adanya hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih karena memang perubahan hormonal yang mempengaruhi pengikatan lemak
belum aktif hingga dicapainya masa pubertas masa remaja Davidson dan Birch, 2001.
Dalam hal kebutuhan asupan kalori antara anak laki-laki dan perempuan pada usia pra sekolah tidak mengalami perbedaan yang
signifikan sehingga peluang untuk mengalami kenaikan berat badan sebenarnya sama. Oleh karena itu dimungkin juga tidak adanya perbedaan
kejadian status gizi lebih ini antara jenis kelamin anak pra sekolah Almatsier, 2001.
Pada dasarnya gizi lebih terjadi akibat tingginya asupan lemak yang dikonsumsi dan rendahnya aktivitas fisik. Walaupun beberapa penelitian
menyebutkan bahwa gizi lebih cenderung kepada salah satu dari jenis kelamin seseorang, persen asupan lemak menyumbang paling besar
terhadap terjadinya gizi lebih. Oleh karena itu penting perlunya untuk memperhatikan asupan lemak yang dikonsumsi sehari-hari, mengkonsumi
sayur dan buah untuk membantu metabolisme lemak serta melakukan aktivitas fisik untuk membakar kalori sehingga lemak tidak tertimbun di
dalam tubuh.
6.3.2 Hubungan antara Persen Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih
Lemak dalam tubuh diperlukan dalam metabolisme sebagai pelarut
vitamin A, D, E, K dan sebagai cadangan energi dalam tubuh. Namun
jika asupan lemak dalam tubuh sudah lebih dari yang dibutuhkan tubuh 25 sehingga tubuh mengalami gizi lebih akan menyebabkan
berbagai masalah kesehatan seperti diabetes melitus tipe II, penyakit jantung, depresi dan gangguan kesehatan lainnya Devi, 2012.
Dalam bukunya Almatsier 2009 menyebutkan bahwa asupan lemak dibagi ke dalam 3 kategori kurang persen lemak dari asupan total
kita kurang dari 10, cukup 10-25 dan lebih 25. Almatsier juga menyebutkan bahwa lemak merupakan makonutrien yang lebih
mudad disimpan dalam tubuh sebagai lemak daripada karbohidrat dan protein.
Anak yang mempunyai konsumsi lemak berlebih memiliki risiko sebesar 4.257 kali dibandingkan dengan anak yang tidak mengkonsumsi
lemak berlebih. Konsumsi lemak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap obesitas dengan didapatkannya p value sebesar 0,027
Anggraini, 2008. Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok
dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan 1.7 kali dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak OR 1.7.
Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1.46 kali. Keadaan ini disebabkan
karena makanan berlemak mempunyai kandungan energi lebih besar dan mempunyai efek pembakaran dalam tubuh yang lebih kecil dibandingkan
makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat Hidayati et al 2006.
Dari hasil penelitian diperoleh anak yang mengalami gizi lebih dengan persen asupan lebih dari 25 sebanyak 16,7. Berdasarkan uji
statistik dengan α = 5 diperoleh p value = 0,037 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persen asupan
lemak dengan status gizi lebih pada anak. Penelitian ini selaras dengan penelitian Pratiwi 2011 yang menyatakan bahwa terhadap hubungan
yang signifikan antara persen asupan lemak dengan obesitas dengan didapatkan p value sebesar 0,016.
Faktor risiko obesitas pada anak menurut analisis multivariat adalah; IMT ayah, lama menonton TV, kurangnya waktu bermain di luar
rumah, konsumsi energi dan konsumsi lemak. IMT ayah merupakan faktor yang berhubungan nyata dengan obesitas anak P = 0.001 dengan
OR = 8.449. Lama menonton TV menunjukkan hubungan yang nyata dengan obesitas pada anak P = 0.018 dengan OR = 4.236. Kurangnya
waktu bermain di luar rumah memiliki hubungan nyata dengan obesitas anak P= 0.040 dengan OR = 3.840. Konsumsi energi OR = 7.266 dan
konsumsi lemak OR = 4.257 berhubungan nyata dengan obesitas pada anak P= 0.006 dan P = 0.027 Hidayati, 2006.
Harsono 2013 menyebutkan maksimal kebutuhan lemak kita adalah 30 dan didominasi oleh lemak tidak jenuh. Asupan persen lemak
yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan peningkatan yang lebih besar pada ketebalam lipatan kulit anak-anak dan peningkatan BMI pada anak
lebih dari 2 tahun. Status gizi lebih merupakan akibat dari tingginya asupan
dibandingkan dengan pengeluaran energi. Asupan lemak dari makanan padat terutama lemak jenuh akan lebih cepat meningkatkan berat badan
dibandingkan dengan lemak tidak jenuh. Asupan density tinggi energi, tinggi lemak dan rendah serat menyumbang besar terhadap penyimpanan
lemak di dalam tubuh. Kurangnya asupan sayur yang mempunyai fungsi dalam metabolisme lemak semakin mendukung diubahnya makanan
menjadi lemak dalam tubuh Devi, 2012. Asupan yang melebihi batasan kecukupan gizi khususnya yang
mengandung lemak 25 dari kebutuhan energi total dalam jangka waktu yang lama akan tertimbun di dalam tubuh dan berisiko tinggi
menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti memicu depresi, merusak hati, penyakit jantung koroner, diabetes tipe II, stroke, dan
osteoartritis Devi, 2012. Mengingat gizi lebih mempunyai risiko terhadap berbagai masalah
kesehatan, perlu hendaknya selalu menjaga asupan makanan terutama asupan lemak. Perlu juga menyeimbangkan dengan mengkonsumsi sayur
dan buah untuk membantu metabolisme lemak dan melakukan olahraga
teratur untuk membakar kalori sehingga lemak dapat dibakar dan tidak tertimbun di dalam tubuh.
6.3.3 Hubungan antara Perilaku Menetap Menonton Televisi dengan