akral dingin dan pucat
Kulit teraba panas dingin
Kognitif Fokus perhatian
Cepat berespon terhadap stimulasi
Fokus pada hal yang penting
Fokus pada sesuatu yang rinci dan
spesifik Fokus perhatian
terpecah
Proses belajar Motivasi belajar
tinggi Perlu arahan
Perlu banyak arahan Tidak bisa berfikir
Orientasi Baik
Ingatan menurun pelupa
Disorientasi waktu, orang dan tempat
Perilaku Motorik
Rileks Gerakan mulai tidak
terarah Agitasi
Aktivitas motorik kasar dan meningkat
Komunikasi Koheren
Koheren Bicara cepat
Inkoheren
Produktivitas Kreatif
Menurun Bicara cepat
Tidak produktif
Interaksi sosial Memerlukan orang
lain Memerlukan orang
lain Interaksi kurang
Menarik diri
2.1.5 Manajemen Kecemasan
Intervensi yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami kecemasan dapat berupa terapi individu seperti terapi kognitif, terapi perilaku, thought
stopping, relaksasi. Terapi kelompok berupa terapi suportif dan logoterapi dan terapi keluarga berupa psikoedukasi keluarga Stuart, 2009. Relaksasi merupakan
salah satu bentuk mind body therapy dalam Coplementary and Alternatif Therapy Moyand Hawks, 2009. Terapi komplementer adalah pengobatan tradisional
yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi medis yang pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan terapi medis Tzu, 2010.
Menurut Townsand 2009, terapi spesialis untuk mengatasi cemas adalah: a.
Terapi kognitif: merupakan terapi yang didasarkan pada keyakinan pasien dalam kesalahan berfikir, penilaian negatif terhadap diri sendiri dan orang
lain. Terapi membantu pasien mengidentifikasi pikiran negatif yang menyebabkan kecemasan. Menciptakan suatu realita dan membangun hal-hal
yang positif.
Universitas Sumatera Utara
b. Terapi perilaku: merupakan terapi yang diberikan untuk merubah perilaku
pasien yang menyimpang sehingga menjadi perilaku yang adaptif. Terapi tersebut digunakan sebagai pembelajaran dan praktik secara langsung dalam
upaya menurunkan kecemasan. c.
Logoterapi: merupakan sebuah aliran psikologis yang berfokus pada memaknai hidup.
2.1.6 Kecemasan pada pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa
Pasien penyakit ginjual kronis akan mengalami ketergantungan pada mesin dialisa seumur hidupnya hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
kehidupan pasien. Perubahan tersebut antara lain: perubahan fisik yang mengakibatkan penyakit jantung, gangguan tidur, perubahan nafsu makan dan
berat badan, konstipasi dan keinginan seksual yang menurun Kimel, 2001. Tindakan dialisis merupakan terapi pengganti utama pada pasien penyakit ginjal
kronis yang dilakukan sepanjang usia mereka. Tindakan dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti: hiperkalemia,
perikarditis, dan kejang. Pasien penyakit ginjal kronis menjalani hemodialisa membutuhkan waktu
12-15 jam untuk dialisis setiap minggunya, atau paling sedikit mejalani 3-4 jam setiap kali melakukan terapi hemodialisa. Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien baik kondisi fisik maupun kondisi psikososialnya Brunner Suddart, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan sosial yang dirasakan oleh individu terjadi karena rangkaian perawatan medis yang harus dijalani sehingga individu merasa kehilangan
kebebasan pribadi dan merasa terasingkan dalam kehidupan sosial sehingga menimbulkan perubahan perilaku yang mengarah pada interaksi negatif
Cahyaningsih, 2009. Perubahan psikologis yang dirasakan dapat dilihat dari kondisi fisik dan
perubahan perilaku diantaranya: pasien selalu merasa bingung, merasa tidak aman, ketergantungan dan menjadi individu yang pasif. Dua pertiga dari pasien
yang menjalani terapi dialisis tidak pernah kembali pada aktifitas atau pekerjaan seperti sebelum dia menjalani hemodialisa. Pasien sering mengalami masalah
seperti: kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, usia harapan hidup yang menurun dan fungsi seksual sehingga dapat menimbulkan kemarahan dan akan
mengarah pada suatu kondisi kecemasan sebagai akibat dari penyakit sistemik yang mendahuluinya Fatayi, 2008.
Kecemasan merupakan kondisi gangguan psikologis dan fisiologis yang di tandai dengan gangguan kognitif, somatik, emosional dan komponen dari
rangkaian tingkah laku. Kecemasan merupakan salah satu dampak psikologis yang dialami oleh pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.
Pasien tidak mampu menerima kondisi bahwa harus menjalani terapi hemodialisa seumur hidup, sehingga pasien menganggap dirinya sudah cacat dan menderita
sepanjang hidupnya. Pasien menganggap tidak ada lagi cita-cita, harapan dan tidak lagi mampu melakukan kegiatan seperti biasanya Caninsti, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Kecemasan yang dirasakan oleh pasien hemodialisa dapat terlihat dari beberapa gejala menurut Jeffrey, Spencter Beverley 2005, yaitu;
a. Gejala fisik: otot terasa tegang, gelisah, anggota tubuh bergetar,
berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah dan tersinggung.
Penelitian Daria 2009 50 – 80 pasien mengalami kondisi anoreksia, susah tidur, kelemahan dan perubahan berat badan.
b. Gejala behavioralpsikososial: perilaku menghindar, terguncang, melekat
dan dependen. Penelitian Daria 2009 pasien mengalami kondisi yang mudah marah,
sedih, pesimis, merasa tidak puas, dan mengalami gangguan dalam interaksi sosial. Sedangkan Kimel 2001 menyebutkan pasien yang
menjalani hemodialisa akan mengalami kegelisahan, kecemasan, harga diri rendah yang akan mengarah pada tindakan bunuh diri.
c. Gejala kognitif: khawatir tentang efek hemodialisa, perasaan terganggu
akan ketakutan sesatu yang akan terjadi di masa depan, ketakutan akan ketidakmampuan mengatasi masalah, bingung dan sulit berkonsentrasi.
Penelitian Daria 2009, pasien mengalami kesulitan berkonsentrasi, produktivitas menurun, sering merasa bersalah dan terganggunya suasana
hati. Kecemasan yang tidak teratasi dapat menyebabkan individu mengalami
depresi Wicks, Bolden, Mynatt, Rice Acchiardo, 2007. Kecemasan dan depresi merupakan kondisi gangguan psikologis yang sering terjadi pada pasien
Universitas Sumatera Utara
penyakit ginjal kronis dan sangat sering terkait dengan angka kematian yang tinggi, angka kesakitan dan hospitalisasi yang tinggi Kojima, 2012. Tindakan
bunuh diri saat menjalani hemodialisa berkepanjangan 15 kali lebih tinggi dari populasi umum dan lebih tinggi dari pasien dengan kondisi kanker McQuillan
Jassal, 2010. Kecemasan yang dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisa secara
rutin akan menyebabkan penurunan kualitas hidup Lysaght Mason, 2000. Kualitas hidup merupakan satu hal yang sangat penting yang harus dipantau dari
pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Kualitas hidup yang baik dapat dicapai dengan menjaga kesehatan tubuh, pikiran dan jiwa, sehingga
seseorang dapat melakukan segala aktivitas tanpa ada gangguan. Kecemasan merupakan salah satu dampak psikologi yang dihadapi oleh pasien penyakit ginjal
kronis yang menjalani hemodialisa. Sehingga kondisi cemas pasien harus dikontrol agar dapat mempertahankan kualitas hidup yang baik pada pasien
penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa Ventegodt, Merrick Anderson, 2003. Daria 2009 melakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa
saja yang mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dan menemukan bahwa kecemasan, depresi dan persepsi
terhadap kesehatan yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pasien. Kulitas hidup pasien dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa adalah sesuatu yang penting untuk kita jaga karena agar mencapai kondisi kesehatan individu yang optimal Prince Wilson, 2006.
2.1.7 Peran perawat hemodialisa