Partisi ekstrak etanol daun keruing gunung menghasilkan fraksi n-heksana tertinggi dibandingkan fraksi lainnya Tabel 7. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
etanol daun mengandung senyawa non polar yang lebih tinggi. Senyawa tersebut non polar yang terekstrak etanol adalah klorofil, lilin, dan lemak. Hal ini dipertegas oleh
Houghton dan Raman 1998 menyatakan bahwa untuk menghilangkan senyawa pengotor seperti klorofil, lilin, dan lemak dalam ekstraksi senyawa bioaktif dalam
ekstrak etanol daun, maka ekstrak etanol tersebut dipartisi dengan n-heksana.
Partisi ekstrak etanol kulit keruing gunung menghasilkan fraksi n-heksana yang jauh lebih rendah dibandingkan partisi ekstrak etanol daunnya Tabel 7. Penelitian
ini sejalan dengan hasil penelitian Syafii 2014 yang menunjukkan bahwa fraksi n- heksana daun mindi lebih tinggi dibandingkan kulitnya. Hal ini menunjukkan bahwa
jenis dan komposisi zat ekstraksi yang terkandung di dalam daun berbeda dengan di dalam kulit.
4.2.3 Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun dan kulit batang keruing gunung serta fraksinya tidak memiliki aktivitas antibakteri
S. typhi
, tetapi bersifat antibakteri S. Aureus Tabel 8. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 6 bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak hingga 20.000 ppm tidak memengaruhi
pertumbuhan bakteri S. typhi.
Akan tetapi, pemberian ekstrak pada komsentrasi 10.000 ppm tidak memengaruhi pertumbuhan bakteri S. aureus. Akan tetapi
peningkatan konsentrasi ekstrak menjadi 20.000 ppm mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dengan daya hambat yang bervariasi. Hal ini
membuktikan kearifan lokal suku Dayak yang menggunakan kulit batang keruing gunung untuk penyembuhan luka kulit karena bakteri S. aureus penyebab infeksi pada
kulit dapat dihambat pertumbuhannya oleh ekstrak kulit keruing gunung Warsa 2011.
Kemampuan senyawa masing-masing senyawa antibakteri yang dimiliki berbeda-beda walaupun berasal dari sumber yang sama. Hal ini tergantung dari
polaritas senyawa dan tipe mekanisme aktivitas senyawa antibakteri. Ada dua tipe mekanisme aktivitas senyawa antibakteri, yaitu dengan cara menghambat
pertumbuhan populasi bakteri uji yang ditandai dengan warna sekitar sumuran terlihat jelas bening. Aktivitas antibkteri juga dengan membunuh populasi bakteri uji yang
ditandai dengan warna seluruh cawan petri terlihat bening. Berdasarkan efek kerjanya, senyawa antibakteri ada yang bekerja secara antagonis dan sinergis. Dalam penelitian
ini aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang dan daun keruing gunung memiliki efek sinergis yang ditandai dengan zona hambat yaitu 13 mm dan 9 mm. Pada fraksi
daun dan kulit batang keruing gunung memberikan daya hambat yang bervariasi. Fraksi daun yang paling besar daya hambatnya pada fraksi kloroform dan daya hambat
paling tinggi pada fraksi kulit terdapat pada etil asetat. Senyawa antibakteri yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda tidak memberikan efek yang terlalu besar
pada pertumbuhan bakteri uji jika berada dalam keadaan ekstrak. Daya hambat yang tinggi diberikan oleh senyawa antibakteri jika berada dalam keadaan tidak tercampur
dalam ekstrak.
Tabel 8 Diameter zona hambat bakteri uji Ekstrak
etanol Konsen
trasi ppm
Diameter zona hambat mm Staphylococcus aureus
Salmonella typhi Ulangan
I Ulangan
II Rata
-rata Ulangan
I Ulangan
II Rata
-rata Kontrol
Ampisilin
10.000 20.000
20 20
20 20
20 EED
10.000 14
12 13
20.000 15
14 14,5
FEAD 10.000
11 12
11,5 20.000
15 14
14,5 FKD
10.000 15
13 14
20.000 20
15 17,5
FHD 10.000
20.000 FEK
10.000 8
10 9
20.000 12
12 12
FEAK 10.000
16 13
14,5 20.000
17 17
17 FKK
10.000 20.000
FHK 10.000
12 12
12 20.000
13 14
13,5 FR
10.000 8
9 8,5
20.000 9
9 9
Keterangan: EED Ekstrak Etanol Daun, FEAD Fraksi Etil Asetat Daun, FKD Fraksi Kloroform Daun, FHD Fraksi Heksan Daun, FEK Fraksi Etanol Kulit, FEAK Fraksi Etil Asetat
Kulit, FKK Fraksi Kloroform Kulit, FHK Fraksi Heksan Kulit dan Fraksi Residu FR
Bila mengacu pada klasifikasi kekuatan antibakteri menurut Davis dan Stout 1971, pemberian ekstrak atau fraksinya pada konsentrasi 20.000 ppm memiliki daya
hambat yang tergolong kuat terhadap pertumbuhan bakteri S.aureus dengan zona hambat lebih besar dari 10 mm, kecuali fraksi n-heksana daun dan fraksi kloroform
kulit Tabel 5. Menurut Warsa 2011 pada fraksi n-heksana daun diduga mengandung banyak klorofil, lilin, dan lemak yang tidak bersifat antibakteri.
Fraksi kloroform daun menunjukkan zona hambat tertinggi dibandingkan fraksi daun lainnya, yaitu 17,5 mm pada konsentrasi 20.000 ppm. Demikian pula halnya
dengan fraksi etil asetat kulit yang menunjukkan zona hambat tertinggi dibandingkan fraksi kulit lainnya, yaitu 17 mm. Hal ini menunjukkan senyawa yang terkandung di
dalam kedua fraksi tersebut dapat berinteraksi dengan dinding sel bakteri Gram positif karena senyawa yang terkandung dalam kedua fraksi bersifat semipolar sehingga
memiliki afinitas lebih tinggi untuk berinteraksi dengan dinding sel. Oleh karena itu, kedua fraksi lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus Maryuni
2008. Kedua fraksi tersebut tidak bersifat antibakteri S. typhi karena bakteri Gram negatif umumnnya sensitif terhadap senyawa antibakteri yang bersifat polar karena
dinding sel bakteri Gram negatif bersifat polar sehingga lebih mudah dilewati oleh senyawa antibakteri yang bersifat polar. Sebaliknya, bakteri Gram positif, lebih
sensitif terhadap senyawa antibakteri yang bersifat nonpolar Wassenaar et al. 2004.