Pendugaan Potensi Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Tegakan Hutan Hujan Tropis Bekas Tebangan (LOA) 1983 (Studi Kasus IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur).

(1)

1.1 Latar Belakang

Peningkatan Gas Rumah Kaca (CO2, CH4, CFC, N2O, dan O3) di atmosfer sudah menimbulkan dampak lingkungan yang diakibatkan naiknya panas bumi, dengan meningkatnya konsentrasi GRK. Karbon dioksida (CO2) sebagai gas pencemar utama di atmosfir dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan disebabkan dari sebagian besar aktivitas manusia. Konstribusi utama dalam dekade terakhir ini berasal dari pembakaran bahan bakar fosil meliputi minyak pelumas, gas dan bahan bakar untuk kendaraan bermotor, industri, dan kebakaran hutan.

Untuk mencegah peningkatan suhu bumi (Global Warming) yang mengakibatkan perubahan iklim, pada tahun 1997 dideklarasikan Protokol Kyoto. Untuk mengurangi emisi udara, dalam Protokol Kyoto dihasilkan Mekanisme Pembangunan Bersih atauClean Development Mechanism (CDM) dan penjualan karbon. CDM merupakan sistem pengurangan emisi udara dengan pengukuran kandungan karbon yang diserap, reforestasi, dan penghijaun lahan kritis.

Ekosistem alam dapat menyerap karbon dengan baik dan secara signifikan dapat meningkat jika dilakukan pengelolaannya dengan baik. Hutan sebagai salah satu ekosistem yang didominasi oleh vegetasi pepohonan dapat menyerap karbon di udara yang diubah menjadi biomasa pohon dalam jumlah besar.

Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan yang sangat luas, sehingga Indonesia dapat berperan penting dalam usaha menurunkan emisi CO2 melalui penyerapan dan penyimpanan karbon di dalam hutan (carbon sinks). Hal ini dapat terjadi jika pengelolaan hutan dilakukan secara lestari, reboisasi serta pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.

Karbon yang diserap oleh hutan tersimpan di atas dan di bawah permukaan tanah. Karbon di atas permukaan tanah disimpan dalam tegakan berdiri, tumbuhan bawah, serasah, dan tegakan yang telah mati sedangkan karbon di bawah permukaan tanah tersimpan dalam akar, tanah, dan biota tanah.


(2)

Kadar karbon dalam setiap lokasi dan suatu jenis vegetasi berbeda karena perbedaan sifat fisik dan lingkungan tempat tumbuh yang berbeda pula. Dengan demikian untuk mengetahui kandungan karbon di suatu lokasi perlu dilakukan penelitian kadar karbon pada suatu vegetasi yang tumbuh di lokasi tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Mengetahui massa karbon suatu jenis pohon pada suatu lokasi. b. Merumuskan model pendugaan massa karbon dalam tegakan.

c. Menduga jumlah massa karbon di areal hutan Logged Over Area (LOA) dan hutan primer/virgin.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi jumlah massa karbon di dalam hutan LOA dan hutan primer di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur.


(3)

2.1 Hutan Hujan Tropis

UU No. 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Indonesia memiliki berbagai tipe hutan yaitu Hutan Hujan Tropis, Hutan Musim, Hutan Gambut, Hutan Rawa, Hutan Payau, Hutan Kerangas, dan Hutan Pantai (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

Hutan hujan tropis tumbuh di dekat garis equator, dimana iklim sepanjang tahun hangat dan basah. Sebagian besar hutan ini tumbuh di lembah sungai Amazon, lembah sungai Kongo, dan di wilayah Asia Tenggara.

Keanekaragaman pohon merupakan salah satu ciri khas hutan tropis dimana dapat ditemukan sekitar 100 spesies pada wilayah seluas 2,6 Km2. Hutan hujan tropis terdiri dari pepohonan yang tersusun atas strata tajuk dan berdaun lebar yang selalu hijau sepanjang tahun. Dalam hutan hujan tropis terdapat juga jenis tumbuhan palm dan paku-pakuan (Anomin, 2008).

Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), Indonesia memiliki hutan hujan tropis seluas ± 89,000,000 ha dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Iklim selalu basah

b. Tanah kering dan berbagai macam jenis tanah

c. Topografi berbukit pada tanah dataran rendah (< 1000 m dpl) dan terdapat pada dataran tinggi sampai dengan ketinggian 4000 m dpl.

d. Hutan hujan tropis dibedakan menurut ketinggiannya menjadi hutan hujan dataran rendah, hutan hujan sedang dan hutan hujan dataran tinggi.

Tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau. Keanekaragaman spesies tumbuhan dan binatang yang terdapat di hutan hujan tropis sangat tinggi. Tajuk pepohonan hutan hujan tropis sangat rapat, terdapat tumbuhan memanjat, menggantung, dan menempel pada pepohonan (Heddy, 1990).


(4)

6 CO2+ 6 H2O energi sel matahari berklorofil C6H12O6 + 6 O2 Soerianegara (1996) menyatakan, suhu rata-rata tahunan di hutan hujan dataran rendah adalah 26 °C yang didominasi oleh tiga jenis pohon yaitu Shorea spp.,Dryobalanops spp., danDipterocarpus spp.

2.2 Fotosíntesis

Heddy (1990) menyatakan, fotosintesis sering didefinisikan sebagai suatu proses dimana terjadi sintesa karbohidrat tertentu dari karbondioksida (CO2) dan air (H2O)yang dilakukan oleh sel-sel berklorofil dengan adanya cahaya matahari dan dibebaskan gas oksigen. Proses fotosintesis sering disebut dengan istilah asimilasi karbon. Sebagai persamaan total dari proses fotosintesis ditulis sebagai berikut :

Reaksi kimia dari seluruh proses fotosintesis merupakan reaksi oksidasi-reduksi antara CO2 dan H2O. Dalam proses ini CO2 direduksi dan H2O dioksidir karena di sini terjadi perpindahan H dari air ke CO2.

Fotosintesis terdiri dari dua reaksi kimia yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Dalam reaksi terang proses reaksi reduksi CO2 dan pembebasan H memungkinkan untuk menghasilkan reduktan untuk meredusir CO2. Proses reaksi reduksi CO2 menjadi karbohidrat membutuhkan energi dalam bentuk ATP (Adenin Tri Phosphat) dan NADPH2 (Nicotine Namide Di Nucleotide Hydrogen Phospat) yang dihasilkan dalam reaksi terang. Kedua energi yang dihasilkan dalam reaksi terang ini di gunakan dalam reaksi gelap yang mana karbon di udara diserap dan diubah menjadi karbohidrat.

Proses yang paling utama dalam fotosintesis adalah konversi energi cahaya menjadi energi elektrokimia dalam bentuk ikatan berenergi tinggi ATP dan NADPH2. Kedua energi tersebut ditransfer dan bereaksi dengan CO2 menjadi karbohidrat dimana CO2 dari udara diserap dalam reaksi penyerapan energi.

Biomassa berkaitan erat dengan proses fotosintesis, biomassa bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa organik melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan kearah horisontal dan vertikal (Adinugroho dan Sidiyasa 2009).


(5)

Fiksasi karbon merupakan penyerapan CO2dan akumulasi biomasa dalam kayu. Pengelolaan hutan dalam hubungannya dengan fiksasi karbon dapat menyerap karbon dan menambah jumlah biomasa dalam wilayah pengelolaan tersebut. Pada dasarnya pengelolaan hutan dapat digunakan sebagai penyerap gas CO2 di atmosfer dengan meningkatkan penyerapan karbon dan mengurangi pelepasan karbon ke udara (Costa, 1996).

2.3 Biomasa dan Karbon

Dalam Smith et. al (2004) disebutkan, biomasa yaitu masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, cabang dan tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma, dan tanaman semusim. Nekromasa merupakan masa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan atau telah tumbang, tunggak, ranting, dan serasah yang belum terlapuk.

Hairiah dan Rahayu (2007) menyebutkan bahwa, hutan alami merupakan penyimpan karbon tertinggi karena keragaman jenis vegetasi yang tinggi, tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam biomasa berupa daun, batang, ranting, cabang, bunga, dan buah.

Jumlah karbon yang disimpan dalam biomasa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara.

Menurut Tsoumis (1991), unsur kimia yang terdapat dalam kayu adalah karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) dan nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Dalam persen berat kering oven unsur kimia pada kayu diketahui bahwa karbon 49%-50%, hidrogen 6%, oksigen 44%-45%dan nitrogen hanya 0.1%-1%.

Deley (1970) dalam Hidayat et. al.(1998) mengatakan, umumnya karbon menyusun 45% - 50% bahan kering dari tanaman. Hutan tropika mengandung biomasa dalam jumlah besar, oleh karena itu hutan tropika dapat menyediakan simpanan penting karbon. Menurut Junaedi (2007), hutan tropis dataran rendah


(6)

areal bekas tebangan menyimpan massa karbon di atas permukaan tanah sebesar 57,68 – 107,71 ton C/Ha dan di hutan primer sebesar 229,33 ton C/Ha.

Berdasarkan keberadaannya di alam karbon ditemukan di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah. Proporsi terbesar penyimpanan C di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang.

Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan). Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi penyimpanan C yang akurat. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

Pada tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter >2 mm), biomasa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar proksimal, sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter batang. Karbon dalam tanah dapat berupa C-organik yang terkandung dalam bahan organik tanah yang terdiri dari sisa tanaman, hewan, dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah.

Dalam Hairiah dan Rahayu (2007) disebutkan bahwa pemanenan kayu merupakan penyebab utama penurunan jumlah stok karbon yang diserap oleh hutan dimana karbon yang ditinggalkan di dalam tegakan terdapat di bawah permukaan tanah, tegakan tinggal, semai, tumbuhan bawah, dan limbah kegiatan pemanenan kayu.

Lasco (2002) dalam Rahayu et al. (2005), menyatakan bahwa aktivitas pemanenan kayu berperan dalam menurunkan cadangan karbon di atas permukaan tanah minimal 50%. Cadangan karbon yang hilang dapat dikurangi dengan melaksanakan teknik pemanenan berdampak rendah.


(7)

2.4 Pengukuran Biomasa dan Karbon

Dalam Stewart et al. (1992) disebutkan, pengukuran biomasa di atas permukaan tanah dapat dilakukan dengan metode destruktif dan non-destruktif. Pengukuran biomasa metode destruktif adalah pendugaan biomasa dengan melakukan penebangan pada suatu plot ukur sedangkan metode non-destruktif yaitu pendugaan biomasa menggunakan persamaan yang dihasilkan dengan membuat persamaan dari parameter terukur dimensi pohon dengan biomasa yang diketahui dari pendugaan metode destruktif. Parameter yang digunakan dalam pendugaan metode non-destruktif dapat berupa diameter setinggi dada 130 cm (dbh) atau tinggi pohon.

Menurut Chapman (1976) dalam Indrawan (1999), secara garis besar ada dua metode pendugaan biomassa di atas permukaan tanah yaitu metode pemanenan dan netode pendugaan tidak langsung.Allometry adalah suatu model pendugaan biomassa pohon dengan metode pendugaan tidak langsung, berdasarkan parameter yang dapat diukur yaitu diameter dan tinggi pohon. Adapun bentuk hubungan fungsional dari Allometry sederhana adalah sebagai berikut :

Y = a Db, atau dalam bentuk logaritmik : Log Y = Log a + b Log D,

dimana :

Y = biomasa pohon (Kg/Pohon)

D = diameter setinggi dada (130 cm) a, dan b adalah konstanta.

2.5 Kadar Zat Terbang dan Kadar Abu

Kadar zat terbang adalah persen kandungan zat-zat yang mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950°C yang terkandung pada arang terhadap berat kering bahan bebas air. Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang (Haygreen & Bowyer 1982). Zat mudah terbang adalah persentase gas yang dihasilkan dari pemanasan


(8)

arang yang ditetapkan pada temperatur dan selang waktu standar yaitu pada 950±20°C selama 2 menit (ASTM 1990b).

Kadar abu didefinisikan sebagai berat sisa yang tinggal, dinyatakan sebagai persen terhadap berat bahan bebas air, setelah pembakaran pada suhu tinggi dengan tersedianya oksigen yang melimpah (Haygreen dan Bowyer, 1986).

Abu merupakan senyawa organik yang terdapat dalam kayu yang tetap tinggal meskipun telah mengalami pembakaran pada suhu tinggi. Dalam abu senyawa yang tidak terbakar mengandung unsur kalsium, kalium, magnesium, mangan, dan silikon (Haygreen dan Bowyer, 1986). Demikian pula menurut Tsoumis (1991), mineral dalam abu kayu terdiri dari unsur kimia kalsium (Ca), potassium (K) dan magnesium (Mg). Dalam abu persen kandungan mineral terhadap berat kayu kering oven masing-masing dapat lebih rendah dari 0,2% atau bahkan lebih dari 1%.


(9)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di petak tebang RKT 2009 yang merupakan petak bekas tebangan (LOA) 1983 dan hutan primer IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2009 sampai dengan September 2009.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tegakan petak bekas tebangan (LOA) 1983 dan hutan primer. Di lokasi petak bekas tebangan (LOA) 1983 dibuat petak ukur di sekitar TPN, sekitar ujung jalan sarad, dan di tengah antara TPN dan ujung jalan sarad.

Untuk mengetahui kandungan karbon pada setiap jenis pohon yang diukur diperlukan sampel kayu untuk diuji di laboratorium. Sampel kayu yang diambil beasal dari batang bebas cabang, batang utama setelah cabang pertama cabang, ranting, dan daun.

Alat yang digunakan selama penelitian di lapangan adalah gergaji mesin, meteran, tambang, kompas, pita diameter pohon, kalkulator, alat tulis, tally sheet, tali plastik, cat, pita merah, dan timbangan.

Untuk pengujian di laboratorium alat yang digunakan adalah mesin pencacah, cawan porselen, saringan 40 – 60 mesh, oven, timbangan, dan tanur listrik.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Jenis data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan berupa :


(10)

a. Volume tegakan dengan mengukur dimensi tingkat vegetasi pohon, tiang, dan pancang suatu tegakan di blok tebangan Logged Over Area (LOA) dan hutan primer/virgin.

b. Berat jenis kayu jenis-jenis pohon/kelompok jenis pohon dengan pengujian sampel kayu bagian batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, dan cabang untuk mengetahui berat jenisnya.

c. Data berat kering, kadar air, kadar zat terbang, dan kadar abu jenis-jenis kayu yang diperoleh dengan analisis sampel kayu di laboratorium.

Data sekunder yang dikumpulkan berupa data kondisi umum lokasi penelitian antara lain :

a. Letak, luas, dan keadaan umum lokasi penelitian. b. Kondisi areal dan potensi hutan alam tanah kering.

3.4 Pengumpulan data di lapangan

Data dimensi tegakan diperoleh dari inventarisasi hutan menggunakan sistem jalur pada tingkat vegetasi pohon, tiang, dan pancang di 4 lokasi yang berbeda yakni di areal Plasma Nutfah sebagai hutan primer dan petak bekas tebangan (LOA) 1983 dibuat petak ukur di sekitar TPN, sekitar ujung jalan sarad, dan di tengah antara TPN dan ujung jalan sarad. Petak ukur pada masing-masing lokasi adalah 100 m x 100 m yang terdiri dari 25 sub-petak ukur 20 m x 20 m.

Keterangan :

: Sumbu jalur inventarisasi : Batas sub petak

dan anak petak

: Batas jalur inventarisasi

100 m

U

20

10

100 m


(11)

Sub petak 20 m x 20 m : Pengukuran tingkat vegetasi pohon (dbh 20 cm).

Anak petak 10 m x 10 m : Pengukuran tingkat vegetasi tiang (dbh 10 cm – 19 cm).

Anak petak 5 m x 5 m : Pengukuran tingkat vegetasi pancang (dbh < 10 cm dan tinggi > 1,5 m).

3.4.1 Volume tegakan Logged Over Area (LOA) dan Hutan Primer

Masing-masing pada sub petak ukur 20 m x 20 m, 10 m x 10 m, dan 5 m x 5 m diukur diameter setinggi dada dan tinggi bebas cabang untuk mengetahui volume bebas cabang pohon, tiang, dan pancang.

3.5 Pengumpulan data di laboratorium 3.5.1 Kadar Air

Contoh uji diambil dari masing-masing bagian pohon (batang pangkal, batang ujung, cabang, dan batang setelah cabang pertama). Contoh uji penetapan kadar air berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Semua contoh uji harus bersih dari serabut dan ditimbang berat basahnya. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103±2° C sampai tercapai berat konstan. Penurunan berat yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.

Untuk mengetahui kadar air pada ranting dan daun dilakukan penimbangan berat basah dan dikeringkan pada suhu 80 ± 2 °C selama 48 jam dalam oven.

3.5.2 Berat jenis

Untuk mengetahui biomasa dengan pendekatan volume suatu jenis pohon perlu diketahui berat jenis kayu. Berat jenis kayu diperoleh dengan pengujian sampel kayu di laboratorium. Banyaknya sampel kayu diambil adalah 3 buah sampel dari bagian melintang tunggak, batang bebas cabang, batang utama setelah cabang pertama, dan batang cabang pohon pada tingkat vegetasi pohon, tiang, dan pancang dengan dimensi 2 cm x 2 cm x 2 cm berdasarkan American Society for

Kadar Air (%) = Berat Awal - Berat Kering Oven x 100%...(Haygreen dan Bowyer 1982) Berat Kering Oven


(12)

Testing Material (ASTM) D 134. Cara pengambilan sampel kayu dapat dilihat pada gambar 2, 3, dan 4.

Penentuan berat jenis kayu dilakukan dengan tahap sebagai berikut : a. Setiap sampel kayu ditimbang berat basahnya.

b. Pengukuran volume sampel kayu.

c. Sampel dikeringkan dalam oven bersuhu ±105°C selama 24 jam. d. Setelah kering tanur ditimbang berat kering sampel kayu.

Berat jenis kayu dihitung dengan rumus sebagai berikut :

3.5.3 Berat Kering Oven

Berat kering cabang berdiameter <5 cm dan daun diukur sebagai berikut : a. Diambil sampel cabang < 5 cm dan daun sebanyak ± 200 gram sebagai

sampel uji.

b. Sampel yang telah diambil dikeringkan dalam oven bersuhu 80 ± 2 °C selama 48 jam.

c. Setelah kering tanur ditimbang untuk mendapatkan berat kering tanur.

3.5.4 Kadar zat terbang

Untuk mengetahui suatu kandungan karbon dalam biomasa perlu diketahui kadar zat terbang dan kadar abu. Untuk analisis kadar zat terbang dan kadar abu diperlukan sampel kayu sebanyak 2 kali ulangan dari bagian melintang tunggak, batang bebas cabang, batang utama setelah cabang pertama dan percabangan pada tingkat vegetasi pohon, tiang dan pancang dengan tebal ± 5 cm.

Berat jenis kayu = Massa kering tanur (gr) ... (Ginoga, 1974) Volume kering udara (cm3)

Sampel kayu tebal ± 5cm


(13)

Kadar zat terbang pada prinsipnya adalah menguapkan bahan yang tidak termasuk air dengan menggunakan energi panas. Penentuan zat terbang ini di lakukan 2 kali ulangan. Kadar zat terbang ditentukan berdasarkan (ASTM) D 5832-98 dalam Budiyanto (2006). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : a. Cawan porselen diisi contoh uji berupa serbuk sebanyak ± 2 g, kemudian

cawan ditutup rapat dengan penutupnya.

b. Contoh uji dimasukan ke dalam tanur listrik bersuhu 950 °C selama 2 menit. Kemudian cawan berisi contoh uji tersebut dimasukan ke dalam desikator dan selanjutnya ditimbang.

Kadar Zat Terbang diyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut : Kadar Zat Terbang = Kehilangan Berat Contoh x 100%

Berat Contoh Uji Bebas Air

3.5.5 Kadar Abu

Kadar abu pada prinsipnya adalah menentukan jumlah abu yang tertinggal (mineral yang tidak dapat menguap) dengan membakar serbuk menjadi abu dengan menggunakan energi panas Prosedur penentuan kadar abu adalah sebagai berikut :

a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukan ke dalam tanur listrik bersuhu 750 °C selama 6 jam

b. Selanjutnya dinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang untuk mengetahui beratnya.

Kadar Zat Abu diyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut :

Kadar Abu = Berat sisa contoh uji x 100% Berat contoh uji bebas air

Gambar 3. Sampel kayu yang diambil dari bagian batang utama setelah cabang dan percabangan.

Sampel kayu tebal ± 5cm


(14)

3.5.6 Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon yang dilakukan adalah penentuan kadar karbon tetap yang telah diarangkan. Seharusnya penentuan kadar karbon yang mendekati kadar karbon sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan metode Total Organic Carbon (TOC). Namun karena metode tersebut sangat mahal dan belum banyak dikembangkan di Indonesia, maka penentuan karbon dilakukan dengan penentuan kadar karbon tetap. Prosedur penentuan karbon tetap berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 adalah sebagai berikut:

3.6 Pengolahan data 3.6.1 Volume

Volume bebas cabang, batang utama setelah bebas cabang, dan cabang (diameter 5 cm) dihitung dengan menggunakan rumus :

dimana : V = Volume batang (m3) B = Lbds pangkal (m2) S = Lbds ujung (m2) L = Panjang (m)

3.6.2 Model Penduga Massa Karbon Dalam Tegakan

Dalam penyusunan model penduga massa karbon ini digunakan satu sampai dua peubah bebas. Peubah bebas yang digunakan adalah diameter setinggi dada dan tinggi bebas cabang. Model penduga massa karbon dalam batang pohon adalah sebagai berikut :

a. C = aDb dan b. C = a DbHc

C = Kandungan karbon dalam pohon (kg)

D = Diameter setinggi dada (130cm dari permukaan tanah) H = Tinggi bebas cabang, dan

a, b, dan c = konstanta

Kadar Karbon = 100% - Kadar Zat Terbang Kadar Abu


(15)

3.6.3 Uji t-student

Dari data yang telah diolah dilakukan uji t-student terhadap :

1. Hubungan persen rata-rata kadar karbon terhadap bagian pohon, tingkat pertumbuhan pohon, dan jenis pohon.

2. Hubungan jumlah kandungan karbon per-Ha terhadap lokasi pangamatan.

Analisis yang digunakan adalah uji t-student dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Walpole 1995) :

t - hitung =

(

)

dimana :

t - hitung = Beda nilai tengah

= Rataan kadar karbon bagian pohon 1/tingkat pertumbuhan 1/jenis pohon 1.

= Rataan kadar karbon bagian pohon 2/tingkat pertumbuhan 2/jenis pohon 2.

d = Selisih nilai beda tengah populasi = 0 S² = Ragam rataan karbon bagian pohon 1/tingkat

pertumbuhan 1/jenis pohon 1.

S² = Ragam rataan karbon bagian pohon 2/tingkat pertumbuhan 2/jenis pohon 2.

n = Jumlah bagian pohon 1/tingkat pertumbuhan 1/jenis pohon 1.

n = Jumlah contoh bagian pohon 2/tingkat pertumbuhan 2/jenis pohon 2.


(16)

4.1 Letak dan Luas Areal

PT. Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabung dalam kelompok Alas Kusuma Group berdasarkan Surat Keputusan IUPHHK No. 106/KPTS-II/2000 tanggal 29 Desember 2000. Luas areal berdasarkan SK Menhut No. 106/KPTS-II/2000 adalah seluas 171.340 Ha, dimana luas Hutan Produksi Terbatas seluas 128.340 Ha dan Hutan Produksi Tetap seluas 13.000 Ha.

Menurut pembagian wilayah Administrasi Pemerintahan, areal PT. Suka Jaya Makmur meliputi Kecamatan Tumbang Titi, Nanga Tayap, Sandai, Matan Hilir Selatan dan Nanga Sokan, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.

Berdasarkan pembagian Administrasi Kehutanan, areal PT. Suka Jaya Makmur termasuk ke dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Ketapang dan Sintang Selatan, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat.

Berdasarkan pembagian kesatuan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur termasuk ke dalam wilayah DAS Pawan, Sub DAS Pesaguan (Sub-sub DAS Pending, Sub-sub DAS Burung), Sub DAS Kerabai, Sub DAS Tayap dan Sub DAS Pinoh. Wilayah ini termasuk ke dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Ketapang Dinas Kehutanan Kalimantan Barat tepatnya di kelompok Hutan Sungai Pesaguan dan Sungai Biya.

Secara geografis, areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur merupakan areal kompak yang terletak diantara 110°27’ BT - 111°25’ BT dan 01°00’ LS - 01°55’ LS. Sedangkan batas areal PT. Suka Jaya Makmur :

Utara : IUPHHK PT. Duaja II dan PT. Wanasokan Hasilindo Timur : Hutan Lindung dan Hutan Negara

Selatan : IUPHHK PT. Wanakayu Batuputih dan Hutan Negara Barat : HPT PT. Triekasari, PT. Kawedar, dan Hutan Negara


(17)

4.2 Topografi

Topografi areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur umumnya bergelombang, datar, dan landai hingga agak curam dengan persentase kemiringan lapangan seperti pada Tabel 1. Areal tersebut memiliki ketinggian minimum 300 m dpl dan maksimum 700 mdpl.

Tabel 1. Luas Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Berdasarkan Kelas Lereng.

Klasifikasi Kelerangan Luas (Ha) Persentase (%)

Datar 0 – 8 13.433 7.84

Landai 0 – 15 43.794 25.56

Agak Curam 15 – 25 108.766 63.48

Curam 25 – 45 2.861 1.67

Sangat Curam >45 2.486 1.45

Jumlah 171.340 100

4.3 Geologi dan Jenis Tanah

Berdasarkan Peta Geologi Propinsi Dati 1 Kalimantan Barat, diketahui bahwa batuan yang terdapat pada areal unit hutan produksi PT. Suka Jaya Makmur adalah (1) Efusif (2) Intrusif dan Plutonik asam serta Intrusif dan Plutonik basa menengah. Formasi-formasi tersebut mengandung sedikit kadar magnetik merupakan peleburan dari sisa-sisa letusan gunung api.

Sesuai dengan peta tanah Propinsi Dati 1 Kalimantan Barat, jenis tanah yang terdapat pada areal pengusahaan hutan PT. Suka Jaya Makmur hampir seluruhnya terdiri atas jenis Podsolik Merah Kuning. Sebagian besar jenis tanah di PT. Suka Jaya Makmur adalah Podsolik Merah Kuning, Latosol, Litosol dengan batuan induknya adalah batuan sedimen, batuan beku dan batuan metamorf. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2 :


(18)

Tabel 2. Deskripsi Satuan Peta Tanah yang Terdapat di Wilayah Studi dan Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur

No. Macam Tanah Bahan Induk Fisiografi Bentuk Wilayah Sifat 1 Podsolik Merah Kuning Batuan endapan Dataran hingga perbukitan

Bergelombang Bertekstur liat, solum dalam, drainase baik, masam, KTK rendah, KB rendah. 2 Podsolik Merah Kuning Batuan endapan, batuan beku, dan metamorf

Perbukitan Berbukit Bertekstur liat berpasir, solum dalam, drainase baik, KTK rendah, KB rendah. 3 Podsolik Merah Kuning Batuan beku dan endapan Dataran hingga perbukitan Datar dan bergelombang Bertekstur liat, solum dalam,drainase sedang hingga cepat KTK sangat rendah, KB rendah. Sumber : Satuan Peta Tanah Tahun 1993 SKL IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur

4.4 Hidrologi

Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur pada dasarnya masuk dalam Kesatuan DAS Pawan, Sub DAS Pesaguan (Sub-sub DAS Pending, Sub-sub DAS Burung), Sub DAS Kerabai, Sub DAS Tayap dan Sub DAS Pinoh.

Sungai utama adalah sungai Pawan dengan lebar 150 – 300 m dengan kedalaman 5 – 15 m dan sungai Pesaguan dengan lebar 60 – 150 m dengan kedalaman 4 – 10 m dimana kedua sungai tersebut bermuara ke laut Cina Selatan.

4.5 Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson 1951, tipe iklim areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q = 0.4. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.761 mm/tahun. Hasil pengamatan cuaca di Stasiun Pengamat Cuaca Camp Arboretum dan Camp 128 disajikan dalam Tabel 3.


(19)

Tabel 3. Hasil Pengamatan Cuaca di Stasiun Pengamat Cuaca Arboretum dan Camp 128 Pada Bulan Desember 2004.

No. Parameter Stasiun Pengamat Cuaca

Camp Arbretum Camp 128

1 Jumlah hari hujan 18 hari 28 hari

2

Curah hujan :

-Total 3720 ml 7250 ml

-Rata-rata 206.67 ml 309.09 ml

- Maksimum 510 ml 600 ml

3

Suhu rata-rata :

-Pagi 24.61 C 24.57 C

-Siang 28.06 C 28.47 C

-Sore 25.48 C 27.10 C

4

Kelembaban rata-rata :

-Pagi 90.39% 84.83%

-Siang 78.26% 75.70%

-Sore 85.74% 79.30%

Sumber : Pengukuran Stasiun Pengamat Cuaca Camp Arboretum dan Camp 128.

Bulan-bulan basah (>100mm/bulan) yang merupakan musim penghujan terjadi hampir sepanjang tahun sedangkan bulan kering tidak sampai dibawah 60 mm/bulan. Suhu udara rata-rata tahuan berkisar antara 26 – 28 °C, kelembaban udara rata-rata 85% – 95%.

4.6 Kondisi Vegetasi Hutan

Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat sebagian besar merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang memiliki tipe Hutan Huajan Tropika Basah (Low Land Tropical Rain Forest) didominasi oleh famili Dipterocarpaceae dengan komposisi jenis secara keseluruhan adalah sebagai berikut :

a. 60 % Dipterocarpaceae yang terdiri dari 44.58% jenis Meranti (Shorea spp.), 2,45% Keruing (Dipterocarpus spp.), 1,40% Kapur (Dryobalanops spp.) dan 11.57% bangkirai/Bengkirai (Shorea laevolia).

b. 6% jenis Pisang-pisangan (Mizettia spp.), Perupuk (Lophopetalum malaccensis), dan Benuang (Octomeles sumatrana).

Di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat inipun terdapat kelompok flora dan fauna yang dilindungi. Untuk kelompok flora antara lain adalah Tengkawang (Shorea stenoptera), Ulin (Eusideroxylon zwageri), dan Jelutung (Dyera costulata) serta jenis buah-buahan. Sedangkan kelompok fauna


(20)

yang dilindungi antara lain adalah Beruang Madu (Helarctus malayanus), Owa/Klempiau (Hilipbates spp.), Rusa (Cervus spp.), dan Burung Rangkong/Rangkok (Bucherostidae spp.).

Tipe hutan di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur termasuk dalam tipe hutan hujan tropika (Low Land Tropical Rain Forest). Sebaran jenis komersial didominasi kelompok kayu Meranti (Dipterocarpaceae) yang terdiri dari : Meranti (Shorea spp.), Kapur (Dryobalanops spp.), Mersawa (Anisoptera spp.), Nyatoh (Palaqium spp.), Durian burung (Durio spp.), Gronggang (Cratoxilon celebious), Jelutung (Dyera spp.), Resak (Vatica spp.), Melapi (Shorea spp.), Bengkirai (Shorea laevifolia), dan Keruing (Dipterocarpus spp.). Kelompok Rimba Camuran terdiri dari : Benuang (Octomeles malaccensis), Bintangor (Callopylum spp.), Medang (Litsea firma Hook.f), Kempas (Koompasia malaccensis), Ubar (Dillenia pulchella), Kulim (Scodocarpus spp.), Kumpang, Sawang, Pulai (Alstonia spp.), dan kelompok Kayu Indah yang terdiri dari : Ulin (Eusideroxylon zwageri), Rengas (Gluta renghas), dan Sindur (Sindora spp.).

4.7 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Penduduk desa yang berada disekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur hampir seluruhnya merupakan Etnis Dayak dan sisanya merupakan Suku Melayu, Tionghoa, dan Jawa. Etnis Dayak yang berdomisili di wilayah IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur adalah Dayak Kapus, Dayak Laman Tawa, Dayak Laman Tuha, dan Dayak Keluas. Mayoritas Agama yang dipeluk oleh penduduk adalah agama Katolik. Kedua terbesar adalah agama Kristen Protestan dan sisanya pemeluk agama Islam dan agama lainnya.

Pada umumnya mata pencaharian penduduk desa di sekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur adalah petani tradisional yang lebih dikenal sebagai peladang berpindah. Selain berladang sebagian penduduk desa juga mempunyai aktifitas di kebun karet, sawah dan mengumpulkan biji tengkawang pada musim buah.


(21)

4.8 Aksesibilitas

Areal unit hutan produksi PT. Suka jaya Makmur memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi. Untuk menuju areal tersebut dapat melalui dua macam rute, yaitu :

a. Jalan darat yang melalui ruas jalan Ketapang - Siduk (60 km). Siduk – Desa Sei Kelly (61 km), dan Desa Sei kelly Base Camp (38 km). Sebagian besar keadaan jalan darat tersebut dapat dilalui kendaraan bermotor pada musim kemarau.

b. Jalan air melalui Sungai Pawan antara Ketapang – Log Pond di Desa Sei Kelly (± 3 jam) dengan speed boat dan jalan darat Log pond - Base Camp (38 km).

Untuk mencapai ke setiap bagian hutan dapat melalui jalan darat berupa jalan pengerasan yang keadaannya sangat baik. Sedangkan di dalam bagian hutannya banyak terdapat jalan-jalan pengerasan dan jalan tanah yang dalam rencana akan dikembangkan menjadi jalan cabang maupun jalan batas petak.

Untuk menuju Kota Ketapang lewat udara dapat melalui Lapangan Udara Rahardi Oesman. Lapangan udara tersebut dapat didarati pesawat jenis Twin Otter dari Pontianak dan Semarang. Hubungan antara Ketapang dengan Pontianak dilaksanakan oleh perusahaan penerbangan Deraya dan Dirgantara Air Service (DAS) dengan frekuensi penerbangan dua kali sehari dalam seminggu. Sedangkan dari Jakarta dan Semarang, hubungan udara tersebut hanya dilayani oleh Merpati Nusantara Airways (MNA) dengan frekuensi tiga kali seminggu.


(22)

5.1 Kadar Air

Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh xilem bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu diekspresikan dalam bentuk persen kadar air. Kadar air didefinisikan berat air dinyatakan dalam persen terhadap berat kering oven kayu. Tabel 4 dibawah ini merupakan hasil pengukuran kadar air pada beberapa jenis kayu. Tabel 4. Kadar Air Pada Masing-masing Bagian Pohon Yang Diteliti.

Jenis Bagian Pohon Rata-rata

Pangkal Ujung Bscp Cabang Kulit Ranting Daun

Keruing 28.55% 18.49% 17.52% 22.42% 16.63% 23.49% 23.44% 21.50%

Bangkirai 21.58% 19.06% 18.12% 21.11% 17.46% 16.77% 18.39% 18.93%

Resak 24.95% 17.91% 24.34% 26.31% 18.81% 17.07% 18.25% 21.09%

Meranti Merah 16.86% 18.52% 18.37% 17.21% 16.83% 18.24% 20.27% 18.04%

Meranti Kuning 30.84% 24.27% 22.04% 16.95% 19.04% 16.89% 17.86% 21.13%

Nyatoh 28.41% 22.91% 24.39% 24.98% 24.69% 16.20% 19.70% 23.04%

Mersawa 21.99% 20.36% 17.59% 20.23% 15.59% 15.79% 17.78% 18.48%

Benuang 38.16% 22.81% 19.85% 28.91% 42.76% 11.36% 12.77% 25.23%

Ubar 23.00% 20.14% 24.56% 26.81% 19.19% 17.04% 18.93% 21.38%

Kumpang 22.71% 15.77% 18.68% 15.42% 17.32% 16.31% 19.24% 17.92%

Medang 25.26% 20.56% 23.82% 20.83% 24.23% 18.87% 20.23% 21.97%

Sawang 21.11% 17.24% 20.06% 20.15% 22.41% 13.89% 15.43% 18.61%

Ulin 19.23% 18.30% 22.96% 19.90% 17.45% 15.26% 16.72% 18.55%

Rata-rata 24.82% 19.72% 20.95% 21.63% 20.95% 16.71% 18.39%

Keterangan :Bscp (Batang setelah cabang pertama)

Bagian pohon yang diukur kadar airnya adalah pangkal batang, ujung batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, kulit, ranting, dan daun. Berat awal contoh yang diukur adalah pada saat berat kering udara. Kadar air tertinggi rata-rata bagian pohon adalah bagian pangkal 24,82% dan pada jenis pohon adalah Benuang (Octomeles sumatrana) 25,23% sedangkan kadar air terendah pada bagian ranting 16,70% dan pada jenis pohon yaitu Kumpang (Diospyros sp,).

Hasil pengukuran menunjukan bagian pangkal batang memiliki kadar air tertinggi. Hal ini dapat disebabkan faktor anatomi kayu dimana secara umum kayu pada bagian pangkal cukup dewasa sehingga memiliki dinding sel yang tebal sehingga dapat menyimpan air lebih banyak. Daun yang memiliki luas permukaan yang besar dan pori/stomata akan sangat mudah sekali menguapkan air yang


(23)

disimpan sehingga kadar air yang diketahui dari hasil pengukuran dalam berat contoh kondisi kering udara tidak lebih besar dari pangkal batang yaitu 18,38% karena selama pengambilan contoh sampai pengujian, secara alami teruapkan.

Kadar air bagian ujung batang bebas cabang adalah 19,72% lebih rendah dari pada bagian batang setelah cabang pertama dan cabang yaitu 20,95% dan 21,63%. Hal ini dimungkinkan karena faktor kayu juvenil (kayu muda) lebih banyak terdapat pada bagian batang setelah cabang pertama dan pada cabang kandungan selulosanya tinggi hampir sama dengan kayu juvenil (Tsoumis, 1991).

Dalam Haygreen dan Bowyer (1986), kadar air bagian kulit sebanding dengan kadar air kayu. Hasil pengukuran menunjukan kadar air kulit kayu relatif sama terutama dengan bagian batang setalah cabang pertama yaitu 20,95%.

5.2 Berat Jenis Kayu

Sifat fisis dan mekanis kayu sangat berhubungan dengan kerapatan dan berat jenis kayu, dimana berat jenis kayu berbanding lurus dengan kekuatan kayu. Kerapatan kayu dapat menggambarkan berat material per volume dan dapat digunakan untuk mengetahui biomasa. Berat jenis dinyatakan sebagai berat kering kayu dibagi volume kayu dalam keadaan kering udara dibandingkan kerapatan air. Tabel 5 dibawah ini merupakan hasil pengukuran berat jenis pada berbagai bagian pohon pada tingkat vegetasi tiang dan pohon.

Tabel 5. Berat Jenis Kayu Berbagai Bagian Pohon Yang Diteliti.

Jenis Bagian Pohon Berkayu Rata-rata

Pangkal Ujung Bscp Cabang

Keruing 0,705 0,387 0,431 0,377 0,475

Bangkirai 0,682 0,654 0,688 0,657 0,670

Resak 0,748 0,609 0,694 0,700 0,688

Meranti Merah 0,489 0,496 0,438 0,464 0,472 Meranti Kuning 0,482 0,486 0,447 0,611 0,506

Nyatoh 0,577 0,525 0,457 0,526 0,521

Mersawa 0,530 0,645 0,478 0,653 0,576

Benuang 0,238 0,269 0,326 0,483 0,329

Ubar 0,887 0,842 0,781 0,773 0,821

Kumpang 0,468 0,297 0,398 0,414 0,394

Medang 0,672 0,547 0,610 0,578 0,602

Sawang 0,697 0,669 0,669 0,629 0,666

Ulin 1,034 0,933 0,894 1,009 0,968

Rata-rata 0,632 0,566 0,562 0,606 Keterangan :Bscp (Batang setelah cabang pertama)


(24)

Berat jenis rata-rata bagian pangkal batang 0,632 merupakan bagian yang memiliki berat jenis tertinggi setelah cabang kayu 0,606, ujung batang 0,566 dan batang setelah cabang pertama 0,562. Selain faktor jenis pohon dipengaruhi juga oleh pertumbuhan kayu dimana bagian pangkal pohon, kayu dewasa lebih dominan dari pada kayu juvenil. Dalam Haygreen dan Bowyer 1986 berat jenis bagian cabang lebih besar dari pada bagian pohon lainnya hal ini berkaitan dengan pertumbuhannya yang lambat berbanding lurus terhadap berat jenis.

Berdasarkan jenis pohon berat jenis tertinggi adalah Ulin (Eusideroxylon zwageri) 0,968 dan terendah adalah Benuang (Octomeles sumatrana) 0,329 kedua berat jenis tersebut sepadan dengan Martawidjaja et al.(1989), (Ulin 0,88 - 1,19 dan Benuang 0,16-0,48). Kecepatan pertumbuhan dan anatomi kayu sangat berpengaruh pada kondisi ini. Dalam Mandang dan Pandit (2002) anatomi Benuang (Octomeles sumatrana) memliliki pori dan jari-jari dengan frekuensi sangat jarang sampai agak jarang sedangkan Ulin (Eusideroxylon zwageri) pori dipenuhi dengan tilosis dengan jari-jari sempit sampai agak lebar dan terdapat sel minyak berwarna kemerahan.

Secara berturut-turut jenis pohon Keruing (Dipterocarpus sp.) dan Resak (Vatica rassack) memiliki berat jenis 0,475 dan 0,688 sepadan dengan hasil penelitian Mandang dan Pandit (2002) untuk jenis Keruing (Dipterocarpus sp.) memiliki berat jenis 0,51-0,99 dan Resak 0,49-0,99. Sedangkan jenis Nyatoh (Palaquium sp.) dengan berat jenis 0,521 sepadan dengan Martawidjaja et al. (1981), yaitu 0,48 - 0,76.

Berat jenis kayu Bangkirai (Diperocarpus leavis) 0,670, Meranti Merah (Shorea sp.) 0,472, Meranti Kuning (Shorea pinanga) 0,506, Medang (Litsea firma Hook.f.) 0,602, dan Mersawa 0,576. Hasil tersebut sepadan dengan hasil penelitian Mandang dan Pandit (2002) dan Martawidjaja et al. (1989), dimana hasil pengukuran termasuk dalam kisaran pada masing-masing literatur yaitu secara berturut-turut untuk jenis Bangkirai (Diperocarpus leavis) 0,60-1,16; Meranti Merah (Shorea sp.) 0,31-0,86; Meranti Kuning (Shorea pinanga) 0,37-0,86 dan 0,40 - 0,81; Medang (Litsea firma.) 0,40-086 dan 0,59-0,97; dan Mersawa (Anisoptera marginata) 0,49-0,85 dan 0,49 - 0,71. Penelusuran pustaka yang telah dilakukan tidak menemukan informasi berat jenis kayu Ubar (Dillenia


(25)

pulchella), Kumpang (Diospyros sp,), dan Sawang (?). Hasil pengukuran berat jenis penelitian ini menunjukan berat jenis kayu Ubar (Dillenia pulchella) 0,821, Kumpang (Diospyros sp,) 0,394, dan Sawang (?) 0,666.

Kayu sering mengandung banyak bahan-bahan ekstraktif dan infiltrasi meliputi terpen, resin, polifenol seperti tanin, gula, minyak, senyawa anorganik silikat, karbonat, dan fosfat. Bahan ekstraktif yang dikandung mempengaruhi kerapatan dan berat jenis. Selain itu kerapatan kayu dipengaruhi faktor spesies, laju pertumbuhan, umur pohon setelah menghasilkan kayu, dan letak kayu (Haygreen dan Bowyer, 1986).

5.3 Berat Jenis Kulit Pohon

Berat jenis kulit pohon diukur untuk mengetahui biomasa kulit sama halnya pada bagian pohon berkayu. Berat jenis kulit pohon hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Berat Jenis Kulit Pohon.

Jenis Kulit

Keruing 0,990

Bangkirai 0,963

Resak 1,120

Meranti Merah 0,609

Meranti Kuning 1,195

Nyatoh 0,730

Mersawa 0,946

Benuang 0,612

Ubar 0,948

Kumpang 0,688

Medang 0,448

Sawang 0,890

Ulin 0,894

Rata-rata 0,849

Dari seluruh bagian pohon yang diteliti berat jenis rata-rata tertinggi adalah pada bagian kulit yaitu 0,849. Berdasarkan jenis pohon, kulit Resak (Vatica rassack) memiliki berat jenis paling tinggi yaitu 1,120 dan terendah adalah Medang (Litsea firma) yaitu 0,448. Dari hasil pengukuran dimungkinkan faktor anatomi kulit kayu yang relatif memiliki serat yang lebih besar dan panjang yang mempengaruhi berat jenisnya yang lebih besar dari pada bagian pohon


(26)

lainnya. Haygreen dan Bowyer (1986) memaparkan bahwa kulit kayu pada sejumlah spesies memiliki berat per unit volume yang secara nyata lebih tinggi dari pada kayu.

Kenaikan berat jenis kulit luar dapat disebabkan oleh pemampatan kulit mati maupun partikel yang terbawa oleh angin dan menempel pada kulit kayu seperti partikel tanah dan debu (Corder 1976 dalam Haygreen dan Bowyer 1986).

5.4 Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang merupakan zat ekstraktif yang dapat menguap pada suhu yang sangat tinggi. Pada Tabel 7 disajikan hasil pengukuran kadar zat terbang pada berbagai bagian pohon.

Tabel 7. Rata-rata Kadar Zat Terbang Pada Berbagai Bagian Pohon.

Jenis Bagian Pohon Rata-rata

Pangkal Ujung Bscp Cabang Ranting Daun Kulit

Keruing 48,94% 57,33% 57,27% 59,56% 64,50% 69,77% 69,66% 61,00%

Bangkirai 49,16% 55,82% 57,85% 60,35% 62,64% 70,84% 67,58% 60,61%

Resak 49,54% 57,17% 56,01% 60,72% 68,84% 69,28% 66,05% 61,09%

Meranti Merah 50,17% 55,66% 58,08% 61,76% 65,96% 68,42% 70,10% 61,45%

Meranti Kuning 51,18% 56,44% 59,17% 59,19% 64,71% 59,86% 64,02% 59,23%

Nyatoh 52,87% 53,83% 57,10% 57,18% 64,72% 64,45% 71,93% 60,30%

Mersawa 53,05% 55,26% 58,61% 56,51% 69,88% 63,38% 63,29% 60,00%

Benuang 50,96% 54,82% 55,79% 59,94% 66,29% 68,49% 69,69% 60,86%

Ubar 57,81% 58,06% 55,69% 56,85% 56,37% 62,57% 64,90% 58,89%

Kumpang 53,86% 56,63% 56,11% 57,89% 61,75% 66,71% 63,79% 59,53%

Medang 54,22% 56,34% 57,57% 61,93% 63,55% 65,43% 60,40% 59,92%

Sawang 54,29% 54,80% 58,67% 58,02% 63,73% 68,97% 69,78% 61,18%

Ulin 50,78% 57,86% 55,71% 59,70% 60,61% 65,73% 67,84% 59,75%

Rata-rata 52,06% 56,16% 57,20% 59,20% 64,12% 66,45% 66,85%

Keterangan :Bscp (Batang setelah cabang pertama)

Bagian pohon yang dilakukan uji kadar zat terbang adalah batang bebas cabang pada pangkal dan ujung batang, batang setelah cabang pertama, cabang, ranting, daun, dan kulit kayu. Rata-rata kadar zat terbang paling tinggi adalah pada bagian kulit kayu 66,85% dan terendah adalah pangkal batang yaitu 52,06%. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada bagian pohon yang terletak paling ujung yaitu daun hingga pangkal batang terjadi penurunan kadar zat terbang.


(27)

Kadar zat terbang secara berurutan pada kulit kayu, daun, ranting, cabang, batang setelah cabang pertama, batang ujung, dan batang pangkal memiliki kadar zat terbang 66,85%, 66,45%, 64,12%, 59,20%, 57,20%, 56,16%, dan 52,06%

Jenis pohon yang diteliti adalah Keruing (Dipterocarpus sp.), Bangkirai, Resak (Vatica rassack), Meranti Merah (Shorea sp.), Meranti Kuning (Shorea pinanga), Nyatoh (Palaquium sp.), Mersawa (Anisoptera marginata), Benuang (Octomeles sumatrana), Ubar (Dillenia pulchella), Kumpang (Diospyros sp.), Medang (Litsea firma), Sawang (?), dan Ulin (Eusideroxylon zwageri). Pada Tabel 7 dapat dilihat kadar zat terbang berdasarkan jenis pohon yang diuji relatif sama yaitu berkisar antara 59,23% - 61,45%.

5.5 Kadar Abu

Kadar abu merupakan mineral pada kayu yang tidak teruapkan pada suhu tinggi. Mineral yang tertinggal pada zat abu adalah Silika, Magnesium, Kalsium, Kalium, dan Mangan. Berdasarkan Tsoumis (1991), kadar abu pada kayu umumnya 0,1% - 5%. Hasil pengukuran kadar abu disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata Kadar Zat Abu Pada Berbagai Bagian Pohon.

Jenis Bagian Pohon Rata-rata

Pangkal Ujung Bscp Cabang Ranting Daun Kulit

Keruing 1,36% 1,27% 3,18% 1,27% 1,44% 5,02% 4,21% 2,54% Bangkirai 0,32% 0,50% 0,48% 0,37% 0,80% 1,68% 3,26% 1,06% Resak 0,57% 0,56% 1,40% 1,56% 2,18% 3,39% 3,08% 1,82% Meranti Merah 0,30% 0,53% 0,49% 0,61% 1,71% 3,71% 2,13% 1,35% Meranti Kuning 0,61% 0,84% 0,59% 0,85% 3,11% 13,26% 0,64% 2,84% Nyatoh 0,90% 1,22% 0,94% 1,26% 2,57% 3,56% 2,27% 1,82% Mersawa 0,72% 0,54% 0,41% 0,54% 1,40% 8,51% 2,05% 2,03% Benuang 1,43% 1,42% 0,99% 0,75% 1,19% 6,75% 3,34% 2,27% Ubar 0,46% 0,50% 0,72% 1,04% 2,52% 6,82% 2,05% 2,02% Kumpang 1,18% 0,70% 1,19% 0,71% 2,22% 5,69% 4,15% 2,26% Medang 1,13% 0,90% 0,88% 1,72% 3,45% 4,40% 3,96% 2,35% Sawang 0,90% 1,33% 0,72% 1,46% 2,53% 3,10% 2,98% 1,86% Ulin 0,29% 0,33% 0,51% 0,40% 4,56% 3,10% 2,92% 1,73% Rata-rata 0,78% 0,82% 0,96% 0,97% 2,28% 5,31% 2,85%

Keterangan :Bscp (Batang setelah cabang pertama)

Kadar abu rata-rata tertinggi pada Tabel 8 adalah 5,31% pada bagian pohon daun dan terendah 0,78% pada bagian batang pangkal. Kadar abu paling


(28)

tinggi pada daun sangat tinggi hal ini dapat disebabkan daun sebagai bagian pohon yang melakukan fotosintesis dimana dalam prosesnya xilem mengangkut air dan mineral untuk proses fotosintesis.

Kadar abu pada bagian batang pangkal merupakan kadar abu paling rendah yaitu 0,78% hal ini sepadan dengan hasil penelitian Yoshida (1961) dalam Young dan Guinn (1966) mengenai seluruh bagian pohon, kandungan komponen anorganik menurun berturut-turut dari kulit, akar halus, ranting, akar, cabang, dan batang.

Pada bagian batang ujung, batang setelah cabang pertama, cabang, ranting, dan kulit, secara berurutan memiliki kadar abu adalah sebagai berikut 0,82%, 0,96%, 0,97%, 2,28% dan 2,85%.

Mineral-mineral terpenting untuk fungsi fisiologis pohon cenderung terkonsentrasi pada jaringan kulit, kadar abu kulit biasanya lebih tinggi dari pada kayu (Haygreen dan Bowyer, 1986).

Tanah yang terbawa angin atau partikel-patikel pasir yang mungkin terperangkap pada kulit luar yang kasar ikut menyebabkan tingginya kadar abu kayu biasanya mencapai 5% (Corder (1976) dalam Haygreen dan Bowyer, 1986).

5.6 Kadar Karbon

Kadar karbon merupakan persen jumlah unsur karbon yang diserap oleh tumbuhan dari CO2 di udara yang diserap dalam proses reaksi penyerapan energi (Berrie et al. 1987). Hasil pengukuran kadar karbon penelitian ini disajikan dalam Tabel 9.


(29)

Tabel 9. Rata-rata Kadar Karbon Pada Berbagai Bagian Pohon.

Jenis Bagian Pohon Rata-rata

Pangkal Ujung Bscp Cabang Ranting Daun Kulit

Keruing 49,70% 41,40% 39,54% 39,17% 34,05% 25,21% 26,13% 33,04% Bangkirai 50,52% 43,68% 41,67% 39,27% 36,56% 27,48% 29,16% 35,18% Resak 49,89% 42,26% 42,59% 37,72% 28,98% 27,33% 30,87% 35,16% Meranti Merah 49,53% 43,81% 41,44% 37,63% 32,33% 27,88% 27,77% 35,04% Meranti Kuning 48,20% 42,72% 40,24% 39,96% 32,18% 26,88% 35,33% 38,63% Nyatoh 46,23% 44,96% 41,96% 41,56% 32,71% 31,99% 25,80% 32,90% Mersawa 46,23% 44,20% 40,97% 42,94% 28,71% 28,11% 34,67% 38,08% Benuang 47,61% 43,76% 43,22% 39,31% 32,51% 24,76% 26,98% 34,36% Ubar 41,73% 41,45% 43,59% 42,11% 41,11% 30,61% 33,04% 37,39% Kumpang 44,96% 42,82% 42,69% 41,40% 36,03% 27,60% 32,07% 36,77% Medang 44,64% 42,76% 41,55% 36,34% 33,00% 30,17% 35,63% 39,20% Sawang 44,81% 43,86% 40,61% 40,52% 33,74% 27,93% 27,24% 34,76% Ulin 48,93% 41,81% 43,78% 39,89% 34,82% 31,16% 29,23% 38,05%

Rata-rata 47,15% 43,04% 41,84% 39,83% 33,60% 28,24% 30,30%

Keterangan :Bscp (Batang setelah cabang pertama)

Tabel 9 menyajikan data hasil pengujian kadar karbon pada berbagai bagian pohon. Rata-rata kadar karbon tertinggi adalah 47,15% pada bagian pangkal batang dan terendah pada bagian daun yaitu 28,24%.

Berdasarkan hasil pengujian pada berbagai bagian pohon selang kadar karbon 28,24% - 47,15%. Pada bagian batang ujung, batang setelah cabang pertama, cabang, ranting, dan kulit, secara berurutan memiliki kadar karbon 43,04%, 41,84%, 39,83%, 33,60%, dan 30,30%. Kadar karbon pada bagian paling ujung pohon sampai bagian pangkal batang mengalami peningkatan kadar karbon berbanding terbalik dengan kadar zat terbang yang mengalami penurunan.

Rata-rata kadar karbon pada setiap jenis pohon dihitung bedasarkan perbandingan jumlah karbon setiap sampel pohon terhadap jumlah biomasanya. Rata-rata kadar karbon tertinggi adalah Medang (Litsea firma) sebesar 39,20% dan terendah adalah Nyatoh (Palaquium sp.) 32,90%.


(30)

5.7 Analisis Data

5.7.1 Uji t-student Kadar Karbon Bagian Pohon

Uji kadar karbon telah dilakukan baik pada bagian-bagian pohon maupun jenis pohon dengan analisis uji t-student. Tabel 10 merupakan hasil uji t-student kadar karbon berdasarkan bagian pohon.

Tabel 10. Uji T-Student Kadar Karbon Bagian Pohon.

Bscp Cabang Ranting Kulit Daun

Batang 9,25 10-06** 1,5 10-08** 6,02 10-10** 8,22 10-19** 6,07 10-24** Bscp 0,033132* 7,8 10-06** 2,87 10-17** 1,13 10-28**

Cabang 0,00053** 4,43 10-15** 1,38 10-24**

Ranting 3,31 10-13** 7,06 10-21**

Kulit 0,017682*

Keterangan : Bscp (Batang setelah cabang pertama) ** berbeda sangat nyata (p < 0,01) *berbeda nyata (p 0,01- 0,05)

tn

tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Dapat diketahui dari Tabel 10, pada masing-masing uji bagian pohon menunjukan kadar karbon pada bagian pohon berbeda sangat nyata kecuali pada bagian batang setelah cabang pertama dengan cabang dan bagian kulit dengan daun menunjukan perbedaan yang nyata.

5.7.2 Uji T-Student Kadar Karbon Tingkat Vegetasi

Uji t-student kadar karbon berdasarkan tingkat vegetasi disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji T-Student Kadar Karbon Tingkat Vegetasi.

Tiang Pohon

Pancang 0.032437* 0.001531**

Tiang 1.33 10-05**

Keterangan : ** berbeda sangat nyata (p < 0,01) *berbeda nyata (p 0,01- 0,05)

tn

tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Berdasarkan tingkat vegetasi pada tingkat pancang, tiang, dan pohon di uji t-student. Pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa hasil uji t-student pada tingkat pancang dan tiang kadar karbon berbeda nyata, sedangkan pancang terhadap pohon dan tiang terhadap pohon menunjukan kadar karbon sangat berbeda nyata.


(31)

5.7.3 Uji T-Student Kadar Karbon Jenis Pohon

Pada Tabel 12 disajikan hasil uji t-student kadar karbon berdasarkan jenis. Tabel 12. Uji T-Student Kadar Karbon Berdasarkan Jenis.

Bangkirai Resak Meranti Merah

Meranti

Kuning Nyatoh Mersawa Benuang Ubar Kumpang Medang Sawang Ulin Keruing 0.28tn 0.51

tn 0.49 tn

0.81tn 0.35tn 0.36tn 0.44tn 0.91

tn 0.75 tn

0.37tn 1.00tn 0.39tn Bangkirai 0.36

tn 0.29

tn 0.43tn 0.92tn 0.87tn 0.75tn 0.40 tn 0.68

tn 0.07tn 0.36tn 0.90tn

Resak 0.99tn 0.78tn 0.64tn 0.69tn 0.67tn 0.61 tn 0.92

tn 0.08tn 0.61tn 0.64tn

Meranti Merah 0.78tn 0.60tn 0.68tn 0.69tn 0.66 tn 0.94

tn 0.12tn 0.60tn 0.70tn

Meranti Kuning 0.46tn 0.48tn 0.58tn 0.78

tn 0.91 tn

0.19tn 0.76tn 0.45tn

Nyatoh 0.88tn 0.78tn 0.39

tn 0.62 tn

0.01* 0.16tn 0.95tn

Mersawa 0.91tn 0.38

tn 0.60 tn

0.04* 0.18tn 0.99tn

Benuang 0.40

tn 0.73 tn

0.02* 0.31tn 0.90tn

Ubar 0.66tn 0.61tn 0.88tn 0.42tn

Kumpang 0.18tn 0.68tn 0.61tn

Medang 0.18tn 0.03*

Sawang 0.28tn

Keterangan : ** berbeda sangat nyata (p < 0,01) *berbeda nyata (p 0,01- 0,05)

tn

tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Uji t-student dilakukan juga berdasarkan jenis pohon yang diteliti. Pada Tabel 12 menunjukan bahwa pada setiap jenis pohon kadar karbon yang dimiliki relatif tidak berbeda nyata dimana nilai p > 0,05. Hasil uji yang berbeda nyata diketahui hanya pada uji jenis Medang (Litsea firma) dengan Nyatoh (Palaquium sp.), Medang (Litsea firma Hook.f.) dengan Mersawa (Anisoptera marginata), Medang (Litsea firma) dengan Benuang (Octomeles sumatrana), dan Medang (Litsea firma) dengan Ulin (Eusideroxylon zwageri).

5.8 Model Persamaan

5.8.1 Model Persamaan Pendugaan Biomasa

Dari hasil pengukuran di lapangan dan di laboratorium dapat diketahui biomasa dari pohon contoh uji yang diambil. Pada Tabel 13 disajikan persamaan pendugaan kandungan biomasa yang disusun berdasarkan hubungan biomasa dengan diameter setinggi dada (dbh) dan biomasa dengan dbh dan tinggi bebas cabang. Bentuk persamaan yang dibuat adalah persamaan dengan satu peubah yaitu W = aDbatau Log W = Log a + b Log D dan persamaan dengan dua peubah W = aDbHc atau Log W = Log a + b Log D + c Log H. Pada persamaan tersebut W adalah biomasa dalam satuan kilogram (kg), D merupakan dbh (cm), dan H (m) merupakan tinggi bebas cabang, sedangkan a, b, dan c merupakan konstanta.


(32)

Tabel 13. Model Persamaan Pendugaan Biomasa.

Model Persamaan S R-Sq(adj) P

Pohon W =1,336595516546446 D

1,92 0,237488 87,10% 0

W =1,492794409579 D1,88 H0,039 0,239731 86,90% 0 Batang W =0,0223872113856834 D

2,92 0,281523 92,00% 0

W =0,0524807460249772 D1,99 H0,862 0,226526 94,80% 0 Bscp W =0,0173780082874938 D

2,35 0,413076 60,90% 0

W =0,012882495516931D2,22 H0,285 0,419995 59,60% 0 Cabang W =0,0000407380277804112 D

4,07 0,5989 63,70% 0

W =0,000467735141287198 D5,9 H-3,32 0,551353 69,20% 0 Daun W =0,485288500162121 D

0,663 0,152995 66,30% 0

W =0,651628394060843 D0,343 H0,296 0,143202 70,50% 0 Ranting W =0,444631267469109 D

0,709 0,133979 74,70% 0

W =0,518800038928961 D0,543H0,153 0,132287 75,30% 0 Kulit W =2,52929799644614 D

1,37 0,403434 54,60% 0

W =2,333458062281 D1,46H-0,081 0,408673 53,40% 0 Keterangan : Bscp (Batang setelah cabang pertama)

R-Sq(adj) = Koefisien determinasi P = Taraf nyata

S = Simpangan baku

Pada Tabel 13 dapat diketahui persamaan pendugaan kandungan biomasa yang dibentuk adalah persamaan pendugaan biomasa pohon, batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, cabang, ranting, kulit, dan daun. Masing-masing persamaan terdapat dua model hubungan antara biomasa (kg) dengan diameter (cm) dan biomasa (kg) dengan dbh (cm) dan tinggi bebas cabang (m).

Persamaan dengan peubah bebas diameter W = aDb memiliki koefisien determinasi adjusment (R-Sq(adj)) 54,60%-92,00%, sedangkan persamaan dengan dua peubah bebas diameter W = aDbHc memiliki koefisien determinasi (R-Sq(adj)) 53,40% - 94,80%.Pada Tabel 13 dapat diketahui nilai P < 0,005 hal ini menunjukan bahwa persamaan W = aDb dan W = aDbHc dapat diterima karena peubah bebas memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap biomasa.

Dengan model persamaan penduga biomasa seluruh pohon W = aDb dan W = aDbHc, berdasarkan nilai koefisien determinasi adjusment persamaan yang lebih layak digunakan adalah W= 1,336595516546446 D1,92 (R-Sq(adj) = 87,10%) karena koefisien determinasi adjusment (R-Sq(adj)) lebih besar dari pada model persamaan W = 1,492794409579 D1,88 H0,039(R-Sq(adj) = 86,90%).


(33)

5.8.2 Model Persamaan Pendugaan Massa Karbon

Seperti halnya model persamaan biomasa, persamaan massa karbon dibuat model hubungan antara jumlah karbon (kg) dengan dbh (cm) dan jumlah karbon (kg) dengan dbh (cm) dan tinggi bebas cabang (m). Persamaan yang dibuat adalah persamaan dengan satu peubah yaitu C = aDbatau Log C = Log a + b Log D dan persamaan dengan dua peubah C = aDbHc atau Log C = Log a + b Log D + c Log H.

Tabel 14 . Model Persamaan Pendugaan Massa Karbon.

Model Persamaan S R- Sq(adj) P

Pohon C=0,324339617349349D

2,06

0,240569 88,50% 0 C=0,3749730022454835D1,92H0,129 0,242099 88,30% 0 Batang C =0,00891250938133746D

2,97 0,279803 92,30% 0

C =0,0208929613085404D2,06H0,841 0,227527 94,90% 0 Bscp C =0,00549540873857625D

2,44

0,418483 62,10% 0 C =0,00407380277804112D2,3H0,3 0,425324 60,90% 0 Cabang C =0,0000181970085860998D

4,03 0,598452 63,30% 0

C =0,000218776162394955D5,9H-3,38 0,548425 69,20% 0 Daun C =0,137088176616485D

0,661 0,157127 64,90% 0

C =0,184926861897808D0,338H0,299 0,147494 69,10% 0 Ranting C =0,148936107771091D

0,709 0,146217 71,20% 0

C =0,176603782068616D0,522H0,172 0,144114 72,00% 0 Kulit C =0,756832895020974D

1,37 0,395062 55,80% 0

C =0,693425806016569D1,47H-0,087 0,40013 54,60% 0 Keterangan : Bscp (Batang setelah cabang pertama)

R-Sq(adj) = Koefisien determinasi P = Taraf nyata

S = Simpangan baku

Pada Tabel 14 persamaan pendugaan massa karbon dengan peubah bebas dbh (cm) C = aDb memiliki koefisien determinasi adjusment (R-Sq(adj)) yaitu 55,80% - 92,30% sedangkan persamaan dengan dua peubah bebas diameter C = aDbHc memiliki koefeisen determinasi (R-Sq(adj)) 54,60% - 94,90%.

Model persamaan pendugaan massa karbon dengan koefisien determinasi yang cukup besar dapat diterima dan pada masing-masing model nilai P < 0,005, dimana peubah bebasnya sangat berpengaruh nyata terhadap jumlah karbon yang diduga.

Untuk memilih model terbaik dalam rangka menghitung massa karbon pohon dilakukan dengan membandingkan nilai koefisien determinasi adjustment (R-Sq(adj)). Diantara model C = aDb menunjukkan keeratan hubungan massa


(34)

karbon pohon dengan peubah bebas diameter yang lebih baik dibandingkan dengan model C = a DbHc. Dengan demikian model terbaik yang dipilih adalah C = aDb dengan persamaan yang memiliki R-Sq(adj) = 88,50% dari pada model C = a DbHc yaitu C =0,324339617349349 D2,06.

5.9 Potensi Tegakan Hutan Hutan Hujan Tropis

Dari hasil inventarisasi tegakan pada lokasi pengamatan Plasma Nutfah, TPN LOA 1983, tengah antara ujung jalan sarad dan TPN LOA 1983, dan ujung jalan sarad LOA 1983, pada tabel 15 dibawah ini dapat diketahui jumlah potensi tegakan tingkat pancang, tiang, dan pohon setiap hektarnya.

Tabel 15. Potensi Tegakan (Jumlah Individu/Ha) Berdasarkan Tingkat Vegetasi.

Lokasi Pengamatan Jumlah

Pancang Tiang Pohon

Plasma Nutfah (Hutan Primer) 4192 252 136

TPN LOA 1983 3136 204 92

Antara TPN&Ujung Jalan Sarad LOA 1983 2208 152 71

Ujung Jalan Sarad LOA 1983 1584 140 99

Pada Tabel 15 diketahui lokasi pengamatan Plasma Nutfah memiliki potensi yang paling besar yaitu pancang 4192 individu/Ha, tiang 256 individu/Ha, dan pohon 135 individu/Ha. Sedangkan pada lokasi pengamatan blok tebangan LOA 1983 jumlah potensi paling rendah pada tingkat pancang terdapat di sekitar ujung jalan sarad yaitu 1584 individu/Ha dan tertinggi adalah di sekitar TPN 3136 individu/Ha. Hal ini diakibatkan keterbukaan bekas TPN, sehingga permudaan dapat melakukan fotosintesis dengan baik dari cahaya yang masuk.

Pada tingkat tiang potensi paling tinggi terdapat di sekitar TPN 208 individu/Ha. Hal ini dapat juga diakibatkan keterbukaan sehingga permudaan yang tidak rusak oleh kegiatan penebangan sebelumnya dapat tumbuh dengan baik. Pada tingkat pohon di ujung jalan sarad LOA 1983 jumlah potensinya paling tinggi dibandingkan TPN dan jalan sarad yaitu 100 individu/Ha.

Dari hasil inventarisasi tegakan pada lokasi pengamatan plasma nutfah, di sekitar TPN LOA 1983, antara TPN dan ujung jalan sarad LOA 1983, dan ujung jalan sarad LOA 1983 disajikan pada Tabel 16 dibawah ini dapat diketahui jumlah potensi volume tegakan per-Ha pada tingkat pancang, tiang dan pohon.


(35)

Tabel 16. Potensi Volume Bebas Cabang (m3/Ha) Berdasarkan Tingkat Vegetasi.

Lokasi Pengamatan Jumlah Volume (m

3

/Ha) Pancang Tiang Pohon

Plasma Nutfah (Hutan Primer) 18,45 25,80 166,33

Ujung Jalan Sarad LOA 1983 8,24 14,08 77,36

Antara TPN& Ujung Jalan Sarad LOA 1983 10,11 16,87 79,87

TPN LOA 1983 16,26 20,70 84,87

Secara keseluruhan pada tingkat pancang, tiang, dan pohon di lokasi pengamatan Plasma Nutfah memiliki potensi volume bebas cabang (m3/Ha) paling tinggi yaitu pancang 18,45 m3/Ha, tiang 29,29 m3/Ha, dan pohon 165,46 m3/Ha.

Di lokasi pengamatan blok tebang LOA 1983 potensi volume bebas cabang paling besar pada setiap tingkat vegetasi adalah di sekitar TPN yaitu pancang 16,26 m3/Ha, tiang 21,61 m3/Ha dan pohon 85,85 m3/Ha. Potensi volume bebas cabang paling rendah adalah di sekitar ujung jalan sarad yaitu pancang 8,24 m3/Ha, 14,08 m3/Ha, dan 77,36 m3/Ha. Meskipun jumlah pohon lebih banyak di ujung blok dibandingkan di TPN yang jumlahnya lebih sedikit tetapi pertumbuhannya dapat lebih baik karena keterbukaan areal sehingga memiliki potensi yang lebihg tinggi.

5.10 Pendugaan Potensi Biomasa

Biomasa merupakan berat kering dari suatu mahluk hidup. Suatu tegakan dapat dihitung jumlah biomasanya dengan persamaan biomasa per pohon yang telah didapatkan. Hasil perhitungan potensi biomasa tegakan penelitian ini disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Dugaan Potensi Biomasa (Kg/Ha) Di Atas Permukaan Tanah. Tingkat Pertumbuhan Plasma Nutfah (Hutan Primer) Ujung Jalan Sarad LOA 1983 Antara TPN&Ujung Jalan Sarad LOA 1983 TPN LOA 1983 Rata-rata Pancang 70.433,55 42.580,64 47.622,43 78.122,19 59.694,55 Tiang 56.478,69 32.028,06 33.564,48 44.388,54 41.614,94 Pohon 194.636,17 120.540,97 114.992,93 132.090,30 140.565,09 Jumlah 321.548,41 195.149,67 196.179,84 254.601,03 241.874,59

Jumlah biomasa pada lokasi pengamatan yang paling tinggi potensi biomasanya adalah Plasma Nutfah yaitu 321.548,41 Kg/Ha dengan kontribusi


(36)

tingkat pohon yang paling besar yaitu 194.636,17 Kg/Ha dan terendah adalah tiang 56.478,69 Kg/Ha. Di petak tebang LOA 1983 lokasi pengamatan yang potensi biomasa paling tinggi adalah disekitar TPN dimana jumlah permudaan yang paling banyak terutama pancang, diduga potensi biomasa 78.122,19 Kg/Ha lebih tinggi dari pada tiang yaitu 44.388,54 Kg/Ha.

Potensi paling rendah adalah di ujung jalan sarad, diduga potensi biomasa 195.149,67 Kg/Ha dan di antara TPN dan ujung jalan sarad lebih tinggi sedikit yaitu 196.179,84 Kg/Ha. Berdasarkan tingkat vegetasi rata-rata tingkat pancang per-Ha berpotensi biomasa 59.694,55 Kg/Ha, tiang 41.614,94 Kg/Ha, dan pohon 140.565,09 Kg/Ha.

5.11 Pendugaan Potensi Karbon

Berdasarkan model persamaan yang telah dihasilkan dan hasil inventarisasi di lapangan dapat diduga potensi karbon di lokasi pengamatan yaitu Plasma Nutfah sebagai hutan primer yang tidak pernah ditebang dan di petak tebang LOA 1983 yang terdiri dari ujung jalan sarad LOA 1983, antara TPN dan ujung jalan sarad LOA 1983, dan TPN LOA 1983 yang disajikan pada Tabel 18.

Dari Tabel 18 dapat diketahui potensi massa karbon di atas permukaan tanah diduga paling tinggi adalah Plasma Nutfah sebagai hutan primer 123.157,90 Kg C/Ha dan potensi paling rendah di sekitar ujung jalan sarad LOA 1983 73.633,59 Kg C/Ha, di antara TPN dan ujung jalan sarad dan di sekitar TPN masing-masing diduga memiliki potensi karbon 74.636,359 Kg C/Ha dan 93.440,999 Kg C/Ha. Dalam Junaedi (2007), menyatakan bahwa hutan primer menyimpan massa karbon 299,33 ton C/Ha sedangkan Rahayuet al.(2007) hutan primer 230,1ton C/Ha.

Tabel 18. Dugaan Potensi Massa Karbon (Kg C/Ha) Di Atas Permukaan Tanah. Tingkat Pertumbuhan Plasma Nutfah (Hutan Primer) Ujung Jalan Sarad LOA 1983 Antara TPN&Ujung Jalan Sarad LOA 1983 TPN LOA 1983 Rata-rata Pancang 21.762,667 13.309,709 14.735,275 24.540,51 18.588,338 Tiang 19.998,805 11.372,657 11.888,875 15.714,13 14.743,617 Pohon 81.396,431 48.951,224 48.012,209 53.186,35

9

57.886,556 Jumlah 123.157,90 73.633,59 74.636,359 93.440,99

9


(37)

Penelitian Junaedi (2007) di areal PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah, menghasilkan massa karbon hutan primer terdiri dari tingkat pohon 188,50 ton C/Ha, tiang 25,78 ton C/Ha, dan pancang 14,57 ton C/Ha. Hasil Junaedi (2007), berbeda dengan hasil penelitian ini dimana jumlah massa karbon pada tingkat pohon lebih rendah yaitu 80.933,15 Kg C/Ha begitu pula pada tingkat tiang dan pancang yaitu 21.784,04 Kg C/Ha dan 22.034,27 Kg C/Ha.

Berdasarkan data Tabel 18 jumlah massa karbon pada hutan primer lebih rendah dari pada Junaedi (2007) dan Rahayuet al. (2007), sedangkan Murdiyarso et al. (1995) dalam Rahayu et al. (2007), menyebutkan bahwa hutan di Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan karbon berkisar antara 161-300 ton C/Ha dan hasil pendugaan massa karbon dalam penelitian ini tidak berada dalam kisaran tersebut. Hal ini dapat diakibatkan perbedaan kondisi lingkungan dan struktur tegakan serta penggunaan kadar karbon dari biomasa dalam penelitian ini diambil berdasarkan hasil penelitian di laboratorium dan tidak mengikuti kadar karbon tetap 50%, sehingga penelitian ini dapat dikatakan lebih tepat dalam pendugaan massa karbon pada tegakan hutan hujan tropis dibandingkan penelitian sebelumnya.

Potensi karbon di atas permukaan tanah berupa pohon, berdasarkan tingkat vegetasi tingkat pohon rata-rata mengandung massa karbon sebesar 57.886,556 Kg C/Ha yang merupakan massa karbon paling tinggi dibandingkan tingkat pancang dan tiang yaitu 18.588,338 Kg C/Ha dan 14.743,617 Kg C/Ha.

Secara detail pada Gambar 5 dapat diketahui dugaan potensi massa karbon pada masing-masing lokasi pengamatan dan tingkat vegetasi.


(38)

Secara umum pada gambar 5 dapat diketahui berdasarkan tingkat vegetasi di seluruh lokasi pengamatan, pada tingkat tiang potensi karbon Kg/Ha lebih kecil dibandingkan tingkat pancang.

Pada lokasi pengamatan di blok tebangan LOA 1983 tingkat vegetasi pancang dan tiang pada ujung jalan sarad LOA 1983, antara TPN dan ujung jalan sarad LOA 1983, dan TPN LOA 1983 mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan keterbukaan yang diakibatkan kegiatan pemanenan memacu pertumbuhan permudaan.

Jumlah massa karbon di TPN LOA 1983 mencapai 75,88% terhadap jumlah massa karbon hutan primer, sedangkan di antara TPN dan ujung jalan sarad LOA 1983 dan ujung jalan sarad LOA 1983 adalah 60,60% dan 59,79%. Persen penurunan jumlah karbon pada lokasi ujung jalan sarad LOA 1983, antara TPN dan ujung jalan sarad LOA 1983, dan TPN LOA 1983 terhadap jumlah karbon di Plasma Nutfah senada dengan Lasco (2002) dalam Rahayu et al. (2007), dimana cadangan karbon hutan tropis Asia menurun akibat aktivitas penebangan berkisar antara 22%-67%, di Indonesia diperkirakan 38%-75%.

Dugaan jumlah potensi karbon di lokasi pengamatan dilakukan uji t-student untuk mengetahui hubungan potensi karbon dengan lokasi. Pada Tabel 19 dapat dilihat hubungan potensi karbon dengan lokasi.

Tabel 19. Uji Beda T-Student Dugaan Potensi Massa Karbon Di Lokasi Pengamatan Pada Tingkat Vegetasi Pancang.

Ujung Jalan Sarad LOA

1983

Antara TPN & Ujung Jalan Sarad LOA 1983

TPN LOA 1983 Plasma Nutfah (Hutan Primer) 0.031225* 0.014092* 0.462204tn

Ujung Jalan Sarad LOA 1983 0.513287tn 0.005737**

Antara TPN & Ujung Jalan

Sarad LOA 1983 0.011644*

Keterangan : **berbeda sangat nyata (p < 0,01) *berbeda nyata (p 0,01- 0,05)

tntidak berbeda nyata (p > 0,05)

Dari Tabel 19 dapat diketahui potensi karbon di berbagai lokasi pengamatan pada tingkat pncang tidak berbeda nyata antara Plasma Nutfah sebagai Hutan Primer dengan ujung jalan sarad LOA 1983 dan antara TPN LOA 1983 dengan antara TPN dan ujung jalan sarad LOA 1983 dimana nilai p > 0,05,


(39)

sedangkan uji t-student pada lokasi lainnya relatif berbeda nyata dan pada lokasi TPN dengan ujung jalan sarad LOA 1983 sangat berbeda nyata dimana nilai p < 0,01. Hal ini dapat dipengaruhi oleh keterbukaan dan jumlah tingkat vegetasi pancang pada masing-masing lokasi pengamatan.

Tabel 20. Uji Beda T-Student Dugaan Potensi Massa Karbon Di Lokasi Pengamatan Pada Tingkat Vegetasi Tiang.

Ujung Jalan Sarad LOA

1983

Antara TPN & Ujung Jalan Sarad LOA 1983

TPN LOA 1983 Plasma Nutfah (Hutan Primer) 0.009678** 0.015148* 0.267766 tn

Ujung Jalan Sarad LOA 1983 0.976684 tn 0.213714tn

Antara TPN & Ujung Jalan

Sarad LOA 1983 0.182041

tn

Keterangan : **berbeda sangat nyata (p < 0,01) *berbeda nyata (p 0,01- 0,05)

tn

tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Pada Tabel 20 menunjukan potensi karbon pada tingkat vegetasi tiang pada seluruh lokasi pengamatan tidak berbeda nyata kecuali antara Plasma Nutfah sebagai hutan primer dengan TPN LOA 1983 sangat berbeda nyata dan hutan primer dengan Antara TPN dan Ujung Jalan Sarad LOA 1983 memiliki perbedaan yang nyata dengan nilai p 0,01 – 0,05.

Tabel 21. Uji Beda T-Student Dugaan Potensi Massa Karbon Di Lokasi Pengamatan Pada Tingkat Vegetasi Pohon.

Ujung Jalan Sarad LOA

1983

Antara TPN & Ujung Jalan Sarad LOA 1983

TPN LOA 1983 Plasma Nutfah (Hutan Primer) 0.031014* 0.030688* 0.045571*

Ujung Jalan Sarad LOA 1983 0.921054 tn 0.640163tn

Antara TPN & Ujung Jalan

Sarad LOA 1983 0.664472 tn

Keterangan : **berbeda sangat nyata (p < 0,01) *berbeda nyata (p 0,01- 0,05)

tn

tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Berdasarkan hasil uji t student pada Tabel 21 diketahui bahwa potensi karbon pada secara keseluruhan tidak berbeda nyata kecuali antara hutan primer dengan lokasi pengamatan areal bekas tebangan berbeda nyata hal ini dapat disebabkan oleh jumlah pohon dan jumlah volume yang lebih besar dibandingkan lokasi pengamatan lainnya.


(40)

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1. Kadar karbon rata-rata dalam biomasa dari beberapa jenis pohon adalah

sebagai berikut Keruing 33,04%, Bangkirai 35,18%, Resak 35,16%, Meranti Merah 35,04%, Meranti Kuning 38,63%, Nyatoh 32,90%, Mersawa 38,08%, Benuang 34,36%, Ubar 37,39%, Kumpang 36,77%, Medang 39,20%, Sawang 34,76%, dan Ulin 38,05%. Jenis Medang memiliki kadar karbon paling tinggi 39,20% dan terendah adalah Nyatoh 32,90%. Hasil uji t-student terhadap kadar karbon dalam biomasa bagian-bagian pohon (batang utama, batang setelah cabang pertama, cabang, ranting, daun, dan kulit) menunjukan adanya perbedaan sangat nyata kadar karbon dalam biomasa bagian-bagian pohon.

2. Persamaan pendugaan massa karbon dalam pohon yang dihasilkan adalah C=0,324339617349349 D2,06 dan C=0,3749730022454835 D1,92H0,129. 3. Pendugaan potensi karbon di atas permukaan tanah pada tegakan hutan

hujan tropis bekas tebangan (LOA) 1983, menghasilkan massa karbon yang tersimpan adalah 93.440,999 Kg C/Ha di sekitar TPN, di tengah antara ujung jalan sarad dan TPN 74.636,359 Kg C/Ha, dan di sekitar ujung jalan sarad 73.633,59 Kg C/Ha sedangkan di Plasma Nutfah sebagai hutan primer adalah sebesar 123.157,90 Kg C/Ha. Setiap hektarnya rata-rata tersimpan potensi karbon 91.218,51 Kg C/Ha.

6.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya agar dilakukan validasi terhadap persamaan yang dihasilkan dan sampel pohon dikelompokan berdasarkan kelas diameter dan kelompok berat jenis.


(41)

PENDUGAAN POTENSI KARBON DI ATAS PERMUKAAN

TANAH PADA TEGAKAN

HUTAN HUJAN TROPIS BEKAS TEBANGAN (LOA) 1983

(STUDI KASUS IUPHHK PT. SUKA JAYA MAKMUR)

Oleh :

GITA ARDIA KUSUMA E24104088

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(42)

[Anonim]. 2008. Gunung Merbabu. Hutan Indonesia. http://www.langsing.net

/gunung/artikel/hutan.html. [20 Nov 2007].

[ASTM] American Society For Testing Material. 1990b. ASTM D 5832-98. Standard Test Method for Volatile Matter Content of Activated Carbon. Philadelphia.

[ASTM] American Society For Testing Material. 1990b. ASTM D 5832-98. Standard Test Method for Volatile Matter Content of Activated Carbon. Philadelphia.

Abidin, R. 1996. Teknik Pemanenan Hasil Hutan Yang Berwawasan Lingkungan. Bogor. Fakultas Kehutanan IPB.

Adinugroho, WC dan K Sidiyasa. 2009. http://wahyukdephut.wordpress.com/ 2009/02/03/ model – pendugaan –biomassa – pohon - mahoni-swietenia-macrophylla-king-di-atas-permukaan-tanah. [29 April 09].

Berrie, GK, A Berrie dan JMO. Eze. 1987. Tropical Plant Science. Longman Group (FE). Hong Kong.

Budiyanto, R. 2006. Kadar Karbon Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria L Nielsen) Pada Berbagai Bagian dan Diameter Pohon. Skripsi Fakultas Kehutanan Jurusan Teknologi Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Conway, S. 1982. Revised Editiion Logging Practice. Amerika Serikat

Costa, PM. 1996. Tropical Forestry Practise For Carbon Sequestration Biomasa dan Carbon Dipterocarp, Forest Ecosystems : Towards Sustainable Management. World Science Publishing Co. Ptc. Ltd.

Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Elias. 2002. Reduce Impact Logging Buku 1.IPB PRESS. Bogor

Ginoga, B. 1974. Pengujian Sifat Fisik Dan Mekanik Kayu Di Jepang. Departemen Pertanian. Bogor.

Hairiah, K dan S Rahayu. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. University of Brawijaya. Indonesia.

www.worldagroforestrycentre.org/sea/Publications/Files/manual/MN003 5-07/MN0035-07-1.PDF. [31 Desember 2007].

Haygreen, JG dan JL Bowyer. 1986. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan Dr. Ir. Sutjipto A. Hadikusumo. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Haygreen, JG dan JL Bowyer. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu

Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah; Prawirohatmodjo S, Editor.Yogyakaryta: Gadjah Mada


(43)

Heddy, S. 1990. Biologi Pertanian, Tinajauan Singkat Tentang Anatomi, Fisiologi, Sistematika dan Genetika DasarTumbuh-tumbuhan. Cv. Rajawali. Jakarta.

Hidayat, Y, Yulianto, Yusran, F Harun, A Hasan, dan D Gusni. 1998. Ekosistem Hutan Hujan Tropika (Struktur dan Fungsi). Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Indrawan, A. 1999. Pendugaan biomassa pohon dengan model fractal branching pada hutan sekunder di Rantau Pandan Jambi. Departement Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Junaedi, A. 2007. Dampak Pemanenan Kayu dan Perlakuan Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)Terhadap Potensi Kandungan Karbon Dalam Vegetasi Hutan Alam Tropika (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah). Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Mandang, YI dan IKN Pandit. 2002. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan PROSEA. Bogor, Indonesia.

Martawijaya, A, I Kartasujana, K Kadir, dan SA Prawira. 1981. Atlas kayu indonesia. Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Martawijaya, A, YI Mandang, I Kartasujana, K Kadir, dan SA Prawira. 1989. Atlas kayu indonesia. Jilid II. Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Oliver, CD. 2008. Sustainable Forestry : What Is It?How Do We Achieve It?. Journal of Forestry. April – May 2008.

Rahayu, S, B Lusiana dan M van Noorddwijk. ICRAF. 2005. Bogor Carbon Stock Monitoring in Nunukan, East Kalimantan : A Spatial and Modelling Aproach.

http://www.worldagroforestrycentre.Org/SEA/Publications/files/ book

/BK0089-05/BK0089-05-2.PDF. [03 Desember 2007].

Smith, EJ, LS Heath, and PB Woodbury. 2004. Journal of Forestry July/August . How to estimate forest carbon for large area from Inventory data.

Soerianegara, I dan A Indrawan. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Soerianegara, I. 1996. Ekologi, Ekologisme, dan Pengelolaan Sumberdaya Hutan. Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Stewart, JL, AJ Dunsdon, JJ Hellin dan CE Hughes.1992. Wood biomass estimation of central american dry zone species. Tropical Forestry Paper No.26. oxford forestry institute.USA.

Sukanda. 1996. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Pada Sistem Silvikultur TPTI. Buletin Penelitian Kehutanan Vol. 10 No. 1. Balai Penelitian Kehutanan Samarinda.


(44)

Tsoumis. 1991. Science and Technology of Wood; Stucture,Properties and Utlization. Van Nostrand Reinhold. New York, USA.

Walpole, RE. 1988.Pengantar Statistika Edisi Ke-3.PT Gramedia : Jakarta. Young, HE dan VP Guinn. (1966). Chemical elements in complete mature trees of


(45)

PENDUGAAN POTENSI KARBON DI ATAS PERMUKAAN

TANAH PADA TEGAKAN

HUTAN HUJAN TROPIS BEKAS TEBANGAN (LOA) 1983

(STUDI KASUS IUPHHK PT. SUKA JAYA MAKMUR)

Oleh :

GITA ARDIA KUSUMA E24104088

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(46)

PENDUGAAN POTENSI KARBON DI ATAS PERMUKAAN

TANAH PADA TEGAKAN

HUTAN HUJAN TROPIS BEKAS TEBANGAN (LOA) 1983

(STUDI KASUS IUPHHK PT. SUKA JAYA MAKMUR)

Gita Ardia K

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(47)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakna bahwa skripsi berjudul “Pendugaan Potensi Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Tegakan Hutan Hujan Tropis Bekas Tebangan (LOA) 1983 (Studi Kasus IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur)” adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal satau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor , Desember 2009

Gita Ardia Kusuma NRP E24104088


(48)

Judul Penelitian : Pendugaan Potensi Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Tegakan Hutan Hujan Tropis Bekas Tebangan (LOA) 1983 (Studi Kasus IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur).

Nama Mahasiswa : Gita Ardia Kusuma

NRP : E241044088

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan Sub Program Studi : Pemanenan Hasil Hutan

Disetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Elias

NIP : 19560902198103 1 003

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP : 19611126198601 1 001


(49)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ” Pendugaan Potensi Karbon Di Atas Permukaan Tanah Pada Tegakan Hutan Hujan Tropis Bekas Tebangan (LOA) 1983 (Studi Kasus IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur).”. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat kelulusan pada program sarjana Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2009


(1)

Lampiran 13. Hasil Analisis Vegetasi Tegakan LOA 1983 di TPN.

Jenis Kerapatan Relatif (%) Dominasi Relatif (%) Frekuensi Relatif (%) Pancang Tiang Pohon Pancang Tiang Pohon Pancang Tiang Pohon Banitan 2.55 5.77 0.00 7.84 3.96 1.53 2.63 6.52 0.00 Bayur 2.04 1.92 1.08 4.07 0.98 0.00 2.63 2.17 1.45 Belanti 0.00 0.00 1.08 0.00 0.00 0.79 0.00 0.00 1.45 Belebu 3.06 0.00 0.00 1.66 0.00 0.00 4.39 0.00 0.00 Brebekan 1.02 0.00 0.00 0.26 0.00 0.00 1.75 0.00 0.00 Durian Burung 2.04 0.00 0.00 1.46 0.00 0.00 2.63 0.00 0.00 Emang 0.51 0.00 0.00 1.34 1.45 0.00 0.88 0.00 0.00 Kapur 0.51 1.92 0.00 1.11 3.03 0.00 0.00 2.17 0.00 Kelampai 4.08 13.46 2.15 3.35 8.42 0.94 5.26 13.04 1.45 Kelengkeng 1.02 0.00 0.00 0.38 0.00 0.00 6.14 0.00 0.00 Kempas 0.00 0.00 2.15 0.00 0.00 8.51 0.00 0.00 2.90 Kempayau 3.06 1.92 2.15 1.90 1.56 1.52 5.26 2.17 2.90 Keranji 1.02 0.00 0.00 2.45 0.00 0.00 1.75 0.00 0.00 Ketikal 0.51 3.85 0.00 0.09 2.76 0.00 0.00 4.35 0.00 Kimau 0.51 0.00 0.00 0.20 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 Kumpang 4.08 5.77 10.75 7.50 4.66 8.70 3.51 4.35 11.59 Keruing 0.00 1.92 0.00 0.14 0.86 0.00 0.00 2.17 0.00 Kubing 1.02 0.00 0.00 0.35 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 Ky. Abu 1.53 0.00 0.00 1.12 0.00 0.00 2.63 0.00 0.00 Ky. Batu 2.04 11.54 1.08 1.35 3.52 0.33 2.63 13.04 1.45 Ky. Uluh 0.51 0.00 0.00 1.63 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 Langsat 0.51 0.00 0.00 0.04 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 Meranti Putih 0.00 0.00 1.08 0.00 0.00 2.72 0.00 0.00 1.45 Medang 28.06 9.62 9.68 17.04 20.47 5.87 0.00 8.70 13.04 Meranti Kuning 0.51 0.00 1.08 0.56 0.00 5.34 0.88 0.00 1.45 Meranti Merah 0.51 3.85 13.98 0.33 4.23 13.51 0.88 2.17 8.70 Mentawa 1.02 1.92 0.00 1.06 1.04 0.00 6.14 2.17 0.00 Mersawa 2.04 0.00 0.00 1.82 0.00 0.00 1.75 0.00 0.00 Nyatoh 3.57 0.00 0.00 6.60 0.00 0.00 4.39 0.00 0.00 Paga 0.00 3.85 0.00 0.00 5.28 0.00 0.00 4.35 0.00 Pempaning 1.02 0.00 0.00 1.65 1.66 0.00 1.75 0.00 0.00 Petalat 0.00 0.00 1.08 0.00 0.00 0.49 0.00 0.00 1.45 Pisang 5.61 1.92 0.00 9.58 1.02 0.00 6.14 2.17 0.00 Purang 0.00 0.00 1.08 0.00 0.00 0.33 0.00 0.00 1.45 Rengas 2.55 1.92 1.08 6.00 3.26 0.42 7.02 2.17 1.45 Riga-riga 1.02 0.00 1.08 0.73 0.00 0.67 0.88 0.00 1.45 Rambutan 1.02 1.92 2.15 0.95 0.86 0.72 1.75 2.17 1.45 Resak 0.51 0.00 0.00 2.21 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 Rukam 3.06 0.00 0.00 1.42 0.00 0.00 3.51 0.00 0.00 Sampe 7.14 9.62 0.00 6.58 10.25 0.00 0.00 10.87 0.00 Sindur 0.51 0.00 0.00 0.98 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 Semeras 0.51 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 Singkup 1.53 1.92 0.00 0.47 2.63 0.00 4.39 2.17 0.00 Sawang 0.51 0.00 24.73 0.38 0.00 25.69 0.88 0.00 23.19 Tengkuyut 0.00 1.92 0.00 0.00 2.14 0.00 0.00 2.17 0.00 Tengkawang 0.51 3.85 0.00 0.93 3.84 0.00 0.88 4.35 0.00 Ubar 7.14 9.62 17.20 2.47 12.09 14.00 10.53 6.52 15.94 Ulin 0.00 0.00 5.38 0.00 0.00 7.90 0.00 0.00 5.80 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00


(2)

Lampiran 14. Hasil Analisis Vegetasi Tegakan LOA 1983 Di Antara TPN dan Ujung Jalan Sarad. Jenis Kerapatan Relatif (%) Dominasi Relatif (%) Frekuensi Relatif (%)

Pancang Tiang Pohon Pancang Tiang Pohon Pancang Tiang Pohon Banitan 1.45 2.63 2.70 2.27 2.89 2.04 1.82 2.94 3.85 Bayun 0.72 0.00 0.00 1.92 0.00 0.00 0.91 0.00 0.00 Belanti 0.00 0.00 2.70 0.00 0.00 1.03 0.00 0.00 3.85 Belebu 0.72 2.63 0.00 1.46 3.08 0.00 0.91 2.94 0.00 Brebekan 1.45 5.26 1.35 0.44 6.42 0.37 1.82 5.88 1.92 Cukus 0.72 2.63 0.00 1.86 4.49 0.00 0.91 2.94 0.00 Durian Burung 2.90 0.00 2.70 1.88 0.00 4.81 3.64 0.00 3.85 Emang 10.87 2.63 1.35 5.66 1.44 0.38 8.18 2.94 1.92 Kebal Burung 1.45 0.00 0.00 0.46 0.00 0.00 1.82 0.00 0.00 Kelampai 5.80 26.32 6.76 10.06 22.85 3.12 7.27 23.53 7.69 Kelengkeng 0.72 2.63 0.00 0.17 1.41 0.00 0.91 2.94 0.00 Kempas 0.00 0.00 6.76 0.00 0.00 14.61 0.00 0.00 9.62 Kempayau 3.62 0.00 0.00 1.09 0.00 0.00 3.64 0.00 0.00 Keranji 0.72 2.63 1.35 0.59 4.73 0.46 0.91 2.94 1.92 Ketikal 0.00 0.00 1.35 0.00 0.00 1.54 0.00 0.00 1.92 Kumpang 6.52 5.26 8.11 4.48 6.03 9.67 7.27 5.88 9.62 Kubing 0.00 2.63 0.00 0.00 4.68 0.00 0.00 2.94 0.00 Ky. Abu 2.90 0.00 0.00 3.04 0.00 0.00 2.73 0.00 0.00 Ky. Batu 0.72 0.00 0.00 0.08 0.00 0.00 0.91 0.00 0.00 Medang 18.84 5.26 10.81 15.67 5.01 0.00 15.45 0.00 7.69 Meranti Kuning 0.72 0.00 1.35 0.26 0.00 0.34 0.91 0.00 1.92 Meranti Merah 0.00 0.00 10.81 0.00 0.00 16.41 0.00 0.00 11.54 Mentawa 1.45 2.63 0.00 1.39 2.52 0.00 1.82 2.94 0.00 Meranti Putih 0.00 0.00 2.70 0.00 0.00 5.79 0.00 0.00 1.92 Nyatoh 0.72 2.63 0.00 0.04 2.10 0.00 0.91 2.94 0.00 Pangkilan Semut 0.00 0.00 1.35 0.00 0.00 0.75 0.00 0.00 1.92

Paga 0.00 2.63 0.00 0.00 4.16 0.00 0.00 2.94 0.00

Pekawai 0.72 0.00 0.00 0.23 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Pempaning 0.72 0.00 0.00 0.40 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Pisang 10.87 5.26 0.00 12.01 4.30 0.00 10.91 5.88 1.92 Rengas 0.72 0.00 1.35 1.02 0.00 0.41 0.91 0.00 3.85

Riga 0.00 2.63 2.70 0.00 4.30 1.17 0.00 2.94 0.00

Rambutan 2.90 2.63 1.35 1.11 2.44 0.38 1.82 2.94 1.92 Rupis 0.00 0.00 1.35 0.00 0.00 1.48 0.91 0.00 1.92 Sampe 7.25 0.00 0.00 4.11 0.00 0.00 8.18 0.00 0.00 Sindur 0.00 0.00 1.35 0.00 0.00 1.23 0.00 0.00 1.92 Singkup 0.72 0.00 0.00 0.10 0.00 0.00 0.91 0.00 0.00 Sawang 0.72 2.63 16.22 3.46 1.52 18.06 0.91 2.94 0.00 Tengkuyut 1.45 2.63 0.00 4.61 2.52 0.00 1.82 2.94 0.00 Ubar 10.87 13.16 9.46 20.12 11.54 6.49 10.91 14.71 0.00 Ulin 0.00 0.00 4.05 0.00 0.00 9.46 0.00 0.00 11.54

Uluh 0.00 2.63 0.00 0.00 1.55 0.00 0.00 2.94 5.77


(3)

Lampiran 15. Hasil Analisis Vegetasi Tegakan LOA 1983 Di Ujung Jalan Sarad.

Jenis Kerapatan Relatif (%) Dominasi Relatif (%) Frekuensi Relatif (%) Pancang Tiang Pohon Pancang Tiang Pohon Pancang Tiang Pohon Banitan 0.00 2.86 0.00 3.44 4.11 0.42 0.00 3.03 1.37 Bayun 1.01 8.57 1.00 0.00 8.95 0.00 1.52 6.06 1.37 Benuang 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 1.01 0.00 0.00 1.37 Brebekan 1.01 0.00 0.00 0.37 0.00 0.00 1.52 0.00 0.00 Durian Burung 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.79 0.00 0.00 1.37 Jabon 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 2.15 0.00 0.00 1.37 Kelampai 14.14 20.00 14.00 27.66 19.70 7.83 13.64 18.18 0.00 Kelengkeng 0.00 2.86 0.00 0.00 2.59 0.00 0.00 3.03 0.00 Kempas 0.00 0.00 2.00 0.00 0.00 9.94 0.00 0.00 2.74 Kempayau 3.03 2.86 1.00 0.00 2.00 0.61 3.03 3.03 2.74 Keranji 0.00 2.86 1.00 0.00 1.48 1.67 0.00 3.03 1.37 Ketikal 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 1.02 0.00 0.00 1.37 Kumpang 4.04 2.86 9.00 4.89 1.71 12.26 6.06 3.03 12.33 Keruing 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.88 0.00 0.00 1.37 Ky. Abu 1.01 0.00 0.00 0.17 0.00 0.00 1.52 0.00 0.00 Ky. Batu 1.01 5.71 0.00 2.01 5.59 0.00 1.52 6.06 1.37 Langsat 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.33 0.00 0.00 1.37 Medang 38.38 14.29 12.00 30.49 15.54 8.95 25.76 15.15 0.00 Meranti Kuning 2.02 0.00 2.00 0.94 0.00 1.98 3.03 0.00 2.74 Meranti Merah 1.01 2.86 10.00 1.57 3.52 9.49 1.52 3.03 12.33 Meranti Putih 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.79 0.00 0.00 1.37 Mersawa 0.00 2.86 0.00 0.00 4.30 0.00 0.00 3.03 0.00 Mentawa 0.00 2.86 0.00 0.00 3.48 0.00 0.00 3.03 1.37 Nyatoh 2.02 0.00 1.00 0.79 0.00 0.48 3.03 0.00 1.37 Pangkilan Semut 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.78 0.00 3.03 0.00

Paga 0.00 2.86 0.00 0.00 1.51 0.00 0.00 3.03 0.00

Pisang 6.06 5.71 3.00 3.66 4.03 1.49 7.58 6.06 4.11 Putat 0.00 2.86 0.00 0.00 5.11 0.00 0.00 3.03 0.00 Rengas 2.02 0.00 0.00 2.42 0.00 0.00 1.52 0.00 1.37

Riga 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.61 0.00 0.00 1.37

Rambutan 3.03 5.71 2.00 1.44 6.07 1.09 4.55 6.06 5.48 Rukam 1.01 0.00 0.00 0.25 0.00 0.00 1.52 0.00 0.00 Sampe 10.10 8.57 2.00 9.24 8.39 1.39 10.61 6.06 4.11 Sindur 1.01 0.00 0.00 0.63 0.00 0.00 1.52 0.00 0.00 Sengkuang 0.00 0.00 4.00 0.00 0.00 2.33 0.00 0.00 4.11 Sawang 0.00 0.00 16.00 0.00 0.00 19.06 0.00 0.00 15.07 Ubar 8.08 2.86 10.00 10.02 1.90 11.92 10.61 3.03 12.33

Ulin 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.74 0.00 0.00 1.37


(4)

Lampiran 16. Jumlah Setiap Tingkat Vegetasi Pada Lokasi Pengamatan. Lokasi Tingkat Vegetasi Jumlah Individu

(N)

Luas Petak Ukur

(m2) N/Ha Plasma Nutfah

(Hutan Primer)

Pancang 262 625 4192

Tiang 63 2500 252

Pohon 136 10000 136

Ujung Jalan Sarad LOA 1983

Pancang 99 625 1584

Tiang 35 2500 140

Pohon 99 10000 99

Antara TPN dan Jalan Sarad LOA 1983

Pancang 138 625 2208

Tiang 38 2500 152

Pohon 71 10000 71

TPN LOA 1983 Pancang 196 625 3136

Tiang 51 2500 204

Pohon 92 10000 92

Lampiran 17. Volume Setiap Tingkat Vegetasi Pada Lokasi Pengamatan.

Lokasi Tingkat

Vegetasi Volume

Luas Petak Ukur (m2)

Volume (m3/Ha) Plasma Nutfah

(Hutan Primer)

Pancang 1.92 625 18,45

Tiang 12.20 2500 25,80

Pohon 275.77 10000 166,33

Ujung Jalan Sarad LOA 1983

Pancang 0.86 625 8.24

Tiang 5.87 2500 14.08

Pohon 128.93 10000 77.36

Antara TPN dan Jalan Sarad LOA 1983

Pancang 1.05 625 10.11

Tiang 7.03 2500 16.87

Pohon 133.68 10000 80.21

TPN LOA 1983 Pancang 1.69 625 16.26

Tiang 9.01 2500 20,70


(5)

Lampiran 18. Potensi Biomasa dan Karbon Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Lokasi

Pengamatan

Tingkat Pertumuha

n

Biomasa per Petak Ukur

Massa Karbon per Petak Ukur

Luas PU (m2)

Biomasa (Kg/Ha)

Massa Karbon (Kg C/Ha) Plasma

Nutfah (Hutan Primer)

Pancang 4.402,10 1.360,17 625 70.433,55 21.762,67 Tiang 14.119,67 4.999,70 2,500 56.478,69 19.998,80 Pohon 194.636,17 81.396,43 10000 194.636,17 81.396,43

Jumlah 321,548,41 123.157,90

Ujung Jalan Sarad LOA 1983

Pancang 2.661,29 831,86 6,25 42.580,64 13.309,71 Tiang 8.007,02 2.843,16 2,500 32.028,06 11.372,66 Pohon 120.540,97 48.951,22 10,000 120.540,97 48.951,22

Jumlah 195.149,67 73.633,59

Antara TPN dan Jalan Sarad LOA 1983

Pancang 2.976,40 920,95 625 47.622,43 14.735,27 Tiang 8.391,12 2.972,22 2,500 33.564,48 11.888,87 Pohon 114.992,93 48.012,21 10,000 114.992,93 48.012,21

Jumlah 196.179,84 74.636,36

TPN LOA 1983

Pancang 4.882,.64 1.533,78 625 78.122,19 24.540,51 Tiang 11.097,13 3.928,53 2,500 44.388,54 15.714,13 Pohon 132.090,30 53.186,36 10,000 132.090,30 53.186,36


(6)