bulu Ficus virens Aiton. Menurut Hadinoto 1993, kebutuhan pakan monyet ekor panjang setiap ekor perhari sebanyak 4 dari bobot tubuhnya, serta
memerlukan air untuk minum sebanyak 1 liter per ekor setiap harinya.
2.5. Seleksi Habitat
Seleksi merupakan proses satwa memilih komponen-komponen habitat yang digunakan Johnson 1980.
Pemilihan habitat yang sesuai merupakan suatu tindakan yang dilakukan satwaliar dalam rangka memperoleh serangkaian kondisi yang
menguntungkan bagi keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidupnya Bolen Robinson 2003.
Satwa memilih habitat melalui sebuah hierarki keruangan, yaitu seleksi pada skala jelajah geografis, seleksi pada skala melakukan aktivitasnya
dalam home range, seleksi pada komponen tertentu dalam wilayah jelajah satwa, serta seleksi pada saat satwa memilih bagaimana mereka akan memperoleh
sumberdaya dan lokasi mikro-nya Johnson 1980, Hutto 1985. Seleksi terhadap suatu tipe habitat terkait erat dengan sumberdaya yang
tersedia di dalamnya. Manly et al. 2002 menyatakan bahwa seleksi sumberdaya merupakan suatu kesatuan konsep untuk menjelasan pemilihan terhadap beberapa
tipe habitat.
Satwaliar tidak menggunakan seluruh kawasan hutan yang ada sebagai habitatnya tetapi hanya menempati beberapa bagian secara selektif. Adapun
pemilihan habitat oleh satwaliar dapat disebabkan oleh tiga hal, yakni: ketersediaan mangsa pakan, menghindari pesaing dan menghindari predator Morris 1987.
2.6. Kerusakan Vegetasi Gunung Merapi Pasca Letusan 2010
Berdasarkan survei kondisi lahan dan pengukuran pemetaan lokasi restorasi yang dilakukan oleh TN Gunung Merapi pada tahun 2011 kerusakan yang terjadi
paling luas pada kerusakan ringan 41,40 dan paling sedikit pada kerusakan sedang 19,66. Kerusakan vegetasi yang terjadi akibat letusan Gunung Merapi
disajikan pada Gambar 2 TNGM 2011b.
Berdasarkan survei tersebut dengan menggunakan citra satelit ASTER perekaman pasca letusan Gunung Merapi dan setelah dilakukan pemeriksaan
lapangan dapat diketahui bahwa tidak seluruh kawasan TNGM terkena dampak erupsi merapi dan diperoleh informasi bahwa dari luas total 6.410,00 ha
kawasan TNGM yang mengalami rusak berat adalah seluas 1.242,16 ha atau 20,21 Tabel 2.
Tabel 2. Data luas area berdasar tipe kerusakan vegetasi di TNGM
Klasifikasi Kerusakan Luas ha
Persentase
Kerusakan ringan 2.543,94
41,40 Kerusakan sedang
1.207,91 19,66
Kerusakan berat 1.242,16
20,21 Medan lava dan lahar
1.151,46 18,74
Total 6.410,00
100,00
Gambar 2. Kondisi kerusakan vegetasi TNGM pasca erupsi tahun 2010 TNGM 2011b
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1. Sejarah Kawasan
Gunung Merapi terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta DIY, termasuk gunung api yang paling aktif di dunia.
Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi merupakan gabungan dari Taman Wisata Alam, Cagar Alam, dan Hutan Lindung. Sejarah kawasan TN Gunung
Merapi sebelum ditunjuk menjadi Taman Nasional adalah sebagai berikut: 1. Kawasan hutan Gunung Merapi seluas 6.472,10 ha ditetapkan sebagai
kawasan hutan dengan fungsi lindung sejak jaman Pemerintahan Belanda. Penetapan tersebut didasarkan atas Gouvernements Besluit Nomor: 4197b
tanggal 4 Mei 1931. Berdasarkan administrasi pemerintahan RI maka areal seluas 228,50 ha dari seluruh kawasan fungsi lindung termasuk dalam wilayah
Provinsi DIY. Daerah tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting, tidak hanya dari segi fungsi hidroorologis, tetapi juga dari segi botanis-historis dan
estetika. 2. Berdasarkan fungsi tersebut diatas Menteri Pertanian melalui Surat Keputusan
Nomor: 347KptsUm81975 tanggal 20 Agustus 1975 menetapkan sebagian hutan lindung Gunung Merapi yang terletak di Kaliurang DIY seluas 198,50
ha sebagai Cagar Alam Plawangan Turgo, dan seluas 30 ha sebagai Taman Wisata Alam Plawangan Turgo.
3. Pada tahun 1975 melalui Surat Keputusan Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 61975 tanggal 16 Februari 1975 menetapkan Dusun
Kumpulrejo dan Patuk Kalurahan Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman sebagai daerah tertutup dan terlarang, baik sebagai sumber mata
pencaharian maupun sebagai tempat kediaman. 4. Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
155KPts-II1984 tanggal 4 Agustus 1984 memperluas wilayah Taman Wisata Alam Plawangan Turgo dari 30 ha menjadi 31 ha.
5. Selanjutnya melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 758Kpts- II1989 tanggal 16 Desember 1989, kawasan Plawangan Turgo seluas 282,25
ha ditetapkan sebagai Cagar Alam dan Taman Wisata Alam 6. Pemerintah Provinsi DIY melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor: 52000
tanggal 20 Januari 2000 menetapkan daerah yang dulunya merupakan Dusun Kumpulrejo dan Dusun Patuk seluas 233,48 ha, pengelolaan dan
penggunaannya diserahkan kepada Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan DIY untuk dijadikan hutan lindung.
7. Dusun Kumpulrejo dan Dusun Patuk oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan melalui Surat Keputusan Menteri Nomor: 201Kpts-II2000 tanggal 12 Juli
2000 ditetapkan sebagai hutan dengan fungsi hutan lindung. Kawasan Gunung Merapi kemudian ditunjuk menjadi Taman Nasional
Gunung Merapi TNGM berdasarkan SK Menhut Nomor: 134Kpts-II2004 tanggal 4 Mei 2004 yang berisi tentang penunjukan kawasan Gunung Merapi
menjadi Taman Nasional dan perubahan luas kawasan TNGM menjadi 6.410 ha. Luas kawasan TNGM tersebut terbagi menjadi dua yaitu 1.283,99 ha di DIY dan
5.126,01 ha di Jateng. Batas administrasi pemerintahan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Batas administrasi pemerintahan TNGM
3.2. Letak dan Luas