III. METODE KAJIAN
Kajian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan November 2008 hingga Januari 2009 di CV. ”X” di Cibinong, Bogor sebagai satu-satunya
produsen nila puff yang bermitra dengan pemerintah yaitu Balai Besar
Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan BBP2HP.
A. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah : a. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara dengan
pemilik perusahaan, pengelola, karyawan, instansi bidang terkait BBP2HP dan konsumen. Kuesioner untuk wawancara dapat dilihat pada
Lampiran 1. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan menggunakan metode
judgement sampling, yaitu memilih konsumen yang paling tepat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Jumlah contoh yang diteliti
pada kajian ini sebanyak 100 responden. b. Pengumpulan data sekunder melalui penelusuran pustaka, dokumen dan
laporan instansi terkait Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Badan POM,
BBP2HP, BPS.
B. Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan untuk menganalisa dan menginterpretasikan data adalah :
a. Metode Deskriptif, yaitu pengumpulan data mengenai informasi potensi bahan baku, prospek pasar dan keuangan yang berkaitan dengan
pasokan bahan baku yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Data lain yang dianalisa adalah uji laboratorium terhadap mutu produk akhir yang
meliputi uji mikrobiologi ALT dan jamur, uji kimia kadar air, kalsium, protein, permintaan pasar dan pesaing strategis secara makro di bidang
pengolahan unit usaha nila puff ini.
b. Metode analisis berupa Importance Performance Analysis IPA, matriks
Internal Factor Evaluation IFE – External Factor Evaluation EFE, serta analisis
Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats SWOT dan analisis titik impas dan
profit margin : BEP dan BC Ratio.
1 Analisis IPA
Metode yang digunakan untuk menganalisis respon konsumen terhadap produk nila
puff adalah teknik deskriptif kuantitatif Umar, 2003. Respon konsumen dapat dilihat dari penilaian yang diberikan
konsumen terhadap karakteristik produk. Tingkat kepentingan dari produk adalah seberapa penting suatu
dimensi produk bagi konsumen atau seberapa besar harapan konsumen terhadap kinerja suatu karakteristik. Untuk mengetahui
tingkat kepentingan secara nyata dari kinerja produk oleh konsumen digunakan skala interval Umar, 2003. Data skala interval diberi skor
secara kuantitatif untuk dipakai dalam perhitungan Tabel 4.
Tabel 4 Skor tingkat kepentingan. Kriteria Jawaban
Skor Nilai Tidak penting
1 Kurang penting
2 Cukup penting
3 Penting 4
Sangat penting 5
Sumber : Umar, 2003. Untuk tingkat pelaksanaankinerja adalah kinerja aktual dari
kinerja yang telah diberikan oleh produk nila puff yang dirasakan oleh
pelanggannya. Untuk tingkat pelaksanaan setiap kriteria jawaban memiliki skor tertentu berdasarkan skala interval Tabel 5.
Tabel 5 Skor tingkat pelaksanaan. Kriteria jawaban
Skor Nilai Tidak baik
1 Kurang baik
2 Cukup baik
3 Baik 4
Sangat baik 5
Sumber : Umar, 2003.
Menurut Umar 2003, untuk mengukur sejauh mana tingkat kepentingan dan tingkat kinerja terhadap perusahaan menurut
pendapat konsumen, digunakan analisis Importance Performance
Analysis IPA. Setelah diperoleh hasil penilaian tingkat kepentingan
dan tingkat pelaksanaan, maka dilakukan perhitungan mengenai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dari produk. Skor rataan
kepentingan dikurangi dengan skor rataan pelaksanaan akan diperoleh total skor
gap kesenjangan. Untuk menghitung tingkat kesesuaian konsumen dilakukan dengan cara menghitung perbandingan rataan
skor kinerja dan rataan skor kepentingan yang menunjukkan tingkat kepuasan konsumen terhadap pelaksanaan kinerja produk yang
dihasilkan. Tingkat kesesuaian ini akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Menurut Supranto, 1997 rumus yang digunakan adalah : Xi
Tki = x 100 Yi
Keterangan: Tki
= Tingkat kesesuaian responden Xi
= Rataan skor penilaian kinerja perusahaan. Yi
= Rataan skor penilaian kepentingan konsumen Jika bobot tingkat kinerja lebih besar atau sama dengan bobot
tingkat kepentingan, berarti kinerja unit usaha telah memenuhi harapan konsumen. Jika bobot kinerja lebih kecil dari bobot tingkat
harapan, berarti kinerja masih di bawah harapan. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan konsumen belum tercapai sehingga dianggap perlu
untuk lebih meningkatkan kinerja sehingga mampu memenuhi harapan konsumen.
Masing-masing dimensi diposisikan dalam sebuah diagram, dimana skor rataan penilaian terhadap tingkat pelaksanaan kinerja
X menunjukkan posisi suatu dimensi pada sumbu X, sementara posisi dimensi pada sumbu Y ditunjukkan oleh skor rataan tingkat
kepentingan harapan konsumen terhadap atribut Y. Bobot
penilaian kinerja perusahaan dan bobot penilaian kepentingan konsumen didasarkan pada nilai rataan dan disusun ke dalam
diagram Kartesius Gambar 2.
D. Berlebihan C. Prioritas
rendah B. Pertahankan posisi
A. Prioritas utama
Y Tingkat
kepentingan
X Tingkat kinerja
Gambar 2. Diagram Kartesius Umar, 2003
Hasil dari perhitungan nilai X dan Y digunakan sebagai pasangan koordinat titik-titik dimensi yang memposisikan suatu dimensi pada
diagram Kartesius. Adapun penghitungan bobot rataan untuk tingkat penilaian kinerja perusahaan dan kepentingan konsumen dapat
dirumuskan seperti berikut: ∑Xi ∑Yi
X = Y= n
n Keterangan:
X= Bobot rataan tingkat penilaian kinerja perusahaan Y= Bobot rataan penilaian tingkat kepentingan konsumen
n = Jumlah responden
Diagram Kartesius yang dimaksud adalah diagram yang terdiri atas empat kuadran yang dibatasi oleh dua buah garis berpotongan
tegak lurus pada titik X,Y. ∑Xi ∑Yi
X = Y =
K K
Keterangan: X = Rataan dari rataan bobot tingkat kinerja perusahaan.
Y = Rataan dari rataan bobot tingkat kepentingan perusahaan. K = Banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen.
Setiap hasil akan menempati salah satu kuadran dalam diagram Kartesius yang terdiri atas :
1. Kuadran A Prioritas Utama Kinerja suatu dimensi adalah lebih rendah dari keinginan
konsumen, sehingga unit usaha nila puff harus meningkatkan
kinerjanya lebih optimal sehingga dapat lebih bersaing dengan produk-produk sejenis dari perusahaan pesaingnya.
2. Kuadran B Pertahankan Prestasi Kinerja dan keinginan konsumen pada suatu dimensi berada pada
tingkat tinggi dan sesuai, sehingga unit usaha nila puff cukup
mempertahankan kinerja dimensi tersebut. 3. Kuadran C Prioritas Rendah
Kinerja dan keinginan konsumen pada suatu dimensi berada pada tingkat rendah, sehingga unit usaha nila
puff belum perlu melakukan perbaikan.
4. Kuadran D Berlebihan Kinerja perusahaan berada pada tingkat tinggi tetapi keinginan
konsumen akan kinerja dari dimensi tersebut rendah, sehingga unit usaha nila
puff tidak perlu lagi meningkatkan kinerja dimensi ini, sehingga sumber daya perusahaan dapat dialokasikan untuk
melaksanakan prioritas utama.
2 Matriks IFE dan EFE.
Matriks IFE digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama yang dihadapi perusahaan.
Sedangkan matriks EFE membantu pengambil keputusan untuk meringkas dan mengevaluasi informasi lingkungan eksternal, yaitu
ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, teknologi, dan sebagainya.
David 1997 menyebutkan 5 langkah yang diperlukan untuk menyusun matriks IFE dan EFE, yaitu :
1. Daftar faktor-faktor internal dan eksternal, termasuk peluang, ancaman, kelemahan dan kekuatan yang berpengaruh
terhadap perusahaan dan industrinya. Daftar yang disusun harus diusahakan seteliti mungkin.
2. Berikan pembobotan untuk setiap faktor yang menunjukkan kepentingan relatif setiap faktor. Pembobotan berkisar antara
0,0 tidak penting hingga 1,0 sangat penting. 3. Tentukan
rating setiap faktor untuk menunjukkan keefektifan strategi perusahaan dalam merespon faktor-faktor tersebut.
Rating tersebut adalah 1 lemah, 2 rataan, 3 di atas rataan dan 4 superior.
4. Setiap rating digandakan dengan masing-masing bobot untuk
setiap peubahnya. 5. Skor yang diperoleh dijumlahkan, sehingga diperoleh total skor
organisasi. 6. Total skor berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan rataan 2,5. Total
skor 4,0 menunjukkan organisasi merespon peluang maupun ancaman yang dihadapinya dengan sangat baik. Sedangkan
total skor 1,0 menunjukkan organisasi tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada.
Matriks IFE dan EFE digunakan untuk mengumpulkan infromasi yang akan digunakan pada tahap pemaduan. Matriks IE didasarkan
pada dua dimensi, yaitu total skor IFE pada sumbu total skor IFE dibagi tiga kategori, yaitu 1,0 – 1,99 menunjukkan posisi eksternal
lemah, 2,0-2,99 menunjukkan kondisi eksternal rataan dan 3,0-4,0
menunjukkan kondisi eksternal yang kuat. Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 3.
Matriks IE dibagi menjadi tiga daerah utama yang mempunyai implikasi strategi berbeda. Tiga daerah utama tersebut adalah :
1. Daerah 1 meliputi sel I, II, atau IV termasuk dalam daerah grow
and build. Strategi yang sesuai dengan daerah ini adalah strategi intensif, misalnya penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau
pengembangan produk dan strategi integratif, misalnya integrasi horizontal dan integrasi vertikal.
2. Daerah II meliputi sel III, V, atau VII. Strategi yang paling sesuai adalah strategi-strategi
hold and maintain. Yang termasuk dalam strategi ini adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.
3. Daerah III, meliputi sel VI, VIII, atau IX adalah daerah harvest dan
divest.
IFE
Kuat Rataan
Lemah 4,0
3,0 2,0
1,0
IX VIII
VII VI
V IV
III II
I Tinggi
3,0
E F
E
Sedang 2,0
1,0 Rendah
Gambar 3. Matriks IE Kotler, 2002
3 Matriks SWOT
Menurut Rangkuti 2000 analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
Strengths dan peluang Opportunities, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
Weaknesses dan ancaman Threats. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,
tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis
strategic planner harus menganalisis faktor- faktor strategis perusahaan kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi
adalah analisis SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang
dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan. Menurut Rangkuti 2000, diagram analisis SWOT dapat digambarkan
dengan diagram sebagaimana pada Gambar 4.
BERBAGAI PELUANG
BERBAGAI ANCAMAN 2. Mendukung strategi
diversifikasi 4. Mendukung
strategi defensif 1. Mendukung strategi
agresif 3. Mendukung
strategi turn-around
KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN INTERNAL
Gambar 4. Diagram analisa SWOT Rangkuti, 2000
Kuadran 1 :
Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif growth oriented strategy.
Kuadran 2 :
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi
diversifikasi produkpasar. Kuadran 3
: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar,
tetapi di lain pihak, perusahaan juga menghadapi beberapa kendalakelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini
adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4 :
Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, dimana perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan
kelemahan internal.
4 Analisis Titik Impas dan Profit Margin a. Break Even Point BEP
BEP dapat diketahui dalam unit dan dalam rupiah menggunakan rumus sebagai berikut
BT BEP unit =
P-BV
BT BEP rupiah =
1- BVP
Keterangan : BT = Biaya tetap dalam setahun
P = Harga jual per unit BV = Biaya variabel per unit
b. Benefit Cost Ratio BC Ratio
Apabila BC Ratio lebih dari satu berarti usaha tersebut layak untuk
dijalankan Rahardi, 2005. Total Penerimaan
BC Ratio =
Total Biaya
Keterangan : BC
Ratio 1 : Layak BC
Ratio = 1 : Layak BC
Ratio 1 : Tidak Layak
C. Aspek Kajian