampir sama, yakni dibatasi
oleh ruang dan waktu. Jika tempat dan waktu berubah maka berubah pulalah scene dan sequence nya.
II. 2. 3. Film sebagai Iklan
Universitas Sumatera Utara
Film merupakan media penyampai pesan dan alat komunikasi massa. Pernyataan tersebut kerap terdengar dalam kajian perfilman. Film dan media pada
umumnya, dapat menjadi sebuah alat propaganda yang efektif. Dalam Perundang- undangan Film Indonesia tahun 2009 menyebutkan bahwa, “film sebagai karya
seni budaya yang memiliki peran strategis dalam peningkatan ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin untuk memperkuat ketahanan
nasional”, dan “film sebagai media komunikasi massa merupakan sarana dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak
mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di dunia internasional” Tim FIP- UPI, 2007: 208.
Di Indonesia, film sebagai alat penyampai pesan sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Kala itu, film dokumenter menjadi alat penyuluhan untuk
pencegahan wabah penyakit pes dan transmigrasi. Pada masa pendudukan Jepang, ia dimanfaatkan untuk meyakinkan bangsa Indonesia bahwa Jepang adalah
saudara tua Asia yang akan membantu membebaskan Indonesia dari penjajahan Barat Imanjaya, 2010: 32.
Dalam dunia pemasaran atau marketing dikenal istilah yang kurang lebih sama fungsinya dengan penyebaran “propaganda”, yakni: Pemasaran Sosial
Social Marketing. Hal ini bertujuan untuk mengubah perilaku tertentu untuk kebaikan sosial. Social marketing dapat diterapkan untuk mempromosikan hal-hal
kebaikan, atau mencegah hal-hal yang buruk, misalnya mengajak masyarakat tidak merokok di ruang publik, penggunakan sabuk pengaman, penggunakan helm
untuk kendaraan bermotor dan masih banyak lagi Cateora, 2007: 356 . Tidak berbeda jauh dengan fungsi Film sebagai social marketing yang
bertujuan untuk mempengaruhi khalayak dalam mengubah prilaku tertentu, begitu pun dengan Fungsi Film sebagai media untuk beriklan yang bertujuan untuk
mempengaruhi khalayak dalam kegiatan promosi sebagai salah satu strategi yang dilakukan oleh seorang Public Relations PRs.
Peran PRs dalam menciptakan sebuah strategi iklan dalam bentuk film, tidak terlepas dari keikut sertaan sutradara tentunya. Dalam membuat sebuah iklan
berbentuk film tersebut, sang sutradara harus mengemas setiap adegan didalamnya. Dengan hasil yang optimal, akan semakin banyak khalayak yang
merasa tertarik. Sebuah film dapat dikatakan baik saat khalayak tidak sekedar
Universitas Sumatera Utara
tertarik untuk menonton setiap adegannya, tapi juga dapat mengerti setiap makna yang terdapat didalamnya.
II. 2. 4. Semiotika Film