17
pemberian kredit secara joint financing ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, mengenai suatu permasalahan yang dapat dijadikan sebagai bahan pegangan teoritis
bagi peneliti. Teori adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang saling berhubungan dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atau gejala.
24
Teori juga dapat diartikan sebagai suatu sarana untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.
25
Menurut M. Solly Lubis menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau
permasalahan problem yang djadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang merupakan masukan dalam membuat
kerangka berpikir dalam penulisan.
26
Suatu kerangka
teori bertujuan
menyajikan cara-cara
untuk bagaimana
mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.
27
Oleh karena itu dalam meneliti tentang aspek hukum pelaksanaan dari sistem pemberian kredit secara joint financing dengan
pemberian jaminan Hak Tanggungan di Indonesia, peneliti menggunakan teori sebagai
24
Purnama Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 10.
25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986 hlm.6.
26
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hlm.80.
27
Burhan Ashshofa,1996, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm.19.
Universitas Sumatera Utara
18
pisau analisis untuk menjelaskan permasalahan yang ada yaitu dengan Teori Kehendak. Salah satu teori dari hukum kontrak klasik adalah teori kehendak. Menurut teori
kehendak, suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak di antara para pihak, yang harus dihormati dan dipaksakan oleh pengadilan. Dalam teori kehendak, terdapat
asumsi bahwa suatu kontrak melibatkan kewajiban yanng dibebankan terhadap para pihak.
28
Teori kehendak telah dihubungkan dengan pandangan ekonomi, politik dan filosofis yang ideologinya bersumber pada pandangan liberal ”laissez faire”. Gr. Van
der Burght mengemukakan bahwa selain teori kehendak sebagai teori klasik yang tetap dipertahankan, terdapat beberapa teori yang dipergunakan untuk timbulnya suatu
kesepakatan, yaitu:
29
a. ajaran kehendak wisleer , di mana ajaran ini mengutarakan bahwa faktor yang menentukan terbentuk atau tidaknya suatu persetujuan adalah suara batin yang
ada dalam kehendak subjektif para calon kontraktan; b. pandangan normatif Van Dunne, dalam ajaran ini, bahwa kehendak sedikitpun
tidak memainkan peranan, apakah suatu persetujuan telah terbentuk pada hakikatnya tergantunng pada suatu penafsiran normatif para pihak pada
persetujuan ini tentang keadaan dan peristiwa yang dihadapi bersama;
c. ajaran kepercayaan Vetrouwensleer, ajaran ini mengandalkan kepercayaan yang dibangkitkan oleh pihak lawan, bahwa ia sepakat dan oleh karena itu
telah memenuhi persyaratan tanda persetujuannya bagi terbentuknya suatu persetujuan.
Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perikatan. Pertimbangannya ialah bahwa individu
harus memiliki
kebebasan dalam
setiap penawaran
dan mempertimbangkan
28
Johannes, Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman Kompensasi dan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank, CV. Utomo, Bandung, 2003, hlm. 5.
29
Ibid., hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
19
kemanfaatan bagi dirinya. Adapun kontrak, dalam bahasa Inggris dapat diartikan
sebagai berikut : An agreement between two or more person which creates an obligation to do or
not to do a particular thing. Its essentials are compentent parties, subject matter, a legal consideration, mutuality agreement, an mutuality obligation…
the writing which contains the agreement of parties, with the terms and conditions, and which serves as a proof of the obligation.
Kata kontrak lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian yang tertulis dibandingkan dengan kata perjanjian
30
. Subekti mengartikan suatu perjanjian sebagai suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana 2 dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan Black’s Law Dictionary, merumuskan pengertian agreement sebagai berikut:
“A coming together of minds; a coming together in opinion or determination; the coming together in accord of two minds on a given proposition. The union
of two or more minds in a thing done or to be done; a mutual assent to do a thing ….. agreement is a broader term; e.g. an agreement might lack an
essential element of a conctract.”
Perjanjian menurut sistem hukum Common Law, dipahami sebagai suatu perjumpaan nalar, yang lebih merupakan perjumpaan pendapat atau ketetapan
maksud. Perjanjian adalah perjumpaan dari dua atau lebih nalar tentang suatu hal yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan. Kata perjanjian juga sering dikaitkan
dengan perjanjian yang mempunyai hubungan timbal balik antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistem hukum nasional
30
Supraba Sekarwati, Perancangan Kontrak, Iblam, Bandung, 2001, hlm 23.
Universitas Sumatera Utara
20
memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda, tidak dibedakan antara pengertian “contract” dengan “overeenkomst”. Kontrak atau perjanjian memiliki
unsur-unsur, yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum, perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban timbal balik. Ciri kontrak
yang utama ialah bahwa kontrak merupakan suatu tulisan yang memuat janji dari para pihak secara lengkap dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan serta
berfungsi sebagai alat bukti tentang adanya speerangkat kewajiban. Unsur-unsur kontrak seperti dirinci tersebut dengan demikian secara tegas membedakan kontrak
dari suatu pernyataan sepihak. Para pihak melakukan kontrak dengan beberapa kehendak, yaitu:
- kebutuhan terhadap janji-janji;
- kebutuhan terhadap janji-janji antara dua atau lebih pihak dalam suatu
perjanjian; -
kebutuhan terhadap janji-janji yang dirumuskan dalam bentuk kewajiban; dan -
kebutuhan terhadap kewajiban bagi penegakkan hukum. Kontrak atau perjanjian merupakan salah satu dari 2 dua dasar hukum yang
ada selain dari undang-undang yang dapat menimbulkan perikatan. Perjanjian dalam hukum perdata merupakan bagian dari hukum perikatan yang terdapat pada buku III
KUH Perdata. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1233 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa:
”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang- undang.”
Universitas Sumatera Utara
21
Pasal tersebut menentukan bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan disamping undang-undang. Perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara
2 dua orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu
31
. Sedangkan pengertian perjanjian sebagaimana disebutkan pada Buku III Pasal 1313
KUH Perdata adalah sebagai berikut: ”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Sistem yang dianut dalam Buku III KUH Perdata ini juga lazim dinamakan sistem terbuka yang merupakan kebalikan dari sistem Buku II KUH Perdata yang bersifat
tertutup
32
. Dalam perjanjian, dikenal asas kebebasan berkontrak atau sering disebut juga freedom of contract
33
. Hal ini mempunyai hubungan erat dengan teori kehendak sebagaimana diuraikan di atas. Artinya para pihak bebas membuat kontrak dan
mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut: a.
memenuhi syarat sebagai suatu kontrak; b.
tidak dilarang oleh undang-undang; c.
sesuai dengan kebiasaan yang berlaku; dan d.
sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.
31
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1996, hal. 1.
32
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op. Cit., hlm. 128.
33
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 18.
Universitas Sumatera Utara
22
Terdapat 4 empat syarat sahnya suatu perjanjian secara umum menurut Pasal 1320 KUH Perdata yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian, yaitu sebagai
berikut:
34
- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Maksudnya adalah bahwa para pihak yang perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang dibuat. Kesepakatan itu dianggap
tidak ada apabila sepakat itu diberikan karena kekeliruankekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Maksudnya cakap adalah orang yang sudah dewasa, sehat akal dan pikikran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu
perbuatan tertentu. Orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu :
a. Orang-orang yang belum dewasa
Menurut Pasal 330 KUH Perdata, orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 dua puluh satu tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan. Sedangkan menurut Pasal 47 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, orang belum dewasa adalah
anak di bawah umur 18 delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan;
b. Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan
Menurut Pasal 1330 juncto Pasal 433 KUH Perdata, orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan adalah orang yang telah dewasa tetapi
dalam keadaan dungu, gila, mata gelap dan pemboros;
c. Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan
hukum tertentu. Misalnya, orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
- Suatu hal tertentu, artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan
harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan. -
Suatu sebab yang halal, artinya suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau diperbolehkan oleh undang-undang. Kriteria atau ukuran sebab yang
halal adalah perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
34
A. Patra M, Zen dan Uli Parulian Sihombing Penyunting, Hukum Perdata di Indonesia, LBH, Jakarta, 2005, hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
23
Syarat ke 1 dan 2 dinamakan syarat subjektif, karena mengenai subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ke 3 dan 4 dinamakan syarat-syarat
objektif, karena mengenai objek yang diperjanjikan dalam perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas
permintaan pihak yang tidak cakap, atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak.
Sedangkan apabila syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum yang artinya dari semula dianggap tidak pernah ada sehingga tiada dasar
untuk saling menuntut di muka hakim pengadilan. Suatu kontrak yang telah dibuat secara sah mempunyai ikatan penuh seperti
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Asas perjanjian ini dikenal dengan pacta sunt servanda yang termuat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang
menentukan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali kecuali
ada kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang sah oleh undang- undang dan perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata telah dipenuhi maka berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian telah
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang. Berdasarkan 2 dua ketentuan inilah, dapat disimpulkan bahwa Buku III KUH
Perdata dianggap menganut sistem terbuka dan merupakan kaidah hukum yang
Universitas Sumatera Utara
24
mengatur, artinya selain memberikan kebebasan kepada para pihak dalam hal menentukan isi, bentuk serta macam perjanjian untuk mengadakan perjanjian, para
pihak juga dapat membuat ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan khusus di dalam perjanjian yang mereka adakan sendiri sepanjang isinya tidak bertentangan dengan
perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.
35
Berlakunya sebuah perjanjian mengikat kepada para pihak sesaat setelah tercapainya kata sepakat. Asas ini dikenal dengan asas konsensual. Oleh karenanya
perjanjian tersebut telah mengikat kepada semua pihak, maka perubahan ataupun penambahan hanya mungkin apabila disepakati oleh masing-masing pihak.
Dalam transaksi perbankan, bentuk perjanjian sangat menentukan terhadap isi bentuk dari fasilitas perbankan yang diperjanjikan, termasuk pula mengenai klausula
penyelesaian sengketa. Pihak-pihak yang melakukan transaksi yaitu bank dan nasabah pada dasarnya mempunyai kebebasan untuk menentukannya. Setelah
ditentukan, maka masing-masing pihak harus mentaatinya seperti halnya mentaati sebuah undang-undang karena perjanjian dilihat secara formil dan materiil
mempunyai kedudukan yang sama dengan undang-undang. Perjanjian dan undang- undang sama-sama merupakan sumber perikatan dan isi dari dari sebuah perjanjian
nilainya sama dengan undang-undang. Perjanjian kredit dan perjanjian berbagi jaminan yang dibuat dalam rangka
pemberian kredit secara joint financing yang dilakukan oleh para pihak merupakan suatu
35
Johannes, Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman Kompensasi dan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank, Op. Cit., hlm. 31.
Universitas Sumatera Utara
25
perbuatan hukum yang mengandung risiko
36
sehingga harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian terutama terutama bagi kreditur yang memberikan kredit apabila debitur
wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian pemberian kredit secara joint financing. Risiko risk menurut
George E. Rejda adalah ”ketidakpastian yang
memungkinkan lahirnya peristiwa kerugian loss”, sedangkan menurut Arthur Williams dan Richard, M.H., ”risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat
terjadi selama periode tertentu”. Risiko itu hampir pasti terdapat pada segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Ketika risiko itu datang, akibat dari risiko tersebut
tidak dapat diprediksikan dengan tepat.Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan counterparty memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat
bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan penyediaan dana, treasury dan investasi serta pembiayaan perdagangan. Hal ini sebagaimana
diatur dalam SEBI No. 521DPNP. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko kredit sebagaimana disebut di atas, yang dapat berpengaruh
pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Hal inilah yang menjadi dasar digunakannya teori kehendak dalam penelitian ini .
Teori kehendak menjadi sangat relevan untuk ditinjau karena teori ini menjadi suatu dasar untuk melindungi para kreditur dalam sistem pemberian kredit secara joint
financing, baik dalam perjanjian kredit maupun dalam perjanjian berbagi jaminan dari
36
Dalam hal ini pengurus bank wajib menerapkan manajemen resiko kredit secara efektif pada setiap penyediaan dana serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait dengan transaksi
dimaksud, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 1125PBI2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia nomor 58PBI2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum “PBI No. 1125PBI2009”.
Universitas Sumatera Utara
26
risiko kredit sebagaimana diuraikan di atas. Perjanjian kredit dalam sistem pemberian kredit secara joint financing selalu
dibuat secara bilateral antara masing-masing kreditur dengan 1 satu debitur yang sama. Sedangkan yang menjadi objek jaminan di antara para kreditur tersebut adalah 1 satu
benda tidak bergerak tanah yang sama. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat 2 Juncto Pasal 5 UUHT yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan dapat diberikan
untuk suatu utang yang berasal dari 1 satu hubungan hukum atau untuk 1 satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum dan suatu obyek Hak
Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari 1 satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan dari 1 satu utang. Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan
lebih dari 1 satu Hak tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya.
Dalam pelaksanaannya, hal ini dapat menimbulkan suatu permasalahan hukum apabila debitur wanprestasi atau cidera janji dikemudian hari karena para kreditur tidak
memberikan kredit secara bersamaan kepada debitur tersebut. Masing-masing kreditur memberikan kredit di waktu yang berbeda tetapi dengan 1 satu jaminan tanah yang
sama. Kreditur pertama sebagai pemegang Hak Tanggungan pertama adalah yang berhak mengajukan eksekusi dan akan memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas
piutangnya bila debitur wanprestasi. Dengan demikian hal ini akan menimbulkan kerugian bagi kreditur-kreditur lainnya.
Perjanjian berbagi jaminan memegang kunci penting dalam sistem pemberian
Universitas Sumatera Utara
27
kredit secara joint financing. Perjanjian ini menunjukkan eksistensi dari teori kehendak, dimana para pihak dapat mengesampingkan suatu ketentuan undang-undang yang
berlaku dalam hal ini UUHT terkait peringkat-peringkat pemegang Hak Tanggungan dengan adanya suatu kehendak dari para kreditur yang dinyatakan dalam perjanjian
berbagi jaminan tersebut untuk mengikatkan diri berbagi jaminan yang sama dan dengan kedudukan yang sama.
2. Kerangka Konsepsi