Kementerian Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara

yang ditunjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa Kabinet atau masing-masing Menteri meletakkan jabatannya”. Kabinet-kabinet yang pernah terbentuk selama masa Pemerintahan Republik Indonesia Serikat adalah sebagai berikut 38 : 1. Kabinet Susanto atau Kabinet Peralihan. Kabinet ini dipimpin oleh Susanto Tirtoprodjo sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 13 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 20 Desember 1949 dan harus berakhir pada tanggal 21 Januari 1950. 2. Kabinet Halim. Kabinet ini berkedudukan di Yogyakarta yang dipimpin oleh Dr.Abdul Halim sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 15 kementerian. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 21 Januari 1950 dan harus berakhir pada tanggal 6 September 1950.

C. Kementerian Negara Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara

Tahun 1950 Dalam Undang-Undang Dasar Sementara UUDS tahun 1950, sistem pemerintahan yang dianut Indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer atau pertanggungjawaban Dewan Menteri kepada Parlemen, sedangkan Presiden hanyalah merupakan Kepala Negara, bukan Kepala Pemerintahan Pasal 45 UUDS tahun 1950. 39 Sehingga penanggung jawab atas pemerintahan dipegang oleh menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Sedangkan 38 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 22‐23. http:id.wikipedia.orgwikiDaftar_kabinet_Indonesia , diakses pada tanggal 24 April 2013 39 Moh. Mahfud MD, Dasar… Op.cit, hlm 97 Universitas Sumatera Utara Presiden sebagai kepala negara tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 83 UUDS tahun 1950 yang berbunyi sebagai berikut : 1 Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat. 2 Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan Pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri. Sebagaimana dalam Konstitusi RIS, kedudukan menteri pada masa pemberlakuan UUD Sementara tahun 1950 lebih tinggi daripada pada saat diberlakukan UUD RI 1945. Pada masa ini menteri-menteri menjadi bagian dari alat-alat perlengkapan negara pasal 44. 40 Dari beberapa ketentuan pasal-pasal dalam UUDS tahun 1950 dapat disimpulkan bahwa menteri-menteri atau pemerintah mempunyai kewenangan yang cukup besar. Selain sebagai bagian dari alat-alat kelengkapan negara, ia juga mempunyai kewenangan dan previllege. Ia terlibat secara langsung dalam proses pembuatan Undang-Undang, proses pembuatan anggaran belanja negara sekaligus pemegang umum anggaran, penerbitan uang, serta dalam kaitan dengan hubungan luar negeri. UUDS tahun 1950 secara tegas memberikan kekuasaan kepada Presiden untuk mengangkat menteri-menteri Pasal 50 dan perdana menteri. Dalam menjalankan kewenangannya ini, UUDS tahun 1950 juga mengatur lebih lanjut bahwa presiden dapat menunjuk pembentuk formatur kabinet. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 UUDS tahun 1950 yang berbunyi sebagai berikut : 1 Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet. 40 Naskah Komprehensif… Op.cit, hlm 42 Universitas Sumatera Utara 2 Sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet itu, presiden mengangkat seorang dari padanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri-Menteri yang lain. 3 Sesuai dengan anjuran pembentuk itu juga, Presiden menetapkan siapa-siapa dari menteri-menteri itu diwajibkan memimpin kementerian masing-masing. Presiden boleh mengangkat menteri - menteri yang tidak memangku sesuatu kementerian. 4 Keputusan-keputusan presiden yang memuat pengangkatan yang diterangkan dalam ayat 2 atau 3 asal ini ditandatangani serta oleh pembentuk kabinet. 5 Pengangkatan atau penghentian antara-waktu menteri-menteri begitu pula penghentian kabinet dilakukan dengan Keputusan Presiden. UUDS tahun 1950 tidak memperkenanankan adanya rangkap jabatan seorang menteri. Hal ini berlainan dengan ketentuan dalam Konstitusi RIS tahun 1949 yang memperbolehkan seorang menteri untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan mereka menjadi nonaktif sesudah mereka menjadi menteri karena hukum lipso jure. 41 Pasal 61 ayat 2 UUDS tahun 1950 menegaskan bahwa, “Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merangkap menjadi Menteri tidak boleh mempergunakan hak atau melakukan kewajibannya sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan Menteri.” UUDS tahun 1950 juga menentukan kualifikasi untuk dapat menjabat sebagai seorang menteri yang diatur dalam Pasal 49 yang berbunyi sebagai berikut: “Yang dapat diangkat menjadi Menteri ialah Warga Negara Indonesia yang telah berusia 25 tahun dan yang bukan orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih atau orang yang telah dicabut haknya untuk dipilih.” Seperti yang telah diketahui bahwa dalam sistem pemerintahan parlementer, pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan pemerintahan 41 Ismail Suny, Pergeseran… Op.cit, hlm 141 Universitas Sumatera Utara berada pada menteri-menteri baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Pertanggungjawaban menteri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pertanggungjawaban politis dan pertanggungjawaban kriminil. Pertanggungjawaban politis itu sendiri dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu pertanggungjawaban bersama-sama sebagai kabinet yakni yang menyangkut segala persoalan yang berkaitan dengan kebijaksanaan umum pemerintah, dan pertanggungjawaban sendiri-sendiri yakni yang menyangkut segala persoalan yang termasuk aktivitasnya secara pribadi sebagai menteri. Pertanggungjawaban politis ini dapat berujung pada kemungkinan diberhentikannya seseorang dari jabatan menteri, dalam hal pertanggungjawaban sendiri-sendiri, atau dibubarkannya suatu kabinet, dalam hal pertanggungjawaban bersama-sama. Disini jelas bahwa kabinet dewan menteri dapat dijatuhkan oleh parlemen, yaitu bilamana parlemen menganggap cukup alasan bahwa satu atau beberapa kebijaksanaan pemerintah tidak dapat diterima atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi sebagai imbangan dari pertanggungjawaban menteri maka apabila dalam perbedaan pendapat itu dewan menteri menganggap DPR sudah tidak representatif dapatlah dewan menteri mengajukan permohonan kepada Presiden agar DPR parlemen dibubarkan. Keputusan yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan anggota DPR dalam tempo 30 hari Pasal 84 UUDS tahun 1950. 42 Selain pertanggungjawaban politis, terdapat pula pertanggungjawaban kriminil dari menteri-menteri secara sendiri-sendiri dalam setiap hal. Sebagaimana 42 Moh. Mahud MD, Dasar… Op.cit, hlm 97‐98 Universitas Sumatera Utara pejabat tinggi lainnya, menteri-menteri juga mendapat keistimewaan di muka peradilan. Ia hanya bisa diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi oleh Mahkamah Agung, baik saat menjabat maupun sesudah tidak menjabat, dalam beberapa perkara kriminil Pasal 106 ayat 1, yaitu sebagai berikut : 1. Kejahatan dan pelanggaran jabatan. Yang dikatakan sebagai kejahatan dan pelanggaran jabatan adalah sesuai dengan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku Kedua Titel XXVIII Kejahatan yang dilakukan dalam jabatanan dan Buku Ketiga Titel VIII Pelanggaran dilakukan dalam jabatan; 2. Kejahatan dan pelanggaran lain yang dilakukannya dalam masa pekerjaannya. Yang termasuk dalam kejahatan dan pelanggaran lain yan dilakukan dalam masa pekerjaan adalah sebagai berikut : a. Kejahatan-kejahatan yang diancam dengan hukuman mati; b. Kejahatan-kejahatan yang termaktub dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana Buku Kedua Titel-titel I, II dan III, yaitu kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan terhadap martabat presiden atau wakil presiden, kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala dan wakil kepala negara sahabat; c. Kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya dalam keadaan yang memberatkan kesalahannya sebagai termaktub dalam pasal 52 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 43 Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa menteri-menteri diberikan keistimewaan di muka pengadilan dalam hal mengenai perkara-perkara tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Namun apabila menteri-menteri atau pejabat tinggi lainnya melakukan tindak pidana diluar dari yang telah dijelaskan di atas, mereka harus tetap tunduk pada ketentuan yuridiksi Pengadilan Negeri yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. 43 Undang‐Undang Nomor 22 Tahun 1951 Tentang Penetapan Undang‐Undang Darurat Tentang Penetapan Kejahatan‐Kejahatan dan Pelanggaran‐Pelanggaran yang Dilakukan dalam Masa Pekerjaan oleh Para Pejabat yang Menurut Pasal 148 Konstitusi Republik Indonesia Serikat dalam Tingkat Pertama dan Tertinggi Diadili oleh Mahkamah Agung Indonesia Menjadi Undang ‐Undang. Universitas Sumatera Utara Kabinet-kabinet yang pernah terbentuk selama masa berlakunya Undang- Undang Dasar Sementara Tahun 1950 adalah sebagai berikut 44 : 1. Kabinet Natsir. Kabinet ini dipimpin oleh Mohammad Natsir sebagai Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 18 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.9 Tahun 1950, tanggal 6 September 1950 dan harus berakhir pada tanggal 27 April 1951 ; 2. Kabinet Sukiman. Kabinet ini dipimpin oleh Sukiman Wirjosandjojo sebagai Perdana Menteri dan Suwirjo sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 20 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan mandat dan Keputusan Presiden RI No.80 Tahun 1951, tanggal 27 April 1951 dan harus berakhir pada tanggal 3 April 1952 ; 3. Kabinet Wilopo. Kabinet ini dipimpin oleh Wilopo sebagai Perdana Menteri dan Prawoto Mangkusasmita sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 18 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.99 Tahun 1952, tanggal 3 April 1952 dan harus berakhir pada tanggal 30 Juli 1953 ; 4. Kabinet Ali Sastroamidjojo Pertama atau Kabinet Ali- Wongso- Arifin. Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri serta Wongsonegoro dan Zainul Arifin sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.132 Tahun 1953, tanggal 30 Juli 1953 dan harus berakhir pada tanggal 12 Agustus 1955; 44 Miftah Thoha, Birokrasi… Op.cit., hlm 24‐28. http:id.wikipedia.orgwikiDaftar_kabinet_Indonesia , diakses pada tanggal 3 Mei 2013 Universitas Sumatera Utara 5. Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet ini dipimpin oleh Burhanuddin Harahap sebagai Perdana Menteri serta R.Djamu Ismadi dan Harsono Tjoktoaminoto sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 20 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 12 Agustus 1955 dan harus berakhir pada tanggal 24 Maret 1956; 6. Kabinet Ali Sastroamidjojo Kedua. Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri serta Mohammad Rum dan KH Dr. Idham Chalid sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 25 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 24 Maret 1956 dan harus berakhir pada tanggal 9 April 1957; 7. Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya. Kabinet ini dipimpin oleh Djuanda sebagai Perdana Menteri serta Hardi, KH.Dr.Idham Chalid, dan Dr.J.Leimina sebagai Wakil Perdana Menteri, dengan jumlah kementerian sebanyak 26 kementerian. Kabinet ini dibentuk tanggal 9 April 1957 dan harus berakhir pada tanggal 10 Juli 1959.

D. Kementerian Negara Saat Kembali Pada Undang-Undang Dasar 1945

Dokumen yang terkait

Partisipasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Dalam Perubahan Orde Lama – Orde Baru

6 97 112

Peran Kepolisian Republik Indonesia Dalam Mendukung Penegakan Syariat Islam Di Propinsi Aceh

6 49 137

Eksistensi Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945

1 74 100

Tinjauan Yuridis Pergantian Antarwaktu Pejabat Badan Pemeriksaan Keuangan (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/Puu-Xi/2013)

0 39 201

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

0 0 8

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

0 0 1

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

0 0 23

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

0 0 33

Kementerian Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79 PUU-IX 2011)

0 0 4

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi: Studi Terhadap Putusan Nomor 92/PUU-X/2012

0 0 21