Babakan Madang, Sukamakmur, dan Cigudeg berturut-turut: 897,24 ha; 1.424,31 ha; dan 1.126,27 ha
Luasan lahan kritis berikut kelas kekritisan di tiga kecamatan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Dari data tersebut terlihat bahwa
berdasarkan kelas kekritisannya 46 berada dalam kategori kritis, 28 agak kritis, 21 potensial kritis dan 5 sangat kritis.
Tabel 9. Luas lahan kritis tiap kategori di lokasi penelitian
Kecamatan Sangat
Kritis ha
Kritis ha
Agak Kritis ha
Potensial Kritis
ha Luas Total
ha Babakan Madang
- 536,50
258,00 102,74
897,24 Cigudeg
180,00 554,00
105,00 287,27
1,126,27 Sukamakmur
- 510,00
594,77 319,54
1.424,31 Jumlah
180,00 1.600,50
957,77 709,55
3.447.82 Persentase
5,22 46,42
27,78 20,58
100,00 Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan 2008 .
Terbentuknya lahan-lahan kritis disebabkan oleh kesalahan dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan yang berakibat pada penurunan daya dukung
lahan untuk pertanian terutama untuk tanaman pangan, menurunnya peresapan air ke dalam tanah serta meningkatkan peluang terjadinya bencana banjir dan
kekeringan.
4.2. Karakteristik Fisik Lingkungan a. Iklim
Iklim khususnya curah hujan di Indonesia merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap proses degradasi lahan terutama di Indonesia bagian barat
seperti di Kabupaten Bogor. Hal ini disebabkan karena tingginya jumlah dan intensitas hujan di Kabupaten Bogor. Rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten
Bogor berkisar antara 2.500 – 5.000 mmtahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian wilayah timur dengan curah hujan kurang dari 2.500 mmtahun.
Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20
o
-30
o
C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25
o
C BAPPEDA, 2007. Suhu rata-rata di masing-masing Wilayah Pengembangan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kondisi temperatur di wilayah Kabupaten Bogor No
Temperatur Kabupaten
Bogor WP Barat
WP Tengah WP Timur
1 Rata-rata
o
25 C
25 25
27 2
Minimal
o
20 C
17 20
22 3
Maksimal
o
30 C
32 30
32
Sumber : RTRW Kabupaten Bogor 2007-2025 BAPPEDA, 2007.
Pada penelitian ini data curah hujan yang tersedia di lokasi penelitian diperoleh dari tiga stasiun pengamat curah hujan yaitu : Stasiun Sukamakmur
mewakili wilayah penelitian di Kecamatan Sukamakmur, Stasiun Cimanggu mewakili wilayah penelitian di Kecamatan Babakan Madang dan Stasiun
Cikasungka mewakili wilayah penelitian di Kecamatan Cigudeg. Data iklim lainnya seperti suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dan radiasi sinar
matahari diperoleh dari stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika BMG Bogor di Dramaga dan stasiun Balai Penelitian Hidrologi dan Agroklimat di Cimanggu.
Selang waktu pengamatan tiap stasiun bervariasi dan data iklim ada yang tidak lengkap atau tidak sama. Pada stasiun Cikasungka selang waktu
pengamatan dari tahun 2005 sampai 2009, stasiun Cimanggu selang waktu pengamatan dari tahun 2000 sampai 2009, stasiun Gadog selang waktu
pengamatan dari tahun 1994 – 2004, sedangkan untuk Stasiun Sukamakmur selang waktu pengamatan tahun 2002 – 2004 dan 2007.
Gambar 3 menunjukan grafik rata-rata curah hujan bulanan di lokasi penelitian. Berdasarkan data curah hujan tersebut terlihat bahwa kondisi iklim
sangat dipengaruhi oleh curah hujan, dimana musim kemarau dimulai pada bulan Mei – Oktober dan musim hujan di mulai pada bulan November sampai dengan
April. Curah hujan paling rendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus, sementara itu pada bulan Januari dan Februari tercatat semua stasiun menunjukan curah
hujan tertinggi. Curah hujan terendah tercatat di Stasiun Sukamakmur dengan rata-rata
curah hujan tahunan 2.393,6 mmtahun dan curah hujan tertinggi yaitu 4.443,3 mmtahun tercatat di Stasiun Cimanggu-Bogor. Berdasarkan klasifikasi Schmidt
dan Ferguson 1951, curah hujan 2000 mmtahun termasuk klasifikasi iklim A.
Gambar 4. Grafik rata-rata
curah hujan bulanan
di lokasi penelitian
Curah hujan yang sangat tinggi di lokasi penelitian yaitu lebih dari 2500 mmtahun baik di Kecamatan Sukamakmur, Babakan Madang maupun Cigudeg,
merupakan penyebab utama terjadinya degradasi lahan melalui erosi air. Hal ini disebabkan curah hujan yang tinggi baik jumlah dan intensitasnya di lokasi
penelitian akan memperbesar kemampuan hujan dalam menimbulkan erosi indeks erosivitas hujan tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan, indeks erosivitas
hujan di lokasi penelitian lebih besar dari 1000. Menurut kriteria FAO 1979, nilai erosivitas hujan lebih dari 1000 tergolong sangat berbahaya bagi tanah
karena dapat merusak dan menghancurkan agregatstruktur tanah menjadi partikel-partikel tanah yang lebih kecil dan mudah hanyut bersama aliran
permukaan pada setiap kejadian hujan. Disamping curah hujan, suhu udara adalah penyebab utama terpenting
perubahan iklim dan proses degradasi lahan melalui pelapukan batuan. Data suhu udara yang tersedia berasal dari satu stasiun yaitu stasiun Cimanggu-Bogor.
Temperatur pada stasiun ini berkisar antara 26,2º C – 28,4º C dengan rata-rata suhu udara tahunan berkisar antara 27,2º C. Suhu tertinggi tercatat pada bulan
September dan Oktober sedangkan suhu terendah tercatat pada bulan Januari dan Februari. Tabel 11 menyajikan data iklim di lokasi penelitian.
0,0 50,0
100,0 150,0
200,0 250,0
300,0 350,0
400,0 450,0
500,0 550,0
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agu
Sep Okt
Nov Des
C ur
a h H
uja n
m m
CH Cigudeg CH Babakan Madang
CH Sukamakmur
Tabel 11. Data komponen iklim di lokasi penelitian
No. Unsur Iklim
Bulan Jumlah
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Ags
Sep Okt
Nov Des
Rerata 1
Curah Hujan mm - Cigudeg
365,6 309,9 275,9 280,4 197,4 190,6 125,2 100,3 162,5 250,6 314,6 230,6 2803,5
- Babakan Madang 401,9 416,2 455,0 501,5 405,7 359,3 218,7 167,9 282,7 398,6 439,3 396,6
4443,3 - Sukamakmur
138,1 493,5 265,2 229,5 197,7 207,9 64,8
70,0 67,0 126,9 190,3 342,9
2393,6 2
Suhu °C 26,5
26,2 27,2
27,3 27,5
27,5 27,2
27,6 28,2
28,4 27,6
26,7 27,2
3 Kelembaban
82,2 85,6
80,1 83,2
80,4 77,1
72,7 67,1
64,8 68,6
75,5 79,8
79,4 4
Kecepatan angin Kmjam
2,3 2,3
2,4 1,8
1,8 1,8
1,8 1,8
2,3 2,3
2,3 3,2
2,2 5
Penyinaran 28,6
36,8 41,4
69,4 71,3
72,0 80,0
82,0 72,4
83,5 51,6
41,3 60,9
Sumber : BMG Dramaga, Balitklimat Cimanggu, Cikasungka Cigudeg, Stasiun Sukamakmur.
Data kelembaban udara yang tersedia berasal dari stasiun Cimanggu, dengan rata-rata kelembaban udara adalah 79,4. Kelembaban terendah terjadi
pada bulan Agustus – Oktober dan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari – Mei. Kecepatan angin dan penyinaran matahari hanya tersedia di
Stasiun Dramaga. Rata – rata kecepatan angin tercatat 2,2 kmjam dengan kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Desember 3,2 kmjam dan
kecepatan angin terendah terjadi pada bulan April-Agustus 1,8 kmjam. Penyinaran matahari bervariasi antara 28,6 - 82, dimana penyinaran terendah
terjadi pada bulan Januari dan tertinggi terjadi pada bulan Agustus. Penyinaran tertinggi terjadi pada musim kemarau dimana langit relatif bersih dari awan.
Temperatur dan kelembaban dalam proses degradasi berperan dalam pelapukan. Menurut Ismangil dan Hanudin 2005, pelaku utama proses
pelapukan mineral adalah ion H, di mana dengan kondisi lembab maka memungkinkan adanya peningkatan konsentrasi ion H sehingga meningkatkan
kondisi asam yang dapat mempercepat proses pelarutan mineralbatuan. Demikian juga temperatur dapat berpengaruh terhadap proses hidrolisis.
Pengaruhnya adalah suhu mampu meningkatkan konsentrasi ion H sehingga pelapukan mineral dipercepat dengan meningkatnya suhu. Jika dilihat dari data
temperatur dan kelembaban yang cukup tinggi di lokasi penelitian, maka proses degradasi mineralbatuan dapat dipercepat melalaui pengaruh temperatur dan
kelembaban tersebut.
b. Bahan induk