Data-data yang digunakan dalam perhitungan ini umumnya sama dengan yang digunakan oleh pihak peneliti dari berbagai Jurnal Jalan dan Jembatan.
Dalam penulisan tugas akhir ini dilakukan beberapa cara untuk dapat mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk mendukung agar tugas ini dapat
diselesaikan. Seluruh data merupakan data primer dari pihak Departemen Pekerjaan Umum dan sekunder yang didapat dari literatur seperti jurnal,
teksbook dan internet.
I.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang dibuat oleh penyusun adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi : Latar belakang, manfaat, permasalahan, pembatasan masalah, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Meliputi : Perkerasan lentur jalan, jenis dan fungsi perkerasan lentur, Klasifikasi agregat, Analisis Mekanistik perkerasan lentur.
BAB III METODOLOGI
Meliputi : Prosedur perhitungan kerusakan struktur perkerasan lentur secara analitis.
BAB IV APLIKASI ATAU PERHITUNGAN
Meliputi : Perhitungan Modulus Elastisitas Perkerasan Aspal, Regangan pada perkerasan aspal, dan batas repetisi beban lalu lintas.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Perkerasan Lentur
Perkerasan lentur memiliki sifat lentur atau elastis, namun akibat pelayanan lalu lintas atau akibat beban lalu lintas berulang akan menimbulkan tegangan
elastis dan plastis. Tegangan elastis terjadi pada perkerasan pada perkerasan akibat dibebani akan kembali kebentuk semula. Sedangkan tegangan plastis
adalah perkerasan beton aspal apabila diberi beban tidak seutuhnya kembali kebentuk semula.
Gambar 2.1 Respon perkerasan terhadap beban lalu-lintas
Respon terhadap beban kenderaan pada lapis beraspal adalah dicerminkan dengan regangan horizontal
Є
h
dan pada tanah dasar dengan regangan vertikal Є
v.
Tegangan atau regangan tarik horizontal ijin lapisan beraspal sangat tergantung dari karakteristik campuran yang didesain.
Є
H
Є
V
Lapis permukaan Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah Tanah Dasar
4
Universitas Sumatera Utara
II.1.1 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Lentur
Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi
menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke Lapisan dibawahnya. Beban kenderaan dilimpahkan keperkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa
beban terbagi rata. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ketanah dasar yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar, seperti
yang ditujukkkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Penyebaran beban roda melalui lapisan perkerasan Konstruksi perkerasan lentur flexible pavement, dapat dikelompokkan
menjadi 4 empat bagian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 :
Surface Base Course
Subbase Course Subgrade
Gambar 2.3 Susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan beban lalu lintas yang bekerja diatas kostruksi perkerasan dapat dibedakan atas :
1. Muatan kenderaan berupa gaya vertikal.
2. Gaya rem kenderaan berupa gaya horizontal.
3. Pukulan roda kenderaan berupa getaran-getaran.
Oleh karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing- masing lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil. Lapisan permukaan
harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya
menerima gaya vertikal saja.
II.1.1.1 Lapisan Permukaan Surface Course
Lapisan yang terletak paling atas adalah lapis permukaan , berfungsi antara lain sebagai berikut :
1. Lapis perkerasan penahan beban roda, dengan persyratan harus
mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayaan.
2. Lapisan kedap air , sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak
meresap kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan tersebut. 3.
Lapis aus wearing course, lapisan yang lansung menderita gesekan akibat rem kenderaan sehingga mudah menjadi aus
4. Lapis yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan lain dengan daya dukung yang lebih buruk.
Universitas Sumatera Utara
Guna dapat memenuhi fungsi tersebut diatas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga
menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.
Jenis lapisan permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain : 1.
Lapisan bersifat non sruktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain:
a. Burtu Laburan aspal satu lapis, merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.
b. Burda Laburan aspal dua lapis, merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal ditaburi agregat yang ditaburi dua kali secara berturutan dengan tebal maksimum 3,5 cm.
c. Latasir Lapis tipis aspal pasir, merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2
cm. d.
Latasbun lapis tipis asbuton murni, merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan
perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm
e. Lataston Lapis tipis aspal beton, dikenal dengan nama hot roller
sheet HRS, merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi, dan aspal keras
Universitas Sumatera Utara
dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat antara 2 – 3,5 cm. Lataston umumnya
terdiri dari dua janis yaitu : lataston lapis pondasi HRS-Base dan lataston lapis permukaan HRS-Wearing coarse.
Jenis lapisan permukaan tersebut diatas walaupun bersifat nonstruktural, dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu,
sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan
jalan. 2.
Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda.
a. Penetrasi Macadam Lapen, merupakan lapis perkerasan yang terdiri
dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya
dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan dengan agregat penutup . Tebal lapisan satu
lapis dapat bervariasi dari 4 cm – 10 cm. b.
Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang
diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal lapisan padat antara 3 – 5 cm.
c. Laston Lapis aspal beton, merupakan suatu lapisan pada konstruksi
jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan
Universitas Sumatera Utara
pada suhu tertentu. Laston terdiri atas tiga macam campuran, Laston Lapis Aus AC-WC, Laston Lapis Pengikat AC-BC dan Laston
Lapis Pondasi AC-Base. Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25 mm dan 37,5 mm. Bilamana campuran
aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal
nominal rancangan.
II.1.1.2 Lapisan Pondasi Atas Base Course
Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah dan lapis
permukaaan dinamakan lapis pondasi atas base course Fungsi lapisan pondasi atas ini antara lain :
1. Bagian perkerasan yang menahan beban roda dan menyebarkan beban
kelapisan bawahnya. 2.
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. 3.
Bantalan terhadap lapisan permukaan. Material yang digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang cukup
kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR 50 dan plastisitas indeks 4 . Bahan-bahan alam
seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.
Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Agregat bergradasi baik yang dibedakan atas : batu pecah kelas A, batu
pecah kelas B, batu pecah kelas C. Batu pecah kelas A bergradasi lebih baik dari batu pecah kelas B dan batu pecah kelas B lebih baik dari batu
pecah kelas C. Kriteria dari masing-masing jenis lapisan diatas dapat diperoleh dari spesifikasi yang diberikan
2. Pondasi Macadam
3. Pondasi Tellford
4. Penetrasi Macadam Lapen
5. Asphalt beton pondasi Asphalt Concrete BaseAsphalt Treated Base
6. Stabilisasi yang terdiri dari :
a. Stabilisasi agregat dengan semen
b. Stabilisasi agregat dengan kapur
c. Stabilisasi agregat dengan asphal
II.1.1.3 Lapisan Pondasi Bawah Sub Base Course
Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai :
1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah
dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20 dan Plastisitas Indeks
≤ 10 2.
Efesiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
4. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
Universitas Sumatera Utara
5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat lancar.
6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel tanah halus dari tanah dasar
kepermukaan lapis pondasi atas. Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
1. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :
a. Sirtupitrun kelas A
b. Sirtupitrun kelas B
c. Sirtupitrun kelas C
Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, yang masing- masing dapat dilihat pada spesifikasi yang diberikan.
2. Stabilisasi
a. Stabilisai agregat dengan semen Cement Treated Subbase
b. Stabilisasi agregat dengan kapur Lime Treated Subbase
c. Stabilisasi tanah dengan semen Soil Cement Subbase
d. Stabilisasi tanah dengan kapur Soil Lime Stabilization
II.1.1.4 Tanah Dasar Subgrade
Tanah Dasar adalah permukaan tanah asli, permukaan galian atau permukaan tanah timbunan yang merupakan dasar untuk perletakan bagian-bagian
perkerasan lainnya. Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas
dari sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah
dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung
Universitas Sumatera Utara
yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah
setempat. Sifat masing-masing jenis tanah tergantung dari tekstur, kepadatan, kadar air, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya.
Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan jalan sangat bergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dapat dimaklumi bahwa
penentuan daya dukung tanah dasar permukaan berdasarkan evaluasi pengujian laboratorium tidak dapat mencakup segala detail sifat-sifat dan daya dukung tanah
dasar tempat demi tempat tertentu sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi-koreksi semacam itu akan diberikan pada gambar rencana atau telah tersebut dalam
spesifikasi pelaksanaan. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut:
1. Perubahan bentuk tetap deformasi permanen dari jenis tanah tertentu
akibat beban lalu lintas; 2.
Sifat mengembang dari jenis tanah tertentu akibat perubahan kadar air; 3.
Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya; 4.
Lendutan defleksi dan pengembangan yang besar selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari jenis tanah tertentu;
5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya yaitu pada tanah berbutir kasar granular soils yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksaaan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan diatas maka beberapa hal perlu diperhatikan antara lain :
1. Tanah-tanah dasar tanpa kohesi Cohessionless Subgrade
Tanah dasar tanpa kohesi harus dipadatkan tidak boleh kurang dari pada 100. Kepadatan kering maksimum yang ditentukan dari hasil test dan
tebal kepadatan tanah dasar tersebut minimum 15 cm. Lapisan bawahnya minimum 15 cm dipadatkan sampai 90 kepadatan kering maksimum.
Tanah dasar dari tanah asli, galian dipadatkan minimum 100 dari kepadatan kering maksimum sampai dengan kedalaman 30 cm dibawah
permukaan tanah dasar. 2.
Tanah-tanah dasar berkohesi a.
Untuk tanah-tanah dasar berkohesi dan dengan indeks plastis kurang dari 25 tebal minimum 15 cm bagian atas, harus dipadatkan supaya mencapai
95 dari kepadatan maksimum. Untuk tanah dasar dan tanah asli galian dianjurkan memadatkannya hingga mencapai 100 kepadatan kering
maksimum. Selama pemadatan hendaknya dijaga agar kadar air tidak berbeda lebih dari 20 dari kadar air optimum.
b. Untuk tanah-tanah dasar berkohesi dan dengan indeks sama atau lebih
besar dari 25 harus dilakukan satu diantara beberapa tindakan dibawah ini: 1.
Berusaha menurunkan indeks plastis dengan cara mencampur tanah dasar dengan kapur lime stabilization atau bahan lain yang sesuai
ditentukan berdasarkan penyelidikan laboratorium. 2.
Membuang lapisan tanah tersebut setebal 15 cm dan menggantinya dengan tanah berbutir kasar atau tanah yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
3. Usaha-usaha lain yang ditetapkan oleh seseorang ahli tentang tanah.
Pada setiap keadaan sebelum menempatkan tanah campuran atau tanah pengganti, tanah asli harus terlebih dahulu dipadatkan pada kadar air
yang disesuaikan dengan hasil penuyelidikan laboratorium agar mengurangi kemungkinan pengembangan volume.
3. Tanah-tanah dengan sifat mengembang yang besar
Apabila pertimbangan biaya dan pelaksanaan memungkinkan, tanah dengan sifat demikian harus dibuang dan diganti dengan tanah yang lain lebih baik.
Apabila tidak, maka harus diselidiki sifat pengembangan tersebut agar dapat ditentukan langkah-langkah pengamanannya antara lain :
a. Mengusahakan subdrain yang cukup baik dan efektif agar kadar air tanah
dasar tetap berada dibawah harga yang dianggap berbahaya penyelidikan laboratorium sehubungan dengan sifat mengembang tanah tersebut.
b. Memberikan beban statis permukaan surcharge berupa urugan atau lapis
tambahan dengan tebal tertentu sedemikian rupa sehingga bila diperhitungkan beratnya akan cukup mencegah tanah dasar mengembang
melebihi batas-batas yang dianggap berbahaya ditentukan berdasarkan percobaan laboratorium.
4. Mengusahakan daya dukung tanah dasar yang merata.
Apabila terjadi perbedaan daya dukung yang menyolok antara tanah dasar yang berdekatan misalnya perubahan dari tanah lempung kepasirantanah
lempung kelanauan ketanah lempung yang plastis atau juga perubahan dari galian keurugan, maka harus diusahakan perubahan tebal lapisan perkerasan
Universitas Sumatera Utara
berjalan secara miring dan rata. Dianjurkan untuk mengadakan jarak transisi 10 meter terhitung dari perbatasan perubahan daya dukung tanah ke arah daya
dukung tanah dasar yang lebih baik. 5.
Perbaikan tanah dasar untuk keperluan mendukung beban roda alat-alat besar. Dalam hal dimana kasus daya dukung tanah dasar tidak mendukung untuk
lewatnya alat-alat besar, harus diadakan cara-cara yang tepat sesuai dengan keadaan setempat agar beban roda alat-alat besar dapat ditahan oleh tanah
dasar. Perbaikan tanah dasar ini dapat berupa tambahan lapis pondasi bawah diluar dari yang diperhitungkan untuk tebal perkerasan yang diperlukan. Daya
dukung tanah dasar dapat diperkirakan dengan mempergunakan hasil pemeriksaan CBR.
II.2.2 Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan
Agar dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan, maka konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : 1. Syarat-syarat berlalu lintas
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, dan tidak berlubang.
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat
beban yang bekerja diatasnya; c.
Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dengan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip;
Universitas Sumatera Utara
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari.
2. Syarat-syarat struktural atau kekuatan Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan
menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a.
Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban muatan ketanah dasar;
b. Kedap air, sehingga tidak mudah meresap kelapisan bawahnya;
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh
diatasnya dapat dengan cepat dialirkan; d.
Kekakuan memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang signifikan.
II.3 Mekanistik – Empiris Perencanaan Perkerasan
Mekanika adalah ilmu pengetahuan dari gerakan dan gaya gaya yang bekerja pada material. Dengan begitu, satu pendekatan mekanistis mencari dan
menjelaskan gejala gejala sampai dampak fisik. Di dalam perencanaan perkerasan jalan, hal hal yang terjadi adalah tekanan, lendutan dan regangan di dalam satu
struktur perkerasan, dan penyebab-penyebab phisik adalah jenis bahan dan bobot struktur perkerasan. Hubungan antar penyebab fisik ini diuraikan menggunakan
satu model matematika. Berbagai model matematika dapat digunakan; paling umum adalah satu model lapisan elastik. Model mekanistis digunakan untuk
menghitung ilmu fisika pada perkerasan lentur. Bersama dengan pendekatan mekanistis ini, unsur-unsur empiris digunakan menghitung tekanan, lendutan dan
regangan menyebabkan kerusakan pada perkerasan jalan. Hubungan antar
Universitas Sumatera Utara
kerusakan perkerasan jalan dan fenomena fisik diuraikan oleh persamaan- persamaan dengan pengalaman diperoleh dengan menghitung banyaknya beban
berulang.
Gambar 2.4 Skematik Desain Mekanistik Empiris
Keuntungan dasar dari satu metode empirik mekanistis perkerasan jalan adalah : a.
Kedua-duanya dapat digunakan untuk peningkatan perkerasan jalan dan konstruksi jalan baru
b. Untuk mengakomodasi perubahan tipe beban
c. Dapat mempertimbangkan jenis jenis material:
1. Pemanfaatan bahan-bahan yang tersedia
2. Mengakomodasi material yang baru
3. Peningkatan lapisan perkerasan
Universitas Sumatera Utara
d. Menyediakan data lebih akurat
e. Menggambarkan peran dari konstruksi
f. Mengakomodasi lingkungan dan efek penuaan material
Manfaat dari satu pendekatan empiris dan mekanistis adalah kemampuannya untuk meneliti material termasuk tanah dasar dan struktur perkerasan ada
dengan menggunakan alat FWD untuk mengukur lendutan di suatu struktur perkerasan dalam peningkatan perkerasan. Pengukuran-pengukuran ini kemudian
dimasukan ke dalam persamaan untuk menentukan perkerasan lentur dengan dukungan struktural backcalculation. Dan mempertimbangkan satu desain lebih
realistis dengan kondisi yang ada. Ada sejumlah jenis model yang ada pada saat ini yaitu viskoelastis dan
dinamis ada bagian model lapisan elastik dan Model Elemen Hingga FEM, ketika contoh-contoh tipe-tipe dari model-model digunakan. Kedua-duanya dari
model-model ini dapat diprogram dengan mudah dengan komputer dan hanya memerlukan data yang realistis .
II.3.1 Manfaat Penggunaan Metoda Analitik-Mekanistik untuk perancangan perkerasan baru dan evaluasi perkerasan “eksisting”.
a. Perkerasan baru New Pavement
Metoda perencanaan tebal perkerasan, baik untuk perkerasan lentur maupun perkerasan kaku,telah mengalami banyak perkembangan selama lebih dari dua
dekade terakhir ini. Semula, metoda yang sering digunakan adalah Metoda Empiris, yang mengacu kepada hasil “full scale test” yang dilaksanakan di
Ottawa, Amerika Serikat pada awal tahun 60-an Yoder Witczak,1975. Sehingga dikenal beberapa metoda empiris untuk perencanaan tebal
Universitas Sumatera Utara
perkerasan, antara lain : Metoda AASHO 1972 AASHO,1972, metoda Asphalt Institute TAI,1970, Metoda Road Note 29 dan Road Note 31, dan
metoda Analisa Komponen 1987 SNI,2002, yang telah digunakan sejak lama di Indonesia untuk merencanakan tebal perkerasan lentur. Mulai akhir tahun
70-an, bersamaan dengan diselenggarakannya Konferensi ISAP di Ann Harbour, Michigan Amerika Serikat, diperkenalkan beberapa Metoda Analitis-
Mekanistik oleh beberapa peneliti dan universitas terkemuka didunia, yaitu : metoda SHELL dari Belanda Claessen et al.,1977, metoda ASPHALT
INSTITUTE dari Amerika Serikat TAI,1983 dan metoda NOTTINGHAM dari University of Nottingham di Inggris Brown et al.,1977. Metoda yang
diperkenalkan tersebut, mengubah secara total asumsi-asumsi yang digunakan pada metoda empiris, yaitu yang semula mengandalkan kepada hasil
pengamatan “full scale test”, menjadi suatu metoda yang mengembangkan kaidah-kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan
perhitungan secara eksak terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban sumbu kendaraan. Metoda yang dikembangkan ini, secara umum dinamakan
metoda Analitis. Sedangkan metoda AASHO yang semula hanya mengacu kepada metoda empiris, berupaya pula mengembangkan metoda baru yang
disebut sebagai metoda Empiris-Analitis dan dinamakan metoda AASHTO 1993 AASHTO,1993.
Prinsip utama dari Metoda Analitis-Mekanistik adalah mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur “multi-layer elastic structure” untuk
perkerasan lentur dan suatu struktur “beam on elastic foundation” untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam
Universitas Sumatera Utara
hal ini dianggap sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan stress dan regangan strain pada struktur tersebut. Lokasi tempat bekerjanya
teganganregangan maksimum akan menjadi kriteria perancangan tebal struktur perkerasan. Metoda perancangan tebal perkerasan lentur secara Analitis untuk
kondisi Indonesia, sampai saat ini belum ada satupun yang telah diterima secara resmi oleh semua pihak. Beberapa usulan pernah diberikan, misalnya
mengadopsi metoda AASHTO 1993 yang masih bersifat “semi analytical” atau mengacu kepada program “finite element” yang dinamakan program
KENPAVE Huang ,1993 , Subagio, 2007a tetapi belum satupun yang dapat diterima sebagai metoda spesifik untuk Indonesia.
b. Evaluasi perkerasan “eksisting”.
Pada umumnya perancangan tebal overlay dilakukan berdasarkan prinsip pengukuran lendutan yang terjadi pada permukaan perkerasan. Alat yang biasa
digunakan di Indonesia adalah alat Benkelman Beam Croney, D, 1977. Beberapa metoda perhitungan tebal overlay yang banyak dikenal didunia,
misalnya metoda TRRL Lister, N.W., 1972, metoda Asphalt Institute TAI,1977, dikembangkan berdasarkan prinsip metoda empiris, karena
mengacu kepada hasil percobaan “full scale test” dengan mengamati perubahan lendutan dari perkerasan yang ditinjau. Metoda yang digunakan di Indonesia
juga mengacu kepada metoda Empiris tersebut, dengan melakukan beberapa kalibrasi untuk menyesuaikan terhadap kondisi lokal Indonesia, yaitu Metoda
Bina Marga BSN, 2000. Sejalan dengan berkembangnya Metoda Analitis- Mekanistik untuk perancangan tebal perkerasan baru, maka evaluasi kondisi
Universitas Sumatera Utara
perkerasan “existing” juga dilakukan mengacu kepada prinsip-prinsip dasar metoda tersebut. Prinsip pengukuran lendutan masih tetap digunakan, tetapi
tidak cukup hanya satu titik saja tetapi beberapa titik secara bersamaan. Alat untuk mengukurnya dinamakan “Falling Weight Deflectometer”, yang bekerja
dengan prinsip beban tumbukan impuls yang dijatuhkan diatas permukaan perkerasan dan reaksi baliknya ditangkap oleh 7 tujuh buah deflector, yang
terpasang dengan jarak tertentu Ullidtz, 1987 . Sejalan dengan prinsip metoda Analitis-Mekanistik, beban yang bekerja pada struktur perkerasan
eksisting akan menimbulkan lendutan deflection, dimana nilai ini akan di iterasi sehingga akan diperoleh nilai-nilai modulus yang mewakili struktur
perkerasan tersebut. Pada umumnya nilai nilai ini akan lebih rendah dari nilai awalnya, sehingga teganganregangan yang terjadi akibat beban akan melebihi
nilai batasnya, oleh karenanya diperlukan lapis tambahan overlay yang dapat menurunkan nilai-nilai teganganregangan tersebut, agar tetap memenuhi
persyaratan nilai batas. Beberapa contoh metoda perencanaan tebal overlay yang mengacu kepada
metoda Analitis- Mekanistik, dan ditampilkan dalam bentuk charts atau nomogram, antara lain metoda NAASRA – Australia NAASRA, 1983,
metoda Nottingham Brown et al., 1992. Sedangkan metoda ini yang ditampilkan dalam bentuk software atau program komputer antara lain :
program CIRCLY AUSTRAROADS, 2000 , program DAMA TAI, 1983 , program ELMOD Ullidtz, 1987 , program MODCALC Subagio,1993 dan
program BACKCALC Kosasih, 2003 .
Universitas Sumatera Utara
Aplikasi metoda Analitis-Mekanistik menggunakan program ELMOD dan ELCON terhadap beberapa ruas jalan di Indonesia telah dilakukan, misalnya
terhadap ruas jalan tol Jakarta- Cikampek Subagio,2005a, yang merupakan perkerasan lentur, dan terhadap ruas jalan tol Padalarang-Cileunyi Sutrisna, I.,
2005 yang merupakan perkerasan kaku.
II.3.2 Model Lapisan Elastis
Model Lapisan Elastis dapat menghitung tekanan, lendutan dan regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan .Model Lapisan Elastis berasumsi
bahwa masing-masing lapisan perkerasan adalah homogen, isotropis, dan linier elastik. Dengan kata lain, akan kembali kebentuk aslinya ketika beban berpindah.
Asal dari teori Lapisan Elastis pertama kali ditemukan V.J. Boussinesq 1885. Hari ini, temuan Boussinesq secara luas digunakan di dalam perhitungan pondasi
dan mekanika tanah. Model Lapisan Elastis memerlukan jumlah data input untuk mengetahui struktur perkerasan dan respon terhadap beban. Parameternya adalah:
a. Jenis respon pembebanan material dari setiap lapisan 1.
Modulus Elastisitas Perkerasan Koefisien kaku disebut Modulus setelah Thomas Young yang membuat
konsep baru pada tahun 1807. Modulus Elastisitas E dipakai untuk bahan padat dan membandingkan regangan dan tegangan.
E = Tegangan
σ
Regangan ε
Bahan elastis bisa kembali ke ukuran atau bentuk aslinya dengan seketika setelah diregangkan atau ditekan. Hampir semua bahan-bahan adalah
Universitas Sumatera Utara
elastis dengan beban yang diberikan dan tidak mengubah bentuk untuk selamanya. Dengan begitu, keelastisan suatu struktur atau benda
tergantung pada koefisien kakunya dan bentuk geometris. Modulus Elastisitas untuk satu bahan adalah pada dasarnya
mempunyai batas regangan dan tegangan elastisitasnya seperti pada Gambar 2.12. Gambar 2.12 menandakan batas tegangan melawan
regangan pada baja. Bagian garis lurus awal lengkung adalah daerah elastis baja. Jika baja dengan nilai dari tegangan di sebagian lengkung, itu
akan kembali ke bentuk asli nya. Dengan begitu, modulus elastisitas adalah kemiringan dari bagian dari lengkung dan sama dengan sekitar
207,000 MPa 30,000,000 psi untuk baja. Adalah penting untuk diingat bahwa ukuran dari modulus elastisitas bahan adalah tidak sama ukurannya
dengan kekuatan. Kekuatan adalah tegangan yang diperlukan untuk pecah atau patah satu bahan seperti yang digambarkan di dalam Gambar 1,
sedangkan elastisitas adalah satu ukuran dari seberapa baik satu bahan kembali ke ukuran dan bentuk asli nya.
Gambar 2.5 Tegangan - regangan keelastisan suatu bahan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Nilai-nilai Modulus Elastisitas untuk berbagai bahan- bahan.
Material Modulus Elastisitas
MPa psi
Permata 1,200,000
170,000,000 Baja
200,000 30,000,000
Aluminum 70,000
10,000,000 Kayu
7,000 - 14,000 1,000,000 - 2,000,000
Batu 150-300
20,000 - 40,000 Tanah
35-150 5,000 - 20,000
Karet 7
1,000
Lambang dan tatanama AASHTO 1993 sebagai panduan secara umum digunakan di dalam modulus perkerasan aspal adalah :
E
AC
= modulus elastisitas aspal beton E BS = modulus elastisitas pondasi
ESB = modulus elastisitas tanah dasar MR ESG = modulus elastisitas tanah dasar
2. Sensivitas Tegangan Modulus
Perubahan di dalam tegangan dapat mempunyai dampak besar pada modulus elastisitas . Hubungan tipikal dapat ditunjukkan di dalam gambar
2.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Modulus elastisitas dengan Tegangan pada material padat tidak stabil kiri dan bahan lunak yang stabil kanan
3. Rasio Poison
Material penting digunakan dalam analisa elastis dari sistem perkerasan jalan adalah Perbandingan Poison. Perbandingan Poison digambarkan
sebagai rasio garis melintang sampai regangan bujur dari satu spesimen yang dibebani. Konsep ini digambarkan di dalam Gambar 2.6. Di dalam
terminologi realistis, perbandingan Poisson dapat bertukar-tukar pada awalnya 0 sampai sekitar 0.5 artinya tidak ada volume berubah setelah
dibebani. Secara umum, bahan-bahan mempunyai Perbandingan- perbandingan poison lebih rendah dibanding bahan-bahan lain Tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Rasio Poison pada berbagai material Material
Poissons Ratio
Baja 0.25 - 0.30
Aluminum 0.33
PCC 0.15 - 0.20
Perkerasan Lentur Asphalt Concrete
0.35 ± Batu pecah
0.40 ± Tanah gradasi
baik 0.45 ±
Gambar 2.7 Contoh Poison Ratio
Universitas Sumatera Utara
b. Ketebalan lapisan perkerasan c. Kondisi Beban
Data ini terdiri dari data beban roda, P KNLbs , tekanan ban , q Kpa Psi dan khusus untuk sumbu roda belakang , jarak antara roda ganda , d mminch.
Nilai q dan nilai d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi teknis dari kenderaan yang digunakan .Sedangkan nilai P
dipengaruhi oleh barang yang diangkut oleh kenderaan. Nilai P pada sumbu roda belakang dan pada sumbu roda depan juga berbeda. Dengan metode
analitis kedua beban sumbu roda depan dan sumbu roda belakang dapat dianalisis secara bersamaan.Analisis structural perkerasan yang akan dilakukan
pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari jari bidang kontak ,a mm,inch antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap berbentuk lingkaran.
q x
P a
14 ,
3 =
dimana : a = Jari-jari bidang kontak
P = Beban kenderaan q = Tekanan ban
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Hubungan suatu model lapisan elastik suatu sistim perkerasan jalan.
Hasil dari satu model lapisan elastis adalah regangan, tegangan, dan lendutan di dalam perkerasan lentur:
1. Tegangan. Intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai
titik. Tegangan satuan gaya per daerah satuan Nm2, Pa atau psi. 2.
Regangan, pada umumnya menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli mmmm atau inin. Karena regangan di dalam perkerasan
adalah sangat kecil, dinyatakan dalam microstrain 10
-6
. 3.
Defleksilendutan. Perubahan linier dalam suatu bentuk. Defleksi dinyatakan di dalam satuan panjang µ m atau inchi atau mm.
Penggunaan program komputer analisis lapisan elastis akan memudahkan untuk menghitung tegangan, regangan, dan defleksi dalam suatu struktur
perkerasan .Ada beberapa parameter penting yang digunakan di dalam analisis perkerasan jalan Tabel 2.3 dan Gambar 2.16.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 3 Analisis dalam perkerasan jalan Lokasi
Respons Alasan digunakan
Permukaan perkerasan
Lendutan Yang digunakan di dalam pembatasan-
pembatasan beban selama musim semi dan desain lapisan overlay sebagai contoh
Lapisan pondasi Tegangan
tarik Yang digunakan untuk mengetahui kelelahan
di lapisan perkerasan lentur Bagian antara
lapisan Base dan Subbase
Regangan Vertikal
Yang digunakan untuk memprediksi kelelahan di lapisan Base dan Subbase
Diatas tanah dasar Regangan
Vertikal Yang digunakan untuk memprediksi
kelelahan di lapisan tanah dasar
Gambar 2.9 Lokasi Analisis Kritis di suatu Struktur Perkerasan
Universitas Sumatera Utara
Regangan horizontal dibawah lapisan perkerasan aspal dan regangan vertikal diatas lapisan tanah dasar dipakai untuk mengetahui retak lelah dan dan
deformasi permanen. Untuk menentukan regangan horizontal dan regangan vertikal dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
346352 ,
1 999999
, ,93637
0,2594210 t
asphalt E
Log x
Tasphalt Tasphalt
aspahalt LogE
Easphalt
= ε
996338 ,
22101 ,
059582 ,
1 1,004334
Tpreasure base
T base
LogE Wload
999987 ,
992823 ,
,9997936 0,0058970
v
subgrade subgrade
E Log
E
subbase base
E T
=
ε 09869
, 1
990023 ,
0004 ,
1 0,969754
asphalt T
Easphalt x Log
load subbase
subgrade
W T
E
Dimana:
ε
t = Regangan horizontal yang terjadi dibawah permukaan aspal
ε
v = Regangan vertikall yang terjadi diatas permukaan tanah dasar T
asphalt
= Tebal perkerasan aspal cm E
aspal
= Modulus elastisitas perkerasan aspal Psi T
base
= Tebal base cm E
base
= Modulus elastisitas base Psi T
subbase
= Tebal subbase cm E
subbase
= Modulus elastisitas subbase Psi E
subgrade
= Modulus elastisitas tanah dasar Psi T
preasure
= Tekanan roda ban kendaraan 8.2 , 10 dan 13 ton Psi W
load
= Berat sumbu kendaraan ton
Universitas Sumatera Utara
II.3.3 Metode Elemen Hingga FEM
Metode Elemen Hingga FEM adalah satu teknik analisis numeris untuk memperoleh penyelesaian suatu permasalahan desain yang luas. Walaupun
pertama kali dikembangkan untuk mempelajari tegangan di dalam struktur, sejak itu telah diperluas dan diberlakukan bagi medan luaslebar dari mekanika
kontinum Huebner., 2001. Dalam suatu variabel secara umum tidak terbatas nilai fungsi dari tiap titik gerak. Sebagai contoh, tegangan dalam suatu perkerasan
lentur tidak bisa dipecahkan dengan satu persamaan sederhana sebab fungsi yang menguraikannya adalah penempatan spesifiknya. Bagaimanapun, metode elemen
hingga dapat digunakan untuk membagi satu rangkaian ke dalam sejumlah volume-volume kecil untuk tujuan memperoleh satu pendekatan penyelesaian
numeris untuk masing-masing volume tersendiri dibanding satu eksakta yang tertutup solusi bentuk untuk keseluruhan perkerasan jalan.
Di dalam FEM analisis dari satu perkerasan jalan, daerah perkerasan jalan dan tanah dasarmemasukkan sejumlah unsur beban roda Gambar 2.17. Elemen
hingga ini meluas secara horisontal dan tegak lurus dari pengaruh roda.
Gambar 2.10. EverFlex 3-D yang menggambarkan pengaruh beban roda, retak dan slip
Universitas Sumatera Utara
FEM mendekati model matematika lebih rumit dibanding pendekatan lapisan elastik buatan. Program komputer yang dikembangkan oleh Hongyu Wu
dan George Turkiyyah pada University Washington Wu, 2001, EverFlex, menggunakan satu elemen 6-noded untuk model Winkler. Program ini juga
menggunakan batasan di empat model perkerasan lentur. Apalagi, pilihan dari geometri elemen bentuk dan ukuran seperti juga fungsi sisipan akan
mempengaruhi keseluruhan kemampuan model.
II.3.4 Kriteria Keruntuhan Mekanistik-Empris Perkerasan Lentur
Bagian-bagian proses utama empiris dari bentuk empiris mekanistis adalah persamaan-persamaan yang digunakan untuk menghitung banyaknya
beban bergerak dalam kegagalan. Persamaan-persamaan ini berasal dengan pengamatan kinerja dari perkerasan dan berhubungan dengan tipe dan luas.
Sekarang ini, dua tipe dari ukuran-ukuran kegagalan secara luas dikenal, pertama dengan retak lelah dan retak alur di dalam subgrade atau tanah dasar. Ukuran
berbasis lendutan berguna di dalam penerapan-penerapan khusus karena ukuran kegagalan ini dengan bentuk pengalaman, dan harus dikalibrasi kepada kondisi
lokal yang spesifik dan secara umum bukan yang bisa diterapkan di suatu skala yang nasional. Kriteria kegagalan mekanistik-empris perkerasan lentur adalah
sebagai berikut :
1. Kriteria Retak Lelah Fatique
Fenomena “fatigue” yang terjadi pada campuran beraspal, yang digunakan pada lapis permukaanstruktur perkerasan, adalah sama seperti yang terjadi pada
material “solid” lainnya, seperti logam, komposit, beton, dan yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Pembebanan ulang yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan material menjadi “lelah” dan dapat menimbulkan “cracking” walaupun tegangan yang
terjadi masih dibawah batas ultimate”-nya. Untuk material perkerasan, beban berulang disini berasal dari lintasan beban as kendaraan yang terjadi secara
terus menerus, dengan intensitas yang berbeda-beda dan bergantung kepada jenis kendaraan dan terjadi secara random. Guna mempelajari fenomena
fatigue yang terjadi, dilakukan percobaan fatigue di laboratorium dengan memakai alat yang dapat memberikan beban siklik hingga keruntuhan material
terjadi. Percobaan fatigue untuk campuran beraspal yang sering dilakukan di Indonesia adalah percobaan “three-point bending test” menggunakan alat
DARTEC, pada 3 tiga tingkat tegangan stress level yang berbeda, sehingga dapat dibuat “fatigue curve” berupa garis linier dalam skala log-log. Selain
melakukan uji eksperimental di laboratorium, dikenal juga beberapa persamaan fatigue dari campuran beraspal, yang telah banyak dilakukan dinegara lain.
Banyak persamaan-persamaan telah dikembangkan untuk mengetahui banyaknya pengulangan kepada kegagalan di dalam modus kelelahan untuk
perkerasan aspal. Kebanyakan dari regangan tarik horisontal pada dasar lapisan aspal dan modulus elastisitas perkerasan aspal. Ukuran ini dikembangkan oleh
metode Nottingham Brown dan Brunton, 1977 adalah: LogN
hi
= 15,8 x log ε
hi
– 46,1 – {5,13 x log ε
hi
– 14,39} x log V
b
- {8,63 x log ε
hi
– 24,2 } x log SP
i
Dimana : N
hi
= Jumlah repetisi lintasan roda mill.pases ε
hi
= Regangan tarik horizontal dibawah lapisan perkerasan aspal
Universitas Sumatera Utara
Vb = Kadar aspal SP
i
= Titik lembek aspal awal C
Gambar 2.11. Regangan Horizontal yang terjadi dibawah permukaan aspal yang mengakibatkan retak lelah
Retak “fatigue” dimulai dari titik terbawah dari lapis beraspal, kemudian merambat keatas, sejalan dengan bertambahnya perulangan beban, sehingga
akhirnya mencapai permukaan berupa retak yang tersebar merata pada suatu lokasi yang terlemah dan dikatakan bahwa perkerasan telah mencapai
“rupture”
2. Retak Alur Deformasi Permanen
Deformasi plastis terjadi pada campuran beraspal disebabkan oleh dua hal : pertama adalah akibat pemadatan tambahan yang diakibatkan oleh beban
kendaraan yang lewat, dan yang kedua berasal dari sifat viscous campuran beraspal itu sendiri. Sedangkan fenomena “rutting” yang terlihat pada
permukaan perkerasan, merupakan akumulasi dari semua deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat pondasi dan lapis tanah
dasar. Kriteria “rutting” merupakan kriteria kedua yang digunakan dalam
Universitas Sumatera Utara
Metoda Analitis-Mekanistik, untuk menyatakan keruntuhan struktur perkerasan akibat beban berulang. Nilai “rutting” maksimum harus dibatasi, agar tidak
membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi “rutting” tersebut, terutama pada kecepatan tinggi.
Deformasi plastis pada campuran beraspal, akibat pembebanan berulang, dapat diukur dilaboratorium menggunakan beberapa macam alat, misalnya
OECD,1975: creep test, split tensile test, triaxial rupture test, atau wheel tracking test. Sedangkan “total rutting” harus dihitung untuk seluruh struktur
perkerasan, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi samapi lapis tanah tanah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 dari “total rutting”
diakibatkan oleh penurunan settlement yang terjadi pada tanah dasar Yoder Witczak, 1975, sehingga critical value kedua dalam Metoda Analitis-
Mekanistik adalah “compression strain” yang terjadi pada titik teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat diketahui setiap lapisan dari
struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi dibanding retak lelah. Ukuran-ukuran kegagalan yang ada dimaksudkan untuk alur bahwa dapat
ditujukan kebanyakan pada suatu struktur perkerasan yang lemah. Ini adalah pada umumnya dinyatakan dalam kaitannya dengan menggunakan istilah
regangan vertikal ε
v
yang berada di atas dari lapisan tanah dasar : LogN
vi
= log f
r
+ 9,4771 – 3,57 x log ε
vi
Dimana : N
vi
= Jumlah repetisi lintasan roda mill.pases ε
v
= Regangan tekan vertikal diatas lapisan tanah dasar fr = 1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12. Regangan Vertikal yang terjadi diatas tanah dasar yang mengakibatkan deformasi permanen
3. Kriteria Kegagalan Lendutan
Sejumlah lendutan berdasarkan kriteria yang telah dikembangkan oleh berbagai para agensi 40 tahun terakhir. AASHO Road Test dan Roads and
Transportation Association Canada RTAC, kedua kriteria ini dikembangkan berdasarkan pada lendutan. sebagai berikut :
a. Kriteria AASHO Road Test
AASHO Road Test digunakan untuk mengembangkan hubungannya dengan Higway Research Board,, 1962 adalah :
Dimana : Log W25 = Jumlah beban gandar L1 dengan indeks pelayanan perkerasan 2.5
L1 = Beban gandar tunggal kips d
sn
= Benkelman Beam mengukur lendutan di permukaan perkerasan 0,001 inch
Universitas Sumatera Utara
Kriteria ini didasarkan pada data dari Loops 2 sampai 6 dan beban gandar tunggal 6, 12, 18, 24, dan 30 kips 1 kips =1,000 lbs. Persamaan yang
berikut diperoleh jika L1 =18,000 lbs standar ESAL adalah :
sn
d Log
W 25
, 3
06 ,
11 log
5 .
2
− =
b. Kriteria Roads and Transportation Association of Canada RTAC
Kriteria RTAC dapat dihitung sebagai berikut setelah RTAC 1977 dan Haas 1994 adalah :
] log
30103 ,
40824 ,
[
10
ESAL
BB
−
= Dimana :
BB = lendutan balik maksimum inch menggambarkan lendutan balik kembali rata-rata standar deviasi pada
suhu standar dari 21 C
= 0.1 inch untuk ESAL ≤ 47.651
= 0.02 inch untuk ESAL 10.000.000 ESAL = 80 KN 18.000 Lbs beban gandar tunggal
Tabel 2.4 Batas Lendutan AASHO Road Test dan RTAC
Kegagalan akibat beban
Batas lendutan inch AASHO
RoadTest RTAC
10,000 0.148
0.10 100,000
0.072 0.08
1,000,000 0.036
0.04 10,000,000
0.018 0.02
Universitas Sumatera Utara
II . 4 Pengaruh Temperatur Terhadap Perkerasan Lentur
Temperatur adalah salah satu faktor-faktor yang paling penting mempengaruhi desain dan kinerja dari perekerasan lentur. Perubah-perubahan
suhu di dalam struktur perkerasan membuat kerusakan. Pengetahuan tentang efek suhu adalah penting bagi penentuan desain dan syarat pemeliharaan . Efek kondisi
lingkungan terhadap perkerasan aspal telah diketahui dengan baik. Variasi temperatur merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhitungkan dalam
desain struktur perkerasan modern karena pada kenyataannya modulus lapis aspal di lapangan sangat dipengaruhi oleh temperatur.
Implikasi gradien temperatur terukur bagi desain perkerasan dianalisa dengan menilai modulus lapis aspal efektif. Secara definisi, modulus aspal efektif
adalah modulus yang jika diterapkan bagi seluruh lapis aspal akan mengakibatkan tingkat kerusakan lapis dasar perkerasan atau tingkat kelelahan lapis aspal yang
sama seperti bila gradien modulus lapis aspal turut diperhitungkan. Pengaruh temperatur terhadap modulus perkerasan, khususnya modulus
lapisan campuran beraspal, cukup nyata. Model matematis untuk memperkirakan modulus lapisan campuran beraspal sebagai fungsi dari temperatur telah banyak
diusulkan, seperti menurut metoda Nottingham Brown dan Brunton, 1984 dan metoda Asphalt Institute 1982. Di laboratorium, modulus lapisan campuran
beraspal pada berbagai temperatur dapat diukur, misalnya dengan alat uji modulus dinamis SHELL, 1990; AASHTO, 1998; dan, di lapangan, variasi
nilai modulus dari masing-masing lapisan perkerasan bahkan dapat diperkirakan secara bersamaan melalui proses back calculation terhadap data lendutan yang
diukur pada berbagai temperatur ASTM, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua pendekatan yang dapat diikuti untuk memperhitungkan pengaruh temperatur dalam proses desain struktur perkerasan lentur secara analitis, yaitu
pendekatan desain praktis yang menggunakan faktor temperatur desain, dan pendekatan desain sistematis berdasarkan teori Miner. Pendekatan desain praktis
atau pendekatan desain rata-rata menawarkan kemudahan dalam prosesnya tetapi memerlukan standar desain untuk penentuan faktor temperatur desain yang
diperlukan. Sayangnya, standar desain struktur perkerasan lentur secara analitis belum resmi diberlakukan di Indonesia. Sedangkan, pendekatan desain sistematis
memerlukan data yang cenderung lebih rinci dan secara umum memerlukan program aplikasi komputer yang relatif lebih rumit.
Dalam hal ini, modulus lapisan campuran beraspal dapat bervariasi mengikuti perubahan temperatur perkerasan dalam sehari, dan modulus tanah dasar dapat
bervariasi mengikuti perubahan musim dalam setahun. Sedangkan, variasi beban lalu lintas dalam sehari umumnya dapat dianggap tipikal sepanjang tahun
Prosedur desain struktur perkerasan secara analitis yang dilakukan dalam penelitian. Ada beberapa komponen utama dari proses desain ini, yaitu data
struktur perkerasan, data spektrum beban lalu lintas dan data temperatur udara rata-rata tahunan.
Penentuan faktor temperatur desain yang dilakukan secara iteratif, baik untuk desain struktur perkerasan yang didasarkan pada kriteria retak lelah,
maupun kriteria deformasi permanen. Agar kedua kriteria desain dapat dianalisis di sini, struktur perkerasan hipotetikal perlu disertakan dalam analisis dengan
mengatur tebal lapisan campuran beraspal D
1
dan tebal lapisan agregat D
2
sedemikian rupa sehingga masa layan rencana dari kedua struktur perkerasan
Universitas Sumatera Utara
hipotetikal adalah sama. Secara umum, desain struktur perkerasan dengan lapisan agregat yang tebal akan ditentukan oleh kerusakan retak lelah. Sebaliknya, desain
struktur perkerasan dengan lapisan agregat yang tipis akan ditentukan oleh kerusakan deformasi permanen.
Perhitungan modulus elastisitas perkerasan pendekatan desain rata-rata mempunyai parameter yang mempengaruhi modulus perkerasan antara lain :
a. VMA Void in the mineral agregat
Sifat volumetrik dari campuran beton aspal yang telah dipadatkan dilaboratorium maupun dilapangan .Salah satu parameter yang digunakan
adalah volume pori diantara butir agregat campuran, dalam beton aspal ,termasuk yang terisi oleh aspal .VMA adalah volume pori didalam beton aspal
padat jika seluruh selimut aspal ditiadakan.Tidak termasuk didalam VMA volume poring didalam masing masing butir agregat.VMA akan meningkat jika
selimut aspal lebih tebal, atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka.
b. Frekwensi Pembebanan LF
Disamping karena pengaruh temperatur T, sifat visko-elastis material aspal juga dipengaruhi oleh pembebanan t. Parameter ini berhubungan dengan
frekuensi pembebanan yang akan menentukan ketahanan terhadap kelelahan akibat retak. Frekuensi dan waktu pembebanan dihubungkan dengan rumus
sebagai berikut :
t f
π 2
1 =
Dimana : f = frekuensi Hz
t = waktu pembebanan detik
Universitas Sumatera Utara
Menurut Brown 1973 perhitungan pembebanan yang terjadi pada bagian bawah lapis aspal dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
Log t = 5 x 10
-4
h - 0,94 log v Dimana :
t = waktu pembebanan, detik h = ketebalan lapisan, mm
v = kecepatan kenderaan, kmjam] untuk ketebalan lapisan aspal antara 150 mm sampai 300 mm, Brown dan
Brunton 1980 menyarankan waktu pembebanan dapat dihitung dengan hubungan linear terhadap kecepatan, yaitu :
t = t v dimana :
t = waktu pembebanan, detik v = kecepatan, kmjam
The asphalt institute dan TRRL mendasar frekuensi pembebanan pada 10 Hz dan 5 Hz yang kira kira samna dengan waktu pembebanan 0,016 detik dan
0,032 detik. SHRP-A-90-011 1990 memberikan indikasi bahwa waktu pembebanan antara 0,004 sampai 0,1 detik relatif sesuai digunakan untuk
pengujian kelelahan Simangunsong, 2001.Frekuensi pembebanan 10 Hz dapat diperkirakan sama dengan kecepatan antara 24 sampai 48 kmjam
didalam perkerasan Strategic Highway Research Program, 1994. Pola pola pembebanan pada pengujian kelelahan adalah sebagai berikut
dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
a. Full sine wave sinusoidal wave, pola ini pada bagian serat yang paling
ekstrim dari benda uji aspal mengalami pembalikan tegangan secara penuh pada setiap siklus beban.
b. Half sine wave, hampir sama dengan diatas tetapi tidak ada pembalikan
tegangan. c.
Haversine wave with delay. d.
Block loading. Secara umum pada pengujian di laboratorium , kurva kelelehan tegangan
dan regangan untuk benda uji berbentuk balok yang dipadatkan menunjukkan bahwa benda uji dengan pembalikan tegangan memiliki umur kelelahan yang
lebih pendek dari pada benda uji tanpa pembalikan tegangan Irwin Gallaway, 1974. Rantetoding 1988 meneliti bahwa pola sinusoidal full sine
lebih mewakili pola pembebanan akibat beban kenderaan yang bekerja pada bagian atas lapis permukaan.
c. Penetrasi aspal awal Pi
Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak mengeras. Parameter pengukur kepekaan aspal terhadap
temperatur adalah indeks penetrasi penetration index. Nilai PI antara -1 dan +1 adalah nilai PI yang umum yang dimiliki oleh aspal
yang digunakan untuk material pekerasan jalan.
d. Volume Aspal Vb
Volume aspal dalam campuran beton yang telah dipadatkan adalah pengertian dari volume aspal.Dimana hasil dari volume aspal didapatkan dari
Universitas Sumatera Utara
perbandingan antara berat aspal dalam beton campuran dengan berat jenis aspal.
e. Titik Lembek Aspal Awal
Pemeriksaan kepekaan aspal terhadap temperatur dilakukan dengan melalui pemeriksaan titik lembek.Titik lembek adalah temperatur dimana pada saat
aspal mulai lembek.Titik lembek aspal bervariasi antara 30
o
C sampai 200
o
C.Dua aspal yang mempunyai penetrasi yang sama belum tentu mempunyai titik lembek yang sama.Aspal dengan titik lembek yang lebih
tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur dan lebih baik untuk bahan pengikat konstruksi perkerasan.
f. Faktor temperatur Desain ft
Untuk memperhitungkan pengaruh temperatur dalam proses desain struktur perkerasan lentur secara analitis yaitu pendekatan desain praktis yang
menggunakan faktor temperatur desain.Pendekatan desain praktis atau pendekatan desain rata rata menawarkan kemudahan dalam prosesnya tetapi
memerlukan standar desain untuk penentuan faktor temperatur desain yang diperlukan.Dalam pemakainnya faktor temperatur desain dikalikan dengan
temperatur udara rata rata tahunan untuk memperoleh temperatur lapisan campuran beraspal untuk selanjutnya disebut temperatur perkerasan rata rata
tahunan yang diperlukan dalam memperkirakan modulus lapisan campuran beraspal. Secara umum faktor temperatur desain diusulkan sebesar 1.92 untuk
kriteria retak lelah dan 1.47 untuk kriteria deformasi permanen.
Universitas Sumatera Utara
g. Modulus Elastisitas kekakuan aspal
Aspal adalah material yang bersifat visco-elastis dan deformasi yang timbul adanya tegangan merupakan fungsi dari temperatur dan waktu pembebanan.
Pada temperatur dan waktu pembebanan yang panjang berperilaku viscous– liquid dan pada suhu yang rendah atau waktu pembebanan yang pendek
seketika bersifat solid – elastic brittle. Berapa konsep modulus kekakuan adalah :
• Van der Poel 1954 memperkenalkan konsep modulus kekakuan aspal
stiffness modulus of bitumen sebagai parameter dasar untuk menjelaskan sifat sifat mekanisme aspal. Pada saaat awal t = 0 tegangan tarik σ
yang diberikan pada material visko- elastis tersebut menyebabkan regangan tarik ε t namun tidak bertambah secara proporsional terhadap
waktu pembebanan, sehingga modulus kekakuan aspal yang terjadi tergantung pada waktu atau lamanya pembebanan. Karena bersifat visco-
elastis, modulus kekakuan aspal juga tergantung pada temperatur.
Gambar 2.13 Tegangan dan distribusi temperatur dalam perkerasan lentur.
Universitas Sumatera Utara
• Shell mengidentifikasikan bahwa modulus beton aspal sangat bergantung
pada modulus kekakuan aspal Sbit, volume agregat VG dan aspal VB Sbit = 1.157 x 10
-7
x t
-0.368
x 2.718
– PI
T
RB
– T
5
Tegangan dan regangan pada perkerasan lentur umumnya memprediksi moda kelelahan didasarkan pada konsep sistem elastis multilapis. Solusi
analitis untuk menyatakan hubungan tegangan dan regangan didasarkan atas berupa asumsi berikut Yoder Witczak, 1975 :
1. Sifat sifat untuk setiap lapis adalah homogen dan isotropis,
2. Setiap lapis pada arah lateral mempunyai ketebalan tertentu kecuali
pada lapis paling bawah tanah dasar , subgrade, 3.
Geser penuh terjadi diantara lapis perkerasan interface, 4.
Tidak ada kekuatan geser yang timbul pada bagian atas dari lapis permukaan,
5. Solusi tegangan berhubungan dengan 2 dua parameter sifat material
yakni Poisson’s ratio μ dan modulus kekakuan E. Pada gambar diberikan diagram tegangan yang terjadi pada perkerasan
lentur. Tegangan dan regangan kritis terjadi pada bagian bawah lapis permukaan dan dipermukaan tanah dasar. Umumnya regangan yang terjadi pada bagian
bawah lapis permukaan
ε
hi
adalah regangan tarik tensile strain sebaliknya pada permukaan tanah dasar regangan yang terjadi adalah regangan tekan
compressive strain. Umunya teori yang digunakan adalah memprediksi moda kelelahan didasarkan pada konsep sistem elastis multilapis .
Perhitungan Modulus Elastisitas lapisan campuran beraspal E dihitung melalui rumus, sebagai berikut.:
Universitas Sumatera Utara
n PI
b
VMA x
n VMA
x x
S E
r
− −
+ =
−
3 5
. 2
5 .
257 1
718 .
2
1
5 368
. 18
2 10
07355 .
7
t u
r b
f x
T SP
x LF
x S
−
=
−
π
i r
P x
x SP
65 .
log 35
. 26
4 .
98 −
=
82 .
232 log
35 .
76 65
. 21
log 00
. 27
− −
=
i i
r
P x
P x
PI
=
−
r
PI b
x S
x x
n 718
. 2
10 4
log 83
.
4
dimana: E
=
Modulus Elastisitas perkerasan Lentur MPa Sb
=
Modulus Elastisitas aspal VMA
=
Rongga dalam mineral agregat LF
=
Frekwensi pembebanan Hz T
u
=
Temperatur udara
o
C f
t
=
Faktor temperatur desain 1 P
i
=
Penetrasi aspal awal 0.1 mm V
b
=
Volume aspal SP
i
=
Titik lembek aspal awal
o
C
Perkiraan masa layan sisa struktur perkerasan yang didasarkan pada dua regangan kritis yang terjadi di dalam struktur perkerasan. Regangan tarik
horizontal ε
t
di bawah lapisan campuran beraspal akan menentukan kerusakan retak lelah; dan, regangan tekan vertikal di atas tanah dasar
ε
c
akan menentukan
Universitas Sumatera Utara
kerusakan deformasi permanen. Kemudian, masa layan sisa ditentukan dari model desain struktur perkerasan.
II.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Temperatur di Perkerasan Lentur
Penampilan dari jalan aspal adalah sangat dipengaruhi oleh kondisi- kondisi lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang paling penting
mempengaruhi mekanika perkerasan adalah temperatur. Jadi dengan demikian, prediksi yang akurat distribusi suhu di dalam struktur perkerasan itu adalah
penting .Profil temperatur perkerasan terdiri dari temperatur udara, kelembaban, kecepatan angin dan radiasi matahari pada sel-sel material perkerasan. Kandungan
campuran aspal berubah secara drastis dipengaruhi temperatur. Aspal perkerasan yang keras, rentan pecah pada suhu rendah dan cenderung mengalami deformasi
permanen pada temperatur-temperatur yang tinggi. Pengukuran temperatur dapat membantu para ahli di dalam melaksanakan backcalculations aspal mendapatkan
modulus dan estimate lendutan perkerasan. Temperatur perkerasan adalah sangat penting di dalam mengevaluasi aksi beku dan di dalam pemilihan kadar aspal
struktur perkerasan. Sebagian dari parameter tidak diukur secara langsung tetapi diperkirakan
dengan korelasi-korelasi empiris. Beberapa model-model empiris berdasar pada analisis regresi linear telah digabungkan untuk mengetahui temperatur maksimum
dan temperatur minimum di dalam perkerasan.. Analisis menunjukkan bahwa ketika radiasi matahari dan udara temperatur dimasukkan, perkiraan sinus
menyediakan taksiran dari permukaan temperatur.
Universitas Sumatera Utara
Temperatur merupakan faktor-faktor yang paling penting mempengaruhi dari perkerasan-perkerasan kaku dan lentur. Perubahan suhu di dalam struktur
perkerasan menyebabkan kegagalan struktur sebelum umur rencana. Pengetahuan tentang efek suhu adalah penting bagi penentuan desain dan syarat pemeliharaan
terutama di dalam iklim-iklim panas seperti kebanyakan lingkungan daerah beriklim panas. Perubahan suhu di dalam struktur perkerasan sangat berperan
pada kegagalan struktur perkerasan. Sehari-hari dan keragaman musiman maksimum, minimum, rata-rata dan gradient kedalaman perkerasan yang harus
dipertimbangkan di dalam menentukan tegangan dan menghitung parameter- parameter desain dari perkerasan kaku dan perkerasan lentur. Kondisi panas,
dapat menjurus kepada permasalahan penting, termasuk Andersen, 1992: 1. Retak disebabkan oleh diferensial-diferensial temperatur yang besar antara
bagian dalam dari beton dan lingkungan eksternal. 2. Kekuatan berkurang disebabkan oleh pembekuan sebelum mencapai cukup
kekuatan, 3. Kekuatan berkurang disebabkan oleh temperatur-temperatur yang internal
di dalam massa beton Temperatur dan kelembapan bersifat variable di dalam semua permasalahan
dari perkerasan konstruksi pelabuhan udara, desain, perilaku, dan penampilan Dempsey, 1976. Temperatur dan kelembapan mempunyai suatu pengaruh
kerusakan permukaan perkerasan pelabuhan udara, yang mempunyai suatu pengaruh yang besar pada landasan terbang. Tegangan di dalam perkerasan-
perkerasan yang kaku diakibatkan oleh bermacam penyebab-penyebab Yoder dan Witczak, 1975, termasuk roda beban perubahan-perubahan siklis di dalam
Universitas Sumatera Utara
temperatur, berubah di dalam kelembapan, dan volumetrik berubah di dalam subgrade atau tanah dasar.
Distribusi suhu perkerasan-perkerasan yang lentur adalah secara langsung dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan. Perpindahan panas antara
permukaan dari perkerasan dan lingkungan disebabkan oleh pengaruh radiasi matahari, panas dan sinaran gelombang panjang antara permukaan dan
lingkungan, perpindahan panas antara butiran perkerasan permukaan dan udara atau air.
Kecepatan angin adalah suatu faktor mempengaruhi temperatur perkerasan dan perubahan menerus perpindahan kalor panas. Sebagai contoh, suatu secara relatif
percepatan angin kencang menghasilkan suatu pendinginan permukaan.
Gambar 2.14 Keseimbangan energi dari perkerasan
Penyebab kerusakan perkerasan adalah alur akibat penurunan memanjang oleh roda kenderaan karena variasi-variasi suhu yang tinggi, beban gandar dan
pembatasan berat yang tak terkendalikan. Fungsi perkerasan lentur untuk melindungi struktur perkerasan dari faktor kerusakan. Struktur perkerasan yang
lemah dapat mengakibatkan kegagalan terkait dengan beban seperti retak buaya. M Perl et al dalam penelitiannya kinerja asfal pada suhu rendah. Kinerja aspal
Universitas Sumatera Utara
pada kurang 20°C dan di bawah 0ºC. Ia menyimpulkan bahwa aspal dapat mengalami deformasi .
II. 6 Temperatur Kritis Pada Perkerasan Lentur
Fromm dan Phang membuat temperatur kritis itu untuk mengukur aliran jenis dari beton aspal. Temperatur kritis itu adalah temperatur di mana aliran
viscous di bawah beban rangkak dalam satu jam sama dengan penyusutan temperatur dalam satu jam. Pada temperatur-temperatur yang lebih tinggi
dibanding temperatur kritis, bahwa aliran viscous dari bahan itu cukup tinggi membebaskan tegangan karena penyusutan. Dan sebaliknya, pada temperatur-
temperatur di bawah temperatur kritis, thermal tegangan mengembang lebih cepat dari aliran vicous mengalami relaksasi dan retak.
Untuk menentukan temperatur kritis, Fromm dan Phang menggunakan dua metoda pengujian . Pertama-tama, mereka membuat pengujian untuk menentukan
koefisien kontraksi thermal.Berikutnya, satu jam menguji rangkak untuk ukuran, aliran viscous pada temperature yang berbeda. Hasil-hasil dari menguji rangkak
adalah yang direncanakan untuk menentukan aliran viscous dengan temperatur. Temperatur kritis ditentukan dengan suatu penurunan temperatur jam
∆T, dikalikan dengan α dan menentukan temperatur yang sesuai di kurva rangkak.
Suatu kunci dari model ini adalah karena yang diasumsikan ∆T adalah 10°F per
jam.
Universitas Sumatera Utara
II. 7 Faktor-Faktor Yang Mendukung Keretakan Perkerasan Lentur
Faktor-faktor yang mendukung atas keretakan dapat digolongkan seperti jenis campuran, kekakuan campuran atau hambatan kelembapan; faktor-faktor
yang terkait dengan beban, seperti lalu lintas mengukur kontak tegangan ban diperkerasan; faktor lingkungan seperti pengerasan presipitasi dan kerusakan
karena kelembapan; faktor-faktor struktural, termasuk gradient-gradient kekakuan dan ketebalan perkerasan; dan faktor-faktor konstruksi, seperti pemadatan dan
segragasi yang lemah. Ada dua faktor-faktor terkait dengan beban yang utama bahwa dapat berpotensi mempengaruhi kejadian dari atas menurunjatuh
keretakan: tingkat lalu lintas, dan kontak perkerasan ban tegangan. Seperti halnya setiap gejala kelelahan, tingkat kerusakan disebabkan oleh beban berulang
adalah suatu fungsi kedua-duanya dari magnitudo dari beban dan frekuensi. Berdasarkan Matsuno dan Nishizawa bahwa keretakan di dalam perkerasan- beton
asfal di Jepang kebanyakan terjadi hanya di jalan-jalan yang dapat dilalui dengan volume-volume lalu lintas yang tinggi. Di dalam bentuk perkerasan yang ada,
banyak penggunaan dibuat dari beban gandar ekuivalen tunggal ESALS, menunjukkan beban gandar 80 kN diperkirakan menyebabkan kerusakan lelah
dari kendaraan-kendaraan yang melintas perkerasan selama periode waktu yang diberi. Pendekatan lebih baru karakteristik lalu lintas untuk desain perkerasan
menggunakan konsep dari spektrum-spektrum beban, di mana karakteristik beban lalu lintas mempunyai distribusi frekuensi relatif dengan beban gandar.
Kerusakan disebabkan oleh lalu lintas itu adalah karakteristik umum karakteristik melalui model-model kelelahan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Myers dan Roque bahwa tegangan kontak ban di dalam perkerasan lentur, tegangan cukup besar untuk membuat keretakan permukaan
perkerasan. Mun menunjukkan kontak perkerasan ban yang tidak seragam , bahwa tegangan dapat meningkatkan kerusakan permukaan dalam perkerasan lentur.
Kontak perkerasan ban, tegangan menyebar sangat cepat di dalam perkerasan, maka permukaan retak meluas ke dalam perkerasan.
Faktor lingkungan yang utama yang mendukung atas retak adalah: thermal tegangan, pengerasan presipitasi dan kerusakan akibat kelembapan. pengerasan
presipitasi yang keras di permukaan perkerasan ,sehingga retak top down terjadi Pengerasan presipitasi ini, pada umumnya, menyebabkan kerusakan kekurusan
dan secara relatif kulit perkerasan getas terbentuk dipermukaan perkerasan, yang berpotensi membuat tegangan besar dan permukaan retak.
Gradien suhu juga menghasilkan kekakuan campuran, karena perubahan temperatur akan mempengaruhi modulus dari suatu campuran. Di musim panas
permukaan perkerasan dapat melebihi 60 °C, dan dibawah permukaan akan jauh lebih dingin. Kombinasi usia pemadatan dan gradien suhu bisa menciptakan
gradient-gradient ekstrim. Sebagai contoh, di musim panas permukaan dari suatu perkerasan bisa lembut oleh karena temperatur yang tinggi Kondisi-kondisi seperti
itu akan membuat regangan yang tinggi dan tegangan geser di bawah beban lalu lintas , bisa menyebabkan retakan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian berbentuk deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menguraikan sifat–sifat dan
karekteristik dari suatu objek penelitian. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan
apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan. Penulis mengumpulkan data-data penelitian yang diperoleh dari objek penelitian dan
literatur-literatur lainnya, kemudian diuraikan secara rinci uantuk mengetahui permasalahan penelitian dan mencari penyelesaiannya.
III.2 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari: data primer dan data sekunder. a.
Data Primer Data yang diperoleh dari objek penelitian yang memerlukan
pengolahan lebih lanjut dan dikembangkan sendiri oleh penulis. b.
Data Sekunder Data yang bersumber dari penelitian sebagai objek penelitian yang
sudah diolah dan terdokumentasi.
53
Universitas Sumatera Utara
III.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: a.
Wawancara yakni melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak–pihak yang berhubungan dengan data untuk penelitian.
b. Dokumentasi yakni dengan melakukan pencatatan dan fotokopi
terhadap dokumen–dokumen buku pustaka yang mendukung keperluan penelitian.
III.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan cara yang dilakukan untuk mengolah data penelitian baik data primer maupun data sekunder. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis deskriptif yaitu metode analisis dengan terlebih dahulu mengumpulkan data yang ada
kemudian diklasifikasikan, dianalisis, selanjutnya diinterpretasikan sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan yang
diteliti. Dalam hal ini analisis data akan dilakukan dengan menggunakan analisis mekanistik metode Nottingham. Secara umum, prosedur kerja
dapat dilihat pada bagan alir pada gambar 3.1
Universitas Sumatera Utara
Mulai
Studi Pustaka
Pengambilan Data
Pengolahan Data
Perhitungan Modulus Elastisitas Perkerasan
Analisa Regangan Horizontal
Analisa Regangan Vertikal
Analisis Jumlah Repetisi Lintasan Roda Ijin
Kriteria Retak Lelah Analisis Jumlah Repetisi
Lintasan Roda Ijin Kriteria Deformasi Permanen
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 3.1 Bagan alir Perhitungan
Universitas Sumatera Utara
BAB IV APLIKASIPEMBAHASAN