Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Sesuai dengan UU No. 20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional SISDIKNAS pada bab II pasal 3 menjelaskan tentang
pendidikan ialah “Pendidikan Nasional berfungsi mengamankan
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehiupan bangsa yang diatu r dengan undang-undang.
”
3
Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang sekolah Menengah Pertama SMP dan Madrasah Tsanawiyah MTs,
sehingga sangat jauh dari apa yang diharapkan. Banyak para peserta didik MTS Pada mata pelajaran IPS, memperoleh hasil belajar yang rendah dan
kurang motivasi dalam belajar. Beberapa masalah yang terdapat pada mata pelajaran IPS, antara lain :
kurangnya fasilitas pembelajaran IPS yang kurang Kondusif, sehingga banyak peserta didik yang mempeoleh nilai rendah saat pembelajan IPS.
Dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru kurang menarik dan tidak memberikan metode mengajar yang efektif. Seharusnya guru harus mampu
menciptakan suasana kelas yang dapat membuat peserta didik lebih aktif. Selain metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran guru
harus mempunyai cara pengajaran yang lebih baik dan aktif agar peserta didik memiliki nilai yang tinggi. Pengajaran adalah bagian dari pendidikan
yang merupakan faktor menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan. Untuk memperoleh hasil pengajaran yang optimal maka diperlukan suatu
perencanaan pengajaran yang baik mulai penggunaan metode, penentuan alat bantu yang digunakan demi tercapainya suatu kegiatan pembelajaran
yang baik. Pada umumnya kegiatan belajar mengajar selama ini masih bercorak tradisional, pengajaran yang dimaksud adalah bentuk pengajaran
klasikal yang umumnya bercorak berpusat pada kegiatan dengan menggunakan metode active learning agar siswa mencapai belajar yang
3
Undang-Undang RI No : 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Kloang Klede Timur, 2003,
maksimal. Sejalan dangan hal tersebut di atas, kondisi pembelajaran IPS terjadi pula di MTs Jamiyatul Khair, guru masih menggunakan model
pembelajaran yang kurang merangsang siswa untuk belajar lebih giat, dan proses pembelajaran masih menekankan pada aspek pengetahuan saja
belum menyentuh kepada sikap dan keterampilan. Disamping itu, guru kurang mengacu pada pelibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa proses yang dilakukan oleh guru untuk pembelajaran IPS belum aktif. Dengan
demikian dapat diduga bahwa yang menjadi kendala yang dirasakan adalah masalah proses pembelajaran yang kurang variasi dan kurang
melibatkan siswa secara aktif. Guru menggunakan model pembelajaran yang terkesan monoton sehingga siswa menjadi kurang aktif.
Berdasarkan masalah-masalah yang diungkapkan harus dicari penyelesaianya untuk mencapai peningkatan hasil belajar IPS.
Peningkatan hasil belajar IPS. Peserta didik dapat pula melakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan aisl belajar IPS. Oleh sebab itu guru harus dapat menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan, sehingga
guru dapat menyesuaikan kondisi kelas yang kondusif. Adapun langkah seorang guru yang harus ditempuh dalam
mewujudkan tujuan di atas dengan menumbuhkan dan membina motivasi kepada para pelaku pendidikan, terutama motivasi siswa yang merupakan
harapan bangsa untuk memacu prestasi dalam segala bidang, agar menjadi generasi yang siap dalam menghadapi tantangan saat ini dan akan
mendatang. Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, perlu adanya
motivasi yang ditumbuhkan oleh siswa, terutama oleh guru sebagi pengajar agar siswa selalu mengembangkan potensi yang ada pada diri
mereka.
Disadari bahwa pengajaran apa pun yang akan disajikan mau tidak mau akan mencangkup dan melibatkan manipulasi pengubah-pengubah
atau faktor yang mempengaruhi belajar. Oleh sebab itu, pengelompokan faktor belajar yang rasional akan dapat membantu memperjelas proses
belajar dan juga kondisi yang mempengaruhinya.
4
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses belajar juga dapar terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila
didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkatkan bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program
pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru disekolah merupakan faktor ekstern belajar. Ditinjau dari segi siswa, menurut Dimyati dan
Mujiono beberapa faktor-faktor ekstern tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Guru Sebagai Pembina siswa belajar: guru adalah pengajaran yang mendidik.
2. Prasarana dan Sarana Pembelajaran : prasarana meliputi gedung
sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku
pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboraturim sekolahdan berbagai media pengajaran yang lain.
3. Kebijakan Penilaian : proses belajar mencapai puncaknya pada hasil
belajar siswa untuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan untuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara.
4. Lingkungan Sosial Siswa di Sekolah: siswa disekolah membentuk
suatu lingkungan pergaulan yang dikenal sebagai lingkungan social siswa.
5. Kurikulum Sekolah: program pembelajaran disekolah mendasarkan
diri pada suatu kurikulum.
5
Antara satu sama lain dari lima faktor diatas memiliki hubungan yang sangat erat. Dengan demikian, jika salah satu faktor tersebut tidak saling
4
Rachman Abror, Psikologi Pendidikan , PT Tiara Wacana Yogya Pontianak : 1983. H 72.
5
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta Jakarta: 2006 Cet. 3 . H 247- 253
melengkapi, maka proses pembelajaran tidak akan berjalan secar efektif. Oleh sebab itu, lima faktor tersebut dalam proses pembelajaran harus ada.
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas siswa, meningkatkan daya nalar, cara
berfikir logis, aktif, kreatif, terbuka, serta ingin tau. Selain itu, model ini mampu meningkatkan interaksi, meningkatkan pebguasaan siswa terhadap
materi pembelajaran dan akan meningkatkan motivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajar.
Model pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tipe-tipe kooperatif dikembangkan oleh kagan. Kagan membagai tipe tersebut berdasarkan
interaksi antar siswa dalam kelompok maupun antar kelompok. Salah satu tipe pembelajaran adalah Talking Stick dan Talking Chips merupakan
pembelajaran kooperatip didmana siswa belajar bersama dalam kelompok- kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Pada tipe ini siswa
dituntut untuk memberikan saran, pendapat, ide, bahkan menjawab soal yang diberikan oleh guru pada setiap siswa.
Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dan Talking
Chips . Model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick digunakan dalam proses pembelajaran untuk mengukur keaktifan seluruh siswa.
Tipe ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif. Dalam berkomunikasi dengan guru atau siswa lainnya didalam kelas.
Sehingga terjadilah sesuatu pembelajaran yang hidup didalam kelas. Langkah-langkah yang digunakan guru dalam model ini yaitu guru
memberikan tongkat kepada siswa dan siswa menjawab soal yang telah diberikan oleh guru..
Rendahnya kemampuan siswa dalam memahai konsep IPS berhubungan erat dengan kemampuan dasar. Dalam proses pembelajaran dikelas guru
harus menerapkan kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah konitif, afektif dan psikomotorik. Salah satu
metode yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif dimana model pembelajaran tersebut dapat mengaktifkan peserta didik.
Sebuah penelitian tentang implementasi pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips menyebutkan bahwa metode ini dapat
mengaktifkan siswa dalam rangkaiana kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran dengan menggunakan metode Talking Stick adalah
suatu proses belajar mengajar di dalam kelas yang dilakukan dengan cara peserta didik dibagai dalan beberapa kelompok. Guru menyiapkan
beberapa tongkat yang berisi beberapa konsep atau topik yang sesuai untuk sesi review, satu bagian soal dan satu bagian tema, setiap siswa
dituntut untuk menjawab soal yang telah diberikan oleh guru. Metode Talking Chips adalah salah satu metode yang dapat
mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. Pelaksanaan model pembelajaran ini siswa diberikan sebuah kartu siswa harus mengemukakan
pendapat dan ide dari kartu yang telah diberikan oleh guru dan mendiskusikan bersama kelompok mereka masing-masing. Sehingga
terjadilah proses belajar yang dapat mengaktifkan siswa. Pembelajaran aktif dilakukan dengan menciptakan suatu kondisi
supaya peserta didik dapat berperan aktif, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi dan
situasi yang menyenangkan sehingga peserta didik akan terus termotivasi dari awal sampai akhir kegiatan belajar mengajar KBM. Dalam hal ini
pembelajaran dengan metode Talking Stick dan Talking Chips sebagai salah satu bagian dari pembelajaran kooperatif learning dan metode
Talking Stick, merupakan salah satu alternative yang dapat digunakan guru di sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS tingkat SMP
dan MTs.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji penerapan
“Perbedaan Hasil Belajar IPS Siswa dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips di MTs Jamiyatul
Khair Ciputat “ B.
Identifikasi Masalah
Sesuai dengan uraian yang ada dalam latar belakang masalah serta pengamatan awal terhadap para peserta didik, interaksi guru dengan peserta
didik dalam proses mengajar, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik yang dipilih sebagai objek. Dapat diindentifikasi
permasalahan yang dapat diteliti adalah: 1.
Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaan guru kurang menarik, guru hanya duduk didepan kelas
sambil menerangkan dengan menggunakan metode ceramah 2.
Sikap peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran baik sikap peserta didik terhadap guru, sikap peserta didik terhadap metode
pembelajaran rendah. 3.
Lingkungan belajar, yang terdiri dari tiga tempat yakni lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan tempat tinggal kurang
mendukung proses pembelajaran. 4.
Motivasi belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPS rendah.
5. Guru tidak berhasil menciptakan suasana kelas yang kondusif.
6. Hasil belajar IPS peserta didik rendah, banyak peserta didik belum
mencapai nilai SKBM