di Kota Medan. Pada awalnya Kampung Kubur merupakan tanah wakaf atau tanah pemberian dari Pemerintah Belanda bagi orang-orang keturunan India yang
beragama Islam Muslim. Daerah ini diberi nama Kampung Kubur oleh penduduk setempat karena
pada awalnya daerah ini merupakan sebuah lokasi pekuburan. Lokasi pekuburan ini letaknya berada tepat di belakang Mesjid Gaudiyah. Mesjid ini terletak di jalan
Zainul Arifin yang dibangun oleh Perkumpulan Etnis India Selatan yang beragama Islam South India Muslims Foundation pada tahun 1887. Masjid
Gaudiyah sangat terkenal dengan arsitekturnya bergaya India yang sangat kental, sehingga dari gerbangnya saja orang-orang akan langsung menduga bahwa itu
adalah mesjid bergaya India. Dari sebuah tanah wakaf inilah warga India Tamil membentuk sebuah pemukiman, sebab mereka merasa bahwa tanah ini merupakan
tanah pemberian yang diberikan pada mereka oleh pemerintah Belanda walaupun hanya sebuah tanah perkuburan, sehingga pada akhirnya mereka menjadikan
sebagai sebuah pemukiman akibat tanah atau lahan yang ada di kota Medan telah banyak dihuni atau ditempati oleh warga atau suku bangsa yang lainnya.
2.1.1. Hubungan-Hubungan Sosial yang Dijalin oleh orang India Tamil
Komunitas India Tamil telah hadir dan menjadi bagian yang signifikan dalam perkembangan Kebudayaan di Nusantara sejak beberapa abad yang lalu,
terutama disebagian masyarakat yang ada di pulau Sumatera, interaksi mereka sudah panjang dalam bilangan sejarah dengan komunitas masyarakat lokal di
Nusantara. Pengaruh kebudayaan India sangat kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia sudah menjadi pengetahuan awam dan tidak diragukan lagi, dan proses
penyerapan ini juga masih berlangsung hingga hari ini Y. Subbarayalu, 2002a.
Universitas Sumatera Utara
Di Sumatera Utara kehadiran orang-orang India sudah terekam dalam sebuah prasasti bertarik 1010 saka atau 1088M tentang perkumpulan pedagang Tamil di
Barus yang ditemukan pada tahun 1873 di Situs Lobu Tua Barus, sebuah kota purba di pinggir pantai Samudera Hindia.
Pada abad ke-11 Masehi sekumpulan orang Tamil telah tinggal di Sumatera secara permanen atau semi permanen, mereka adalah para tukang-
tukang yang mahir mengukir prasasti. Keberadaan kaum pedagang Tamil pada abab ke-11 di pantai barat Sumatera terdesak oleh kekuatan armada pedagang-
pedagang dari ArabMesir Oragma Putrom, 1979. Orang India Tamil yang terdesak dari Barus kemudian terasimilasi dengan Suku Karo yang tinggal di
Dataran Tinggi Tanah Karo, kemudian akhirnya adanya perkawinan campuran antara orang India Tamil dengan Suku Karo hingga menjadi keturunan marga
klen Sembiring yang terbagi lagi menjadi sub yang lebih kecil seperti Maha, Meliala, Brahmana, Depari, Sinulingga, Pandia, Colia, Capah dan sebagainya.
Kehadiran India Tamil juga berada di Nanggroe Aceh Darussalam, kini mereka telah menyatu sebagai warga Aceh tulen, berbahasa dan beradat istiadat
Aceh. Di daerah Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan keberadaan mereka dapat dilihat dari peninggalan Candi di daerah Portibi, Saba Biara di Simangambat.
Dalam segi bahasa juga India Tamil dapat memberikan istilah seperti ‘banua holing’, ‘tumbaga holing’ , ‘pijor holing’, dan lain sebagainya. Tetapi kedatangan
orang-orang India dalam jumlah besar hingga sekarang menetap dan membentuk komunitas di Wilayah Sumatera khususnya medan sejak pertengahan abad ke-19,
yaitu sejak dibukanya Industri Perkebunan di Tanah Deli. Migran dari India yang
Universitas Sumatera Utara
datang untuk berdagang antara lain adalah orang-orang dari India Selatan Tamil Muslim dan juga orang Bombay serta Punjabi.
Selain mereka yang didatangkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan sebagai kuli, ada juga orang-orang India lain yang datang ke Medan untuk
berpartisipasi memajukan beberapa sektor usaha di Kota Medan, seperti kaum Chehtiars atau Chethis yang berprofesi sebagai pembunga uang, pedagang dan
pengusaha kecil, kaum Vellalars dan Mudaliars Kasta petani yang juga terlibat dalam usaha dagang, kaum Sikh dan orang-orang Uthar Pradesh. Selain itu juga
terdapat orang-orang Sindi, Telegu, Bamen, Bujarah, Meratti maha Rasthra, dan lain-lain Lubis, 2009. Tetapi pada umumnya orang-orang Indonesia tidak dapat
mengenali secara pasti perbedaan-perbedaan dari orang-orang India. Orang Indonesia lebih sering menyebut mereka sebagai orang Keling. Orang-orang
Punjabi yang beragama Sikh biasanya bekerja sebagai penjaga keamanan, pengawal di Istana dan kantor-kantor, penjaga tokoh dan lain-lain. Sementara
orang Sikh yang bekerja di perkebunan juga bertugas sebagai penjaga malam dan pengantar surat juga memelihara ternak sapi untuk memproduksi susu yang saat
ini kita ketahui orang Sikh lah yang menjual susu sapi di Kota Medan. Ada banyak istilah yang digunakan untuk memanggil orang keturunan
India, ada yang memanggil dengan istilah Keling atau Hulia yang biasanya digunakan untuk memanggil keturunan India Tamil, ada juga istilah Benggali
untuk menyebut mereka yang penganut Sikh. Saat ini, keturunan India yang ada di kota Medan bukanlah mereka yang datang langsung dari India, tetapi mereka
adalah generasi yang ketiga atau keempat dari pendatang pada awalnya. Keturunan India saat ini menolak disebut bangsa India, karena mereka
Universitas Sumatera Utara
menganggap mereka sudah lahir di Indonesia dan menjadi warga Negara Indonesia. Seperti menurut salah satu pengakuan informan Nirmala Rauter, 50
Tahun mengatakan bahwa : “Kebudayaan saya memang India, tapi saya orang Indonesia”.
Dari pernyataan salah seorang dari keturunan India dapat menjelaskan bahwa mereka lebih mampu beradaptasi dengan penduduk pribumi dibandingkan warga
keturunan Cina. Dalam pandangan kaum awam, warga keturunan di Medan cenderung eksklusif dan relatif kurang bergaul dengan penduduk pribumi.
Sementara pada awalnya orang-orang Cina yang datang ke Medan juga sebagai kuli perkebunan, tetapi kemudian saat ini telah berkembang menjadi satu
kelompok yang menguasai perekonomian. Sementara orang-orang keturunan India yang juga datang dalam kurun
waktu yang sama dan dengan status yang sama, tetapi tidak memperlihatkan kemajuan penguasaan ekonomi semaju yang diraih orang Cina.
2.1.2. Hubungan Sosial di Bidang Keagamaan