Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) terhadap Market Value Added (MVA) Pada Bank Central Asia, Tbk

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bank sebagai lembaga keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan kegiatan perekonomian suatu negara tidak pernah terlepas dari lalu lintas pembayaran uang, di mana industri perbankan memegang peranan yang sangat strategis sehingga dapat dikatakan sebagai pusat dari sistem perekonomian. Kegiatan pokok bank yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia secara menyeluruh.

Bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang kekurangan atau membutuhkan dana (deficit unit). Fungsi utama bank adalah menyediakan jasa yang menyangkut penyimpanan nilai dan perluasan kredit sehingga bank harus bekerja secara profesional dan bertanggung jawab dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan perekonomian pada masa ekonomi modern tidak dapat dipisahkan dari peranan dan fungsi bank sebagai lembaga pembiayaan dan investasi dalam pembangunan nasional (Kasmir, 2010).

Penilaian keputusan berinvestasi dalam pasar modal dan menilai sehat atau tidaknya suatu perusahaan, biasanya yang dinilai adalah kinerja keuangan perusahaan yang bersangkutan. Kinerja keuangan suatu perusahaan dapat dinilai berdasarkan analisis laporan keuangan maupun rasio keuangan perusahaan.

Salah satu bank di Indonesia yang mengalami peningkatan kinerja keuangan adalah PT. Bank Central Asia, Tbk atau lebih dikenal dengan bank BCA. Dalam perkembangannya, Bank BCA selalu berusaha meningkatkan kinerjanya, terutama kinerja keuangannya. Hal ini dapat dilihat dari financial performance-nya. Menurut Statistik Perbankan


(2)

Indonesia, pada tahun 2007 sampai 2009, Bank Central Asia menempati peringkat ke-3 besar dalam Peringkat Bank Umum Berdasarkan Asset. Data mengenai kinerja keuangan Bank Central Asia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Asset

Nama Bank Total Assets ( Rp Trilliun)

2007 2008 2009

PT. Bank Mandiri (Pesero) Tbk 306 340 375

PT. BRI (Persero) Tbk 204 250 318

PT. Bank Central Asia Tbk 218 246 283

PT. BNI (Persero) Tbk 184 200 226

PT. Bank Cimb Niaga Tbk 54 69 106

PT. Bank Danamon Tbk 86 104 96

PT. Bank Pan Indonesia Tbk 51 63 76

PT. BII Tbk 50 54 58

PT BTN (Persero) Tbk 47 52 58

PT. Bank Permata Tbk 39 52 56

Keterangan : Statistik Perbankan Indonesia Sumber : Biro komunikasi Bank Indonesia

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa selama perkembangannya dari tahun 2007 sampai 2009, secara keseluruhan Bank Central Asia mengalami peningkatan kinerja. Pada tahun 2007 total asset BCA yaitu 218 trilliun, pada tahun 2008 total asset BCA 246 trilliun dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 37 trillun dibandingkan tahun 2008 menjadi 283 trilliun.

Peningkatan yang terjadi pada Bank Central Asia membuktikan bahwa perusahaan berusaha untuk selalu melakukan peningkatan dan perbaikan kinerja agar mencapai misinya sebagai lembaga keuangan terkemuka di Indonesia. Komitmen perusahaan untuk menjadi lebih baik lagi di masa mendatang memang terbuktikan, pada periode 2006 sampai 2009 terjadi peningkatan kinerja yang signifikan. Data mengenai Perkembangan Rasio keuangan Bank BCA dapat dilihat pada Tabel 2.


(3)

Tabel 2. Perkembangan rasio keuangan Bank Central Asia

RASIO KEUANGAN 2006 2007 2008 2009

Return On Asset (ROA) 3,8 % 3,3% 3,4% 3,4%

Return On Equity (ROE) 29,1 % 26,7% 30,2% 31,8%

Marjin Bunga Bersih (NIM) 7,2 % 6,1% 6,6% 6,4%

Capital Adequacy Ratio (CAR) 22,1 % 19,2% 15,8% 15,3%

Earning Per Share (EPS )(dalam Rupiah) 173 183 236 279

Sumber : Laporan Tahunan BCA 2009

Dari data yang disajikan, terlihat bahwa secara umum kinerja keuangan Bank Central Asia mengalami peningkatan. Namun pengukuran kinerja tersebut belum cukup untuk memberikan informasi mengenai penciptaan kekayaan serta nilai perusahaan terkait modal yang dipakai. Karena dalam aktivitasnya, untuk melakukan pengembangan, perusahaan tentu saja memerlukan jumlah modal dan pinjaman yang besar. Pada pengukuran tersebut, biaya modal yang menyertai belum diperhitungkan, padahal hal tersebut merupakan suatu opportunity cost bagi investor atau penyetor modal, lalu untuk dapat menghasilkan informasi mengenai profitabilitas sesungguhnya, biaya tersebut perlu diperhitungkan, sehingga tingkat kekayaan sebenarnya dan nilai perusahaan yang tercipta dapat diketahui.

Evaluasi kinerja perusahaan yang dilakukan oleh Bank Central Asia hanya melihat dari segi akuntansi saja. Namun belum mengetahui nilai tambah perusahaan bagi pihak Investor. Oleh karena itu perlu digunakan suatu konsep untuk menghitung nilai kekayaan sebenarnya yang telah dihasilkan terkait modal dan pinjaman yang digunakan, dan nilai perusahaan yang berhasil diciptakan. Konsep yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah konsep laba residu (Economic Value Added/EVA) dan Market Value Added (MVA). Konsep ini dapat menghasilkan informasi mengenai nilai kekayaan dan nilai perusahaan yang bersangkutan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:


(4)

1. Bagaimana kinerja Bank Central Asia, menurut metode Economic Value Added (EVA)?

2. Bagaimana Market Value Added (MVA) Bank Central Asia yang terbentuk?

3. Apakah terdapat hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah:

1. Menganalisis kinerja keuangan PT. Bank Central Asia menurut metode EVA.

2. Menganalisis kinerja keuangan PT. Bank Central Asia menurut MVA. 3. Menganalisis hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap

MVA.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai suatu masukan bagi Bank Central Asia dalam mengambil keputusan guna memaksimalkan keuntungan dan meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga dapat menciptakan nilai perusahaan yang tinggi untuk mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan investor.

2. Sebagai gambaran bagi investor mengenai kinerja keuangan berbasiskan nilai perusahaan sehingga dapat dijadikan masukan bagi pengambilan keputusan investasi.

3. Sebagai sumber referensi dan pengembangan yang lebih lanjut bagi penelitian mengenai pengukuran kinerja keuangan menurut metode EVA dan MVA.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian hanya dilakukan seputar lingkup pengukuran kinerja keuangan berdasarkan EVA, rasio laporan keuangan berupa ROE, EPS dan CAR serta MVA pada PT. Bank Central Asia, Tbk serta menganalisis bagaimana hubungan antara EVA dan rasio keuangan terhadap MVA.


(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bank

Menurut Kasmir (2010), bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.

Pengertian bank menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 november 1998 dalam Kasmir (2010) tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Jadi, perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang berperan sebagai badan intermediasi yang menghimpun dana (funding), menyalurkan kembali dalam bentuk kredit (lending), serta sebagai pelayanan jasa keuangan lainnya (service).

2.2. Kinerja Keuangan

Menurut Lesmana dan Surjanto dalam Budiharti (2006), kinerja keuangan adalah analisis keuangan yang pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja di masa lalu, dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi yang kinerjanya akan berlanjut.

Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, maka dapat dilihat dari laporan keuangannya. Laporan tersebut menggambarkan kinerja bank selama periode tertentu. Agar laporan dapat menjadi berarti, maka perlu di analisis terlebih dahulu. Analisis yang umum dilakukan untuk menilai kinerja bank adalah menggunakan rasio keuangan. Indikator ini sering pula digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank. Namun, muncul konsep penilaian kinerja baru yaitu Economic Value Added (EVA).


(6)

Menurut Brigham dan Houston (2010), laporan tahunan ( annual report) adalah laporan yang diterbitkan setiap tahun oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Laporan ini berisi laporan keuangan dasar dan opini manajemen atas operasi perusahaan selama tahun lalu dan prospek perusahaan di masa depan.

Laporan keuangan digunakan oleh perusahaan sebagai informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja perusahaan serta perubahan posisi keuangan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang yang telah dibuat digunakan oleh perusahaan sendiri dan pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan antara lain : investor, karyawan, pemberi pinjaman, nasabah dan pemerintah.

Bank memiliki beberapa jenis laporan keuangan (Kasmir, 2003) yaitu :

1. Neraca

2. Laporan Komitmen dan Kontijensi 3. Laporan Laba Rugi

4. Laporan Arus Kas

5. Catatan Atas Laporan Keuangan

6. Laporan Keuangan Gabungan dan Konsolodasi

Dalam menganalisis kinerja keuangan menurut EVA serta rasio keuangan, maka laporan keuangan yang diperlukan adalah laporan laba rugi dan laporan neraca.

2.3.1 Neraca

Menurut Brigham dan Houston (2010), Neraca adalah laporan posisi keuangan pada suatu waktu tertentu. Neraca memberikan gambaran mengenai aktiva, kewajiban atau hutang dan ekuitas pemilik untuk periode waktu tertentu. Aktiva menggambarkan seluruh sumber daya yang dimilki perusahaan, sementara kewajiban dan ekuitas pemilik menunjukkan bagaimana seluruh sumber daya perusahaan didanai.


(7)

Dalam konteks perbankan, neraca adalah laporan yang menunjukkan posisi keuangan bank pada tanggal tertentu. Posisi keuangan yang dimaksud adalah posisi aktiva (harta, pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu bank. Penyusunan komponen di dalam neraca didasarkan pada tingkat likuiditas dan jatuh tempo (Kasmir, 2003).

2.3.2 Laporan Laba Rugi

Menurut Brigham dan Houston (2010), laporan laba rugi adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan beban perusahaan selama periode akuntansi tertentu yang umumnya setiap kuartal atau satu tahun. Laporan laba rugi menggambarkan pendapatan bersih dari kegiatan operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan atas laba dan dividen per saham disajikan pada bagian bawah laporan.

2.4. Rasio Keuangan

Rasio keuangan adalah sebuah alat utama untuk menganalisis keuangan sebuah perusahaan. Rasio keuangan terdiri dari perbandingan data keuangan yang terdapat pada laporan keuangan. Rasio keuangan merupakan hasil perhitungan antara dua macam data keuangan bank, yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua data keuangan tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara negatif, baik dalam persentase maupun kali (Riyadi, 2004). Rasio keuangan memberikan dua cara untuk membuat perbandingan dari data keuangan menjadi lebih berarti (Keown, 2008):

1. Dapat meneliti rasio antar waktu untuk meneliti arah pergerakannya 2. Dapat membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan perusahaan

lain.

Menurut Brigham dan Houston (2010), kelebihan rasio keuangan antara lain:

1. Rasio keuangan mudah dalam perhitungannya.


(8)

mengendalikan dan memperbaiki operasi perusahaan

3. Rasio keuangan dapat digunakan untuk membantu menentukan kemampuan perusahaan membayar utang.

4. Rasio keuangan dapat digunakan untuk melihat efisiensi, risiko dan prospek pertumbuhan perusahaan

Walaupun rasio keuangan dapat memberikan informasi yang berguna tentang operasi dan kondisi keuangan perusahaan, namun di dalamnya terdapat masalah dan keterbatasan yang perlu diperhatikan. Kekurangan tersebut antara lain (Brigham dan Houston, 2010)

1. Rasio keuangan lebih berguna bagi perusahaan kecil dibandingkan perusahaan multidivisi.

2. Inflasi dapat memberikan nilai yang dicatat seringkali berbeda dengan nilai yang sebenarnya pada neraca perusahaan.

3. Faktor-faktor musiman dapat mendistorsi analisis rasio keuangan. 4. Perusahaan dapat menggunakan "window dressing" untuk membuat

laporan keuangan nampak lebih baik.

5. Praktik akuntansi yang berbeda dapat mendistorsi perbandingan.

6. Sangat sulit untuk menyamaratakan apakah suatu rasio tertentu baik dan buruk

7. Suatu perusahaan mungkin memiliki beberapa rasio yang kelihatan

“bagus” dan yang lainnya kelihatan “buruk:, yang membuat sulit untuk

menyatakan apakah perusahaan tersebut kuat atau lemah. 8. Tidak memperhitungkan biaya modal.

Menurut Kasmir (2003), rasio keuangan terdiri dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas. Rasio likuiditas bertujuan untuk mengukur seberapa likuid suatu bank, rasio solvabilitas bertujuan untuk mengukur efisiensi bank dalam menjalankan aktivitasnya, sedangkan rasio rentabilitas bertujuan untuk mengukur efektivitas bank dalam mencapai tujuannya.

Rasio solvabilitas atau sering juga disebut rasio permodalan merupakan ukuran kemampuan bank mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya (Kasmir dalam Imamah, 2005). Suatu bank


(9)

dikatakan solvable apabila bank tersebut mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar semua hutangnya. Salah satu rasio yang digunakan untuk menilai tingkat solvatibilitas bank adalah Capital Adequacy Ratio (CAR).

Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga (Martono

dalam Imamah, 2005). Terdapat tiga macam perhitungan CAR, pertama

CAR dengan memperhitungkan risiko kredit. Kedua, CAR dengan memperhitungkan risiko kredit dan risiko pasar. Ketiga, CAR yang didapat dari perbandingan antara aktiva tetap terhadap modal. Perhitungan aktiva tetap adalah sebelum dikurangi akumulasi penyusutan.Sedangkan menurut ketentuan Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBV2003 tanggal 17 Juli 2003, CAR diperoleh dari perbandingan antara total modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Sementara itu menurut Helfert dalam Pradhono (2004), pengukuran kinerja perusahaan bisa dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu :

1. Earning measures, yang mendasarkan kinerja pada accounting profti.

Termasuk dalam kategori adalah earning per share (EPS), return on investment (ROI), return on net assets (RONA), return on capital employed (ROCE) dan return on equity (ROE), dan lain-lain.

2. Cash Flow Measures, yang mendasarkan kinerja pada arus kas operasi (operating cash flow). Termasuk dalam kategori ini adalah free cash flow, cash flow return on gross investment (ROGI), cash flow return on investment (CFROI), total shareholder return (TSR), dan total business return (TBR).

3. Value measure, yang mendasarkan kinerja pada nilai (value based management).

Termasuk dalam kategori ini adalah economic value added (EVA),

market value added (MVA), cash value added (CVA) dan shareholder value (SHV).

Dalam penelitian ini, rasio keuangan berupa earning measures


(10)

1. Return On Equity (ROE)

Menurut Brigham dan Houston (2010), ROE adalah laba bersih dibagi dengan ekuitas. Atau dengan kata lain ROE merupakan laba bersih bagi pemegang saham dibagi dengan total ekuitas pemegang saham. Rasio ini menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian atas modal yang telah di investasikan..

2. Earning Per Share (EPS)

Menurut Brigham dan Houston dalam Prehatiningsih (2006), EPS merupakan perbandingan antara laba bersih terhadap saham biasa yang beredar, sehingga EPS menggambarkan laba per lembar saham yang diperoleh investor dari suatu perusahaan.

2.5. Economic Value Added (EVA)

Economic Value Added (EVA) pertama kali digambarkan- oleh Alfred Marshall pada tahun 1890 dalam bukunya yang berjudul "Principle of Economic"_ Dasar teoritis dari konsep nilai tambah ekonomis disajikan dalam kertas akademis yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan 1961 oleh dua ekonom keuangan, yaitu Merton H. Miller dan Franco Modigiiani, yang memenangkan hadiah nobel dalam bidang ekonomi. Mereka berargumentasi bahwa laba ekonomis merupakan sumber penciptaan nilai di perusahaan dan bahwa tingkat pengembalian ditentukan berdasarkan risiko yang diasumsikan oleh investor. Akan tetapi, Miller dan Modigliani tidak memberikan teknik untuk mengukur laba ekonomis dalam suatu perusahaan. Konsep EVA mulai digunakan secara luas pada tahun 1990an, tepatnya dipopulerkan pertama kali oleh G. Bennett Stewart, III, Managing Partner dari Stern Stewart and Co dalam bukunya

"The Quest for Value" (Tunggal, 2001).

EVA adalah nilai tambah yang diberikan oleh manajemen kepada pemegang saham selama satu tahun tertentu (Bringham dan Houston, 2001). EVA membantu manajer mernastikan bahwa perusahaannya dapat menambah nilai pemegang saham, sementara investor dapat menggunakan EVA untuk mengetahui saham mana yang akan meningkatkan nilainya. EVA sangat bermanfaat apabila digunakan sebagai penilai kinerja


(11)

perusahaan di mana fokus penilaian kinerjanya adalah pada penciptaan nilai. Secara sederhana, angka EVA diperoleh dari laba usaha dikurangi biaya-biaya atas modal yang diinvestasikan.

Menurut Young dan O'Byrne dalam Budiharti (2006), EVA sama dengan Net Operating Profit After Tax (NOPAT) dikurangi biaya modal. NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak dan mengukur laba yang diperoleh perusahaan dan operasi berjalan. Biaya modal Sama dengan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan dikalikan rata-rata tertimbang dari biaya modal (Weighted Average Cost of Capital/WACC). WACC sama dengan jumlah biaya dari setiap komponen modal- hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan equitas pemegang saham- ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada nilai pasar. Modal yang diinvestasikan adalah jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva yang tidak menanggung bunga (non interest bearing liabilities) seperti hutang upah yang akan jatuh tempo dan pajak yang akan jatuh tempo. Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, hutang dan kewajiban jangka panjang lainnya.

Jadi, komponen EVA terdiri dari Net Operating Profit After Tax NOPAT (laba bersih setelah pajak), dan Cost of Capital-COC (biaya modal). Cost of Capital-COC (biaya modal) merupakan perkalian antara

Weighted Average Cost of Capifal- WACC (biaya modal rata-rata tertimbang) dengan Invested Capital-IC (modal yang diinvestasikan).

Dengan demikian, EVA dapat dirumuskan sebagai berikut: EVA = NOPAT - Cost of Capital

= NOPAT - (WACC x Invested Capital) dimana NOPAT = Net Operating Profit After Tax (laba operasi

setelah pajak).

WACC = Weighted Aveiage Cost of Capital (biaya modal rata-rata tertimbang).


(12)

Invested Capital = Jumlah modal yang tersedia bagi perusahaan untuk membiayai usahanya yang terdiri dari

hutang dan modal sendiri.

Menurut Poeradisastra dalam Budiharti (2006), hasil perhitungan EVA akan bernilai lebih besar dari nol (positif), lebih kecil dari nol (negatif), dan sama dengan nol.

yang berarti:

1. Kondisi EVA yang positif (EVA>O) mencerminkan tingkat kompensasi yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. Ini berarti manajemen telah mampu menciptakan peningkatan kekayaan perusahaan. Semakin positif EVA berarti semakin bagus kinerja perusahaan tersebut, artinya manajemen telah menjalankan tugasnya dengan baik.

2. Kondisi EVA yang negatif (EVA<O) menunjukkan adanya penurunan nilai kekayaan karena laba yang tersedia tidak mampu memberikan kompensasi yang setimpal dengan investasi yang ditanam.

3. Kondisi EVA sama dengan nol (EVA=O) berarti laba yang tersedia impas untuk memenuhi harapan pemodal dan kinerja keuangan perusahaan tergolong sehat.

2.5.1 Net Operating Profit After Tax (NOPAT)/Laba Bersih Setelah Pajak sebagai Komponen EVA

Menurut pendekatan operasional, NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah dikurangi pajak. Sedangkan menurut pendekatan keuangan, NOPAT didapat dari laba bersih seteiah pajak ditambah dengan beban bunga. Untuk perhitungan NOPAT dapat diperoleh dan laporan laba rugi perusahaan (Tunggal, 2001). 2.5.2 Cost of Capital (COC)/Biaya Modal sebagai Komponen EVA

Semua sumber dana yang digunakan perusahaan baik berasal dari hutang maupun modal sendiri (ekuitas) yang digunakan untuk investasi atau membiayai operasional perusahaan dikenakan suatu biaya disebut biaya modal. Baik hutang maupun modal sendiri memiliki biaya modal. Hanya saja kalau dalam


(13)

modal sendiri biaya tersebut bersifat implisit atau opportunistic,

sedangkan untuk hutang bersifat eksplisit karena memang benar- benar dikeluarkan oleh perusahaan dalam untuk pembayaran. bunga. Biaya tersebut harus mencerminkan rata-rata tertimbang berbagai sumber dana yang digunakan (Tunggal, 2001).

Total biaya modal menunjukan besarnya tingkat dari pengembalian yang diharapkan oleh penyedia dana atas modal yang diinvestasikan di perusahaan. Besarnya kompensasi tergantung pada tingkat risiko perusahaan yang bersangkutan. Semakin tinggi risiko perusahaan, semakin tinggi tingkat pengembalian yang di tuntut oleh investor (Utama dalam budiharti, 2006).

Weighted Average Cost of Capital (WACC)/ Biaya Modal Rata Rata Tertimbang.

Biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) adalah tingkat pengembalian minimum yang dibobot berdasarkan proporsi masing-masing instrument pembiayaan dalam struktur permodalan perusahaan yang harus dihasilkan perusahaan untuk memenuhi ekspektasi kreditor dan pemegang saham. Pembobotan perlu, karena setiap bentuk pembiayaan yang berbeda baik jangka.pendek maupun jangka panjang tidak sama resikonya bagi investor. Maka tiap-tiap bentuk pembiayaan yang dipilih perusahaan memiliki biaya yang berbeda. Pembiayaan yang dipergunakan perusahaan bermacam-macam, tetapi secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu hutang dan ekuitas (Tunggal, 2001 ).

WACC terdiri dari komponen biaya hutang dan biaya ekuitas. Biaya hutang (Kd) adalah rate yang harus dibayar perusahaan di dalam pasar sekarang untuk mendapatkan hutang jangka panjang yang baru. Biaya hutang terjadi dalam perusahaan akibat adanya penggunaan dana pinjaman. Hutang disini mencakup semua hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek yang didapat dari kelompok di luar perusahaan.


(14)

Perusahaan memiliki beberapa paket surat hutang dengan beban bunga yang beragam dan cara tepat menghitung nya adalah secara tertimbang (weighted). Adanya pembayaran bunga oleh perusahaan akan mengurangi besarnya pendapatan kena pajak, makan Kd harus dikoreksi dengan factor (1-T), dengan T adalah tingkat pajak yang dikenakan. Hal tersebut serupa dengan pernyataan Brigham dan Houstoun (2001) yang menyatakan bahwa adanya biaya bunga yang wajib dibayarkan dikurangi dengan penghematan pajak yang timbul. Bunga dalam perhitungan pajak ini bersifat tax deductible sehingga dikalikan dengan (1-T), dimana T adalah tarif pajak marjinal dari perusahaan.

Sedangkan biaya ekuitas (Ke) adalah biaya yang timbul akibat investor menyerahkan dananya berupa ekuitas kepada perusahaan. Mereka berhak untuk mendapatkan pembagian dividen di masa mendatang sekaligus berkedudukan sebagai pemilik parsial perusahaan tersebut. Besarnya dividen tidak ditentukan pada saat investor menyerahkan dananya, tetapi bersifat tidak tentu tergantung pada kinerja perusahaan tersebut di masa yang akan datang. Hal ini sangat berbeda dengan modal hutang yang sudah memperhitungkan kepastian tingkat suku bunga yang disetujui. Untuk menghitung Ke perlu pendekatan berdasarkan return yang diharapkan oleh pemegang saham. Untuk itu harus berdasarkan nilai pasar yang berlaku dan bukan nilai buku.

Struktur Modal

Keputusan mengenai struktur modal menurut Brigham dan Gapenski dalam Budiharti (2006) adalah hal yang sangat penting dalam menghitung biaya rata-rata tertimbang dari modal. Struktur modal perusahaan terdiri dari proporsi modal terhadap ekuitas. Adanya perubahan struktur modal perusahaan akan mempengaruhi risiko yang terkandung pada saham biasa perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi harga saham dan laba ditahan.


(15)

menghasilkan keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian sehingga akan memaksimumkan harga saham. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatnya pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut (Utama dalam

Budiharti, 2006).

Invested Capital (ic)/ modal yang dinvestasikan.

Menurut Tunggal (2001), Invested Capital (IC) adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan diluar pinjaman jangka pendek tanpa bunga atau non interesting bearing liabilities. Yang termasuk dalam kategori non interest bearing liabilities yaitu hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak dan uang muka pelanggan.

Ada dua cara untuk menentukan IC, yaitu dengan pendekatan operasional dan pendekatan keuangan. Menurut pendekatan operasioanl, IC diperoleh dari penjumlahan aktiva tetap, kas, dan working capital requirement yaitu total aktiva dikurangi hutang dagang dan hutang beban lainnya. Sedangkan menutur pendekatan keuangan, IC diperoleh dari penjumlahan

interest bearing liabilities (pinjaman jangka pendek dan jangka panjang) dengan ekuitas pemegang saham.

2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan EVA

Banyak manfaat yang didapat dengan menerapkan EVA sebagai pengukur kinerja keuangan suatu perusahaan. Menurut Utama dalam Budiharti (2006), kelebihan EVA antara lain :

1. EVA sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai penilai kinerja usaha dimana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai (value creation).

2. EVA akan menyebabkan perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijaksanaan struktur modalnya karena EVA memperhitungkan biaya modal.


(16)

proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya.

Walaupun metode EVA umumnya mempunyai keefektifan yang tinggi dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan, metode EVA juga mempunyai beberapa kelemahan (Utama dalam

Budiharti, 2006), yaitu :

1. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu periode tertentu, padahal nilai suatu perusahaan merupakan akumulasi selama seumur hidup perusahaan.

2. Secara praktis EVA belum dapat diterapkan dengan mudah karena proses perhitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya modal, dan estimasi ini terutama untuk perusahaan yang belum

go public sulit dilakukan dengan tepat. 2.6. Market Value Added (MVA)

Menurut Brigham dan Houston (2010), MVA adalah perbedaan antara nilai pasar ekuitas dan nilai buku. Sedangkan menurut Young dan O'Byrne dalam Budiharti (2006) MVA adalah perbedaan antara nilai pasar perusahaan (termasuk ekuitas dan hutang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam perusahaan. Nilai pasar adalah nilai perusahaan, yakni jumlah nilai pasar dari semua tuntutan modal terhadap perusahaan oleh pasar modal pada tanggal tertentu (jumlah nilai pasar dari hutang dan ekuitas). Modal yang diinvestasikan adalah jumlah modal yang disediakan penyedia dana pada tanggal yang sama.

Menurut Ruky dalam Budiharti (2006), terdapat dua komponen pembentuk MVA, yakni market value equity atau nilai pasar ekuitas dan

equity capital supplied by shareholders atau jumlah modal yang diinvestasikan dalam perusahaan. Market value equity adalah nilai pasar yang dicerminkan dengan harga saham perusahan yang dikalikan dengan jumlah saham yang beredar. Sedangkan equity capital supplied by shareholders dapat diperoleh dari nilai buku perusahaan.

Dengan demikian , MVA dapat dirumuskan sebagai berikut : MVA = (Market Value x Shares Outstanding )book value


(17)

Jika MVA lebih besar daripada nol, maka perusahaan telah menciptakan kemakmuran bagi pemegang saham, tetapi jika MVA bernilai negatif, maka perusahaan telah melakukan kinerja yang buruk karena telah menghancurkan modal investor.

2.6.1 Market Value (Nilai Pasar) sebagai Komponen MVA

Nilai pasar adalah nilai aset yang berlaku di pasar modal. Nilai ini ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar modal. Jadi, nilai pasar perusahaan dapat ditetapkan berdasarkan harga saham.

2.6.2 Shares Outstanding (Jumlah Saham) sebagai Komponen MVA Jumlah saham di sini adalah jumlah saham yang diedarkan oleh sebuah perusahaan. Saham yang beredar tersebut merupakan hak atas sebagian dari perusahaan terbatas atas suatu bukti penyertaan atau partisipasi dalam modai suatu perusahaan (Keown et aI., 2001). Seorang investor yang memiliki saham suatu perusahaan berarti turut memiliki sebagian dari perusahaan tersebut.

2.6.3 Book Value (Nilai Buku) sebagai Komponen MVA

Nilai buku ekuitas adalah total nilai ekuitas atau modal yang ditanamkan pada perusahaan yang tercantum pada laporan neraca keuangan perusahaan. Nilai ini menggambarkan biaya historikal aktiva daripada nilai pasar sekarang.

2.6.4 Kelebihan dan Kekurangan MVA

Menurut Young dan O'Byme dalam Budiharti (2006), kelebihan penggunaan MVA di antaranya adalah MVA dapat mencerminkan keputusan pasar mengenai bagaimana manajer suatu perusahaan sukses meningkatkan kinerja perusahaan dengan menginvestasikan modal yang sudah dipercayakan kepadanya.

MVA secara konseptual sebagai tolak ukur kinerja juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan MVA menurut Young dan

O’Byrne dalam Budiharti (2006), yaitu :

1. MVA merupakan pengukuran kekayaan periodik pemegang saham sehingga tidak dapat mengukur kinerja pada tingkat divisi. 2. Untuk suatu periode waktu tertentu, tidak memberikan solusi


(18)

3. MVA mengabaikan kesempatan biaya modal yang di investasikan dalam perusahaan.

4. Pengukuran MVA gagal memperhitungkan uang kas pada masa lalu kepada pemegang saham.

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai kinerja keuangan perusahaan, khususnya bank telah banyak dilakukan. Umumnya kinerja keuangan bank dianalisis dengan mengunakan rasio-rasio keuangan dan Economic Value Added

(EVA).

Menurut Prehatiningsih (2007), yang meneliti kinerja keuangan PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk dengan menggunakan rasio keuangan dan Eva serta mencari pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap

Market Value Added (MVA). Rasio-rasio keuangan yang digunakan adalah Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA) dan Earning Per Share (EPS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan menurut metode EVA dan MVA serta menganalisis kekuatan hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA, dan menganalisis tolak ukur mana yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap MVA. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan kinerja

Economic Value Added (EVA) Bank Danamon adalah baik, karena sebagian besar nilainya adalah positif yang berarti perusahaan telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis bagi investornya dan cenderung mengalami peningkatan. Nilai Market Value Added (MVA) yang dicapai Bank Danamon secara keseluruhan adalah positif, hal ini membuktikan bahwa perusahaan sudah berhasil menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya.

Menurut Budiharti (2006), yang meneliti kinerja keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk dengan menggunakan rasio keuangan dan EVA serta pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap Market Value Added (MVA). Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis Korelasi Pearson dan Regresi Berganda dengan program Minitab. Dalam hasilnya, jika dilihat dari EVA dan MVA tingkat


(19)

kesehatan BRI tahun 2005 lebih besar daripada tahun 2004, tetapi jika dilihat dari rasio keuangan, tingkat kesehatannya menurun. Lalu disebutkan dari rasio keuangan yang terdapat dalam model regresi, hanya Capital Adequacy Ratio (CAR) yang memiliki tingkat signifikansi <0,05 yang berarti memiliki pengaruh signifikan terhadap MVA, CAR memiliki pengaruh negatif terhadap EVA. Dengan penurunan CAR sebesar 1 persen akan meningkatkan EVA sebesar Rp. 1.135.320 (dalam jutaan rupiah). EVA dan MVA berpengaruh secara positif, dengan kenaikan EVA maka akan meningkatkan MVA sebesar Rp. 1.6 juta (dalam jutaan rupiah).

Menurut Imamah (2005), yang meneliti kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 2003-2004 dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dan EVA serta mencari pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap

Economic Value Added (EVA). Rasio-rasio keuangan yang digunakan terdiri dari Net Profit Margin (NPM), Net Interest Margin (NIM), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio

(CAR) dan Asset Utilization Ratio (AUR). Dalam penelitian ini tidak dianalisis penilaian kinerja perusahaan dari sisi nilai tambah pasar ( Market Value Added/MVA ) juga pengaruh EVA terhadap MVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dari tahun 2003-2004 pada umumnya menjadi lebih baik. Hasil analisis rasio-rasio keuangan dan EVA menunjukkan kinerja yang berbeda. Artinya, kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk menurut rasio keuangan pada tahun 2004 lebih baik daripada tahun 2003 karena sebagian besar pengukur kinerja keuangan perusahaan mengalami peningkatan. Akan tetapi, kalau diukur dengan EVA, pada tahun 2004 kinerja keuangan perusahaan kurang baik daripada tahun 2003 karena EVA mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi karena pada tahun 2004 pendayagunaan sumber daya perusahaan menurun dari tahun 2003 bila ditinjau dari AUR. Artinya, Bank Mandiri mengalami penurunan kinerja dalam hal pengeloaan asset perusahaan.


(20)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

PT. Bank Central Asia, Tbk merupakan salah satu bank go public

di Indonesia, yang secara periodik wajib menyampaikan laporan keuangannya. Pengukuran kinerja keuangan Bank BCA menggunakan analisis rasio-rasio keuangan dan Economic Value Added (EVA). Rasio keuangan digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan yang menjelaskan dan memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan serta posisi keuangan perusahaan. Economic Value Added (EVA) menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah ekonomis.

Di samping itu, kinerja perusahaan juga harus memperhatikan kinerja pasar. Pengukuran kinerja pasar menggunakan analisis Market Value Added (MVA). Market Value Added (MVA) menggambarkan harapan investor terhadap kinerja suatu perusahaan di masa yang akan datang.

Metode rasio keuangan dan EVA memberikan gambaran kinerja perusahaan secara keseluruhan, sedangkan metode MVA memberikan ukuran kinerja pasar. Dengan mencari pengaruh rasio keuangan dan EVA terhadap MVA maka didapat kinerja keuangan secara keseluruhan. Diharapkan dengan mengetahui kinerja keuangan secara keseluruhan akan membantu perusahaan meningkatkan kinerja sekarang dan masa yang akan datang. Khususnya dalam penelitian ini yaitu Bank BCA dalam menciptakan nilai bagi para pemegang saham atau investor. Secara ringkas alur penelitian yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(21)

Ket :

--- Batas Penelitian

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

PT. Bank Central Asia, Tbk

Kinerja Keuangan

Kinerja Perusahaan Kinerja Pasar

Economic Value

Added (EVA) (Earning Measures) Rasio Keuangan

Market Value Added (MVA)

NOPAT COC ROE,EPS, CAR Nilai Ekuitas

1. Uji Kolmogorov-Smirnov

2. Uji Regresi Berganda

3. Uji Regresi Komponen Utama

4. Uji Korelasi

Analisis Pengaruh dan Hubungan Pengukur

Kinerja Keuangan


(22)

3.2. Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data dilakukan selama bulan Januari 2011 sampai dengan Maret 2011. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Jenis data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan PT. Bank Central Asia, Tbk dari tahun 2006 sampai 2009, laporan harga saham perusahaan, indeks harga saham gabungan dan dividen perusahaan serta peraturan dan kebijakan yang terkait dengan penelitian ini, data sekunder tersebut didapat dari Website PT. Bank Central Asia, Tbk. Data sekunder digunakan untuk mencari nilai EVA dan MVA. Sebagai penunjang digunakan data yang relevan dengan penelitian yang diperoleh dari studi literatur, koran, jurnal, majalah, laporan penelitian, dan publikasi elektronik.

3.3. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Data diolah secara kuantitatif dan deskiptif, pengolahan data untuk mengetahui nilai EVA, MVA, dan rasio keuangan dilakukan secara kuantitatif, baik menggunakan microsoft excel maupun manual. Untuk mengetahui hubungan yaitu menggunakan pengujian regresi serta pengaruh antara variabel atau dalam hal ini kinerja keuangannya dengan menggunakan pengujian Korelasi Pearson, dilakukan pula secara kuantitatif yaitu dengan program MinitabTM Release 14. Setelah semua data diproses dan diketahui nilainya dilakukan analisis secara deskriptif untuk menjelaskan perbandingan antara variabel, lalu jelaskan pula hubungan serta pengaruh antara variabel yang diuji.

3.3.1 Rasio Keuangan

Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah ROE (Return On Equity), Earning Per Shares (EPS) dan

Capital Adequacy Ratio (CAR).

Return On Equity = Laba setelah Pajak x 100%...(1) Modal


(23)

Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam mengelola permodalan yang dimiliki semakin baik karena dapat mendatangkan laba yang tinggi.

Earning Per Shares = Laba bersih ...………..(2) Saham biasa yang beredar

Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam menciptakan keuntungan bagi pemegang sahamnya semakin baik.

Capital Adequacy Ratio = Total Modal ...………..(3) ATMR

Perumusan CAR ini berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, dimana ATMR adalah Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.

3.3.2 Metode Economic Value Added (EVA)

EVA merupakan selisih antara NOPAT (Net Operating Profit After Tax) dan biaya modal (Cost of Capital). NOPAT merupakan laba bersih setelah pajak ditambah biaya bunga, sementara biaya modal didapat dari WACC (Weighted Average Cost of Capital) dikalikan IC (Invested Capital). WACC merupakan penjumlahan dari biaya hutang dikalikan bobot hutang dan biaya ekuitas dikalikan bobot ekuitas. IC merupakan penjumlahan antara hutang dan ekuitas dikurangi hutang beban. adapun langkah-langkah perhitungan EVA dapat dilihat pada Tabel 3.


(24)

Tabel 3. Langkah perhitungan EVA

Tahapan Perhitungan Sumber

NOPAT NOPAT = Laba Bersih + Biaya Bunga

Laba Rugi

Kd* Kd = Biaya Bunga Bunga Kd* = Kd (1-T)

Laba Rugi, Neraca

Ke Ke = Rf+β (Rm-Rf) Data Histori Saham Struktur Modal Wd = hutang

Aset We = Ekuitas Aset

Neraca

WACC WACC = [(Kd*x Wd) + (Ke x We)]

Neraca, Data Histori Saham IC IC = Aset – Non Interest

Bearing Liabilitas

Neraca

COC COC = WACC x IC Neraca

Eva Eva = NOPAT – COC Neraca, Laba Rugi, dan Data Historis Saham

NOPAT merupakan penjumlahan antara laba bersih dan biaya bunga. Dalam laporan keuangan, laba bersih merupakan laba yang sudah dikurangi pajak penghasilan. Sedangkan biaya bunga adalah beban bunga bank yang tercatat pada laporan laba rugi triwulan.

Biaya hutang (Kd) yang dimaksud adalah perbandingan antara biaya bunga dengan hutang. Biaya bunga adalah beban bunga dan hutang yang dimaksud adalah pengurangan antara jumlah pasiva dan ekuitas. Lalu setelah nilainya didapat, maka biaya hutang perlu


(25)

dikurangi dengan pajak penghasilan, pajak penghasilan merupakan perbandingan antara taksiran pajak penghasilan terhadap laba/rugi sebelum pajak. Biaya ekuitas (Ke) dalam penelitian ini menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Alasan memakai model ini karena pemakaian rumus CAPM menghasilkan hasil yang lebih akurat,dan lebih banyak dipakai dalam penentuan biaya ekuitas dalam menilai EVA.

Langkah-langkah dalam menghitung Biaya Ekuitas (Ke) menggunakan CAPM :

1. Rit = Pit – Pit-1 + Dt ……….(4)

Pit-1

Dimana: Rit= tingkat pengembalian saham perusahaan bulan ke-t Pit = harga saham per lembar bulan t

Pit-1 = harga saham per lembar bulan sebelumnya Dt = Dividen pada bulan ke-t

2. Rmt = IHSGt – IHSGt-1 ……….(5)

IHSGt-1

E (Rm) = ∑ Rmt .…...(6)

N

Dimana : Rmt = tingkat pengembalian pasar pada bulan ke-t N = jumlah data

E(Rm) = tingkat pengembalian pasar yang diharapkan

3. βi = σim ………...(7) σ²m

Dimana : σim = kovarian tingkat pengambilan saham i dengan tingkat pengembalian pasar.

σ²m = varian pengembalian pasar 4. Rf = Tingkat pengembalian bebas resiko

= Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia


(26)

Rumus yang digunakan adalah penjumlahan antara tingkat bebas resiko, yang didapat dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan koefisien beta dari saham yang didapat dari pengembalian saham biasa relatif terhadap pasar secara keseluruhan dan beta tersebut dikalikan dengan premi risiko (Keown, 2004). Struktur modal merupakan penjumlahan bobot antara bobot ekuitas dan bobot hutang. Bobot ekuitas (We) didapat dari perbandingan antara ekuitas terhadap total aktiva, sementara bobot hutang (Wd) adalah perbandingan antara hutang dengan total aktiva. Keduanya dinyatakan dalam persen, sehingga hasil akhir struktur modal juga berupa presentasi. Setelah semua komponen untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) diketahui, langkah selanjutnya adalah dilakukan penjumlahan antara perkalian bobot dan biaya hutang dengan bobot dan biaya ekuitas. Penjumlahan ini merupakan sebuah presentase.

IC merupakan selisih antara asset dan Non Interest Bearing Liabilities. Asset disini adalah total aktiva, atau dalam penelitian ini digunakan penjumlahan antara hutang ditambah ekuitas, dikarenakan dalam laporan keuangan nilai total aktiva (assets) adalah sama dengan total pasiva. Sementara Non Interest Bearing Liabilities

adalah hutang beban dan dalam laporan keuangan disebut dengan akun beban yang masih harus dibayar.

Dan langkah selanjutnya adalah perkalian antara WACC dengan IC yang menghasilkan Cost of Capital (COC). COC digunakan sebagai biaya modal untuk dijadikan pengurangan dengan NOPAT yang hasil akhirnya akan menghasilkan EVA dalam bentuk nominal jumlah uang.

3.3.3 Metode Market Value Added (MVA)

Menunjukan nilai perusahaan, dan seharusnya merupakan


(27)

MVA = nilai pasar perusahaan – total kapital = Net Present Value (NPV) perusahaan = nilai sekarang dari future EVA

Kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan diatas nilai modal yang disetor pemegang saham atau yang disebut MVA dirumuskan sebagai berikut.

MVA = nilai pasar ekuitas – modal ekuitas yang disetor pemegang saham.

= ( jumlah saham beredar x harga saham ) – total nilai ekuitas. Nilai pasar perusahaan merupakan perkalian antara harga pasar saham perusahaan dengan jumlah saham yang beredar (shares outstanding). Lalu total kapital adalah nilai buku yang merupakan modal ekuitas yang disetor pemegang saham. Harga pasar yang digunakan adalah harga pasar saham triwulanan yang didapat dari rata-rata harga pasar saham bulanan. Sedangkan jumlah saham yang beredar merupakan jumlah saham yang ditawarkan perusahaan selama periode triwulan. Dan data ini didapat dari pasar modal terpublikasi. Setelah semua komponen diketahui, maka MVA pun dapat diketahui nilainya. Adapun langkah-langkah perhitungan MVA dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Langkah perhitungan MVA

Tahapan Perhitungan Sumber

Nilai Pasar Ekuitas

Harga Penutupan Saham BCA Akhir Bulan

Data Historis Harga Saham Shares

Outstanding

Jumlah Saham Beredar Data Historis Harga Saham

Total Kapital Nilai Buku = Ekuitas Neraca

MVA (Harga Pasar Saham x

Shares Outstanding) –

Total Kapital

Data Historis Harga Saham,

Neraca

3.3.4 Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan EVA Terhadap MVA Pada umumnya, pengukuran kinerja perusahaan sebagai pencerminan tingkat kesejahteraan investornya dilakukan dengan menggunakan metode parameter akuntansi standar (earning measures), yaitu ROE, EPS dan CAR . Lalu muncul suatu konsep


(28)

baru yaitu EVA dan MVA yang merupakan pengukur nilai tambah pasar yang telah dilakukan oleh perusahaan. Kedua metode tersebut merupakan pengukur yang sama-sama digunakan untuk menilai seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi investornya. Hal ini merupakan alat pertimbangan penting bagi investor untuk menilai kelayakan perusahaan atas investasi yang akan digunakan. Sehingga perlu dilakukan pengujian antara tiga metode tersebut, apakah dengan kenaikan dan penurunan rasio rentabilitas dan EVA dapat mencerminkan kenaikan atau penurunan MVA atau sebaliknya.

Untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan dan EVA terhadap MVA dilakukan pendekatan kuantitatif yaitu estimating equation (persamaan regresi). Pendekatan ini merupakan formula matematika yang dirancang untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara variable independen terhadap variable dependen melalui nilai yang diketahui. Dalam penelitian ini, analisis pengaruh yang digunakan adalah multiple regression model (persamaan regresi berganda) karena terdapat lebih dari satu variable independen yang diteliti. Metode yang tepat digunakan dalam uji regresi ini adalah

backward elimination, yang akan mengeliminasi secara otomatis variabel-variabel yang tidak memenuhi syarat pada tingkat

signifikansi (α) yang sebesar 10 persen atau 0,1. Namun sebelum

melakukan pengujian regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri :

1. Multikolinearitas, yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Uji dilakukan dengan mengamati nilai Variance Inflation Factor

(VIF) yang tidak lebih 10 dan nilai Tolerance yang tidak kurang dari 0,1. Maka model tersebut dapat dikatakan bebas dari multikolinearritas.


(29)

2. Autokorelasi, yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (et) pada periode tertentu dengan variabel pengganggu pada periode sebelumnya (et-1). Cara untuk menditeksi auto korelasi dapat dilakukan dengan melakukan uji Durbin-Watson. Jika nilai tersebut berada disekitar angka 2 maka model tersebut bebas asumsi klasik.

3. Heteroskedastisitas yaitu pengujian terhadap terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Cara memprediksinya adalah dengan melihat pola gambar penyebaran Scatterplot model.

Akan tetapi apabila terdapat multikolinearitas, salah satu caranya yaitu dengan regresi komponen utama (principal component regression). Regresi Komponen Utama (RKU) sebagai salah satu metode yang dikenal baik dan sering digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas.

Selain itu digunakan pula analisis korelasi untuk mengetahui bagaimana hubungan antar variabel tersebut. Analisis korelasi yang digunakan yaitu Korerasi Pearson karena umumnya digunakan untuk mengukur data interval atau rasio. Formula persamaan regresi berganda yang dikembangkan dan pengertian komponen pembentuknya yaitu :

Y= α+β₁ X₁ +β₂ X₂ +…+βnXn+

………..(9)

Dimana : Y = variabel dependen

α = konstanta ε = factor kesalahan

β = koefisien parameter regresi

X = variabel independen

Dalam penelitian ini, variabel dependen yang akan diteliti adalah MVA, dan variabel independennya adalah rasio keuangan yang terdiri dari tiga variabel yaitu ROE, EPS dan CAR lalu ditambahkan variabel independen EVA. Lalu persamaan regresi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah :


(30)

Y= a+b₁ X₁ +b₂ X₂ +b3X3+b4X4

………..(10)

Dimana : Y = + MVA a = konstanta

b = koefisien parameter regresi X1 = ROE (dalam persen) X2 = EPS (dalam persen) X3 = CAR (dalam persen) X4 = EVA ( dalem persen)

Dalam penelitian ini digunakan data time series, karena data ini merupakan kumpulan data dari kinerja keuangan Bank Central Asia dalam beberapa interval waktu tertentu yaitu tahun 2006 sampai dengan 2009. Dan dari penelitian ini diolah dengan menggunakan alat statistik regresi dan korelasi, progam statistik yang digunakan adalah program MinitabTMRelease 14 untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan.

Perumusan dan Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah variabel-variabel yang telah didefinisikan memiliki pengaruh signifikan terhadap MVA. Hipotesis sendiri merupakan pernyatan dan jawaban sementara sebelum penelitian dilakukan dan diharapkan teruji kebenarannya serta mampu memberikan pola terbaik dalam menyelesaikan masalah seperti yang dirumuskan sebelumnya. Perumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

H0 : berarti tidak ada pengaruh antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA.

Ha : berarti terdapat pengaruh antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA.

H0 menunjukan hipotesis nol dan Ha menunjukan hipotesis alternatif. Pengujian hipotesis digunakan untuk menguji kelayakan model yang dirancang serta bertujuan untuk mengetahui apakah variabel


(31)

independennya berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. Uji signifikansi terhadap konstanta dan masing-masing variabel independen ditunjukan oleh besarnya nilai probabilitas hasil output, dan nilai ini dapat diketahui dari p-value nya. Dalam uji p digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Koefisien regresi tidak signifikan Ha : Koefisien regresi signifikan

Jika probabiltas > 0,1 maka H0 diterima Jika probabilitas < 0,1 maka H0 ditolak

Dipilih tingkat (α ) 10 persen karena untuk memperkecil toleransi

kesalahan yang mungkin akan terjadi. Berdasarkan perumusan hipotesis diatas, maka dapat disimpulkan penerimaan H0 adalah tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen ( rasio keuangan dan EVA ) terhadap variabel dependennya (MVA). Namun sebaiknya, jika penolakan H0 Maka terdapat pengaruh signifikan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA.


(32)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan

Bank Central Asia (BCA) secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya dan yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi di tahun 1997. Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan sistem perbankan di Indonesia.

Kondisi ini mempengaruhi aliran dana tunai di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi panik lalu beramai-ramai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih BCA di tahun 1998.

Di bulan Desember 1998 dana pihak ketiga telah kembali ke tingkat sebelum krisis. Aset BCA mencapai Rp 67,93 triliun, padahal di bulan Desember 1997 hanya Rp 53,36 triliun. Kepercayaan masyarakat pada BCA telah sepenuhnya pulih, dan BCA diserahkan oleh BPPN ke Bank Indonsia pada tahun 2000.

Selanjutnya, BCA mengambil langkah besar dengan menjadi perusahaan publik. Penawaran Saham Perdana berlangsung di tahun 2000 dengan menjual saham sebesar 22,55% yang berasal dari divestasi BPPN. Setelah Penawaran Saham Perdana itu, BPPN masih menguasai 70,30% dari seluruh saham BCA. Penawaran saham ke dua dilaksanakan di bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN mendivestasikan 10% lagi dari saham miliknya di BCA.

Tahun 2002 BPPN melepas 51% dari sahamnya di BCA melalui tender penempatan privat yang strategis. Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di Mauritius, memenangkan tender tersebut. Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik dan komitmen pada


(33)

nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai lembaga intermediasi finansial.

4.1.2 Visi dan Misi

PT Bank BCA Tbk, mempunyai upaya berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan menyediakan kenyamanan layanan bagi nasabah. Sesuai dengan visi dan misinya, PT Bank BCA Tbk terus fokus dalam membangun keunggulan utama di bidang sistem pembayaran dan transaksi perbankan yang ikut berperan memajukan perekonomian nasional.

Visi BCA

Bank pilihan utama andalan masyarakat, yang berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia.

Misi BCA

1) Membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran dan solusi keuangan bagi nasabah bisnis dan perseorangan.

2) Memahami beragam kebutuhan nasabah dan memberikan layanan finansial yang tepat demi tercapainya kepuasan optimal bagi nasabah.

3) Meningkatkan nilai francais dan nilai stakeholder BCA. 4.2. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan suatu perusahaan secara umum dapat diketahui dengan rasio keuangan. Tingkat rasio keuangan dapat memberikan gambaran mengenai baik buruknya kondisi keuangan perusahaan. Selain pengukuran secara akuntansi, kita juga perlu mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menciptakan nilai tambah kekayaan bagi investor atau pemegang sahamnya. 4.2.1 Rasio Keuangan

Pada umumnya, salah satu pertimbangan penting dalam menilai kinerja perusahaan adalah dengan melihat tingkat keuntungan atau laba yang berhasil dicapai oleh perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan adalah ROE, EPS dan CAR.


(34)

Return On Equity (ROE) merupakan salah satu pengukuran rasio keuangan yang berbasiskan laba. ROE dicerminkan melalui perbandingan antara laba bersih terhadap ekuitas. Semakin tinggi nilai ROE, maka semakin baik pula kinerja perusahaan dalam menciptakan keuntungan atas modal yang diserahkan investor. Data

Return On Equity (ROE) Bank Central Asia dari tahun 2006 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Return On Equity Bank Central Asia 2006 – 2009. Periode

Return On Equity (ROE)dalam persen

2006 2007 2008 2009

Maret 26,63 25,25 24,11 30,60 Juni 27,86 25,85 25,68 30,81 September 28,55 26,79 28,29 31,82 Desember 29,07 26,74 30,16 31,80 Rata-rata 28 26,1 28,1 31,4 Rata-rata industri

Perbankan 18,5 19,1 14,3 17,3 Sumber : Laporan Keuangan Bank Central Asia tahun 2006-2009

Di tiap tahunnya, terjadi perubahan tingkat ROE yang berhasil dicapai perusahaan. Pada tahun 2006, ROE terendah terjadi pada triwulan pertama yaitu sebesar 26,63 persen sedangkan tertinggi dicapai pada triwulan akhir 2006 sebesar 29,07 persen. Peningkatan ROE menandakan laba bersih yang dicapai perusahaan terus meningkat. Selain itu nilai ROE yang terus meningkat membuktikan perusahaan terus melakukan perbaikan kinerja guna mencapai tujuan yaitu meningkatkan keuntungan dan memaksimalkan kesejahteraan investor.

Pada triwulan I 2007, ROE yang dicapai oleh perusahaan yaitu 25,25 persen. Pada triwulan II 2007 terjadi peningkatan ROE sebesar 0,6 persen dibandingkan semester I menjadi 25,85 persen. Lalu pada triwulan III terjadi peningkatan nilai ROE sebesar 0,94 persen dibandingkan triwulan II menjadi 26,79 persen. Hal ini disebabkan karena meningkatnya laba bersih yang dicapai sebesar Rp. 2. 176. 525 (dalam jutaan) pada triwulan II menjadi Rp. 3.


(35)

355.838 (dalam jutaan) pada triwulan III. Sedangkan pada akhir triwulan 2007 nilai ROE yang berhasil dicapai oleh perusahaan adalah 26,74 persen.

Memasuki tahun 2008, ROE pada triwulan I sebesar 24,11 persen. Pada triwulan II terjadi peningkatan ROE sebesar 1,57 persen dibandingkan triwulan I menjadi 25,68 persen. Lalu pada triwulan III terjadi peningkatan ROE sebesar 2,61 persen dibandingkan triwulan II menjadi 28,29 persen. Pada akhir 2008, terjadi peningkatan nilai ROE sebesar 1,87 persen dari triwulan sebelumnya menjadi 30,16 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya laba bersih yang dicapai sebesar Rp. 3.999.505 (dalam jutaan) pada triwulan III menjadi Rp. 5.776.139 (dalam jutaan) pada triwulan IV tahun 2008.

Pada tahun 2009, terjadi peningkatan ROE sebesar 0,44 persen dari akhir triwulan tahun lalu menjadi 30,60 persen pada triwulan I. Pada triwulan II terjadi peningkatan sebesar 0,21 persen dari triwulan sebelumnya menjadi 30,81 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya laba bersih yang dicapai sebesar Rp. 1.631.938 (dalam jutaan) pada triwulan I menjadi Rp. 3.302.966 pada triwulan II. Sedangkan pada triwulan III terjadi peningkatan ROE sebesar 0,1 persen menjadi menjadi 30,82 persen. Sedangkan ROE pada triwulan IV sebesar 30,80 persen.

ROE tertinggi terjadi pada triwulan III 2009 sebesar 31,82 persen, hal ini dikarenakan laba bersihnya sebesar Rp. 5.089.662 (dalam jutaan), dan peningkatan laba bersihnya lebih besar dari peningkatan modal rata-ratanya. Sedangkan tingkat ROE terkecil terjadi pada triwulan I tahun 2008 sebesar 24,11 persen. Hal ini dikarenakan oleh peningkatan laba bersihnya lebih kecil dibandingkan peningkatan modalnya dari tahun 2007. Pada tahun 2006 sampai 2009 rata-rata Nilai ROE BCA yaitu 28 persen, 26,1 persen, 28,1 persen dan 31,4 persen. Sedangkan rata-rata nilai ROE Industri Perbankan Indonesia tahun 2006 sampai 2009 adalah 18,5


(36)

persen, 19,2 persen, 14,3 persen dan 17,3 persen. Secara keseluruhan rata-rata nilai ROE BCA yaitu 28,4 persen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nilai ROE Industri Perbankan Indonesia yaitu 17,6 persen.

2. Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share (EPS) merupakan metode pengukur tingkat keuntungan yang dapat dihasilkan perusahaan bagi pemegang sahamnya. Kondisi ini menggambarkan keuntungan per lembar saham yang dimiliki pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini, maka menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik karena dapat menciptakan laba per saham bagi investor yang tinggi. Data

Earning Per Share (EPS) Bank Central Asia tahun 2006 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Earning Per Share Bank Central Asia 2006 2009 Periode Earning Per Share(EPS) dalam rupiah

2006 2007 2008 2009

Maret 80 86 47 67

Juni 166 177 99 136

September 253 274 164 209

Desember 345 366 236 279

Sumber : Laporan Keuangan Bank Central Asia tahun 2006-2009 Pada tahun 2006, EPS bank BCA pada Triwulan I sebesar Rp. 80. Pada triwulan II terjadi peningkatan EPS sebesar Rp. 86 dari triwulan sebelumnya menjadi Rp. 166. Pada triwulan III dan IV EPS yang dicapai perusahaan adalah Rp. 253 dan Rp. 345. Hal ini berarti perusahaan mengalami peningkatan kinerja dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang sahamnya. Peningkatan yang terjadi selama tahun 2006 disebabkan oleh peningkatan laba bersihnya.

Memasuki tahun 2007, pada triwulan I nilai EPS mencapai Rp. 86, meningkat Rp. 6 pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Pada triwulan II terjadi peningkatan EPS sebesar Rp. 91 pada triwulan I menjadi Rp. 177 pada triwulan II. Peningkatan ini dikarenakan peningkatan laba bersih yang dicapainya sebesar Rp. 1.061.562 (dalam jutaan) menjadi Rp. 2.176.525 (dalam jutaan).


(37)

Pada triwulan III dan IV EPS yang dicapai terus meningkat yaitu Rp. 274 dan Rp. 366.

Pada triwulan I tahun 2008, terjadi penurunan EPS sebesar Rp. 39 menjadi Rp. 47 pada triwulan yang sama ditahun sebelumnya. Penurunan EPS ini disebabkan oleh terjadinya penambahan jumlah lembar saham yang beredar dari 12.327.505.000 lembar menjadi 24.655.010.000 lembar pada triwulan I tahun 2008. Pada triwulan II terjadi peningkatan Rp. 52 dari triwulan sebelumnya menjadi Rp. 99. Sedangkan pada triwulan III dan IV EPS yang dicapai terus meningkat yaitu Rp. 164 dan Rp. 236. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya laba bersih yang dicapai oleh perusahaan tiap kuartalnya.

Memasuki tahun 2009, secara keseluruhan nilai EPS bank BCA mengalami peningkatan. Pada kuartal I EPS nya sebesar Rp. 67, pada kuartal II EPS nya Rp. 136, pada kuartal III EPS nya Rp. 209 sedangkan padakuartal IV EPS nya sebesar Rp. 279. Peningkatan EPS pada tiap kuartal tahun 2009 disebabkan oleh meningkatnya laba bersih yang dicapai oleh perusahaan.

Tingkat EPS yang tertinggi bank BCA dicapai pada kuartal IV tahun 2007 sebesar Rp. 366, hal ini karena laba bersih yang dicapai perusahaan tinggi, sehingga akan menghasilkan laba yang besar pula bagi investornya. Sementara tingkat EPS terendah terjadi pada kuartal I tahun 2008 sebesar Rp. 47. Hal ini terjadi karena penambahan jumlah saham yang beredar tanpa diimbangi dengan kenaikan laba bersih yang tinggi.

3. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) mengukur kemampuan permodalan bank untuk menutup kemungkinan-kemungkinan risiko yang terjadi di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Bank Indonesia menetapkan nilai CAR minimum bagi setiap bank sebesar 8 %.


(38)

Nilai rasio CAR di setiap triwulan, baik pada tahun 2006 maupun tahun 2007, terus mengalami penurunan. Nilai CAR tertinggi pada tahun 2006 diperoleh pada triwulan I sebesar 25,11 persen dan terendah pada triwulan IV sebesar 22,09 persen. Sedangkan pada tahun 2007 nilai CAR tertinggi diperoleh pada Triwulan I sebesar 24,87 persen dan terendah pada triwulan IV sebesar 19,22 persen. Data Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Central Asia tahun 2006 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7.Capital Adequacy Ratio Bank Central Asia 2006 2009 Periode

Capital Adequacy Ratio (CAR) dalam persen

2006 2007 2008 2009 Maret 25,11 24,87 19,83 17,38 Juni 23,78 22,04 16.71 16,49 September 23,86 20,68 16,03 16,26 Desember 22,09 19,22 15,78 15,33 Rata-rata 23,7 21,7 17,1 16,4 Rata-rataIndustri

Perbankan 21,27 19,3 16,8 17,5 Sumber : Laporan Keuangan Bank Central Asia tahun 2006-2009 Nilai CAR pada akhir triwulan tahun 2007 mengalami

penurunan sebesar 2,87 persen dari 22,09 persen pada triwulan akhir tahun 2006 menjadi 19,22 persen pada tahun 2007. Hal ini disebabkan karena kenaikan modal lebih kecil daripada persentase kenaikan ATMR. Nilai ATMR meningkat sebesar 31,5 persen dari Rp. 73.559.501 juta pada triwulan akhir 2006 menjadi Rp. 96.705.929 juta pada triwulan akhir 2007. Sedangkan modal meningkat sebesar 14,3 persen dari Rp. 16.251.834 juta pada triwulan akhir 2006 menjadi Rp. 18.590.263 juta pada triwulan akhir 2007.

Nilai rasio CAR di setiap triwulan, baik pada tahun 2008 maupun tahun 2009, terus mengalami penurunan. Nilai CAR tertinggi pada tahun 2008 diperoleh pada triwulan I sebesar 19,83 persen dan terendah pada triwulan IV sebesar 15,78 persen. Sedangkan pada tahun 2009 nilai CAR tertinggi diperoleh pada Triwulan I sebesar


(39)

17,38 persen dan terendah pada triwulan IV sebesar 15,33 persen. Nilai CAR pada akhir triwulan tahun 2008 mengalami

penurunan sebesar 0,45 persen dari 15,78 persen pada triwulan akhir tahun 2008 menjadi 15,33 persen pada tahun 2009. Hal ini disebabkan karena kenaikan modal lebih kecil daripada persentase kenaikan ATMR. Nilai ATMR meningkat sebesar 12,6 persen dari Rp. 132.276.897 juta pada triwulan akhir 2008 menjadi Rp. 148.967.979 juta pada triwulan akhir 2009. Sedangkan modal meningkat sebesar 9,3 persen dari Rp. 20.876.066 juta pada triwulan akhir 2008 menjadi Rp. 22.832.586 juta pada triwulan akhir 2009.

Pada tahun 2006 sampai 2009 rata-rata Nilai CAR BCA yaitu 23,7 persen, 21,7 persen, 27,1 persen dan 16,4 persen. Sedangkan rata-rata nilai CAR Industri Perbankan Indonesia 2006 sampai 2009 adalah 21,7 persen, 19,3 persen, 16,8 persen dan 17,5 persen. Secara keseluruhan rata-rata nilai CAR BCA yaitu 19,7 persen lebih besar dibandingkan rata-rata nilai CAR Industri Perbankan Indonesia yaitu 18,7 persen.

4.2.2 Economic Value Added (EVA)

Economic Value Added (EVA) merupakan suatu metode pengukuran kinerja perusahaan yang menghitung laba ekonomis sebenarnya yang telah berhasil diciptakan oleh suatu perusahaan. Dengan mengetahui nilai EVA, perusahaan dapat melihat suatu gambaran mengenai peningkatan atau penurunan nilai laba ekonomis perusahaan pada periode tertentu. Nilai EVA yang berhasil dicapai perusahaan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Economic Value Added Bank Central Asia 2006 2009 Periode Economic Value Added (EVA) dalam rupiah

2006 2007 2008 2009

Maret 1.946.567 2.073.113 123.885 2.525.767 Juni 4.911.849 4.760.408 2.953.494 6.172.544 September 7.936.721 7.500.334 6.172.243 9.978.539 Desember 10.868.174 10.219.313 9.583.210 13.659.633

Rata-rata 6.415.828 6.138.292 4.708.208 8.084.120 Sumber : Laporan Keuangan dan data saham Bank Central Asia (diolah)


(40)

Secara Umum pada tahun 2006, nilai EVA yang dicapai perusahaan terus mengalami peningkatan. Pada triwulan I tahun 2006, nilai EVA yang tercipta berada pada posisi yang positif yaitu sebesar Rp. 1.946.567 (dalam jutaan). Pada triwulan selanjutnya pada tahun 2006 nilai EVA terus mengalami penigkatan, Nilai EVA tertinggi pada tahun 2006 dicapai pada kuartal IV sebesar Rp.10.868.174 (dalam jutaan). Hal ini dikarenakan nilai laba bersih dan biaya bunga perusahaan terus mengalami peningkatan.

Memasuki tahun 2007, nilai EVA yang diciptakan perusahaan terus mengalami perkembangan. Pada triwulan I, nilai EVA yang tercipta adalah Rp. 2.073.113 (dalam jutaan). Pada triwulan II tahun 2007 selanjutnya nilai EVA terus mengalami peningkatan sebesar 129,6 persen dibandingkan kuartal I. Kemudian pada triwulan III mengalami peningkatan sebesar 57,5 persen dibandingkan kuartal II. Pada kuartal IV nilai EVA mengalami peningkatan sebesar 36,3 persen dari Rp. 7.500.334 (dalam jutaan) pada kuartal III menjadi Rp. 10.219.313 (dalam jutaan) pada kuartal IV. Peningkatan ini dikarenakan laba bersih dan biaya bunganya meningkat, sehingga akan mempengaruhi terhadap peningkatan nilai NOPAT-nya pada kuartal III sebesar Rp. 8.420. 514 (dalam jutaan) meningkat menjadi Rp.11.237.328 (dalam jutaan). Hal ini menandakan bahwa perusahaan telah berhasil menciptakan tambahan kekayaan bagi investornya.

Pada tahun 2008, nilai EVA yang diciptakan perusahaan terus mengalami peningkatan. Pada triwulan I, nilai EVA yang tercipta adalah Rp. 123.885 (dalam jutaan). Pada triwulan II tahun 2008 selanjutnya nilai EVA terus mengalami peningkatan sebesar Rp. 2.953.494 (dalam jutaan). Kemudian pada triwulan III mengalami peningkatan sebesar 109 persen dibandingkan kuartal II. Pada kuartal IV nilai EVA mengalami peningkatan sebesar 55,2 persen dari Rp. 6.172.243 (dalam jutaan) pada kuartal III menjadi Rp. 9.583.210 (dalam jutaan) pada kuartal IV. Peningkatan ini dikarenakan laba bersih dan biaya bunganya meningkat, sehingga akan mempengaruhi terhadap peningkatan nilai NOPAT-nya


(41)

pada kuartal III sebesar Rp. 9.087.223 (dalam jutaan) meningkat menjadi Rp.12.720.972 (dalam jutaan).

Memasuki triwulan I tahun 2009, nilai EVA yang tercipta adalah Rp. 2.525.767 (dalam jutaan). Pada triwulan II tahun 2009 selanjutnya nilai EVA terus mengalami peningkatan sebesar 144,3 persen dibandingkan kuartal I. Kemudian pada triwulan III mengalami peningkatan sebesar 61,7 persen dibandingkan kuartal II. Pada kuartal IV nilai EVA mengalami peningkatan sebesar 36,9 persen dari Rp. 9.978.539 (dalam jutaan) pada kuartal III menjadi Rp. 13.659.633 (dalam jutaan) pada kuartal IV. Peningkatan ini dikarenakan laba bersih dan biaya bunganya meningkat, sehingga akan mempengaruhi terhadap peningkatan nilai NOPAT-nya pada kuartal III sebesar Rp. 11.112.526 (dalam jutaan) meningkat menjadi Rp.14.838.670 (dalam jutaan). Hal ini menandakan bahwa perusahaan telah berhasil menciptakan tambahan kekayaan bagi investornya.

Gambar 2. Rata-rata Nilai EVA tahun 2006-2009

Dari periode penelitian (2006 sampai 2009), secara umum Nilai EVA terbesar terjadi pada tahun 2009, dengan rata-rata nilai EVA sebesar Rp. 8.084.120 (dalam jutaan). Sementara untuk nilai EVA terkecil terjadi pada tahun 2008, dengan rata-rata nilai EVA sebesar Rp. 4.708.208 (dalam jutaan).

4.2.3 Market Value Added (MVA)

Market Value Added (MVA) menunjukkan kinerja pasar dari suatu perusahaan. Metode pengukuran ini dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan atas modal yang dimiliki investor

2006 2007 2008 2009

rata-rata 6,415,828 6,138,292 4,708,208 8,084,120

2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000

(dalam J

u

taan

)


(42)

karena melibatkan harga saham sebagai komponen utamanya. Harga saham mencerminkan kekuatan interaksi antara banyak pembeli dan penjual, selain itu munculnya informasi baru mengenai perusahaan akan membuat permintaan dan penawaran berubah dan akan memberikan nilai pasar juga berubah. Informasi tersebut salah satunya adalah mengenai kinerja yang berkaitan dengan perusahaan. Pengaruh kinerja ini terkait dengan kegiatan atau aktivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba. Semakin tinggi laba yang dicapai, harga saham akan semakin tinggi. Semakin tinggi nilai MVA, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik, karena telah berhasil melakukan penambahan nilai atas modal yang dipercayakan investor kepada perusahaan. Nilai MVA yang berhasil dicapai perusahaan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Market Value Added Bank Central Asia 2006 2009 Periode Market Value Added (MVA) dalam jutaan rupiah

2006 2007 2008 2009

Maret 30.707.956 45.929.186 66.036.420 47.187.766 Juni 38.348.131 50.066.656 52.667.406 64.858.387 September 39.152.667 57.127.579 53.132.773 79.529.468 Desember 46.754.973 70.219.976 49.188.195 95.711.520 Rata-rata 38.740.932 55.835.849 55.256.198 71.821.785 Sumber : Laporan Keuangan dan Data Saham BCA (diolah)

Secara umum, selama periode penelitian 2006 sampai 2009), MVA bank BCA terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, nilai MVA yang terbentuk positif, hal ini menandakan perusahaan telah berhasil dalam memelihara kepercayaan investor atas modal yang diberikan dengan menciptakan nilai tambah bagi investornya. Harga saham yang terus mengalami peningkatan membuat nilai MVA terus meningkat, walaupun nilai ekuitas terus meningkat, namun peningkatan nilai pasarnya masih lebih besar dari ekuitasnya, sehingga nilai MVA positif.

Memasuki tahun 2007, nilai MVA yang dicapai perusahaan pun meningkat. Pada triwulan I terjadi peningkatan sebesar 149,57 persen dibandingkan triwulan I tahun 2006. Pada triwulan berikutnya nilai


(43)

MVA yang dicapai oleh perusahaan terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan nilai pasar yang terus mengalami peningkatan.

Pada tahun 2008, terjadi penambahan jumlah saham yang beredar sebanyak 12.327.505.000 dari tahun 2007, hal ini membuat perusahaan menghimpun permodalan melalui saham baru yang beredar. Namun nilai MVA pada kuartal II mengalami penurunan, hal ini disebabkan penurunan harga saham perusahaan dari Rp. 3452 per lembar (kuartal I 2008) menjadi Rp. 2862 (kuartal II 2008). Penurunan ini mengakibatkan nilai pasar perusahaan turun sehingga terjadi penurunan nilai MVA juga.

Memasuki tahun 2009, nilai MVA yang dicapai perusahaan tiap kuartalnya terus meningkat. Pada kuartal IV merupakan nilai MVA yang paling besar yaitu Rp. 95,711,520 (dalam jutaan) atau meningkat sebesar 120,35 dibandingkan kuartal III pada tahun yang sama. Hal ini disebabkan peningkatan harga saham perusahaan dari Rp. 4090 per lembar (kuartal III tahun 2009) menjadi Rp. 4761 (kuartal IV tahun 2009).

Jumlah saham yang beredar pada tahun 2006 dan 2007 mengalami peningkatan pada tahun 2008 dan 2009. Hal ini menandakan terjadinya penambahan modal untuk membantu pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan. Nilai MVA yang terkecil yaitu pada kuartal I tahun 2006. Hal ini dikarenakan oleh penurunan harga saham. Nilai MVA yang tertinggi yaitu pada kuartal IV tahun 2009. Hal ini disebabkan peningkatan harga saham perusahaan.

4.1. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value Added (MVA)

Pengukuran kinerja perusahaan diperlukan untuk menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya, terutama bagi investor yang memiliki kepentingan atas kemajuan perusahaan. Salah satu pertimbangan penting bagi seorang investor terhadap investasinya pada suatu perusahaan adalah bagaimana kemampuan suatu perusahaan dapat menciptakan tambahan kekayaan bagi para investornya, dalam hal ini pemegang sahamnya. Pertimbangan penting lainnya adalah market value atau nilai pasar dari suatu


(44)

perusahaan. Banyak metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran tersebut, salah satunya yang paling umum digunakan adalah dengan melihat dari sisi akuntansi perusahaan yang berupa rasio laporan keuangan, yaitu Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS) dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Namun muncul konsep penilaian kinerja baru berbasiskan nilai untuk mengukur seberapa besar tingkat kekayaan yang berhasil diciptakan perusahaan kepada investornya yaitu Economic Value Added (EVA) dan pengukur kinerja pasar perusahaan sebagai pencerminan tingkat kesejahteraan pemegang sahamnya, yaitu Market Value Added (MVA). Nilai pasar perusahaan tercermin dari harga saham, harga saham yang berfluktuatif banyak dipengaruhi oleh faktor baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Faktor dalam perusahaan dipengaruhi oleh kondisi perusahaan yang salah satunya yaitu kinerja keuangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian yang dapat membuktikan metode penilaian yang memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai pasarnya.

MVA memiliki komponen utama nilai pasar perusahaan yang tergantung pada harga saham. Saham merupakan elemen utama yang dipegang oleh investor, sehingga mereka memilki kepentingan atas elemen tersebut. Harga saham dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar perusahaan. Faktor dalam dipengaruhi dari kondisi perusahaan yang dapat dicerminkan dari kinerjanya, dan salah satunya adalah kinerja keuangan perusahaan berupa rasio keuangan dan EVA. Lalu apakah dengan mengetahui rasio keuangan dan EVA dapat mempengaruhi dan mencerminkan perubahan nilai tambah pasar yang berhasil dicapai perusahaan, maka dalam hal ini perlu diuji pengaruh dan hubungan antara rasio keungan dan EVA terhadap MVA.

Sebelum melakukan uji regresi, perlu dilakukan uji normalitas data penelitian melalui Uji Kolmogorov-Smirnov, karena data yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah sangat sedikit atau kurang dari 30 sampel yaitu 16 sampel. Hasil uji normalitas data dapat diketahui pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji normalitas data melalui Kolmogorov-Smirnov

ROE CAR EPS EVA MVA

N 16 16 16 16 16

Kolmogorov-Smirnov Z 0,148 0,184 0,124 0,122 0,180


(45)

Sumber : output Kolmogorov-Smirnov (diolah)

Pada Tabel 10 melalui uji Kolmogorov-Smirnov, variabel ROE, CAR, EPS, EVA dan MVA memiliki P-value masing-masing sebesar 0,150, 0,150, 0,150, 0,150 dan 0,150. P-value tersebut lebih besar dari tingkat signifikansi (α)

yang ditetapkan sebesar 0,1 yang berarti menerimah Ho dan menolak Ha. Penerimaan Ho berarti variabel-variabel yang digunakan terdistribusi secara normal sehingga dapat dilakukan pengujian selanjutnya.

Uji asumsi klasik yang didapat dari persamaan model regresi ini dapat dilihat pada lampiran 7. Model persamaan ini mengindikasikan adanya multikolinearitas, hal ini dapat dilihat dari tingkat Variance Inflator Factor

(VIF)-nya besar yang bernilai lebih dari 10 yaitu EPS dan EVA. Salah satu cara untuk mengatasi multikolinearitas adalah dengan regresi komponen utama. Persamaan regresi pengaruh ROE, CAR, EPS dan EVA terhadap MVA dari program MinitabTMRerelase 14 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Persamaan regresi rasio keuangan dan EVA terhadap MVA

Persamaan Regresi R2 p-value

MVA = 20.178.010 + 1.282.745 ROE -637.803 CAR + 30.294,95 EPS + 0,95994 EVA

34,1 % 0,018

Sumber : output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA (diolah)

Dari persamaan regresi diatas, dapat dilihat jika variabel ROE, CAR, EPS dan EVA bernilai nol, maka nilai MVA yang dicapai perusahaan adalah sebesar Rp. 20.178.010 (dalam jutaan). Lalu jika terjadi peningkatan ROE sebesar satu-satuan (dalam persen), maka akan terjadi peningkatan MVA sebesar Rp. 1.282.745 (dalam jutaan), dan jika terjadi peningkatan CAR sebesar satu-satuan (dalam persen), maka terjadi penurunan MVA sebesar Rp. 637.803 (dalam jutaan), dan jika terjadi peningkatan EPS sebesar satu-satuan (dalam jutaan rupiah), maka akan terjadi peningkatan MVA sebesar Rp. 30.294,95 (dalam jutaan), lalu jika EVA naik sebanyak satu-satuan (dalam jutaan rupiah), maka akan terjadi peningkatan MVA sebesar Rp. 0,95994 (dalam jutaan). Hipotesis dalam model persamaan ini dapat diterima, karena p-value secara simultan (ANOVA) bernilai 0,018 yang lebih kecil dari tingkat signifikansi α


(46)

diterima yang berarti signifikan. Signifikan disini adalah bahwa variabel independen (ROE, CAR, EPS dan EVA) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (MVA).

Komponen koefisien determinasi (R2-nya) sebesar 34,1 persen yang artinya ROE, CAR, EPS dan EVA dapat menjelaskan atau berpengaruh sebesar 34,1 persen terhadap perubahan MVA, sedangkan sisanya 65,9 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan dalam model regresi. Hasil ini menunjukkan bahwa MVA dipengaruhi oleh variabel independennya yang berupa ROE, CAR, EPS dan EVA. Dalam model persamaan regresinya, ROE berpengaruh positif terhadap perubahan MVA perusahaan. Lalu untuk CAR, memiliki pengaruh yang negatif terhadap perubahan MVA perusahaan. Lalu untuk EPS, memiliki pengaruh yang positif terhadap perubahan MVA perusahaan. Sedangkan untuk EVA berpengaruh positif terhadap MVA, kenaikan EVA akan berdampak pada kenaikan MVA perusahaan.

Dari output persamaan regresi, dapat disimpulkan bahwa ROE berpengaruh positif terhadap MVA. ROE merupakan salah satu pengukuran rasio keuangan yang berbasiskan laba. Semakin tinggi nilai ROE, maka semakin baik pula kinerja perusahaan dalam menciptakan keuntungan atas modal yang diserahkan investor. ROE diperoleh melalui perbandingan antara laba bersih terhadap ekuitas. Walaupun ekuitas mempengaruhi besarnya MVA yang dihasilkan oleh perusahaan, karena ekuitas merupakan komponen pengurang untuk mendapatkan nilai MVA, yaitu pengurang nilai pasar dengan nilai buku ekuitasnya. Akan tetapi nilai ROE juga memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap MVA.

Variabel CAR memiliki pengaruh negatif terhadap perubahan MVA. CAR mengukur permodalan bank untuk menutup kemungkinan-kemungkinan risiko yang terjadi didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Penurunan rasio CAR akan berakibat pada penurunan aset perusahaan, dengan menurunnya aset perusahaan maka akan berpengaruh pada perhitungan biaya modal sehingga kalau aset menurun maka akan menyebabkan biaya modal menurun. Untuk CAR, komponen modal yang digunakan tidak mempengaruhi


(1)

Lanjutan Lampiran 8.

Principal Component Analysis

Principal Component Analysis: Z1; Z2; Z3; Z4 Eigenanalysis of the Correlation Matrix

Eigenvalue 2.4953 1.0837 0.3942 0.0268 Proportion 0.624 0.271 0.099 0.007 Cumulative 0.624 0.895 0.993 1.000

Variable PC1 PC2 PC3 PC4 Z1 0.506 -0.364 -0.738 0.257 Z2 -0.368 0.685 -0.622 -0.090 Z3 0.491 0.578 0.260 0.598 Z4 0.606 0.252 0.028 -0.754

Nilai eigen terbesar berada di PC1 (2.4953) > 1 . kontribusi keragaman 62.4% maka skore komponen utama yang digunakan adalah Skor komponen I (W1)

Skor Komponen Utama

W1 W2 W3 W4

-2.09343 0.365011 -0.80435 -0.08163 -0.80509 0.616591 -0.69915 0.022711 0.237015 1.233231 -0.67413 0.027934 1.446673 1.539299 -0.25861 0.110648 -2.30847 0.569939 -0.32304 -0.21107 -1.01462 0.636277 0.250398 -0.05113 0.235115 0.975234 0.476805 0.133438 1.259427 1.413641 1.010576 0.189018 -2.52067 -0.59175 0.797561 -0.05835 -1.16383 -0.94633 1.02408 -0.05064 0.282061 -0.88271 0.5392 0.007992 1.592569 -0.57051 0.224778 -0.01852 -0.42667 -1.77335 -0.68681 0.347027 0.624339 -1.337 -0.38651 0.095832 1.81917 -0.85947 -0.43571 -0.09395 2.836411 -0.3881 -0.05509 -0.3693


(2)

Lanjutan Lampiran 8.

Persamaan Regresi dengan Skor Komponen Utama Regression Analysis: MVA versus W1

The regression equation is MVA = 55413691 + 6115098 W1

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 55413691 3477433 15.94 0.000

W1 6115098 2273568 2.69 0.018 1.000

S = 13909734 R-Sq = 34.1% R-Sq(adj) = 29.4%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 1.39968E+15 1.39968E+15 7.23 0.018 Residual Error 14 2.70873E+15 1.93481E+14

Total 15 4.10841E+15

W1 significant terhadap MVA dilihat dari nilai-p(0.018)<alpha 5% maka komponen yang terdiri dari semua variable X berpengaruh nyata terhadap MVA.

Transformasi W menjadi Z MVA = 55413691 + 6115098 W1

MVA = 55413691 + 6115098 (0.506 Z1 -0.368 Z2 + 0.491 Z3 + 0.606 Z4 ) MVA = 55413691 + 3094239.588 Z1 -2250356.06 Z2 + 3002513.118 Z3 +

3705749.388 Z4

Descriptive Statistics

variabel rata2 Stdev

ROE 28.13 2.41

CAR 19.72 3.53

EPS 186.50 99.11


(3)

Lanjutan Lampiran 8. Transformasi Z menjadi X

MVA = 55413691 + 3094239.588 Z1 -2250356.06 Z2 + 3002513.118 Z3 +

3705749.388 Z4

MVA = 55413691 + 3094239.588 1 1 1 S X X -2250356.06 2 2 2 S X X

+ 3002513.118

3 3 3 S X X + 3705749.388 4 4 4 S X X

MVA = 55413691 + 3094239.588

2.41 28.13 ROE -2250356.06 3.53 19.72 CAR + 3002513.118 99.11 186.50 EPS + 3705749.388 3860396.40 6336612.08 EVA Persamaan Awal

MVA = 20178010 + 1282745 ROE -637803 CAR + 30294.95 EPS + 0.95994 EVA Interpretasi koefisien Regresi

Ketika ROE naik satu satuan maka MVA naik 1282745 satuan dengan asumsi cateris paribus

Ketika CAR naik satu satuan maka MVA turun637803 satuan dengan asumsi cateris paribus

Ketika EPS naik satu satuan maka MVA naik 30294.95 satuan dengan asumsi cateris paribus

Ketika EVA naik satu satuan maka MVA naik 0.95994satuan dengan asumsi cateris paribus


(4)

Lampiran 9. Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA (Pearson Corelation)

Korelasi ROE; CAR; EPS; EVA; MVA ROE CAR EPS EVA CAR -0,555

0,026

EPS 0,321 -0,087 0,226 0,748

EVA 0,652 -0,374 0,891 0,006 0,153 0,000

MVA 0,394 -0,670 0,310 0,534 0,131 0,005 0,243 0,033

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

ROE CAR EPS EVA Pearson Correlation MVA 0.394 -0.670 0.310 0.534 Sig.(1-tailed) MVA 0,131 0,005 0,243 0,033


(5)

(6)

RINGKASAN

ARI HANDIAN SAPUTRA. H24087063. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) terhadap Market Value Added (MVA) Pada Bank Central Asia, Tbk. Di bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI.

Evaluasi kinerja perusahaan yang dilakukan oleh Bank Central Asia hanya melihat dari segi akuntansi saja. Namun belum mengetahui nilai tambah perusahaan bagi pihak Investor. Oleh karena itu perlu digunakan suatu konsep untuk menghitung nilai kekayaan sebenarnya yang telah dihasilkan terkait modal dan pinjaman yang digunakan, dan nilai perusahaan yang berhasil diciptakan. Konsep yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah konsep laba residu (Economic Value Added/EVA) dan Market Value Added (MVA). Konsep ini dapat menghasilkan informasi mengenai nilai kekayaan dan nilai perusahaan yang bersangkutan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis kinerja keuangan PT. Bank Central Asia menurut metode EVA, (2) Menganalisis kinerja keuangan PT. Bank Central Asia menurut MVA dan (3) Menganalisis hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder. Jenis data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan PT. Bank Central Asia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode rasio keuangan, EVA dan MVA dan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan program MinitabTM Release 14 yaitu uji korelasi pearson, regresi linear berganda dan regresi komponen utama.

Hasil yang diperoleh menunjukkan secara keseluruhan kinerja Economic Value Added (EVA) BCA adalah baik, karena nilainya adalah positif yang berarti perusahaan telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis bagi investornya dan cenderung mengalami peningkatan. Nilai EVA terkecil terjadi pada kuartal I tahun 2008 sebesar Rp. 123.885 (dalam jutaan). Sedangkan EVA terbesar terjadi pada kuartal IV tahun 2009 sebesar Rp. 13.659.633 (dalam jutaan).

Nilai Market Value added (MVA) yang dicapai BCA secara keseluruhan adalah positif, hal ini membuktikan bahwa perusahaan sudah berhasil menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya. Nilai MVA yang terkecil yaitu pada kuartal I tahun 2006 sebesar Rp. 30.707.956 (dalam jutaan). Sedangkan Nilai MVA yang tertinggi yaitu pada kuartal IV tahun 2009 sebesar Rp.95.711.520 (dalam jutaan).

Dari pengujian regresi berganda, didapat hasil bahwa variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan MVA adalah ROE, CAR, EPS dan EVA. ROE, EPS dan EVA memiliki pengaruh yang positif terhadap MVA sedangkan CAR memiliki pengaruh yang negatif terhadap perubahan MVA perusahaan. Variabel independen tersebut dapat menjelaskan perubahan MVA sebesar 34,1 persen. Sedangkan untuk uji kekuatan korelasi antara rasio keuangan (ROE, CAR dan EPS) dan EVA terhadap MVA masing-masing memiliki kekuatan sebesar ROE 0,394, CAR -0,670, EPS 0,310 dan EVA 0,534.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

5 84 90

Pengaruh Economic Value Added ( EVA), Market Value Added (MVA) Dan Rasio Profitabilitas Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Tambang Yang Terdaftar Di BEI

4 65 80

PENGARUH ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) TERHADAP MARKET VALUE ADDED (MVA) PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA

2 79 15

Pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap Market Value Added (MVA) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia

0 34 88

Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value Added (MVA) Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar Dan Kimia Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011 - 2012

0 73 84

Analisis Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan pada PT. Bank Mandiri, Tbk

9 92 91

Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap Market Value Added (MVA) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

5 97 94

Rancangan Sistem Kanban Untuk Mengurangi Non Value Added Activities Pada Proses Produksi di PT. Central Windu Sejati

28 218 205

Pengaruh Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Profitabilitas, dan Kebijakan Dividen terhadap Harga Saham pada Perusahaan Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia 2012-2014

6 87 92

Analisis pengaruh rasio keuangan dan economic value added (EVA) terhadap market value added (MVA) (Studi Kasus PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk)

4 50 115