37
4. Memungkinkan bagi suatu bank untuk berbagi resiko dengan bank-bank lainnya. Bentuk kredit ini adalah suatu teknik bagi suati bank untuk dapat menyebarkan
risiko dalam pemberian kredit. Karena itu biasanya tidak cocok untuk kredit yang jumlahnya kecil.
5. Menjaga likuiditas dari bank itu sendiri karena kredit dalam jumlah yang sangat besar sangat berpengaruh bagi bank yang terbatas likuiditasnya.
6. Meningkatkan reputasi bank dikalangan perbankan dan dunia usaha pada umumnya.
2. Bagi Debitur
Karena tidak semua debitur bisa mendapat fasilitas kredit joint financing dan tidak semua kreditur bersedia memberikan fasilitas tersebut, maka bagi debitur tentunya
dalam hal ini sangat banyak memberikan manfaat. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
55
1. Merupakan cara cepat untuk memperoleh pembiayaan dibandingkan dengan menerbitkan obligasi bonds atau menjual saham dipasar modal.
2. Tidak terlalu menuntut debitur untuk melakukan pengungkapan disclosure mengenai hal-hal yang menyangkut perusahaannya, seperti halnya apabila
debitur harus menerbitkan obligasi bonds atau menerbitkan saham-saham baru equity issue melalui pasar modal. Untuk memperoleh kredit, debitur tidak
harus memperoleh rating dari suatu lembaga pemeringkat rating agency seperti halnya Moody’s atau Standard Poor’s.
3. Memungkinkan bagi debitur untuk memupuk track record dengan banyak bank. Hal ini sangat menguntungkan bagi debitur karena memberikan kesempatan bagi
debitur untuk dikemudian hari berhubungan dalam memperoleh berbagai fasilitas perbankan yang diperlukannya dengan kreditur atau bank lainnya yang
sebelumnya belum dikenal oleh debitur dan belum mengenal debitur.
4. Pemberian kredit dipublikasikan, dengan demikian dicatat oleh kalangan perbankan, maka pemberian kredit tersebut kepada debitur sudah tentu
menambah reputasi atau kredibilitas dari debitur tersebut dimata dunia perbankan, lebih-lebih lagi bila para krediturnya terdiri dari bank-bank yang
ternama. Meningkatnya
reputasi debitur
tersebut akan
sangat sangat
menguntungkan dikemudian hari apabila debitur tersebut perlu menggunakan
55
ibid, hlm. 29 - 31.
Universitas Sumatera Utara
38
fasilitas perbankan tidak hanya dari kreditur atau bank yang ikut dalam joint financing kredit namun juga dari bank-bank lain diluar itu.
Selain itu manfaat lainnya sehingga dipilih sistem joint financing kredit dengan kreditur lainnya bagi debitur adalah :
a. sebagai salah satu jalan keluar bagi debitur yang membutuhkan dana guna kelangsungan atau pengembangan proyek yang telah berjalan namun karena
aturan-aturan dan kebijakan pada suatu bank maka tidak memungkinkan untuk dilakukan top up penambahan hutang;
b. agar tetap terjalin hubungan baik dengan kreditur pertama atau sebelumnya, terlebih lagi bila dikarenakan si debitur dapat tumbuh dan besar karena binaan
dari kreditur pertama; c. untuk menekan jumlah biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh debitur jika
dibandingkan harus mengajukan permohonan kredit baru pada kreditur baru lainnya sedangkan proyek usaha debitur masih dalam tahap pembangunan atau
belum dapat memperoleh penghasilan maksimal karena baru sedang berjalan;
B. Skema Pemberian Kredit Joint Financing
Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara kreditur dan debitur wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian, yaitu perjanjian kredit. Namun sebelum
sampai tahap tersebut, umumnya bank akan melakukan analisa atas kelayakan
permohonan kredit. Selanjutnya bank akan menyetujui atau menolak permohonan kredit. Jika bank menyetujuinya, maka kepada calon debitur diserahkan offering letter
Universitas Sumatera Utara
39
surat persetujuan prinsippenawaran kredit. Dalam offering letter OL tersebut umumnya berisikan syarat dan ketentuan pemberian kredit yang harus disetujui oleh
si calon debitur. Apabila disetujui segala persyaratan yang termuat dalam OL, maka akan dilanjutkan dengan pengikatan kredit dan jaminan sebagaimana akan lebih jelas
dalam skema gambar dibawah ini :
Keterangan :
- Pada fase I, Kreditur Pertama dengan Debitur menandatangani Perjanjian Kredit
PK-I secara bilateral sebagai bukti pelaksanaan persetujuan kredit, kemudian dilanjutkan dengan menandatangani akta pengikatan jaminan, misal: untuk
jaminan berbentuk tanah dan bangunan yang bersertipikat dilakukan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau Akta Pemberian Hak
Tanggungan untuk pembebanan Hak Tanggungan HT peringkat I. -
Kemudian pada fase II, Kreditur Kedua dengan Debitur juga menandatangani Perjanjian Kredit PK-II secara bilateral dan terpisah dari perjanjian kredit
diatas dilakukan setelah permohonan kredit debitur disetujui oleh kreditur
Universitas Sumatera Utara
40
kedua, umumnya disebabkan karena kreditur pertama tidak dapat memberikan tambahan fasilitas kepada debitur dan dilakukan setelah waktu tertentu lalu
diikuti dengan pengikatan jaminan yaitu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau Akta Pemberian Hak Tanggungan peringkat II dua untuk
Kreditur Kedua, karena jaminan yang diserahkan adalah sama yaitu tanah dan bangunan yang bersertipikat dan telah dibebani Hak Tanggungan peringkat I
untuk kepentingan Kreditur Pertama. -
Pada fase selanjutnya antara Kreditur Pertama, Kreditur Kedua dan Debitur dalam suatu sistem pemberian kredit secara joint financing lalu menandatangani
akta perjanjian berbagi jaminan, akta perjanjian pengelolaan rekening guna penunjukan agen, mengatur segala hak dan kewajiban masing-masing pihak
dalam hal administrasi dokumentasi, pembagian jaminan secara paripassu bila debitur wanprestasi dan menatausahakan segala bentuk penerimaan dan
pembayaran dari debitur kepada masing-masing kreditur dalam suatu rekening, baik itu rekening operasional maupun rekening penampungan.
C. Perjanjian Kredit antara Bank dengan Debitur 1. Perjanjian Kredit
Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata dimana perjanjian menurut pasal tersebut dirumuskan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut R. Setiawan, rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas, seharusnya perjanjian harus
Universitas Sumatera Utara
41
diartikan sebagai suatu perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau
saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
56
Pemberian kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian yaitu perjanjian kredit.
Istilah perjanjian kredit tidak dikenal dalam Undang-Undang Perbankan, tetapi pengertian kredit dalam Undang-Undang Perbankan mencantumkan kata-kata
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam. Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan yang berdasar pada perjanjian atau
kontraktual yang berbentuk pinjam meminjam. Perjanjian kredit itu sendiri mengacu pada perjanjian pinjam meminjam. Dalam Pasal 1754 KUH Perdata disebutkan
bahwa perjanjian pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Pendapat lain dikemukakan Sutan Remy Sjahdeini, yaitu bahwa perjanjian kredit bukanlah perjanjian riil seperti halnya perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian
kredit berakar dari perjanjian pinjam meminjam dan berbeda dengan perjanjian
56
Hasanuddin, Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 34.
Universitas Sumatera Utara
42
pinjam meminjam dalam KUH Perdata. Perjanjian kredit memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Ciri-ciri pembeda itu adalah:
57
- Sifat konsensual dari suatu perjanjian kredit merupakan ciri pertama yang
membedakan dari perjanjian pinjam meminjam uang yang bersifat riil. Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris yang
dapat bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman yang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit yang jelas-
jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian konsensual sifatnya. Setelah perjanjian
kredit ditandatangani, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya setelah ditandatanganinya kredit,
belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau
kewajiban
bank untuk
menyediakan kredit,
masih bergantung
pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan di dalam perjanjian kredit.
- Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan
secara leluasa untuk keperluan atau tujuan tertentu oleh nasabah debitur, seperti pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit harus
digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada bank
untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit. Hal ini berarti
nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya perjanjian kredit
itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian pinjam meminjam atau
pinjam mengganti. Oleh karena itu, terhadap perjanjian kredit bank tidak berlaku ketentuan-ketentuan Bab XIII Buku Ketiga KUH Perdata.
- Yang membedakan perjanjian kredit bank dari perjanjian peminjaman uang
adalah mengenai syarat cara penggunaannya. Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan cek atau perintah
pemindahbukuan. Pada perjanjian peminjaman uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur ke dalam kekuasaan debitur
dengan tidak disyaratkan bagaimana cara debitur akan menggunakan uang pinjaman itu. Pada perjanjian kredit bank, kredit tidak pernah diserahkan oleh
bank ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur. Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya selalu berada
dalam pengawasan bank.
57
Johannes, Ibrahim, Cross Default Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, PT Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 27.
Universitas Sumatera Utara
43
Disamping pendapat diatas, pendapat lain juga dikemukakan oleh Djuhaendah Hasan bahwa perjanjian kredit juga memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan perjanjian
pinjam meminjam, yaitu bahwa :
58
- Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan
program pembangunan. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas.
- Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank
atau lembaga pembiayaan pegadaian, anjak piutang atau factoring, leasing yang memiliki kegiatan hampir sama dengan bank dan tidak dimungkinkan
diberikan oleh individu. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam pemberian pinjaman dapat dilakukan oleh individu.
59
- Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian
pinjam meminjam. Bagi perjanjian pinjam meminjam berlaku ketentuan umum dari buku III dan bab XIII buku III KUH Perdata. Sedangkan bagi perjanjian
kredit akan berlaku ketentuan dalam UUD 1945, ketentuan bidang ekonomi, ketentuan umum KUH Perdata khususnya buku III, UU Perbankan, Paket
Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Bidang Ekonomi terutama bidang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia PBI, Surat Edaran Bank Indonesia SEBI dan
peraturan terkait lainnya.
- Pada perjanjian kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman itu
harus disertai dengan bunga, imbalan atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam hanya berupa bunga saja dan bunga inipun baru
ada apabila diperjanjikan.
-
Pada perjanjian kredit bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur untuk melunasi kredit diformulasikan dalam bentuk jaminan baik
materiil maupun immateriil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian pelunasan hutang dan inipun
baru ada bila diperjanjikan.
Selanjutnya Remy Sjahdeini menyimpulkan bahwa perjanjian kredit memiliki pengertian secara khusus, yakni :
58
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996, hlm. 174.
59
Johannes, Ibrahim, Cross Default Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Op. Cit., hlm. 30.
Universitas Sumatera Utara
44
Perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai nasabah debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.
Mengkaji rumusan kredit yang diberikan oleh UU Perbankan, dikatakan bahwa kredit adalah :
“….. berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga..”
“…. berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Dari pengertian “kredit” dan “pembiayaan” di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
60
- Kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh bank, baik dengan sistem
konvensional ataupun syariah, keduanya berakar pada suatu perjanjian yang merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata.
- Pemberian
fasilitas kredit atau
pembiayaan tidak
terbatas pada cara konvensional di mana peminjam harus memberikan imbalan berupa bunga
melainkan berkembang dengan imbalan bagi hasil. -
Pemberian kredit atau pembiayaan diatur secara khusus dalam beberapa ketentuan
peraturan perundang-undangan,
merupakan hal
yang lazim
mengingat kepentingan manusia senantiasa berkembang dari waktu ke waktu, dan kredit atau pembiayaan tidak dapat diberikan dalam suatu bentuk tertentu
saja. -
Subjek pemberi kredit atau kreditur diatur oleh suatu lembaga yaitu bank sebagai lembaga intermediasi atau perantara. Ketentuan pengaturan lembaga
intermediasi tidak hanya bank, dikarenakan dalam praktik terdapat pula lembaga lainnya, yaitu pegadaian, anjak piutang atau factoring dan leasing
yang memiliki kegiatan hampir sama dengan bank.
- Penyediaan kredit tidak dapat dikatakan hanya bersifat konsensual saja, tetapi
juga riil. Penyediaan kredit yang bersifat konsensual diberikan dalam fasilitas
60
Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti, 1995, hlm. 18.
Universitas Sumatera Utara
45
rekening koran, demand loan atau fasilitas kredit lainnya. Akan tetapi terdapat pula penyediaan kredit secara riil, misalnya fasilitas kredit secara fixed loan
atau fasilitas kredit konsumtif, misalnya untuk pembelian rumah atau kenderaan.
- Syarat penggunaannya tidak selalu menggunakan cara giral melalui cek, giro
ataupun pemindahbukuan. Dalam praktik perbankan, tidak mustahil pula dilakukan penarikan secara tunai melalui kasir dengan menggunakan kuitansi
atau tanda terima lainnya sebagai bukti pengambilan.
Oleh karenanya, perjanjian kredit masih berakar pada perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam KUH Perdata tetapi mengalami berbagai perubahan
sesuai dengan tuntutan jaman. Adapun perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi yaitu :
61
- Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit
merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.
- Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batas hak dan
kewajiban di antara kreditur dan debitur.
-
Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Bentuk perjanjian kredit sendiri dapat bermacam-macam. Setiap bank, dengan
atau tanpa menggunakan bantuan kantor notaris atau konsultan hukum dapat membuat sendiri perjanjian kredit yang digunakan oleh banknya.
62
Namun pada umumnya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar, bentuk yang lazim
digunakan adalah akta notariel.
2. Pihak-pihak dalam perjanjian kredit