BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan kehidupan yang semakin modern dan IPTEK yang berkembang pesat menjadikan hidup lebih mudah dalam berbagai hal. Seluruh
aktivitas manusia banyak digantikan oleh penggunaan teknologi dan mesin yang akhirnya mengubah gaya hidup manusia. Konsumsi makanan cepat saji, kurang
olahraga, konsumsi alkohol, konsumsi kopi secara berlebihan dan merokok telah menjadi trend kehidupan masa kini. Kebiasaan tersebut merupakan faktor resiko
utama terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah dan salah satunya adalah hipertensi Smeltzer, 2002.
Hipertensi didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Sekitar 20
populasi dewasa mengalami hipertensi dan lebih dari 90 diantara mereka mengalami hipertensi esensial primer, dimana tidak dapat ditentukan penyebab
medisnya Smeltzer, 2002. Hipertensi atau yang lebih dikenal sebagai tekanan darah tinggi telah
menjadi masalah utama dalam masyarakat Indonesia maupun di beberapa Negara yang ada di dunia Armilawaty, 2007. Laporan WHO dan The International Society
of Hypertension dengan The Joint National Committee yang ketujuh 2003 menerangkan bahwa saat ini terdapat 600 juta penderita tekanan darah tinggi di
seluruh dunia, dan tiga juta diantaranya meninggal setiap tahunnya Rahajeng
Universitas Sumatera Utara
Tuminah, 2009. Menurut Sheps 2002 penyakit yang paling sering ditemui di Amerika Serikat adalah tekanan darah tinggi. Hampir 50 juta orang Amerika
menderita tekanan darah tinggi. Tujuh puluh persen diantara penderita menyadari keadaannya dan hanya 34 saja yang berkunjung ke dokter.
Menurut Boedhi darmojo 1991 prevalensi hipertensi masyarakat Indonesia berkisar antara 8,6-10 Raflizar, 2000. Kemudian berdasarkan hasil dari Laporan
Nasional Riset Kesehatan Dasar Riskesdas pada tahun 2007 menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi nasional hipertensi pada penduduk
umur lebih dari 18 tahun dengan nilai sebesar 37,1 Depkes, 2012. Pada tahun 2012, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia melaporkan bahwa tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7 dari
populasi kematian pada semua umur di Indonesia Depkes, 2012. Menurut hasil Riskesdas 2007 sebagian kasus tekanan darah tinggi di masyarakat belum
terdeteksi, sehingga akan sangat membahayakan bagi masyarakat Depkes, 2012. Dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2007, prevalensi penderita tekanan darah tinggi
menunjukkan peningkatan, sehingga dikhawatirkan jumlah penderita hipertensi ini berpotensi meningkat di tahun-tahun mendatang.
Pada dasarnya penanganan hipertensi dapat dilakukan secara farmakologis dan nonfarmakologis. Pengobatan nonfarmakologis sendiri dapat dilakukan dengan
cara mengontrol hipertensi seperti pengaturan pola makan, penggunaan berbagai macam terapi seperti yoga, terapi akupresur, olahraga, meditasi dan termasuk terapi
herbal Dalimartha, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Terapi herbal merupakan terapi dengan menggunakan obat bahan alam, baik berupa herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan penelitian maupun berupa
fitofarmaka Depkes, 2007. Di Indonesia sendiri banyak sekali dijumpai tanaman yang dapat digunakan sebagai pengobatan. Menurut Yus 1992 dari empat puluh
ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, tiga puluh ribu jenis diantaranya tumbuh di Indonesia dan 26 dibudidayakan serta sisanya masih tumbuh liar Endang, 2003.
Dari semua jenis tanaman herbal yang telah dibudidayakan kurang lebih 7.000 jenis, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional Endang, 2003.
Tanaman seledri Apium graveolans Linn memiliki efek yang baik untuk menurunkan tekanan darah hipotensi pada penderita tekanan darah tinggi
hipertensi. Efek hipotensif tersebut berasal dari senyawa apigenin yang terdapat di dalam tanaman seledri Dalimartha, 2008. Terdapat beberapa penelitian yang telah
menunjukkan manfaat seledri dalam menurunkan tekanan darah tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Supari 2006 yang dimuat dalam Medical
Journal of Indonesia menyatakan bahwa dari uji klinis yang dilakukannya mengenai pemberian seledri dalam bentuk fitofarmaka 3 kali sehari 250 mg selama 12
minggu, mampu menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik setara dengan amlodipin sekali sehari 5 mg. Selain itu fitofarmaka tidak mempengaruhi kadar
elektrolit plasma, kadar lipid plasma, maupun kadar gula darah, dan tidak ditemukan efek samping yang berarti pada fungsi hati dan ginjal Hartati, 2007. Penelitian ini
dilakukan pada 142 orang penderita hipertensi ringan tekanan darah sistolik 95-114 mmHg dan hipertensi sedang tekanan darah sistolik 160-199 mmHg selama 12
minggu. Sebagian penderita diberikan seledri dalam bentuk fitofarmaka dan sebagian
Universitas Sumatera Utara
penderita lainnya diberikan amlodipin. Setelah 12 minggu pemberian, tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara efek seledri dan amlodipin Zhahara, 2012.
Berdasarkan informasi tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai efektifitas seledri terhadap penurunan tekanan darah tinggi
pada penderita tekanan darah tinggi di Kelurahan Naga Jaya I Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Naga Jaya I dikarenakan wilayah tersebut belum pernah dijadikan sebagai lahan penelitian sebelumnya. Selain itu
berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan didapatkan bahwa penyakit tekanan darah tinggi ini menempati urutan nomor empat dari beberapa penyakit yang
terdaftar di Puskesmas tersebut yang sering dikeluhkan oleh penduduk di wilayah Kelurahan Naga Jaya I. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
ini di wilayah tersebut.
2. Rumusan Masalah