Jenis – Jenis Sapi Perah Kerangka Pemikiran Operasional

yang masih lemah, dan kualitas secara umum bervariasi dan bersifat padat karya. 2 Secara klimatologis Indonesia beriklim tropis dan kurang cocok bagi perkembangan sapi perah yang berasal dari daerah beriklim sub-tropis. 3 Pemasaran susu yang terbesar adalah industri pengolahan susu dan hanya beberapa peternak yang mampu menciptakan pasar langsung ke konsumen. 4 Kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah.

2.2. Jenis – Jenis Sapi Perah

Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking Shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries- Holland FH dari Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi Fries-Holand FH yang memiliki kemampuan produksi susu tertinggi Sudarwanto, 2004. Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen . Persilangan lain yaitu antara sapi lokal peranakan Ongole dengan sapi perah Fries-Holand guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia. Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorthorn dari Inggris, Fries-Holand dari Belanda, Yersey dari selat Channel antara Inggris dan Perancis, Brown Swiss dari Switzerland, Red Danish dari Denmark dan Droughtmaster dari Australia. Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Fries-Holland. 2.3. Tatalaksana Pemeliharaan 2.3.1. Perkandangan Pada umumnya, ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 meter atau 2,5x2 meter, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 meter dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 meter per ekor, dengan tinggi kurang lebih 2-2,5 meter dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 C rata-rata 33 C dan kelembaban 75. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah 100-500 meter hingga dataran tinggi lebih dari 500 meter. Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat. Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya.

2.3.2. Pembibitan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah: a produksi susu tinggi, b umur 3,5 sampai 4,5 tahun dan sudah pernah beranak, c berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai eturunan produksi susu tinggi, d bentuk tubuhnya seperti baji, e matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat, f ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelokkelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek, g tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan h tiap tahun beranak. Sementara calon induk yang baik antara lain: a berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi, b kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar, c jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, d pertumbuhan ambing dan puting baik, e jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta f sehat dan tidak cacat. Menurut Suherni dalam Sukmapradita 2008, upaya peningkatan produksi susu sapi selain ditentukan oleh pakan yang diberikan, juga ditentukan oleh kondisi bibit yang tersedia. Pada umumnya, di wilayah Jakarta dan Bogor peternak melakukan Inseminasi Buatan IB dalam rangka perbaikan dan perbanyakan bibit. Angka menunjukan keberhasilan IB tersebut sudah memadai dengan rata-rata Service per Conception SC sama dengan 1,81 yang artinya betina dewasa sudah dapat beruntung dengan dua kali IB.

2.3.3. Pakan

Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30 sampai 50 kgekorhari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10 persen dari bobot badan BB dan pakan tambahan sebanyak 1 sampai 2 persen dari bobot badan BB. Sapi yang sedang menyusui laktasi memerlukan makanan tambahan sebesar 25 persen hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan legum. Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral sebagai penguat yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1 - 2 kgekorhari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10 persen dari berat badan per hari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.

2.3.4. Produksi Susu

Menurut Sudarwanto 2004, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan produksi susu sapi adalah bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan, dan tatalaksana pemberian pakan. Menurut Sudono dalam Sukmapradita 2008, puncak produksi susu sapi terjadi pada bulan ketiga setelah beranak kemudian turun secara bertahap pada bulan berikutnya. Pada bulan keempat produksi susu mengalami penurunan yang sangat jelas dari 10 literekorhari menjadi 9,38 literekorhari. Sapi yang beranak pada umur lebih tua 3 tahun akan menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi yang beranak pada umur muda 2 tahun. Produksi susu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur sampai sapi berumur tujuh tahun atau delapan tahun, setelah itu produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11 sampai 12 tahun.

2.3.5. Pemerahan

Menurut Sudono 1999, sapi yang sedang berproduksi memiliki jadwal pemerahan setiap hari, yang pada umumnya dilakukan dua kali sehari. Jadwal pemerahan yang teratur dan seimbang akan memberikan produksi air susu yang lebih baik daripada jadwal pemerahan yang tidak teratur dan tidak seimbang, misalnya jarak pemerahan terlalu panjang ataupun terlalu pendek. Sebagai contoh jarak pemerahan antara 16 jam dan 8 jam hasilnya lebih rendah daripada sapi yang diperah dengan jarak pemerahan 12 jam. Faktor yang mempengaruhi produksi susu antara lain adalah jumlah pemerahan setiap hari, lamanya pemerahan, dan waktu pemerahan. Jumlah pemerahan 3 sampai 4 kali setiap hari dapat meningkatkan produksi susu daripada jika hanya diperah dua kali sehari. Pemerahan pada pagi hari mendapatkan susu sedikit berbeda komposisinya daripada susu hasil pemerahan sore hari. Pemerahan menggunakan tangan ataupun menggunakan mesin tidak memperlihatkan perbedaan secara signifikan dalam produksi susu, kualitas ataupun komposisi susu. Hubungan antara umur dan jumlah pemerahan Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan Pemerahan tiga kali dengan Pemerahan empat kali per Hari. Umur Sapi Pemerahan 3 kali sehari 4 kali sehari 2 tahun 20 35 3 tahun 17 30 4 tahun 15 26 Sumber : Saleh, 2004. 2.4. Kajian Penelitian Terdahulu Anggraini 2003, melakukan penelitian mengenai pendapatan usaha peternakan sapi potong rakyat di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan penelitian, terdapat empat skala usaha yaitu skala I sampai IV, yaitu skala I ≤ 10 ST, skala II 11-20 ST, skala III 21-50 ST, dan skala IV 50 ST. Penelitian menunjukkan ke empat skala layak untuk diusahakan dengan nilai indikator kelayakan di atas standar baku. Hasil penelitian menunjukkan biaya pakan merupakan komponen biaya produksi yang terbesar. Berdasarkan biaya produksi per ST, maka dapat diketahui adanya penghematan biaya pada skala usaha yang semakin besar. Rofik 2005, meneliti tentang kelayakan finansial usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa analisis pada kelompok peternak I dengan tingkat suku bunga pinjaman 14,85 persen memiliki nilai NPV sebesar Rp 74.420.770,00. NPV untuk kelompok peternak II sebesar Rp 152.071.340,00. NPV untuk kelompok peternak III sebesar Rp 311.022.350,00. Nilai tersebut merupakan pendapatan bersih yang diterima peternak selama delapan tahun pengembangan. Nilai BCR untuk kelompok peternak I sebesar 1,35, yang artinya peternak akan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 0,35,00 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Untuk kelompok peternak II nilai BCR sebesar 1,43, yang artinya peternak akan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 0,43,00 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Sedangkan kelompok peternak III nilai BCR sebesar 1,52 yang artinya peternak akan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 0,52,00 dari setiap pengeluaran Rp 1,00. Semua nilai tersebut menunjukan perbandingan penerimaan yang diterima peternak lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Untuk nilai IRR pada kelompok peternak I sebesar 23,32 persen, pada kelompok peternak II sebesar 36,07 persen dan pada kelompok peternak III sebesar 29,88 persen, yang artinya investasi yang ditanamkan layak dan menguntungkan karena tingkat pengembalian internalnya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku 14,85 persen. Secara keseluruhan berdasarkan nilai- nilai pada kriteria investasi tersebut secara finansial usaha ternak sapi perah Pondok Ranggon layak untuk dikembangkan. Peneliti Wulandari 2007 yang berjudul analisis kelayakan proyek instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi perah Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Bogor. Analisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas kapasitas 3,5 m 3 dengan tingkat diskonto 16 persen menunjukkan nilai NPV positif sebesar Rp.10.797.029,96, Net BC sebesar 1,41, Payback Period selama 10,5 tahun. Hasil membuktikan proyek instalasi layak untuk dilaksanakan dengan tingkat diskonto yang ada. Hasil analisis switching value dengan tingkat diskonto 16 persen menunjukkan, bahwa proyek tidak akan layak pada penurunan penjualan sebesar 3 persen dan peningkatan biaya variable sebesar 5 persen. Proyek instalasi biogas dalam mengolah limbah ternak sangat peka terhadap penurunan harga penjualan dan kenaikan biaya variabel. Berdasarkan analisis aspek-aspek penunjang kelayakan proyek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial dan aspek finansial menunjukkan bahwa proyek instalasi biogas di kelurahan Kebon Pedes layak untuk dilaksanakan. Heriyatno 2009 meneliti tentang analisis pendapatan dan faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah di tingkat peternak Kasus anggota koperasi serba usaha “Karya Nugraha” Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Variabel yang diukur adalah jumlah produktivitas sapi perah peternak sebagai peubah terikat, besarnya biaya usaha X 1 , jumlah pemberian pakan konsentrat sapi berproduksi X 2 , jumlah pemberian pakan hijauan sapi berproduksi X 3 dan masa laktasi sapi berproduksi X 4 sebagai peubah bebas. KSU Karya Nugraha dalam upaya peningkatan produksi susu peternak, melakukan kegiatan membuat, menyediakan dan mendistribusikan pakan, memberi pelayanan medis dan inseminasi buatan kepada peternak serta menyalurkan pinjaman kepada peternak. Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat peternak menunjukan jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan dan masa laktasi berpengaruh nyata terhadap produktivitas sapi perah sedangkan faktor besarnya biaya usaha tidak berpengaruh nyata. 40,2 persen hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi susu di tingkat peternak dapat dijelaskan oleh fungsi produksi tersebut. Usaha ternak sapi perah yang dijalankan oleh anggota KSU Karya Nugraha memiliki nilai RC ratio sebesar 1,11 sehingga usaha tersebut layak untuk dijalankan. Peneliti Khaidar 2009 yang berjudul analisis pendapatan dan kepuasan peternak sapi perah anggota KPS Bogor bertujuan untuk menganalisis pendapatan usaha ternak sapi perah anggota KPS Bogor di Kelurahan Kebon Pedes dan KUNAK Cibungbulang, serta menganalisis tingkat kelayakan harga susu koperasi bagi peternak dan tingkat kepuasan anggota aktif terhadap pelayanan koperasi. Menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis BEP, analisis Important Performance Analysis IPA dan Customer Satisfaction Index CSI didapatkan hasil pada usaha ternak skala satu sampai sembilan ekor, pendapatan terbesar diterima oleh peternak yang melakukan diversifikasi penjualan ke koperasi dan ke luar koperasi. Pada usaha ternak dengan skala kepemilikan di atas sembilan ekor, nilai pendapatan dan RC peternak yang hanya menjual susu ke koperasi. Analisis kelayakan harga susu menunjukan bahwa harga yang diterima peternak anggota hanya layak bagi peternak dengan skala kepemilikan di atas sembilan ekor sapi perah yang menjual susu produksinya ke koperasi dan ke luar koperasi. Berdasarkan analisis tingkat kepuasan secara umum, anggota berada pada kriteria cukup. III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Studi Kelayakan Proyek

Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. 1999 proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan benefit; atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil returns di waktu yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Gitinger 1986 mendefinisikan proyek sebagai suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Pengertian lainnya diungkapkan oleh Umar 2005, proyek adalah suatu usaha yang direncanakan sebelumnya dan memerlukan sejumlah pembiayaan serta penggunaan masukan lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dilaksanakan dalam suatu bauran produk yang sudah ada dengan menginvestasikan sumber daya yang dapat dinilai secara independen. Analisis kelayakan dilakukan untuk melihat apakah suatu proyek dapat memberikan manfaat atas investasi yang ditanamkan. Studi kelayakan proyek menurut Umar 2005 ialah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan. Hasil kelayakan merupakan perkiraan kemampuan suatu proyek menghasilkan keuntungan yang layak bila telah dioperasionalkan. Husnan et al 2000 menyatakan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Analisis kelayakan penting dilakukan sebagai evaluasi proyek yang dijalankan pihak yang membutuhkan studi kelayakan antara lain : 1 Investor Investor merupakan pihak yang menanamkan dana atau modal dalam suatu proyek akan lebih memperhatikan prospek usaha tersebut tingkat keuntungan yang diharapkan. 2 Kreditur Bank Kreditur merupakan pihak yang membutuhkan studi kelayakan untuk memperhatikan segi keamanan dana yang dipinjamkan untuk kegiatan proyek. 3 Pemerintah Pemerintah lebih berkepentingan dengan manfaat proyek bagi perekonomian nasional dan pendapatan pemerintah atas pajak yang diberikan proyek tersebut.

3.1.2. Aspek Kelayakan Proyek

Terdapat enam aspek yang dibahas dalam studi kelayakan, antara lain aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomis Kadariah et al, 1999. Gitinger 1986 membagi aspek- aspek dalam analisis kelayakan mencakup aspek teknis, aspek institusional- organisasional-manajerial, aspek sosial, aspek komersial, aspek finansial dan aspek ekonomi. Umar 2005 membagi analisis kelayakan menjadi aspek teknis, aspek pasar, aspek yuridis, aspek manajemen, aspek lingkungan dan aspek finansial. Husnan et al 2000 membagi aspek-aspek analisis kelayakan ke dalam aspek pasar, aspek keuangan, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial. Semua aspek tersebut perlu dipertimbangakan bersama-sama untuk menentukan manfaat yang diperlukan dalam suatu investasi. Gittinger 1986 menyatakan bahwa pada proyek pertanian ada enam aspek yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu: 1. Aspek Pasar Untuk memperoleh hasil pemasaran yang diinginkan, perusahaan harus menggunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran. Yang dimaksud dengan bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran Kotler, 2002. Analisis aspek pasar pada studi kelayakan mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan dilaksanakan, serta perkiraan penjualan. 2. Aspek Teknis Aspek teknis menyangkut masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran hasil- hasil produksi. Aspek teknis terdiri dari lokasi proyek, besaran skala oprasional untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin dan equipment, proses produksi serta ketepatan penggunaan teknologi. 3. Aspek Manajemen Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan. Aspek- aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur organisasi, deskripsi jabatan, personil kunci dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. 4. Aspek Hukum Terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertfikat, dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha. 5. Aspek Sosial Lingkungan Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya terhadap devisa negara, peluang kerja dan pengembangan wilayah dimana proyek dilaksanakan. 6. Aspek Finansial Pengaruh finansial terhadap proyek. Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1 untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2 menghindari pemborosan sumber- sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3 mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan 4 menentukan prioritas investasi Gray et al, 1992.

3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat

Tujuan analisa dalam analisa proyek harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan Gittinger, 1986. Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat jangka panjang, seperti tanah, bangunan, pabrik dan mesin. 2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. 3. Biaya lainnya, seperti: pajak, bunga dan pinjaman. Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi: 1. Manfaat langsung, yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti: peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. 2. Manfaat tidak langsung, yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek, seperti rekreasi. Kriteria yang bisa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek Gittinger, 1986.

3.1.4. Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur kemanfaatan proyek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan perhitungan berdiskonto dan tidak berdiskonto. Perbedaannya terletak pada konsep Time Value of Money yang diterapkan pada perhitungan berdiskonto. Perhitungan diskonto merupakan suatu teknik yang dapat “menurunkan” manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang”. Sedangkan perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum, yaitu ukuran-ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima Gittinger, 1986. Konsep time value of money nilai waktu uang menyatakan bahwa present value nilai sekarang adalah lebih baik daripada yang sama pada future value nilai pada masa yang akan datang. Ada dua sebab yang menyebabkan hal ini terjadi yaitu: time preference sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi daripada jumlah yang sama namun tersedia di masa yang akan datang dan produktivitas atau efisiensi modal modal yang dimiliki saat sekarang memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa datang melalui kegiatan yang produktif yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan Kadariah et al., 2001. Kadariah et al. 2001 juga mengungkapkan bahwa kedua unsur tersebut berhubungan timbal balik di dalam pasar modal untuk menentukan tingkat harga modal yaitu tingkat suku bunga, sehingga dengan tingkat suku bunga dapat dimungkinkan untuk membandingkan arus biaya dan manfaat yang penyebarannya dalam waktu yang tidak merata. Tingkat suku bunga ditentukan melalui proses “discounting”.

3.1.5. Analisis Finansial

Kriteria-kriteria yang menentukan kelayakan investasi diantaranya adalah NPV Net Present Value, IRR Internal Rate of Return, Net BC Net Benefit Cost Ratio, PBP Pay Back Period dan analisa kepekaan Switching Value. Analisis kelayakan pada aspek ini sangat penting dilakukan. Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1 untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2 menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3 mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, dan 4 menentukan prioritas investasi Gray et al, 1992. Analisis finansial terdiri dari : a Net Present Value NPV Net Present Value NPV suatu proyek atau usaha adalah selisih antara nilai sekarang present value manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Menurut Keown 2001, Net Present Value diartikan sebagai nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:  NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial Opportunity Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.  NPV 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan.  NPV 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan. b Net Benefit Cost Ratio Net BC Rasio Net Benefit and Cost Ratio Net BC Rasio merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif . Kriteria investasi berdasarkan Net BC Rasio adalah:  Net BC = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi  Net BC 0, maka NPV 0, proyek menguntungkan  Net BC 0, maka NPV 0, proyek merugikan c Internal Rate Return IRR Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present Value NPV sama dengan nol. Gittinger 1986 menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. d Payback Periode PP Payback periode atau tingkat pengembalian investasi adalah salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat kembali, semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain Husnan et al, 2000. e Analisis Sensitivitas Suatu proyek pada dasarnya mengahadapi ketidakpastian karena dipengaruhi perubahan – perubahan, baik dari sisi penerimaan atau pengeluaran yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelayakan proyek. Analisis sensivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat Kadariah et al, 1999. Pada umumnya proyek-proyek yang dilaksanakan sensitif berubah-ubah akibat empat masalah yaitu harga, kenaikan biaya, keterlambatan pelaksanaan dan hasil Gittinger, 1986.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan susu sapi di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Seiring dengan permintaan susu sapi yang meningkat, tidak diiringi dengan produksi susu sapi yang optimal Tabel 1. Sehingga usaha peternakan sapi perah ini merupakan peluang yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Pengkajian aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan pengkajian aspek finansial menggunakan analisis meliputi Net Present Value NPV, Internal Rate Return IRR, Net Benefit Cost Ratio Net BC Ratio, Payback Periode, serta Analisis Sensitivitas dengan melakukan perubahan pada suatu variabelnya. Analisis kelayakan usaha ini dilakukan sebagai bahan evaluasi bagi pihak peternak sapi perah atau investor, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya usaha peternakan sapi perah untuk dikembangkan dimasa yang akan datang. Informasi ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak peternak sapi perah dalam hal pengembangan peternakan sapi perah. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah. IV METODE PENELITIAN Usaha Peternakan Sapi Perah di PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos. Aspek non finansial :  Aspek Pasar  Aspek Teknis  Aspek Manajemen  Aspek Sosial dan Lingkungan Aspek finansial :  NPV  IRR  Net BC  Payback Period  Analisis Sensitivitas Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah Layak Tidak layak Dapat diusahakan dan dikembangkan Penggunaan modal investasi yang cukup besar sehingga PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos harus memperhitungkan pengembalian investasi

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian