BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan bisnis atau usaha yang kian menjamur, maka tidak heran apabila saat ini pemasaran
tradisional yang hanya bertumpu pada fitur dan benefit saja, tidaklah cukup untuk menghadapi iklim persaingan yang kian kompetitif dan juga untuk memenangkan hati
konsumen. Pemasaran yang hanya mengandalkan fitur dan benefit saja maka pesaing akan dengan mudah meniru produk. Hal ini berarti sama saja dengan membiarkan strategi
pemasaran perusahaan dicuri oleh pesaing. Pada masa kini konsumen menganggap manfaat fitur dan benefit, kualitas produk,
dan brand image yang positif sebagai sesuatu yang mutlak ada di dalam sebuah produk. Apa yang mereka inginkan sekarang adalah produk, komunikasi, dan kampanye
pemasaran yang menggugah indera, menyentuh hati, dan menstimulasi pikiran mereka. Konsumen menginginkan produk, komunikasi, dan kampanye pemasaran yang
menawarkan suatu pengalaman yang berbeda dari yang lainnya. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Jack Morton Worldwide A leading
experiential marketing agency pada tahun 2004 mengenai experiential marketing ini, mengungkapkan bahwa konsep experiential marketing ternyata lebih disukai dan
mempengaruhi pertimbangan konsumen untuk melakukan pembelian aktual daripada bentuk konsep marketing lainnya. Konsumen menginginkan bahwa sebuah produk atau
merek harus dapat melakukan komunikasi atau menyampaikan pesan produknya terhadap
Universitas Sumatera Utara
konsumen dengan memberikan sebuah kesempatan untuk melihat dan merasakan atau mengalami produk tersebut oleh konsumen itu sendiri, baik dalam sebuah event maupun
toko store. Menurut hasil survei tersebut juga mengungkapkan bahwa live event marketing atau interaksi personal antara penjual dan konsumen yang didasarkan pada
konsep experiential marketing ini, hasilnya akan lebih efektif daripada iklan di TV, radio, billboard, internet, dan mendengar dari seseorang yang kita kenal untuk memberikan
informasi mengenai produk, sehingga saat ini manajer perusahaan harus mulai beralih dari pendekatan pemasaran yang hanya berfokus pada fitur dan benefit menjadi
pendekatan holistic yang menyentuh atau memainkan semua panca indra konsumen dengan konsep sense, feel, think, act, dan relate pendekatan yang bersifat emosional
pada konsumen, melalui experiential marketing, Schmitt juga mengajak para pemasar untuk, “Think Outside The Box“, dari yang tadinya terlalu menekankan unsur function
dengan menambahkan unsur emosi dalam usaha membujuk konsumennya. Pemasar selama ini selalu memperlakukan konsumen sebagai sosok rasional yang selalu
memperhitungkan cost-benefit, padahal sisi emosional konsumen juga berperan dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Demi mendekati, mendapatkan, dan
mempertahankan pelanggannya, perusahaan perlu menghadirkan pengalaman- pengalaman emosional dan yang mengesankan memorable experience.
Konsep experiential marketing mulai membumi pada dunia pemasaran yang kini telah banyak diterapkan dan mudah ditemui di berbagai jenis perusahaan, terutama retail.
Konsep ini kian mantap dipergunakan oleh perusahaan untuk menunjukkan diferensiasi yang unik dibandingkan kompetitor. Peran experiential marketing sangat penting bagi
seorang pemasar untuk melakukan strategi diferensiasi, karena saat ini tidak cukup lagi
Universitas Sumatera Utara
bila pemasar hanya menawarkan kualitas produk dan jasa yang bagus dengan harga yang bersaing. Banyaknya jumlah varian produk yang ada dan banyak bermunculan di
sekeliling konsumen saat ini menyebabkan produk dan jasa itu hanya menjadi sekelompok komoditi yang tidak ada beda antara satu dengan yang lainnya, sehingga
agar dapat mempertahankan dan memelihara permintaan terhadap suatu produk atau jasa di mata konsumen, maka seorang pemasar harus melakukan strategi diferensiasi dengan
menambahkan unsur experience ke dalam produk dan jasanya yang tentunya melibatkan faktor emosi atau perasaan konsumen.
Dalam hal ini, seorang pemasar harus pintar memainkan panca indera konsumen untuk menarik perhatian mereka dalam mengkonsumsi produk dan jasa yang ditawarkan,
namun ada satu hal yang harus diingat oleh pemasar bahwa experience yang diciptakan tidak selalu dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman oleh konsumen bila hal tersebut
sudah sering kali dirasakan karena adanya diminishing marginal utility atau penurunan nilai akibat frekuensi penggunaan produk atau jasa tersebut, sehingga pemasar harus
dapat menemukan strategi yang inovatif agar nilai experience tersebut dapat terus dirasakan oleh konsumen. Bermula dari adanya konsep experiential marketing inilah
yang memunculkan pendekatan Customer Experience Strategy CES. Customer Experience Strategy harus dilakukan dengan cara memahami esensi dari merek dan
esensi macam apa yang diharapkan oleh konsumen atau pelanggan dan kemudian langkah selanjutnya ialah mengelola lingkungan di sekitar merek tersebut. Oleh karena
itu, Customer Experience Strategy adalah soal memahami gaya hidup konsumen dan melebarkan pandangan pemasar dari produk ke proses konsumsinya.
Kehadiran konsep experiential marketing dan customer experience strategy
Universitas Sumatera Utara
merupakan upaya untuk menghapus ide fitur dan benefit, kemudian mengubahnya menjadi sebuah pengalaman yang unik di mata konsumen. BreadTalk–Premium boutique
bakery pertama di Indonesia yang menghadirkan konsep experiential marketing dengan open kitchen, Melalui kaca transparan dengan gaya modern Konsep ini memungkinkan
BreadTalk untuk membuat roti langsung di tempat sehingga proses pembuatan roti tersebut dapat dilihat langsung oleh para konsumen dan roti yang diterima konsumen pun
akan selalu dalam keadaan fresh dan aroma roti saat dipanggang, Jika dahulu bau roti pada saat dipanggang, dianggap mengganggu pembeli yang datang ke sebuah toko roti,
namun sekarang aroma roti yang menyengat justru menjadi daya tarik bagi konsumen. Disamping itu, outlet BreadTalk sendiri juga sangat menarik perhatian konsumen, selain
terang benderang, tampilan display roti di outlet BreadTalk pun terkesan mewah dan elegan. Belum lagi format rotinya yang besar, sehingga merangsang selera dan kesan
higienis dari tampilan dan seragam karyawan. Ditambah dengan menggunakan bahan yang berkualitas tinggi, kelembutan roti BreadTalk tak diragukan lagi dengan terus
berinovasi hingga saat ini BreadTalk berhasil menciptakan lebih dari 160 varian produk dengan range harga sekitar Rp4.000-Rp8.000 per potong, yang menawarkan gaya hidup
baru dalam menyantap roti dan pada tahun 2004, BreadTalk Indonesia berhasil meraih best seller product versi majalah Marketing atas product signature-nya, C’s Flosss dan
Fire Flosss yang perharinya terjual sekitar 20.000 buah roti. Di negara asalnya sendiri, Singapura, BreadTalk juga mendapatkan penghargaan sebagai Singapore Promising
Brand Award, ”Most Popular Brand”, 2002; Singapore Promising Brand Award, ”Most Distinctive Brand”, 2003-2004; versi Association of Small and Medium Enterprise
ASME.
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal semacam inilah yang justru sekarang ini, membuat pembeli rela antri dan membayar lebih, itu karena konsumen tidak mau sekedar membeli roti tetapi juga
pengalaman yang mereka peroleh dari bau roti, pemandangan dapur yang berantakan, dan suasana lain yang diciptakan pada saat membeli roti. Fenomena ini semakin umum
terlihat di toko-toko roti modern, seperti BreadTalk, BreadLife, BreadStory, Bread-In. Mereka semuanya setuju bahwa apa yang membuat roti mereka laku atau tidak, salah
satunya, adalah dari pengalaman unik yang tercipta Majalah Marketing no.03VIMaret 2006.
Pengalaman unik yang tercipta ini tentu saja melibatkan hal-hal yang bersifat emosional. Hal-hal yang bersifat emosional ini menjadi begitu penting karena pada
dasarnya konsumen adalah makhluk yang emosional. Pada masa sekarang ini, perusahaan harus dapat membungkus atau mengemas produknya dengan menawarkan pengalaman
yang unik agar konsumen tertarik pada produk dan ingin mencoba sekaligus membelinya, akan tetapi tugas perusahaan tidak berhenti sampai disini saja, mengingat tujuan dari
perusahaan tidak hanya meyakinkan konsumen bahwa produknya layak untuk dibeli, namun ada yang lebih penting yaitu bagaimana perusahaan menciptakan loyalitas
konsumen terhadap merek. Loyalitas konsumen merupakan hal yang sangat ingin dibentuk oleh setiap perusahaan terhadap produk ataupun merek. Konsumen yang loyal
akan mendatangkan keuntungan tersendiri bagi perusahaan dalam jangka panjang antara konsumen dengan merek atau perusahaan. Ikatan emosional tersebut terbentuk melalui
pengalaman unik dengan perusahaan ataupun suatu merek, sehingga memberikan nilai sesungguhnya bagi konsumen. Aaker 1991:24 dalam buku ‚“Managing Brand Equity“
mengemukakan bahwa loyalitas konsumen terhadap sebuah merek sangat tergantung
Universitas Sumatera Utara
kepada pengalaman penggunaan user experience, Sehingga saat ini sebuah merek harus menjadi penyedia “total experience“ bukan hanya sebagai logo dan produk semata.
Merek yang dapat menyediakan pengalaman yang berharga akan membangun hubungan yang lebih erat dengan pelanggannya dibandingkan dengan merek yang hanya
menawarkan core product semata Clifton, 2004 : 8. Selain itu, berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh HPI Research Group commissioned specialist
experiential marketing company terhadap para pemasar di US, dimana 89 pemasar mempercayai bahwa experiential marketing adalah cara yang terbaik untuk membuat
sebuah merek lebih dekat kepada konsumen dan 72 mengatakan bahwa experiential marketing dapat meningkatkan brand loyalty. Bahkan, Jeremy Garbett Joint Managing
Director at Jack Morton Worldwide menyatakan dengan tegas bahwa sebuah merek produk yang memberikan pengalaman bagi konsumen secara kreatif, dapat meningkatkan
loyalitas, mengubah persepsi yang negatif, dan mendorong penjualan. Karenanya merupakan suatu tantangan bagi perusahaan untuk dapat menyediakan sebuah
pengalaman konsumen customer experience yang dapat secara sukses mendiferensiasikan perusahaan dan mendorong loyalitas konsumen terhadap merek suatu
produk atau jasa. Bersadarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti tertarik
mengambil judul “Analisis Pengaruh Customer Experience Terhadap Loyalitas Merek Pada Cambridge City Square Medan
.”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada, maka perumusan masalah pada penelitian