Pesan Dalam Komunikasi Politik

16 menemukan bahwa para pemuka pendapat mempunyai peran yang sangat penting dalam perubahan sikap. Mereka ini terbagi atas juru bicara kelompok kepentingan dan pemuka pendapat opinion leader. Pertama, juru bicara bagi kelompok kepentingan atau organisasi. Pada umumnya, orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan jabatan pada pemerintah, dalam hal ini komunikator tersebut tidak seperti politikus yang membuat politik menjadi lapangan kerjanya. Juru bicara ini biasanya juga bukan professional dalam komunikasi. Namun, ia cukup terlibat baik dalam politik maupun dalam komunikasi sehingga dapat disebut aktivis politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik. Ia berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi merupakan peran yang serupa dengan peran politikus yang menjadi wakil partisan, yang mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi dan tawar-menawar untuk pemeriksaan yang menguntungkan. Dalam hal lain juru bicara ini sama dengan jurnalis, yaitu melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah kepada anggota suatu organisasi. Kedua, jaringan interpersonal mencakup komunikator politik utama, yakni pemuka pendapat. Banyak warga negara yang dihadapkan pada pembuatan keputusan yang bersifat politis seperti memilih calon, meminta petunjuk dari orang-orang yang dihormati mereka, apakah untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya atau untuk memperkuat putusan yang telah dibuatnya. Orang yang dimintai petunjuk dan informasinya itu adalah pemuka pendapat. Mereka sangat mempengaruhi keputusan orang lain, seperti politikus ideologis dan promotor professional, mereka meyakinkan orang lain kepada cara berpikir mereka. Selain memberikan petunjuk, pemuka pendapat meneruskan informasi politik dari media berita kepada masyarakat umum. Dalam arus komunikasi dua tahap ini, gagasan sering mengalir dari media massa kepada pemuka pendapat, lalu menuju kepada bagian penduduk yang kurang aktif. Banyak studi yang membenarkan pentingnya kepemimpinan pendapat melalui komunikasi interpersonal sebagai alat untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang penting Nimmo, 2005:30-38.

2.1.2 Pesan Dalam Komunikasi Politik

Pesan dalam kegiatan komunikasi membawa informasi yang disampaikan oleh komunikator. Pesan selain membawa informasi juga memberikan makna kepada siapa saja yang menginterpretasikannya. Pesan merupakan konten atau isi dari kegiatan komunikasi secara umum, termasuk komunikasi politik. Pesan dalam komunikasi politik digunakan dalam praktik sejarahnya sebagai “peluru” untuk mempengaruhi atau mempersuasi komunikan atau khalayak yang menjadi sasaran 17 dalam kegiatan komunikasi politik. komunikasi persuasi bahkan tidak hanya tergantung pada kekuatan komunikator yang menyampaikan, tetapi pada kedahsyatan isi atau konten pesan disampaikan untuk mempengaruhi khalayaknya. Aristoteles dalam Subiakto Ida, 2012:40, yang melahirkan teori tentang retorika politik, menjelaskan ada tiga elemen dasar dalam komunikasi sebenarnya. Pertama, yang disebut dengan communication ideology atau penyampaian nilai-nilai atau ideologi yang disampaikan oleh komunikator. Kedua, disebut dengan emotional quality atau perasaan emosional yang dimiliki oleh khalayak pada saat komunikasi terjadi. Ketiga, yang membawa pesan komunikasi bermakna adalah core argument atau argumentasi intinya. Maka, jelas dari yang dijelaskan oleh Aristoteles di atas bahwa pesan komunikasi mempunyai power atau kekuatan untuk menyampaikan keinginan, nilai, ideologi, pemikiran, opini, dan sebagainya dari para peserta komunikasi, terutama dalam komunikasi persuasi untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk berperilaku sesuai dengan keinginan komunikator. Pesan merupakan inti dari komunikasi politik. Pesan bisa negatif atau positif tergantung dari persepsi dan pemaknaan yang muncul dari khalayak yang menerima dan memaknai pesan komunikasi yang disampaikan. a. Pembicaraan Sebagai Pesan Politik Dalam politik terdapat begitu banyak pembicaraan, sehingga seolah-olah pembicaraan itu adalah politik. Perhatikan saja betapa pentingnya pembicaraan dalam kehidupan sehari- hari para politikus, baik pejabat maupun calon pejabat. Kebanyakan di antara kita mengenal presiden atau pejabat lainnya lewat pembicaraannya dalam konferensi pers, pidato, pernyataan tertulis, dsb atau karena orang lain membicarakan tentang dia. Para jurnalis menelaah setiap katanya untuk mencari nuansa, sindiran, atau petunjuk tentang apa yang akan terjadi. Melimpahnya wacana politik bukanlah satu-satunya penyebab politik dikira sama dengan pembicaraan. Pembicaraan mencakup jauh lebih banyak daripada kegiatan verbal lisan atau tertulis. Orang berbicara satu sama lain bahkan jika tak sepatah kata pun yang diucapkan. Dalam pembicaraan politik tersebut, poin intinya terletak pada proses negosiasi politik. Negosiasi politik ini bertujuan mencapai pengertian bersama di antara pihak-pihak tentang apa makna syarat-syarat persetujuan yang diterima. Mereka berharap menciptakan pengharapan bersama mengenai bagaimana pihak-pihak akan bertindak terhadap satu sama lain di masa mendatang. Negosiasi melibatkan orang-orang yang saling mempengaruhi pengharapan masing-masing. Menurut David V.J Bell dalam Nimmo, 2005:75, terdapat 18 tiga jenis pembicaraan yang mempunyai kepentingan politik yang pasti dan jelas sekali politis.  Pertama, pembicaraan kekuasaan yang mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Bentuknya yang khas adalah, “jika anda melakukan X, saya akan melakukan Y.” di sini “X” adalah sikap orang lain yang diinginkan oleh pembicara, “Y” adalah maksud yang dinyatakan untuk memberikan lebih banyak janji atau lebih sedikit ancaman kenikmatan atas sesuatu bila sikap itu dilakukan. Kunci pembicaraan kekuasaan ialah bahwa “saya” mempunyai cukup kemampuan untuk mendukung janji maupun ancaman, dan bahwa yang lain mengira bahwa pemilik kekuasaan itu akan melakukannya.  Kedua, pembicaraan pengaruh terjadi tanpa saksi-saksi seperti itu, “jika anda melakukan X. anda akan melakukan merasa, mengalami, dsb Y.” Janji, ancaman, penyuapan, dan pemerasan adalah alat tukar pada komunikasi kekuatan. Sedangkan pada komunikasi pengaruh alat-alat itu diganti dengan nasihat, dorongan, permintaan, dan peringatan. Seperti ditunjukkan oleh Bell, hubungan kekuasaan berdasar pada kemampuan memanipulasi sanksi positif atau negatif, namun pada pemberi pengaruh karena prestise dan reputasinya dengan berhasil memanipulasikan persepsi atau pengaharapan orang lain terhadap kemungkinan mendapat untung atau rugi.  Ketiga, pembicaraan autoritas yakni pemberian perintah. Syarat-syarat tidak ada, dan pernyataan autoritas adalah, “lakukan X” atau “dilarang melakukan X.” Yang dianggap sebagai penguasa sah adalah suara autoritas dan memiliki hak untuk dipatuhi. Sumber-sumber pengesahan itu, dengan demikian sumber-sumber autoritas sangat berbeda-beda. Misalnya seperti keyakinan religius atas sifat-sifat penguasa, penguasa adat, kedudukan resmi, dll. Apa pun sumbernya, pembicaraan autoritas lebih merupakan bentuk perintah daripada bentuk bersyarat contingent yang merupakan ciri khas kekuasaan dan pengaruh. Jadi, pembicaraan itu penting bagi politik, dan jika dipandang secara luas, politik adalah pembicaraan. Yakni pembicaraan yang berkembang tentang kekuasaan, pengaruh, dan autoritas. Pembicaraan dengan perbendaharaan kata yang terus-menerus berkembang dan yang kita ingin menelaahnya secara lebih rinci. b. Simbol dan Bahasa Dalam Pembicaraan Politik Pembicaraan politik adalah kegiatan simbolik. Hal ini berarti pembicaraan politik adalah kegiatan simbolik berarti mengatakan bahwa kata-kata atau lambang dalam wacana politik tidak memiliki makna intrinsic yang independen dari proses berpikir mereka yang 19 menggunakannya. Bahwa berbagai komunikator politik turut berdiskusi dengan menggunakan kata-kata yang sama untuk menunjukkan hal-hal yang sama merupakan masalah. Agar hal itu terjadi, pembicaraan politik harus menjadi pertukaran apa yang oleh George Herbert Mead disebut lambang-lambang berarti signifikan. Bagi Mead Nimmo, 2005:80, berpikir selalu melibatkan lambang. Lambang mana pun adalah lambang signifikan jika ia mengakibatkan tanggapan yang sama pada orang lain yang dikumpulkannya di dalam diri pemikir. Maka lambang signifikan adalah lambang dengan makna atau pengertian bersama bagi semua pihak dalam percakapan. Makna bersama, seperti telah kita katakan, tidak ditentukan. Sebab makna dan tanggapan terhadap suatu lambang tidak sama bagi setiap orang. Lambang signifikan tidak ada sebelum percakapan, tetapi muncul melalui pengambilan peran bersama, suatu proses interaksi sosial. Jadi, lambang signifikan yang menghasilkan perbendaharaan kata politik bersama tumbuh dari negosiasi dan renegosiasi para komunikator politik yang berkesinambungan. Melalui penyusunan sosial lambang-lambang signifikan, pembicaraan politik menyajikan seluruh bidang diskusi bersama yang memelihara dan memperbesar peluang bagi orang-orang untuk melakukan pembicaraan di massa depan yang ditujukan untuk menyesuaikan kepentingan mereka yang berbeda-beda. Gambar 1 Hubungan antara lambang, interpretasi, dan makna Interpretasi Melambangkan Mengacu Kepada hubungan langsung hubungan langsung yang lain Lambang Rujukan Mewakili hubungan tak langsung yang dipertalikan Sumber : Nimmo, 2005:80 20 Dengan demikian maka kegiatan simbolik terdiri atas orang-orang yang menyusun makna dan tanggapan bersama terhadap perwujudan lambang-lambang referensial dan kondensasi dalam bentuk kata-kata, gambar, dan perilaku. Dengan mengatakan bahwa makna dan tanggapan itu berasal dari pengambilan peran bersama, kita meminta perhatian kepada suatu fungsi lambang yang penting, yaitu bahwa lambang merangsang orang untuk memainkan peran dalam proses komunikasi politik. Sementara di sisi lain, jika lambang adalah kata-kata dari pembicaraan politik, maka bahasa adalah permainan kata dari wacana itu. Meski para sarjana memilik pendapat yang berbeda dalam hal definisi, tetapi ada konsensus bahwa bahasa adalah suatu sistem komunikasi yang :  Tersusun dari kombinasi lambang-lambang signifikan tanda dengan makna dan tanggapan bersama bagi orang-orang di dalamnya,  Signifikansi lambang-lambang itu lebih penting daripada situasi langsung tempat bahasa itu digunakan, dan  Lambang-lambang itu digabungkan menurut peraturan tertentu. Bahasa sebagai lambang menjadi katalisator dunia subjektif yang di dalamnya ketidakpastian diterangkan dan penyebab tindakan yang tepat menjadi jelas karena setiap lambang memadatkan dan mengatur ulang perasaan, ingatan, persepsi, dan emosi, suatu penstrukturan yang berbeda-beda menurut situasi sosial orang. Kata-kata dan permainan kata tidak hanya memberi nama kepada objek, kata juga menempatkan objek tertentu ke dalam kelas objek, dengan demikian memberikan bimbingan untuk memandang, membandingkan, mempertimbangkan, dan menilai. Terdapat dua jenis bahasa, yakni bahasa verbal dan nonverbal. Apa yang telah kita bicarakan terkait bahasa verbal berlaku juga bagi bahasa nonverbal. Bahasa verbal adalah diskursif, yaitu lambing-lambang yang menyusunnya kata, frasa, notasi matematis, sandi, titik-titik pada peta, dan hal-hal serupa yang membantu kita berpikir cermat, membuat pernyataan harfiah, dan merekam informasi. Ada sifat kognitif yang kuat tentang bahasa- bahasa diskursif verbal tersebut. bahasa nonverbal adalah nondiskursif, ia membantu mengungkapkan hal-hal yang sukar dipikirkan secara cermat fantasi, kasih sayang, emosi, nuansa halus, misteri, perasaan yang sukar dinyatakan dengan cara yang lugas. Dalam memikirkan bahasa verbal dan nonverbal ada dua hal yang harus diingat. Pertama, komunikasi baik verbal maupun nonverbal adalah kegiatan, apakah itu kata yang diucapkan, jeda, anggukan kepala, atau ekspresi lain. Dia adalah tindakan yang apabila terjadi di depan orang lain yang mengamatinya, tindakan itu diinterpretasikan. Kedua, mengenai 21 modus wacana nonverbal, bahwa kedudukan, ekspresi, atau gerakan tidak pernah membawakan makna dengan sendirinya atau tentang dirinya sendiri. Tetapi, sebagai kegiatan simbolik masing-masing memperoleh makna dari konteks tempat ia terjadi dan tanggapan orang terhadapnya, tepat seperti pesan-pesan yang disampaikan secara verbal, baik lisan maupun tulisan Nimmo, 2005:82-84.

2.2 Persepsi