UU Ketenagakerjaan Bab XI Hubungan Industrial Bagian Kesatu UU Serikat Pekerja Bab II Asas, Sifat, dan Tujuan Pasal 4

dianggap akan menyulitkan investasi modal karena setiap serikat buruh dapat melakukan gerak politik tertentu yang dapat mengganggu keamanan modal. Oleh sebab itu, control dan penataan serikat buruh menjadi salah satu tugas penting untuk menyiapkan infrastruktur akumulasi modal. Pada tahun 1973 berdiri sebuah serikat buruh yang disebut Federasi Buruh Seluruh Indonesia yang menjadi salah satu organisasi buruh yang diakui oleh pemerintah. Sebagaimana telah diungkapkan dalam seminar perburuhan sebelumnya, serikat buruh ini menyatakan prinsipnya bahwa gerakan buruh harus independen dari seluruh kepentingan politik, tidak dibiayai oleh kepentingan dari luar kepentingan buruh baik sumber dana dari dalam atau luar negeri, aktivitas buruh harus berkaitan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan hubungan industrial yang harmonis. 41 Dalam prakteknya serikat ini tidak pernah membela kepentingan buruh melainkan malah berlaku sebaliknya. Dari segi kepengurusan sebagian besar dari pengurus diangkat oleh manajemen perusahaan sehingga otomatis memiliki kepentingan berlawanan. 42 Serikat buruh ini bukan menjadi sebuah kekuatan yang mampu menggerakan kesejahteraan buruh tetapi justru menjadi legitimasi pabrik untuk menekan aktivitas tersebut. Secara efektif, serikat buruh ini menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk menjaga modal. Di akhir tahun 1998, sentralisasi serikat buruh dianggap banyak orang telah hilang tetapi secara substansial, negara tetap berkepentingan untuk mengontrol dan tidak membiarkan banyak serikat buruh untuk berdiri. Didalam 41 Vedi R. Hafiz, Workers and The State In New Order Indonesia, Routhledge Studies In The Growth Economic Of Asia, New York: Routhledge, 1997 h. 77. 42 Vedi R. Hafiz, Workers and The State In New Order Indonesia, Routhledge Studies In The Growth Economic Of Asia, h. 92. UU No.25 tahun 1997, pasal 27, negara menyatakan kebebasan berdirinya serikat buruh dalam satu pabrik. 43 Tetapi, keinginan buruh untuk membentuk serikat buruh nasional tidak mungkin dapat berhasil karena dalam pasal 29 ayat 3, serikat buruh nasional hanyalah serikat yang berdasarkan kepentingan sektor. Artinya, serikat buruh otomatis tidak dapat bergabung dengan serikat buruh yang memiliki sektor berbeda.

F. Kondisi dan Resistensi Buruh

Pada era reformasi, pertumbuhan serikat-serikat buruh semakin meningkat. Hal itu disebabkan karena faktor situasi yang memang memungkinkan untuk membentuk serikat-serikat buruh secara bebas dan independen, disamping juga karena adanya ratifikasi Konvensi ILO tahun 1948. Berkaitan dengan ratifikasi itu, pada 18 Juni 1998, ILO mendeklarasikan prinsip yang berkembang bahwa ILO seolah-olah hanya mendukung kepentingan negara maju saja. Selain itu, ia juga merupakan jawaban terhadap tantangan globalisasi pasar kerja dan perdagangan yang telah menjadi fokus perdebatan internasional. Deklarasi ILO itu sendiri bertujuan merekonsiliasi keinginan semua pihak dalam hubungan industrial, menggairahkan usaha-usaha nasional seiring dengan kemajuan sosial-ekonomi, mengakomodir perbedaan kondisi lokal masing-masing negara, dan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia HAM. 44 Reformasi yang terjadi pada 1998 merupakan momentum untuk diterimanya delapan buah konvensi dasar ILO, terutama konvensi No. 87. Sebagai 43 Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan, Bagian Kedua Serikat Pekerja, Pasal 27. diakses pada 8 April 2015 dari http:www.portalhr.comwp- contentuploadsdatapdfspdf_peraturan1204001119.pdfsa 44 Abdul Jalil, Teologi Buruh, Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2008, h. 48.